Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma villus. Mola biasanya
terletak di rongga uterus namun kadang-kadang mola terletak di tuba fallopi dan bahkan
ovarium. Ada tidaknya janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk
mengklasifikasikan mola menjadi mola sempurna dan parsial. Gambaran yang diberikan
ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang
berproliferasi ringan, kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon human chorionic
gonadotrophin (HCG). Dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1

Uterus membesar lebih cepat daripada jumlah biasa, penderita mengeluh tentang mual dan
muntah, tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah
disertai dengan pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola
hidatidosa. Frekuensi mola hidatidosa pada wanita di Asia lebih tinggi daripada wanita-
wanita di negara Barat. Tentang nasibnya kehamilan tidak normal dapat dikatakan bahwa
mola keluar sendiri atau dapat dikeluarkan dengan suatu tindakan, pengeluaran sendiri
biasanya disertai dengan perdarahan yang banyak. Dari mola yang sifatnya jinak dapat
tumbuh tumor trofoblast yang bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih
mengandung villus di samping trofoblast yang berproliferasi, dapat mengadakan invasi
yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan mola destruens (invasive mole, penyakit
trofoblast ganas jenis villosum). Selain itu terdapat pula tumor trofoblast yang hanya
terdiri atas sel trofoblast tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus
tapi menyebar ke alat-alat lain (koriokarsinoma, penyakit trofoblast ganas non villosum).1

Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan tanda dan gejala seperti berikut:2

Terdapat gejala-gejala kehamilan muda yang lebih nyata dari kehamilan normal
misalnya mual muntah yang berlebihan.
Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum (pusing, gangguan penglihatan, dan
tekanan darah tinggi)
Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak
Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan

1
Keluar jaringan mola (seperti anggur) yang merupakan diagnosis pasti, namun
jaringan mola ini tidak selalu ditemukan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:1,3


1. Inspeksi
muka dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan yang disebut
sebagai mola face
gelembung mola yang keluar
2. Palpasi
uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar maka
tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
3. Auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin
dapat didengar BJJ)
Terdengar bising dan bunyi khas
4. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, ada perdarahan
dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi
hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya
pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin
penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan
dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan
pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk
pemeriksaan Gallli ini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola
hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24
jam dapat dianggap sebagai mola.1,3

Foto rontgen abdomen


Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan.1,3

2
USG
Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan
pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Pada
kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa
kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang
pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih
besar dari usia kehamilan. USG menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan
antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya
massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.1,3

Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal
akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri
ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10
menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas
ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan
semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah
jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan
gambaran seperti sarang tawon.1,3

Uji sonde Hanifa


Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri.
Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan
maka kemungkinan adalah mola.1,3

Foto thorax
Untuk melihat metastase.1,3

Working Diagnosis

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Kehamilan mola merupakan gambaran histologi abnormal dari vili korionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dan edema stroma vili. Mola umumnya terdapat di dalam
kavum uteri, tetapi ada kalanya juga berkembang di tuba falopi dan ovarium. Berdasarkan
ada dan tidak adanya fetus atau elemen embrionik digunakan untuk membedakan mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial.4

3
Sebagian wanita berobat secara dini dengan pengaluaran spontan jaringan mola. Namun,
pada sebagian besar kasus, pasien mengalami amenorea dengan durasi berbeda-beda yang
biasanya diikuti oleh perdarahan iregular. Hal ini hamper selalu mendorong dilakukannya
dengan segera uji kehamilan dan sonografi. Jika dibiarkan, ekspulsi spontan biasanya
terjadi sekitar usia 16 minggu. Gambaran sonografik khas suatu mola komplet mencakup
massa ektogenik kompleks di uterus disertai banyak rongga kistik tanpa janin atau kantung
amnion. Gambaran sonografik mola parsial adalah plasenta yang menebal dan hidropik
disertai jaringan janin. Yang penting, pada awal kehamilan, sonografi akan
memperlihatkan gambaran khas pada sepertiga wanita dengan mola parsial. Kadang
kehamilan mola disangka sebagai leiomioma uterus atau kehamilan multifetal.4

