Anda di halaman 1dari 15

Kecurangan dalam Kartu Kredit

Uang tidak pernah membodohi siapa pun, melainkan hanya menunjukkan


siapa kita. (Elbert Hubbard)

Abstrak
Adanya usaha kartu kredit dapat melibatkan penerbit dan pemegang
kartu kredit menimbulkan beberapa kejahatan dan kecurangan dalam penggunaan
kartu kredit. Kejahatan dan kecurangan dalam kartu kredit dilakukan dengan
menggunakan modus operandi, yang mana modus operandi adalah cara cerdas
bagi pelaku kejahatan dan kecurangan kartu kredit dalam melakukan berbagai
macam aksi. Masalah tersbut tidak dapat dibiarkan, harus ditindak lanjuti
secepatnya. Masalah ini timbul dari salah satu prinsip perbankan yang tidak teliti
dan tidak berhati-hati dalam penyeleksian dan pemberian kartu kredit.Sehingga
dapat merugikan pihak pemegang kartu kredit maupun penerbit kartu kredit.

Kata kunci: kartu kredit, kejahatan dan kecurangan, modus operandi

Pendahuluan
Semakin pesatnya perkembangan teknologi dan perekonomian, sehingga
sering terjadi tindakan kejahatan dan penyalahgunaan dalam perbankan.
Pengawasan bank yang lemah dapat membuat semakin tinggi tingkat kejahatan
dan penyalahgunaan dalam perbankan dan dapat melemahkan lembaga perbankan.
Kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak di luar perbankan, tetapi
juga dapat melibatkan pihak-pihak dilingkungan perbankan sendiri. Banyak
modus yang dilakukan dengan kejahatan dan penyalahgunaan ini yaitu salah
satunya pada usaha kartu kredit. Usaha kartu kredit adalah kegiatan pembiayaan
untuk pembelian barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat
pembayaran.Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu

1
kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk membeli barang dan
jasa.
Seiring dengan meningkatnya kartu kredit di Indonesia, tingkat resiko juga
semakin tinggi meningkatnya kriminalitas seperti pemalsuan dan pencurian kartu
kredit dengan berbagai modus operandi lainnya. Menurut data dari Asosiasi Kartu
Kredit Indonesia pertumbuhan kartu kredit hanya akantumbuh satu digit di tahun
2015. Pertumbuhan jumlah kartu kredit hanya 5% di tahun 2015, kata Steve
Marta, General Manager AKKI. Berdasarkan data September tahun 2014, jumlah
kartu kredit naik 4,59% dari 15,12 juta per September 2013, menjadi 15,81 juta
kartu. Kata Steve, hampir semua kelompok bank penerbit kartu kredit, terkena
imbas perlambatan pertumbuhan bisnis alat pembayaran mengguanakan kartu
(APMK).
Pada umumnya modus operandi kejahatan dan kecurangan kartu kredit
lebih terlihat karena proses seleksi calon pemegang kartu kredit yang kurang teliti,
sehingga dengan mudahnya kartu kredit bisa digunakan kepada orang yang tidak
memiliki tanggung jawab dan melakukan kejahatan dalam pemakaian kartu kredit.
Dengan semakin majunya teknologi yang canggih, dapat membuat kecurangan
dalam kartu kredit dengan mudah. Sehingga dapat mengetahui password yang kita
miliki dan digunakan dalam kebutuhan si pelaku kecurangan. Dari sisi perbankan
yang kurang cara mengantisipasi dengan adanya kasus kecurangan dalam kartu
kredit.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur, Mudi Koestiwa bukan satu-satunya
orang yang di duga menggunakan kartu kredit palsu. Hanya dalam waktu dua
bulan, sudah tiga orang yang ditahan petugas Polres Kota Balikpapan karena
tuduhan menggunakan kartu kredit palsu, yakni Veranita (30), Benny Wong (35)
yang kini penahananya ditangguhkan, serta Mudi Koestiwa (38) yang kasusnya
oleh tiga orang ini semuanya sama, yakni menggunakan kartu kredit yang
seluruhnya palsu dan bukan kartu hasil curian. Baik fisik kartu, logo serta
hologram semuanya palsu. Namun, data nama dan nomor pemegang saham kartu
benar-benar ada dan masih berlaku (valid). Karena itu, ada dugaan kuat ketiga

