Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERCOBAAN III
GLIKOLISIS DALAM SEL RAGI
PERCOBAAN III
GLIKOLISIS DALAM SEL RAGI
I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Mempelajari / mengamati proses glikolisis di dalam sel ragi dengan mengukur
kadar glukosa yang tersisa, dan tinggi kolom CO2 yang dihasilkan.
2. Mempelajari / mengamati pengaruh inhibitor seperti flourida dan arsenat
terhadap proses glikolisis.
2. Tabung Reaksi
3. Pipet Tetes
4. Batang Pengaduk
7. Gelas Kimia
8. Gelas Ukur
9. Penangas Listrik
11. Mistar
12. Bahan
1. Suspensi ragi (ragi fermipan)
2. Larutan glukosa 2%
3. Larutan flourida
4. Larutan arsenat
5. Aquades
6. Benedict
7. Larutan Ba(OH)2
IV. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini yaitu :
1. Menyediakan empat buah tabung peragian yang bersi dan kering, tabung 1
digunakan sebagai kontrol positif, tabung 2 sebagai control negatif, tabung 3 dan
4 digunakan untuk melihat pengaruh inhibitor
2. Memasukkan bahan-bahan yang digunakan, sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabung
Bahan
1 (mL) 2 (mL) 3 (mL) 4 (mL)
Suspensi ragi 14 0 13,5 13,5
Suspensi ragi yang 0 14 0 0
telah dididihkan
Larutan fluorida 0 0 0,5 0
Larutan Arsenat 0 0 0 0,5
Larutan glukosa 2% 2 2 2 2
3. Mengukur tinggi awal suspensi ragi, kemudian menutup mulut tabung peragian
dan membolak-balikkan tabung peragian tersebut sebanyak 3-4 kali.
4. Menghubungkan dengan tabung reaksi yang berisi larutan Ba(OH)2
5. Mendiamkan tabung peragian selama 15 menit pada suhu kamar.
6. Mengukur tinggi kolom CO2 yang terbentuk dan mengamati endapan yang
terbentuk.
7. Mencatat hasil pengamatan kedalam tabel hasil pengamatan.
V. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini yaitu :
Tabung
Perlakuan 1 2 3 4
Kontrol + Kontrol - + flourida +arsenat
Tinggi kolom awal (cm) 8 3,7 5,5 4,5
CO2 yang terbentuk (tinggi 5,5 3,7 5,5 7,5
kolom akhir) Tinggi Kolom
Awal (cm)
Kadar glukosa + + + +
Glikolisis dapat berlangsung dalam keadaan aerob, bila sediaan oksigen cukup
untuk mempertahankan kadar NAD+ yang diperlukan, atau dalam keadaan anaerob
(hipoksik), bila kadar NAD+ tidak dapat dipertahankan lewat sistem sitokrom
mitokondrial dan bergantung pada usaha temporer perubahan piruvat menjadi laktat
(Husada, 2011).
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mempelajari / mengamati proses glikolisis di
dalam sel ragi dengan mengukur kadar glukosa yang tersisa, dan tinggi kolom CO 2 yang
dihasilkan dan untuk mempelajari / mengamati pengaruh inhibitor seperti flourida dan
arsenat terhadap proses glikolisis (Pembina Mata Kuliah, 2017).