Mola Hidatidiformis Komplet

Secara umum, vili korionik tampak sebagai massa yang terdiri dari vesikel-vesikel jernih.
Vesikel-vesikel ini memiliki ukuran bervariasi, dari sulit dilihat hingga beberapa
sentimeter dan sering menggantung berkelompok pada tangkai ramping. Secara histologis,
lesi biasanya memperlihatkan degenerasi hidropik dan edema vilus; tidak adanya
pembuluh darah vilus; proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi; dan tidak
adanya unsur mudigah seperti janin dan amnion.4

Kompoisisi kromosom mola komplet biasanya diploid dan berasal dari ayah. Sekitar 85
persen adalah 46,XX dan kedua set kromosom berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh
sebuah sperma haploid yang menduplikasikan kromosomnya sendiri setelah meiosis
(androgenesis). Kromosom ovum tidak ada atau inaktif. Pada mola komplet lainnya, pola
kromosom mungkin 46,XY akibat fertilisasi dispermik.4

Lawler dkk. (1991) melaporkan 200 kehamilan mola. Dari 151 mola komplet, 128 atau 85
persen adalah diploid, 3 triploid, dan 1 haploid. Dari 49 mola parsial, 86 persen adalah
triploid. Niemann dll (2006) melakukan pendekatan terhadap hal ini dengan cara lain.
Mereka menggolongkan 162 mola sebagai diploid dan 105 sebagai triploid tanpa
memandang kriteria lain untuk mola komplet atau parsial. Dalam penelitian ini, semua
sekuele persisten atau ganas terjadi pada wanita dengan mola diploid.4

Kehamilan mola komplet memiliki insiden sekuele ganas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mola parsial. Pada sebagian besar penelitian, 15 sampai 20 persen mola komplet

4
memperlihatkan tanda-tanda penyakit trofoblastik persisten. Yang menarik, evakuasi mola
secara dini tidak menurunkan resiko ini.4,5

Mola Hidatidiformis Parsial

Gambaran suatu kehamilan mola inkomplet atau parsial mencakup adanya sejumlah
elemen jaringan janin dan perubahan hidatidiformis yang bersifat fokal dan kurang lanjut.
Terjadi pembengkakkan progresif lambat di dalam stroma vilus korion yang biasanya
avaskular, sementara vilus vascular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang berfungsi,
tidak terkena. Kariotipe biasanya triploid-69,XXX, 69,XXY, atau yang jauh lebih jarang,
69,XYY. Kariotipe ini masing-masing tersusun oleh satu set kromosom haploid ibu dan
dua set kromosom haploid ayah. Hanya 3 dari 270 kehamilan mola yang dipelajari oleh
Niemann dkk. (2006) yang merupakan tetraploid. Janin nonviable pada mola parsial
triploid biasanya mengalami malformasi multipel. Dalam ulasan oleh Jauniaux (1999), 82
persen janin mengalami hambatan pertumbuhan simetris.4,5

Resiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih rendah daripada
setelah kehamilan mola komplet. Selain itu, penyakit persisten jarang merupakan
kariokarsinoma. Seckl dkk. (2000) mencatat hanya 3 dari 3000 mola parsial yang
mengalami penyulit koriokarsinoma. Growdon dkk. (2006) menemukan bahwa kadar -
hCG pascaevakuasi yang lebih tinggi berkorelasi dengan kadar 200 mIU/mL pada
minggu ketiga sampai kedelapan pascaevakuasi dilaporkan berkaitan dengan risiko
penyakit persisten setidaknya 35 persen.4

