3 Angka
3 Angka
BAB I
PENDAHULUAN
adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah (Rangan & Engka,
2014).
Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen, membawa oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel
ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Tingkat pengetahuan dan status kesehatan.
Sedangkan faktor dari luar tubuh mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara
lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi
penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat
pelindung diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian
tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah angin.Hal-
hal tersebutlah yang masih banyak diabaikan oleh para petani Indonesia terutama
didaerah pedesaan. Mereka tidak memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan dari
pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya dengan berbagai alasan klasik.
1.2 Epidemiologi
Anemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) dibawah ambang batas normal. Tanda-tanda klinisnya seperti mudah
lemah, letih, lesu dan lelah, bibir tampak pucat, nafas pendek, lidah terasa licin, denyut
jantung meningkat, susah buang air besar, nafsu makan kurang, kadang-kadang mudah
pusing , mudah mengantuk. Besaran masalah di Indonesia tahun 2010, penderita anemia
sekitar 50-70 juta, anemi defisiensi zat besi mencapai 20%-33%. Sebesar 40% dialami
wanita hamil. Anemia terjadi pada 45% wanita di daerah berkembang, dan 13 % di
negara maju. Anemia sering terjadi pada wanita usia subur, wanita hamil, dan wanita
menyusui. Kolompok usia yang juga rentan adalah bayi dan anak-anak.
Penyebab anemia yakni defesiensi Fe, infeksi kronik (cacingan), penyakit malaria,
penyakit hemolotok kongenital (seperti talasemia), dan defesiensi nutrien mikro lainnya
(seperti KVA). Berikut merupakan dampak dari penyakit anemia:
a) Pada bayi dan Anak-anak : Bagi bayi meningkatkan risiko kematian, kesakitan, dan
BBLR. Pada balita gangguan perilaku dan pengembangan kecerdasan
b) Pada wanita usia subur : menurunnya performa kerja, menimbulan kelelahan dan
kelemahan
3
c) Pada Ibu hamil : Meningkatkan prevalensi kesakitan dan kematian ibu, dapat
mempengaruhi berat badan bayi, prematur, dan bblr
dari dampak yang terjadi diatas perlunya mengetahui pencegahan Anemia dengan:
1. Memelihara keseimbangan asupan Fe dengan kebutuhan dan kehilangan.
2. Konsumsi suplemen Fe untuk peningkatan intake Fe
3. Fortofikasi produk-produk makanan dengan Fe
4
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi
Anemia merupakan keadaan dimana jumlah eritrosit atau jumlah hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediaakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta
hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal. Dapat dibilang anemia apabila keadaan
hemoglobin berada pada batas yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut
sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut.
Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoieses yang relatif jarang ditemukan
namun berpotensi mengancam jiwa (Widjanarko, 2007). Selain itu, anemia aplastik juga
didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang, dan
diklasifikasikan menjadi jenis primer dan sekunder (Hoffbrand, 2005). Menurut Aghe
(2009) faktor yang mendukung anemia aplastik yaitu penurunan produksi eritroid,
mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia
pada darah tepi, serta tidak dijumpai anya sistem keganasan hematopoitik ataupun
kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Menurut (WHO,1968) dinyatakan
anemia apabila terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut:
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan hamil Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb < 11 gr/dl
untuk di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya tidak menggunakan
penghitungan menurut WHO namun umumnya yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Hb < 10 gr/dl
2.
Hematokrit < 30%
3.
Eritrosit < 2,8 juta/mm 3
P
Pada anemia juga memiliki 4 tingkatan yang memiliki batas hemoglobin sendiri
yaitu ringan sekali, ringan, sedang, dan berat. Untuk ringan sekali yaitu batas Hb 10
gr/dl-13 gr/dl. Pada ringan yaitu Hb 8 gr/dl-9,9 gr/dl. Pada anemia sedang yaitu dengan
Hb 6 gr/dl-7,9 gr/dl. Dan untuk anemia berat yaitu Hb kurang dari 6 gr/dl.
5
2.2 Etiologi
Anemia aplastik membuat penderitanya merasa lelah dan beresiko tinggi
mengalami infeksi pendarahan yang tidak terkontrol. Anemia aplastik dapat terjadi pada
orang-orang dengan usia yang tidak menentu. Anemia ini dapat terjadi sewaktu-waktu
dan terjadi perlahan-lahan dan seiring memburuk dengan membutuhkan beberapa
waktu.
Anemia aplastik terjadi ketika sumsum tulang mengalami kerusakan sehingga
memperlambat produksi sel baru. Sumsum tulang merupakan material seperti spons
bewarna merah yang menghasilkan sel induk (stem cell) yang kemudian berubah mejadi
sel-sel lain. Stem cell sumsum juga memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit.