2
pelaku merupakan bagian dari sindikat internasional pemalsu kartu kredit
(Sormin, 2007).
Dalam usaha kartu kredit terdapat banyak masalah yang dapat merugikan
usaha kartu kredit, yang pada akhirnya akan mendapatkan kerugian. Kerugian
tersebut yang harus ditanggung oleh bank dan nasabah pemegang kartu kredit.
Kerugian ini yang disebabkan adanya kejahatan dalam kartu kredit yang semakin
modern dan mempunyai jaringan yang luas, jaringan ini pun telah sampai ke luar
negeri dan pembuatan alat kejahatan pun dari luar negeri dan dapat diperjual
belikan kepada pihak yang melakukan kejahatan dalam kartu kredit. Sehingga
cara untuk melakukan kecurangan dalam kartu kredit sangat mudah. Karena
adanya informasi yang luas dan teknologi yang semakin mendukung dengan
adanya tindakan kecurangan. Kejahatan kartu kredit pun tidak hanya dilakukan
oleh orang umum tetapi juga dilakukan oleh pihak bank.
Berdasarkan latar belakang diatas dan fenomena yang nyata yang terjadi
dalam kejahatan kartu kredit di zaman yang semakin modern dan teknologi yang
semakin canggih ini, maka penulis akan membuat artikel yang berjudul
Kecurangan Dalam Kartu Kredit.

Kecurangan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta,
kecurangan berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan (Karni,
2000:49).Tunggal (2001:2) dijelaskan satu definisi hukum dari kecurangan, yaitu
berbagai macam alat yang dengan lihai dipakai dan dipergunakan oleh seseorang
untuk mendapatkan keuntungan terhadap orang lain, dengan cara bujukan palsu
atau dengan menutupi kebenaran, dan meliputi semua cara-cara mendadak, tipu
daya (trick), kelicikan (cunning), menglabui (dissembling), dam setiap cara tidak
jujur, sehingga pihak orang lain bisa ditipu dicurangi atau ditipu (cheated).
Adapun pendapat Cormer bahwa kecurangan merupakan suatu perilaku
dimana seseorang mengambil atau secara sengaja mengambil manfaat secara tidak
jujur atas orang lain. Kejahatan merupakan suatu tindakan yang disengaja yang
melanggar undang-undang kriminal yang secara hukum tidak boleh dilakukan

3
dimana sebuah negara mengikuti hukum tersebut dan memberikan hukuman atas
pelanggaran yang dilakukan.Perbedaan ini penting, karena tidak semua
kecurangan adalah kejahatan dan sebagian besar kejahatan bukan
kecurangan.Perusahaan menderita kerugian akibat kecurangan, tetapi polisi dan
badan penegak hukum lainnya bisa mengambil tindakan hanya terhadap
kejahatan.
Menurut Karyono (2013:4) Fraud dapat diistilahkan sebagai kecurangan
yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hokum
(illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya
menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain,
yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
Kecurangan di rancang untuk memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur,
yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain.
Kecurangan pelanggan adalah sejumlah kecurangan yang berfokus pada
individu tertentu sebagai korban.Contohnya, kecurangan pelanggan dapat berupa
kecurangan kartu kredit, kecurangan telepon, kecurangan majalah, kecurangan
undian berhadiah, penawaran uang asing, obat-obatan palsu, pelanggan diinternet,
dan skema multilevel marketing (MLM) fiktif (Zimbelman,2014:278).

Kartu Kredit
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat
digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang
diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant). Pengertian kartu kredit dalam pasal 1
angka 4 Peraturan Bank Inonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yaitu :
Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan

4
penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih
dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan
pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara
sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.