Pada praktikum metabolisme ini, kami melakukan pengujian untuk mengetahui
reaksi oksidasi karbohidrat oleh sel ragi dalam kondisi anaerob. Peristiwa ini dikenal
sebagai peristiwa glikolisis alkohol. Glikolisis merupakan proses penguraian atau
katabolisme karbohidrat (glukosa) menjadi asam piruvat. Glikolisis dapat berlangsung
secara aerob (memerlukan oksigen) dan juga anaerob (tanpa oksigen). Dalam kondisi
aerob, piruvat yang terbentuk akan dioksidasi menjadi CO 2 dan H2O. Sedangkan dalam
kondisi anaerob, karbohidrat seperti glukosa dan sukrosa akan diuraikan oleh enzim
dalam ragi menjadi alkohol dan CO2 sebagai produk akhir. Namun, jika glikolisis
anaerob terjadi pada otot manusia yang sedang berkontraksi, piruvat akan berubah
menjadi asam laktat, yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa lelah. Perubahan dari
glukosa yang terpenting dalam proses katabolisme ini adalah terbentuknya energi, yang
di dalam tubuh makhluk hidup sebagian dari energi tersebut akan digunakan untuk
mensintesa ATP yang sangat berperan pada aktivitas sel. Tetapi pada glikolisis alkohol,
energi tersebut banyak tersimpan bersama alkohol, hal ini yang menyebabkan alkohol
banyak digunakan sebagai bahan bakar bensin (Kimbal, 1983).
Pada percobaan ini, digunakan ragi atau sel ragi sebagai tempat berlangsungnya
proses glikolisis. Ragi yang digunakan yaitu ragi fermipan mengandung mikroba
Saccharomyces cerevisiae. Suspensi ragi merupakan penghasil mikroba Sacharomyces
cerevisiae, merupakan mikroba yang terdapat pada roti. Mikroba ini memiliki 10 enzim
yang berperan dalam proses glikolisis. Fermentasi adalah proses produksi energi
dalamsel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Sama halnya dengan proses
glikolisis secara aerob, proses fermentasi pada percobaan ini juga membutuhkan enzim
untuk mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2, enzim tersebut yaitu enzim simase
yang diperoleh dari ragi. Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai
katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu
reaksi kimia. Selain itu, percobaan ini juga akan melihat pengaruh inhibitor pada proses
glikolisis. Dimana inhibitor merupakan suatu molekul atau zat yang menghambat kerja
enzim (Armstrong, 1985).
Pertama-tama prosedur yang dilakukan yaitu membuat suspensi ragi dengan cara
memasukkan ragi ke dalam gelas kimia kemudian menambahkannya dengan aquades.
Suspensi yang digunakan dibedakan menjadi dua yaitu suspensi ragi tanpa dididihkan
dan suspensi ragi yang dididihkan. Suspensi ragi berfungsi sebagai bahan yang
digunakan sebagai sel ragi tempat berlangsungnya proses glikolisis. Jalur glikolisis
ditemukan di dalam sitosol sel. Suspensi ragi ini dibedakan menjadi dua yaitu suspense
ragi tanpa dididihkan dan suspensi ragi yang dididihkan. Suspensi ragi yang tidak
dididihkan bertindak sebagai sel ragi yang masih berfungsi baik sebagai sel hidup dalam
proses glikolisis dan dijadikan sebagai kontrol positif. Sedangkan suspensi yang
dididihkan bertindak sebagai sel ragi yang telah rusak sehingga tidak berfungsi efektif
lagi sebagai sel hidup dalam proses glikolisis dan dijadikan sebagai kontrol negative.
Mikroorganisme memiliki suhu tertentu untuk berkembang-biak menghasilkan enzim
sehingga apabila mikroorganisme dalam suatu ragi tersebut diberi perlakuan untuk
menaikan suhu lingkungan maka mikroorganisme tersebut tidak akan tumbuh dalam
menghasilkan enzim yang akan digunakan dalam proses glikolisis.