Pada anemia aplastik, sumsum tulang belakang megalami aplastik atau hipoplasia.
Hal ini berarti sumsum tulang kosong (aplastik) atau mengandung sedikit sel darah.
Salah satu faktor yang membuat sumsum tulang mengalami kerusakan yaitu paparan
bahan kimia beracun serta penggunaan obat-obatan tertentu. Paparan bahan kimia
beracun, seperti yang digunakan dalam pestisida dan insektisida yang dapat
menimbulkan anemia aplastik. Paparan benzena yang termasuk bahan kimia yang
terdapat pada bensin yang dapat dikaitkan dengan anemia aplastik. Jenis anemia ini
yang disebabkan karena bahan kimia beracun dapat berangsur hilang seiring
berkurangnya paparan bahan kimia yang memicu penyakit. Selain bahan kimia,
penggunaan obat-obatan tertentu seperti yang digunakan untuk mengobati rheumatoid
arthritis dan beberapa antibiotik yang dapat menyebabkan anemia aplastik.
2.3 Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik yakni faktor kongenital, faktor ini didapat dari bahan
kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan dilanjutkan
setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai
titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel. Disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan
atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang menyebabkan anemia aplastik.
6
Adanya penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk
menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan pergantian oleh lemak.
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor graulosit, eritrosit dan trombosit,
akibatnya terjadi ansitopeia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan
hematokrit. Penurunan sel darah merah (Hemoglobin) menyebabkan penurunan jumlah
oksigen yang dikirimkan kejaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat.
Kerusakan pada sel induk pluripoten menjadi penyebab terjadinya anemia
aplastik. Sek induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal dalam membentuk atau
berkembang menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya
sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya yang menurun. Penanganan yang tepat
untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah
terapi transplantasi sumsum tulang.
Kerusakan pada microenvironment pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal
eritropoitein) maupun bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini megakibatkan
agalnya jaringan sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment
merupakan kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga menyebabkan
kehilangan kemampan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel darah. Selain
itu pada beberapa penderita anemia ditemuka cell inhibitor atau penghambat
pertumbuhan sel. Hal ini dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat
pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
10
Ny. X berusia 19 tahun, mengeluh lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS. Rasa
P P
itu perlahan semakin memberat. Pasien mengakui tubuhnya lemas sejak 1 tahun yang
lalu hingga tidak bisa kerja dengan optimal di sawah. Pasien juga tidak bisa melakukan
hubungan seksual dengan suami akibat kelelahan. Pasien tampak pucat. Pasien dibawa
ke RS dan dikatakan hemoglobinnya rendah, pasien kemudian MRS dan mendapatkan
transfusi darah. Setelah ditelusuri pasien mengalami gejala lemas dan pucat yang sama
selama 3 bulan, pasien dibawa ke RS dan dilakukan aspirasi sumsum tulang. Pasien
didiagnosa mengalami anemia akibat kegagalan produksi sumsum tulang. Sampai
sekarang pasien sudah mendapatkan transfusi darah sebanyak 3 kali.
1 tahun yang lalu pasien merasa perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh,
dan mual bila sedang makan. Nafsu makan pasien tetap baik, namun pasien mengalami
penurunan berat badan sebesar 10 kg dalam beberapa tahun terakhir. Pasien berobat ke
dokter umum dan dikatakan hanya mengalami maag biasa dan hanya diberi obat.
Karena gejala tidak membaik, pasien memeriksakan diri ke dokter spesialis, dilakukan
USG abdomen dan hasilnya menunjukkan limpa pasien membesar. Pasien hanya diberi
obat jalan.
Pasien kadang-kadang BAB berwarna merah atau hitam, menurut pasien timbul
tergantung makanannya. Riwayat perdarahan lainnya disangkal. Saat badannya terasa
lemas, pasien juga merasa pusing dan sakit dibagian kepala, pandangan berkunang-
kunang dan mengalami panas badan. Pasien telah bekerja selama 5 tahun menjadi petani
dan selalu menggunakan pestisida untuk membunuh serangga di sawahnya. Menurut
dokter, penyakit pasien ditimbulkan oleh paparan bahan-bahan kimia tersebut.
3.1 Pengkajian
Identitas:
Nama : Ny. X
Umur : 19 th
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Gombong, Kec. Belik, Kab. Pemalang, Jawa
Tengah
Diagnosa Medis : Anemia Aplastik
Keluhan Utama : Lemas badan
11
Upaya yang telah dilakukan : Tes kadar arsen dalam urin, mendapatkan transfusi darah
sebanyak 3 kali
3.1.1 Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sebelumnya
3 bulan yang lalu pasien terdiagnosa anemia aplastik. 1 tahun yang lalu pasien merasa
perutnya sebelah kiri membesar, terasa penuh, dan mual bila sedang makan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh lemas badan sejak 3 hari sebelum MRS. Pasien tampak pucat. Saat
badannya terasa lemas, pasien juga merasa pusing dan sakit dibagian kepala, pandangan
berkunang-kunang dan mengalami panas badan.