Modus Kecurangan dalam Kartu Kredit


Modus kecurangan ataukejahatan dalam kartu kredit terjadi pada diri saya
sendiri yaitu,pertama pelaku kejahatan mengaku penerbit kartu kredit dengan
mengatas namakan bank kartu kredit yang saya miliki dengan cara menelepon dan
langsung mencocokkan data pribadi, setelah itu pihak kejahatan menanyakan
nomor kartu kredit untuk syarat pencocokan atas data dokumen atau data pribadi,
saya pun memberitahukan data pribadi dan nomor kredit yang saya miliki. Lalu
pihak kecurangan kartu kredit melakukan modus operandinya dengan
menawarkan promo tiket pesawat dan modus lainnya juga menawarkan asuransi
untuk pengamanan kartu kredit dengan menjaminkan apabila mengikuti asuransi
kartu kredit setiap tunggakan pembayaran maka akan dilunasi dengan pihak
asuransi, dan selalu memaksa dengan menyuruh untuk setuju mengikuti asuransi
kartu kredit. Setelah beberapa hari kejadian tersebut, saya mendapat tagihan dari
kartu kredit, isi dalam tagihan tersebut yaitu transaksi secara online pada tanggal
yang sama dan secara berturut-turut melakukan transaksi online sejumlah Rp
2.455.000, karena saya merasa tidak ada melakukan transaksi belanja online, pada
saat itu pun saya mengkonfirmasikan ke layanan salah satu Bank yang saya miliki.
Setelah itu, saya mendapatkan rincian pembelanjaan ternyata ada kecurangan
dalam kartu kredit, dengan menggunakan transaksi online, dengan mudahnya
melakukan transaksi online hanya memasukkan nomor kartu kredit pada saat
transaksi di online shop, karena saat bertransaksi di online shop hanya
memasukkan nomor kartu kredit, tidak memasukkan password. Adapun kasus
berdasarkan Federal Trade Commission,pencurian identitas adalah tipe
kecurangan pelanggan yang paling umum terjadi yang mempengaruhi ribuan
orang setiap harinya.Dalam kasus, seseorang (sebut saja Tom) kembali dari
liburan dan ternyata kakaknya (sebut saja Jane) mencuri kartu kredit dan

5
identitasnya.Jane membuat tagihan besar, sehingga Tom enggan membayarnya
dan memutuskan untuk melaporkan kakaknya ke polisi.Jane dimasukkan ke dalam
penjara karena Tom memutuskan untuk menuntutnya. Kemudian lebih parahnya
lagi, Tom tidak diperbolehkan mengajukan kartu kredit pembelian rumah karena
tindakan Jane telah menjatuhkan nilai kreditnya (Zimbelman, 2014:28)
Kedua, saya juga mengalami pencurian dalam transaksi tunai sebesar
Rp 800.000 dalam kartu kredit saya. Pada kasus ini, pelaku kejahatan memakai
alat tertentu yang dapat melakukan penyalinan informasi yang ada pada di kartu.
Kecurangan ini saya ketahui sama dengan diatas dari penagihan dari pihak bank.
Saya pun kembali dengan meminta bukti penarikkan transaksi tersebut dari
tanggal, jam, dan tempat atm yang dilakukan transaksi penarikan tunai. Saat saya
telusuri saya melaporkan ke cabang bank yang saya miliki, ternyata harus
memiliki surat dari kepolisian. Pada saat melaporkan, pihak polisi tidak terlalu
merespon atas tindakan kecurangan tersebut. Karena pihak kepolisian tidak
mudah mempercayai atas kecurangan yang saya alami. Kemungkinan pelaku
melakukan aksinya dengan melakukan skim informasi kartu kredit saya membayar
tagihan. Skimming adalah metode teknologi tinggi yang memungkinkan pencuri
memperoleh informasi pribadi dari akun kartu kredit. Alat yang digunakan untuk
memperoleh informasi disbut skimmer dapat dibeli secara online seharga
kurang dari $50. Alat ini digunakan sebagai aksinya melalui skimmer, dan
informasi yang ada di dalam pita magnetik pada kartu kemudian dibaca dan
disimpan di dalam alat itu atau dalam komputer yang digunakan (Zimbelman,
2014:284)
Adapun modus operandi kartu kredit yaitu modus IDT (Identity Theft)
atau pencurian identitas, diartikan sebagai penyalahgunaan elemen informasi
pribadi milik orang lain untuk tujuan bahwaidentitas terssebut dipakai dengan niat
melakukan penipuan dan pemalsuan. Kasus fakta yang terjadi tahun 2005 yaitu
Mr. A mempunyai jaringan modus IDT (Identity Theft) dengan pihakluar negeri,
yaitu Mr. A telah berkali-kali menggunakan kartu kreditnya yang memakai
identitas orang lain. Mr.A mempunyai banyak kartu kredit, yaitu 11 sampai 15
buah kartu karedit untuk yang dimiliki Mr.A saja, dan Mr. A mempunyai anak