Langkah Selanjutnya yaitu dengan menyiapkan 4 buah tabung peragian yang
bersih dan kering. Kemudian memasukkan suspensi ragi ke dalam masing-masing
tabung peragian yakni untuk tabung I dan II sebanyak 14 mL, dan untuk tabung III dan
IV sebanyak 13,5 mL suspensi ragi. Untuk tabung peragian II, suspensi ragi yang
digunakan yakni suspense ragi yang dipanaskan. Suspensi ragi dipanaskan terlebih
dahulu bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tinggi terhadap proses peragian
alkoholik. suspensi ragi yang dididihkan bertindak sebagai sel ragi yang telah rusak
sehingga tidak berfungsi efektif lagi sebagai sel hidup dalam proses glikolisis. Dimana
tabung peragian II ini dijadikan sebagai kontrol negatif. Untuk tabung peragian I
dijadikan sebagai kontrol positif dimana bertindak sebagai sel ragi yang masih berfungsi
baik sebagai sel hidup dalam proses glikolisis. Sedangkan tabung peragian III dan IV
digunakan untuk melihat pengaruh inhibitor pada proses glikolisis dalam sel ragi
(Pembina Mata Kuliah, 2014).
Perlakuan selanjutnya yaitu memasukkan 0,5 mL larutan fluorida ke dalam tabung
III dan 0,5 mL larutan arsenat ke dalam tabung IV. Fungsi penambahan larutan arsenat
dan larutan fluorida yaitu sebagai inhibitor/penghambat proses glikolisis dan glukosa
yang dihasilkan tidak habis (tidak semua glukosa terhidrolisis). Larutan arsenat dan ion
flouria ini dapat menghambat kerja enzim yang berperan dalam proses glikolisis.
Inhibitor merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau menurunkan laju
reaksi yang dikatalisis oleh enzim.Zat penghambat atau inhibitor dapat menghambat
kerja enzim untuk sementara atau secara tetap. Selanjutnya memasukkan 5 mL larutan
glukosa 2% ke dalam empat tabung tersebut disecara bersamaan dan dengan segera
menutup keempat tabung tersebut agar tidak ada oksigen yang masuk, hal ini bertujuan
agar proses glikolisis dalam sel ragi dapat berjalan sempurna dalam keadaan anaerob
sehingga menghasilkan etanol dan gas CO2. Adapun tujuan penambahan larutan glukosa
2% secara bersamaan yaitu untuk membuat proses glikolisis dalam sel ragi ini berjalan
secara bersamaan sehingga pengamatan terhadap hasil perlakuan ini dapat diperoleh
secara tepat. Larutan glukosa ini berfungsi sebagai substrat yang akan diubah oleh enzim
(enzim simase) dalam ragi menjadi etanol dan gas CO 2. Setelah itu, membolak balikkan
keempat tabung tersebut sebanyak 4 kali dengan tujuan untuk menghomogenkan larutan
yang berada di dalamnya, lalu mengukur tinggi kolom tabung tersebut sebelum
terbentuk gas. Kemudian meletakkan ujung selang ke dalam tabung reaksi yang berisi
larutan Ba(OH)2, dan membuka kran dari tabung peragian tersebut. Dimana tujuan
penambahan Ba(OH)2 yaitu untuk mengamati banyaknya gas CO2 yang terbentuk
dengan cara melihat kadar endapan yang terbentuk (Marco, 2011).
Selanjutnya, mengukur tinggi suspensi ragi yang berada di dalam tabung. Hal ini
dilakukan untuk menegetahui tinggi awal suspensi ragi, pengukuran dilakukan secpat
mungkin sebelum timbulnya CO2. Kemudian membolak-balik 3-4 kali keempat tabung
peragian tersebut. Selanjutnya, menghubungkan tabung peragian dengan tabung reaksi
yang berisi lautan Ba(OH)2 dan mendiamkan larutan tersebut selama 15 menit. Tujuan
pendiaman ini yaitu agar proses glikolisis dalam sel ragi dapat terjadi secara sempurna.