Kesehatan Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di Desa Gombong yang penduduknya sering mengkonsumsi
air yang terkontaminasi arsen.
3.1.2 Pengkajian: Pola Gordon
1. Pola Persepsi Pola Nutrisi Metabolik
Pola nutrisi baik, tetapi kekurangan zat besi.
2. Pola Eliminasi Urine
Terdapat kandungan arsen di dalam urine.
3. Pola Aktivitas
Tetap melakukan kegiatan sehari-hari namun tidak optimal.
4. Pola Istirahat dan Tidur
Tidak terkaji.
5. Pola Kognitif Perseptual
Pola kognitif masih belum stabil.
6. Pola Persepsi Diri
Merasa dirinya bisa melakukan segala hal yang kerjakan suami.
7. Pola Peran-Hubungan Nervus
Tidak terkaji.
8. Pola Seksualitas
Tidak bisa melakukan hubungan seksual dengan suami akibat kelelahan.
9. Pola Koping
Mengikuti yang menurutnya benar.
10. Toleransi stress
12
Kurang adaptif.
11. Pola Nilai Kepercayaan
Tidak terkaji
Sumber: Fikri, 2012
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pasien dalam keadaan lemas, pusing, status gizi baik, dan daya tahan tubuh baik.
Tanda-Tanda Vital
a. Kesadaran : GCS 456
b. TD : 100/70 mm Hg
c. Nadi : 82 x/menit,regular
d. RR : 17 x/menit reguler
Pemeriksan Penunjang
a. Hemoglobin : 2,1 g/dl (Cek Hemogloblin menggunankan Cyanmed dengan reagen
kering Hemocue)
b. Hematokrit : 7,5 %
c. Leukosit : 1640 /mm3
d. Trombosit : 72.000/mm3
e. Eritrosit : 1640 /mm3
f. BMP: cadangan besi (-), anemia aplastik
g. Adanya arsen dalam urin
Sumber: Yuli, 2014 dan Fikri, 2012.
Pemeriksaan Head to Toe
Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, rash, luka, infeksi, Tekstur kenyal, turgor
tumor, petekie, hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku, rambut normal, rash (-), hematom
Palpasi: nodul, atrofi, sklerosis (-)
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, pembengkakan
Palpasi: Kelenjar limfe, pembengkakan, nyeri tekan, tiroid,
Anemis +/+, icteric -/-,
trakea, pulsasi vena
JVP R+0 cm H2O
Auskultasi: Bruit
Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk
13
Telinga
Inspeksi: Serumen, infeksi, membran timpani, tophi
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: Mastoid, massa
Hidung
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, perdarahan, polip
Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: nyeri
Rongga Mulut dan Tenggorok
Inspeksi: pigmentasi, leukoplakia, ulkus, tumor, gusi, gigi,
lidah, faring, tonsil Tidak ditemukan kelainan
Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah
Mata
Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, pucat, kornea, arkus, merah, Konjungtiva anemic +/+.