Gambaran Mola Hidatidiformis Parsial dan Komplet

Gambaran Mola Parsial Mola Komplet


Kariotipe Biasanya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY
69,XXY
Patologi
Mudigah janin Sering ada Tidak ada
Amnion, sel darah merah janin Sering ada Tidak ada
Edema vilus Bervariasi, fokal Difus
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, fokal, ringan Bervariasi, ringan sampai

5
sampai sedang berat
Gambaran Klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% besar untuk usia
kehamilan
Kista teka-lutein Jarang 25-30%
Penyulit medis Jarang Sering
Penyakit trofoblastik 1-5% 15-20%

Diagnosis Banding
Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
Mola invasiv merupakan bentuk mola hidatidosa yang menginvasi miometrium. Sel-sel
trofoblas dengan vili korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang
mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intraabdominal.
Dapat pula masuk ke dalam vena seperti vena uterina dan terus ke vena iliaka interna.
Mola ini berkembang pada 20% wanita yang menderita mola hidatidosa komplet setelah
dikuret. Resiko pada wanita ini meningkat bila:6
waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan
uterus menjadi sangat besar
usia > 40 tahun
mempunyai riwayat GTD sebelumnya
Apabila mola ini berkembang terus, dapat menyebabkan lubang di uterus dan berdarah
dengan mudah. Mola ini dapat komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang sendiri
atau membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering dilakukan
histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis melalui pembuluh darah ke
organ lain, biasanya ke paru-paru.6

Koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum


Penyakit ini merupakan jenis yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar
didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat juga didahului oleh abortus atau
persalinan biasa (7,6%). Tumbuh sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke
organ-organ lain seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Bila setelah akhir suatu
kehamilan terjadi perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda subinvolusi
uterus kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan istilah HBEs

6
H having expelled a product of conception
B bleeding
Es Enlargement and softness of the uterus
Terlebih lagi apabila disertai kenaikan Hcg dan adanya metastasis.6

Placental site trophoblastic disease


Merupakan bentuk yang jarang terjadi, berkembang ketika plasenta menyentuh uterus.
Tumor ini biasanya berkembang setelah kehamilan normal atau abortus. Kebanyakan tidak
menyebar ke organ lain dan tidak sensitif terhadap kemoterapi seperti jenis lain, oleh
karena itu pada tipe ini memerlukan operasi sebagai penanganan.6

Epidemiologi

Penyakit ini lebih prevalen pada orang keturunan Spanyol dan Indian Amerika. Secara
umum, kira-kira 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan mola hidatidosa, 15%
adalah korioadenoma, dan 5% merupakan koriokarsinoma. Di USA, mola hidatidosa
terjadi pada kurang lebih 1 dari 1000 sampai 2000 kehamilan. Kehamilan mola dilaporkan
kirakira 3000 pasien per tahun dan transformasi maligna terjadi pada 6%-19%. Insiden
mola hidatidosa relatif konstan di USA dan eropa yaitu 1-2 per 1000 kehamilan. Baru-baru
ini, jumlah ini meningkat pada beberapa negara di asia. Mola hidatidosa terjadi biasanya
pada wanita dibawah 20 dan diatas 40 tahun. Usia maternal pada spektrum reproduksi
yang ekstrim merupakan faktor risiko untuk terjadinya mola hidatidosa. Wanita usia
kurang dari 20 tahun memiliki 1,5-2x lipat resiko relatif lebih tinggi, wanita usia 36-40
tahun memiliki 2x risiko, dan umur lebih dari 40 tahun resikonya menjadi 5-10 x lipat.4,5,7

Ada peningkatan resiko untuk terjadi penyakit trofoblastik berulang. Hampir dari 5000
kehamilan mola, frekuensi rekuren adalah 1,3%. 1,5% untuk mola hidatidosa komplit dan
2,7% untuk terjadinya mola hidatidosa parsial. Dengan 2 riwayat mola sebelumnya,
berkowiz dkk melaporkan bahwa 23% wanita mengalami kehamilan mola ketiga kalinya.
Wanita dengan riwayat mola hidatidosa memiliki resiko 10 kali lebih tinggi untuk
menderita kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih tinggi terkena koriokarsinoma dari
pada wanita dengan riwayat hanya hamil normal. Wanita dengan keadaan sosial ekonomi
rendah memiliki resiko 10 kali untuk terkena kehamilan mola.4,5,7