Selain itu, untuk melihat timbulnya gelembung di dalam tabung peragian serta adanya
endapan yang terdapat di dalam larutan Ba(OH)2. Fungsi larutan Ba(OH)2 yaitu untuk
mengetahui secara kasar seberapa banyak gas CO 2 yang dihasilkan dari proses glikolisis
melalui pembentukan endapan BaCO3. Semakin banyak endapan BaCO3 maka semakin
banyak pula etanol dan gas CO2 yang dihasilkan, serta semakin banyak pula glukosa
yang mengalami proses glikolisis. Selama proses peragian atau fermentasi tersebut akan
menghasilkan gas karbondioksida. Bila gas tersebut keluar melalui selang dan masuk
dalam larutan Ba(OH)2 tersebut maka CO2 akan bereaksi dengan Ba(OH)2 membentuk
endapan BaCO3. Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi kolam setelah proses peragian
untuk menentukan berapa hasil CO2 yang terbentuk pada saat proses peragian
(Wirahadikusumah, 1985).
Berdasarkan hasil pengamatan, pada tabung peragian I diperoleh tinggi kolom
sebesar 5,5 cm serta terdapat banyak endapan dan suspensinya tercampur. Hal ini
disebabkan karena pada tabung tersebut terdapat enzim yang masih aktif bekerja atau
dengan kata lain pada tabung 1 terjadi proses glikolisis. Pada tabung peragian II,
diperoleh tinggi kolom sebesar 3,7 cm serta terdapat endapan. Hal ini menandakan
masih ada kativitas enzim yang terdapat di dalam suspensi ragi dan belum terdenaturasi
sepenuhnya. Pada tabung peragian III yang ditambahkan dengan larutan flourida.
Dimana fungsi dari larutan flourida yaitu sebagai inhibitor atau penghambat proses
glikolisis. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa tinggi kolom CO 2 yang dihasilkan
yaitu 5,5 cm dan terdapat endapan. Tinggi CO2 yang diperoleh lumayan banyak, yang
menandakan tidak semua glukosa terhidrolisis. Dan pada tabung ke IV, yang
ditambahkan dengan larutan arsenat. Dimana Fungsi penambahan arsenat di sini sebagai
inhibitor/penghambat proses glikolisis dan glukosa yang dihasilkan tidak habis (tidak
semua glukosa terhidrolisis). Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tinggi kolom
CO2 yang dihasilkan yaitu 7,5 cm dan terbentuk endapan (Nasution, 2012).
Tinggi kolom CO2 yan dihasilkan menyatakan banyaknya gas CO 2 yang terbentuk.
Semakin tinggi ukuran kolom CO2, maka semakin banyak CO2 yang terbentuk. Dan jika
CO2 yang terbentuk semakin banyak maka etanol yang terbentuk pun semakin banyak,
artinya glukosa yang berada dalam tabung peragian semakin banyak teruraikan oleh
mikroba dalam ragi tersebut. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa proses glikolisis
berjalan lebih baik pada tabung peragian keempat sedangkan yang paling lambat yaitu
pada tabung peragian kedua. Hal ini terlihat karena semakin tinggi kolom tabung
peragian maka gas CO2 yang terbentuk semakin banyak yang berarti proses hidrolisis
glukosa berjalan dengan baik. Hasil yang diperoleh ini sedikit berbeda dengan literatur,
yaitu pada tabung keempat, dimana seharusnya pada tabung ini tinggi kolom CO 2 yang
terbentuk tidak lebih besar dari tabung pertama, karena adanya larutan flourida sebagai
inhibitor. Kesalahan ini kemungkinan dikarenakan tutup tabung yang tidak rapat dan
oksigen masuk oksigen, sehingga proses terbentuknya etanol dan gas CO 2 tidak
maksimal. Selain itu, percobaan ini telah sesuai dengan literatur, yaitu pada tabung
pertama mengalami proses glikolisis yang baik sedangkan yang paling lambat adalah
tabung peragian kedua. Hal ini karena pada tabung pertama enzim dan sel ragi masih
berfungsi dengan baik, sedangkan pada tabung kedua enzim dan sel ragi telah
mengalami kerusakan akibat dipanaskan sedangkan untuk tabung ketiga proses glikolisis