infeksi, air mata, tumor, perdarahan, pupil (kanan dan kiri), Sklera ikterik-/-
lapangan pandang Pupil isokor, 3/3 mm
Palpasi: tonometri Tidak dievaluasi
Fundoskopi Tidak dievaluasi
Toraks
I : Simetris, D=S,regular
P : SF D = S
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, irama, payudara, tumor
P:SS
Palpasi: Stem fremitus
SS
Perkusi: resonansi
SS
Auskultasi: suara nafas, rales, ronki, wheezing, bronkofoni,
A : V V Rh : Wh:
pectoryloquy
VV
VV
Jantung
I : ictus invisible
Inspeksi: iktus P : ictus palpable at MCL S
Palpasi: iktus, thrill ICS V
Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang jantung P : RHM ~ SL D
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, irama) S1, S2, S3, S4, LHM ~ ictus
gallop, murmur, efection click, friction rub A : S1 dan S2 single,
murmur (-),
Abdomen
14
pandangan
berkunang-kunang, tidak bisa berhubungan
panas badan dengan suami akibat
Do : pasien tidak kelelahan
bisa berhubungan
dengan suami
akibat kelelahan,
konjungtiva
anemis, pucat
HB : 2,1 g/dl
Hematokrit : 7,5 %
Leukosit : 1640
/mm3
Trombosit :
72.000/mm3
3. Ds : Pasien Anemia aplastik Anemia
Nam
mengeluh lemas aplastik
kegagalan produksi KE
badan, pusing,
sumsum tulang
pandangan
terpapar pestisida, urin
berkunang-kunang,
mengandung arsen
panas badan,
bekerja 5 tahun dan
P P
menggunakan
pestisida
Do : perut
membesar, BAB
merah/hitam,
terdiagnosa anemia
aplastik, urin
mengandung arsen,
konjungtiva
anemis, Leukosit :
1640 /mm3, HB :
16
2,1 g/dl,
Hematokrit : 7,5
%, Trombosit :
72.000/mm3,
BMP:
mengesankan
aplastik anemia
4. Ds : Pasien Anemia defisiensi besi Anemia
Nam
mengeluh lemas defisiensi besi
BMP: cadangan besi (-), KE
badan, pusing,
menerima tranfusi darah
pandangan
3 kali
berkunang-kunang,
HB : 2,1 g/dl, Pasien
konjungtiva anemis
mengeluh lemas badan,
Do : HB : 2,1 g/dl,
pusing, pandangan
Hematokrit : 7,5
berkunang-kunang
%, BMP: cadangan
besi (-), menerima
tranfusi darah 3
kali
3.1.5 Pathway
berlebihan
- Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat
pasien
10:10 Anemia Setelah 3 x 24 jam, - Kolaborasi
Nam
aplastik b.d pasien mengerti akan dengan tenaga KE
kegagalan resiko bahaya medis untuk
produksi pestisida dengan memantau
10:25
sumsum kriteria hasil:
- Peningkatan
kondisi klien
- Pantau input
Nam
tulang KE
10:40
keamanan diri dan output
ditandai
- Pengembalian
klien.
dengan
aktivitas - Catat nilai HB Nam
terpapar
dan HT klien KE
pestisida,
urin
mengandung
arsen
20
kardiovaskuler
Nam
KE
Nam
KE
BAB IV
24
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terkena paparan kandungan berbahaya dalam pestisida dalam jangka waktu
15T
panjang terbukti dapat menyebabkan banyak penyakit, salah satunya anemia aplastik.
Arsen merupakan salah satu zat berbahaya dalam pestisida yang dapat memicu
15T kegagalan produksi sumsum tulang. Walaupun telah memakai APD yang tepat sekali,
menurut contoh kasus dalam jurnal, tetap saja kondisi fisik sesorang tidak dapat
menjaminnya tidak terkontaminasi. Dalam kali ini perawat dapat melakukan asuhan
keperawatan sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas dianjurkan agar perawat selalu mengajarkan
keselamatan dan kesehatan kerja misalnya dengan selalu memakai alat pelindung diri,
meningkatkan konsumsi makanan yang dapat memacu penyerapan penyerapan zat besi,
perlu ada pengawasan dalam rangka pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja,
tentunya pada petani.
DAFTAR PUSTAKA
25
Aghe NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2009:617-25.
Anonim, 2016. Gejala, Penyebab & Faktor Risiko Anemia Aplastik.
31TU http://www.amazine.co/25522/gejala-penyebab-faktor-resiko-anemia-aplastik/ . 3
U31T
November 2016.
Fikri, E., Setiani, O., dan Nurjazuli. 2012. Hubungan Paparan Pestisida dengan
Kandungan Arsen (As) dalam Urin dan Kejadian Anemia (Studi : Pada Petani
Penyemprot Pestisida di Kabupaten Brebes). Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia. Vol: 11 No. 1 Hal: 29-37.
Handani, W., Haribowo A. S., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salembu Medika.
Issaragrisil, S.MD, etc. 1997. Aplastic Anemia in Rural Thailand: Its Association with
Grain Farming and Agricultural Pesticide Exposure. Journal of Public Health. Vol:
87 No. 9 Hal: 1551-1554.
Kurniasih, S.A., Setiani, O., dan Nugraheni, S.A. 2013. Faktor-faktor yang Terkait
Paparan Pestisida dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Petani
Hortikultura di Desa Gombong Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Jawa
Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol: 12 No. 2 Hal: 132-137.
Muhlisin, Ahmad. n.d. Mengenal Anemia Aplastik.
http://mediskus.com/penyakit/anemia-aplastik. 1o November 2016
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007 : 627-633
Rangan, A. A., & Engka, J. N. 2014. Kadar hemoglobin pada petani terpapar pestisida
di kelurahan rurukan kecamatan tomohon timur .
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/download/3759/3282. 9
November 2016.
Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/.
4 November 2016.
26
Widjanarko A. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43.
Yuli, Sri Rahma. 2014. Epidemiologi anemia. Diakses dari
http://srirahmayuli.com/epidemiologi-anemia. 10 November 2016.