Etiologi

7
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor yang dapat menyebabkan antara lain:3
Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
Imunoselektif dari trofoblast.
Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
Paritas tinggi.
Kekurangan protein
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi:6
Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit trofoblast:6

1. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu
(missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Tidak sempurnanya aliran darah fetus (fetal circulatori
inadequacy) yang terjadi pada sel telur patologik, yaitu pada hasil pembuahan
dimana embrionya mati kehamilan 3-5 minggu, pembuluh darah villi tidak berfungsi,
penimbunan cairan di jaringan mesenkhim villi.

2. Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas
dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.

Struktur trofoblas abnormal : hiperplasia, displasia, neoplasia


Fungsi abnormalnya berupa absorbsi cairan yang berlebihan kedalam villi, proses
penekanan, kerusakan pembuluh darah, dan kematian bayi.
Adanya gangguan dari pertahanan imonologis terhadap trofoblas
Adanya kelainan sitogenetik,dimana terdapat sel telur patologik yang tidak
mempunyai kromosom maternal (empty egg)
8
Gambaran Klinis

Gejala dan tanda umum yang tampak pada mola hidatidosa adalah sebagai berikut:7

1. Perdarahan
Perdarahan timbul pada trimester awal kehamilan (90%), berwarna merah segar
karena berasal dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang
timbul bekuan darah yang tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan
mencair dan keluar berwarna merah ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya
intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau
kematian, oleh karena itu umumnya pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam
keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai
perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan
pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret
berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikelvesikel (80%).
2. Hiperemesis
Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan sekresi -hCG, meskipun belum
pernah dipastikan sebagai penyebab hiperemesis pada kehamilan normal.
Hiperemesis yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat. Keluhan hiperemesis
terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual
muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24
minggu. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan sekresi -hCG, meskipun
belum pernah dipastikan sebagai penyebab hiperemesis pada kehamilan normal.
3. Pucat dan dispneu
4. Anxietas dan tremor

Penatalaksanaan
Penatalakasaan berupa:3,6
1. Perbaiki keadaan umum. Transfusi darah jika anemia atau syok. Menghilangkan
penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa.
2. Pengeluaran jaringan mola (evakuasi) :
Vakum Kuretase
Setelah keadaan umum baik, dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto
thorax selesai bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret

9
tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn
10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh
sampai sepuluh hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret
tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa
tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu,
makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Histerektomi. Tidak lagi menjadi metode pilihan.
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya
histerektomi dilakukan pada:
o wanita di atas 35 tahun
o anak hidup di atas 3 orang
o wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam
keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar -HCG menurun.
3. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan
resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
4. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini
keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3
tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar
Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan
selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif.

Pencegahan
Penyebab mola hidatidosa masih belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, tidak
diketahui pula cara mencegahnya. Kita hanya dapat menduga-duga faktor penyebab dari
ketidaktahuan akan penyakit ini. Dan tentu saja, dari pengetahuan yang sedikit ini,
seharusnya diupayakan agar sedapat mungkin mencegah timbulnya penyakit ini.
Mengingat bahwa faktor nutrisi merupakan salah satu kontributor penyakit mola
hidatidosa. Maka untuk mencegah terjadinya kerusakan ovum dan untuk menjaga
kesehatan reproduksi, diperlukan makanan yang baik yang diolah dengan cara yang benar
sehingga kondisi vitamin dan zat gizi yang terkandung di dalamnya tetap baik, sehingga
keadaan nutrisi yang baik dapat menurunkan terserangnya penyakit ini.7