sedikit lambat karena adanya inhibitor yang akan menghambat proses glikolisis (Marco,
2011)
Secara teori pada tabung I akan memberikan endapan yang lebih banyak
dibandingkan tabung II, III, dan IV, karena pada tabung I proses fermentasi dilakukan
dalam keadaan normal sesuai dengan kondisi yang diinginkan oleh mikroba untuk
bekerja. Sementara yang diberi pengaruh seperti inhibitor, gas CO 2 yang dihasilkan akan
sedikit sebab inhibitor dapat menghambat kerja mikroba. Semakin banyak endapan yang
terbentuk berarti semakin banyak gas CO2 yang terbentuk dari proses peragian tersebut
dan semakin banyak pula etanol yang terbentuk serta glukosa yang tersisa akan semakin
sedikit karena telah mengalami proses glikolisis. Dari hasil yang diperoleh tersebut dapat
diketahui bahwa flourida lebih baik sebagai inhibitor dibandingkan dengan arsenat,
karena florida hanya menghambat proses pembentukan piruvat menjadi etanol dan
karbondioksida dengan kata lain inhibitor florida dapat dikatakan sebagai inhibitor
reversible. Sementara inhibitor arsenat bersifat membunuh enzim karena sifat
toksisitasnya sehingga proses glikolisis tidak dapat berlangsung, inhibitor arsenat dapat
digolongkan kedalam inhibitor irrefersibel (Poedjiadi,2005).
Kadar glukosa dan kadar etanol dari hasil glikolisis sel ragi dapat ditentukan
dengan melihat tinggi rendahnya kolom CO2 yang terbentuk pada lengan tabung.
Semakin tinggi kolom CO2 yang terbentuk, maka kadar CO2 yang dihasilkan pada proses
glikolisis semakin tinggi, yang berarti kadar glukosa dalam sel ragi berkurang karena
glukosa dihidrolisis oleh enzim glikolisis menjadi CO2 dan etanol. Sedangkan kadar
etanol juga akan meningkat jika tinggi kolom CO 2 semakin besar karena etanol dan
CO2 merupakan hasil penguraian glukosa pada proses glikolisis. Sebaliknya jika kolom
CO2 semakin rendah, maka kadar etanol juga akan rendah dan kadar glukosa meningkat.
Hal ini terjadi karena glukosa tidak banyak terurai menjadi etanol dan CO 2. Dengan
demikian dapat dikatakan proses glikolisis tidak berlangsung dengan baik. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya inhibitor dalam proses glikolisis yang mempengaruhi fungsi
enzim dalam memecah glukosa atau juga disebabkan oleh rusaknya sel ragi sehingga
proses glikolisis tidak terjadi (Nasution, 2012).
Dalam beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol
dan CO2 dalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini
sama dengan glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim
berikutnya adalah reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehide, reaksi reduksi
asetaldehide menjadi alkohol. Dalam reaksi yang pertama piruvat didekarboksilasi
diubah menjadi asetaldehide dan CO2 olehpiruvat dekarboksilase, suatu enzim yang
tidak terdapat dalam hewan (Yuniarti, 2013).
Reaksi dekarboksilasi ini merupakan reaksi yang tidak reversible, membutuhkan
ion Mg2+ dan koenzim tiamin piropospat. Dalam reaksi terakhir, asetaldehide direduksi
oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase, menghasilkan etanol. Dengan
demikian etanol dan CO2 merupakan hasil akhir fermentasi alkohol, dan jumlah energi
yang dihasilkannya sama dengan glikolisis anaerob, yaitu 2 ATP (Yuniarti, 2013)
Sebagian besar energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat dalam
etanol (inilah sebabnya mengapa etanol sering dipakai sebgai bahan bakar bensin). Ragi
meracuni diri sendiri jika konsentrasi ethanol mencapai kira-kira 13%. Fermentasi telah
membuang sebuah karbohidrat (C3H603 ), mengoksidai sebuah karbon dengan sempurna
( menjadi CO2 ) dan mereduksi lainnya ( CH3CH2OH ) (Wirahadikusumah,1985).
Daftar Pustaka