Komplikasi

10
Komplikasi berupa:7

Perforasi uterus selama kuretase isap kadang terjadi karena uterus besar dan lembek.
Jika ditemukan perforasi, prosedur sebaiknya dilanjutkan dengan laparoskopi.
Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan
mola. Untuk itu, injeksi oxitocin dilakukan sebelum kuretase isap. Methergin dan atau
hemabate dan darah untuk tranfusi sebaiknya tersedia.
Penyakit trofoblas ganas berkembang pada 20% kasus mola, oleh karena itu sebaiknya
dilakukan permeriksaan -hCG serial secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang dikeluarkan oleh jaringan mola dapat memicu terjadinya kaskade
koagulasi. Pasien sebaiknya dimonitor untuk mencegah DIC.
Emboli paru merupakan penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas
ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke
peredaran darah kemudian ke paruparu tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada
mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat
menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Seorang
pasien dapat mengalami dispnea dan sianosis dalam waktu 4-6 jam setelah evakuasi
kehamilan mola sebagai akibat dari deportasi besarbesaran trofoblas ke pembuluh
darah paru dan pembentukan selanjutnya dari emboli paru.
Edema paru yang mengarah ke gagal jantung kongestif juga bisa terjadi akibat
pemberian cairan yang berlebihan, preeklamsia, anemia atau hipertiroidisme.
Sepsis

Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah
jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian mola hampir tidak ada lagi, tetapi
dinegara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar 2.2% dan 5.7%. Hampir 20% mola
hidatidosa komplit akan berlanjut menjadi neoplasia trofoblas kehamilan. Terjadinya
proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang
paling banyak dalam 6 bulan pertama. Pada Mola hidatidosa parsial jarang terjadi. Faktor
klinis yang telah dihubungkan dengan penyakit keganasan adalah umur ibu, kadar -hCG
>100.000 mIU/mm, eklampsia, hipertiroidisme dan kista lutein teka bilateral. Kebanyakan
dari faktor ini mencerminkan dengan jumlah proliferasi trofoblas. Untuk memprediksi
apakah akan berkembang menjadi PTG sulit. Dan penatalaksanaan sebaiknya didasarkan
pada ada atau tidak adanya faktor risiko.7

11
Kesimpulan

Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi
trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya
menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan
bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada
tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola
yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet). Kehamilan mola hidatidosa merupakan
kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45
tahun.Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat
diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat
kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan
pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Penerapan
asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola hidatidosa karena
kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara kontinyu sehingga keluarga
perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan secara mandiri.Pendidikan kesehatan
sangat diperlukan mengingat masih banyaknya wanita-wanita khususnya yang berumur
35-45 tahun yang kurang mengerti tentang kehamilan mola hidatidosa.

Daftar Pustaka

1. Cunningham FG, Gant NF , Leveno KJ, etall. Williams Obstetrics: Gestational


Trophoblastic Disease. 21st edition. Connecticut, Appleton & Lange. 2001 .835-849.
2. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in Current
Obstetric an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9th ed. Lange. Baltimore NY. Mc
Graw Hill. 2003. 947 958.
3. Hacker N.F, M.J George. Terjemahan Esensial Obstetri dan Ginekologi, edisi 2,
Hipokrates, 2001, 679-687.
4. Garg R and Giontoli RL.Chapter 22, Anatomical of the Female Pelvis, Chapter 45,
Gestational Trophoblastic Disease. Fortner KB, Szymanski LM (Editors). In The John
Hopkins Manual of Gynecology and Obstetric, 3rd edition. Maryland. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007:
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa dalam Ilmu Kandungan Edisi
ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007.

12
6. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008; 488 490
7. See, Hui T. et all. Gestational Trophoblastic Disease In Gynecologic Cancer The
University of Texas M. D. Anderson Cancer Center, Houston, Texas 2006.

13

Anda mungkin juga menyukai