6
buah sampai sepuluh orang yang diberinya kartu kredit untuk digunakan dalam
operasinya. Mr.A membeli bahan baku kartu kredit dari Malaysia Rp.20 juta dan
membeli PIN atau password sebesar Rp 1 juta untuk satu PIN, kemudian bahan
baku kartu kredit dan PIN diserahkan kepada Mr. X dan biaya sampai menjadi
sebuah kartu kredit adalah 40% dari hasil atau limit yang tertera dalam pemakaian
kartuk redit, cara pembayaran kepada Mr. X adalah apabila Mr. A melakukan tarik
tunai dengan kartu kredit maka 40% dari yang diambil oleh Mr. A diserahkan
kepada Mr.X, tetapi Mr. A terkadang membayar biaya pembuatan kartu kredit di
depan dan akan memperhitungkan kemudian. Pada keadaan sebenarnya kartu
kredit yang digunakan oleh Mr. A adalah milik orang lain yang biasanya
berdomisili di Eropa atau Jepang, sehingga bank akan menagih pembayaran kartu
kredit kepada pemiliknya yang berada di Eropa atau Jepang. Identitas dan pemilik
asli digunakan oleh Mr. A, karena telah dicuri oleh jaringan kartu kredit yang
berada di luar atau dalam negeri.
Kasus lainnya dalam modus IDT (Identity Theft) yaitu Mr. D adalah orang
yang juga menggunakan kartu kredit dengan modus IDT (Identity Theft). Mr. D
membeli satu buah kartu yang telah lengkap dengan hologram Rp.500 ribu dari
salah satu bank di dalam negeri bank C, dan membeli nomor PIN baik luar negeri
maupun dalam negeri Rp 1 juta dari bank B, kemudian dicetak kartu dan PIN
disatukan oleh Mr.X, untuk mencetak 10 kartu Mr. X minta 1 kartu dan 1 nomor
PIN. Mr. D mempunyai peralatan atau merchant sendiri, sehingga apabila kartu
sudah jadi bisa ditest apakah setelah membeli nomor PIN, nomortersebut dapat
digunakan atau tidak. Mr. D juga menjual putus kartu kredit yaitu untuk 1 kartu
kredit Rp 1,5 juta, keahlian Mr. D adalah bisa melihat untuk kartu Debit Gold bisa
mengetahui dari nomor 6 digit apakah kartu-kartu itu untuk: asal negara kartu
kredit, bank nya bank mana, debit atau kredit, corporate credit card, silver, dan
kartu kredit khusus untuk hotel. Mr. D pernah menggunakan kartu kredit milik
orang Eropa denganlimit Rp.200 juta dan bank baru mengetahuinya setelah 6
bulan oleh Bank, Mr. X mencetak kartu kredit sebanyak 500 buah dalam satu
bulan yang diterimanya dari berbagai pelanggannya termasuk Mr. D, dan Mr. X
mempunyai anak buah sekitar 50-60 orang dalam satu jaringan kartu kredit.

7
Kasus dalam modus Anatomi Kejahatan Modus ATO (Account Take Over)
adalah kejahatan yang dilakukan oleh pihak bank sendiri, yaitu modus
penggunaan rekening, diartikan sebagai tindakan mengubah relasi suatu rekening
aktif. Seorang pengguna tidak sah telah terlibat dalam rekening tersebut atau
pengguna tidak sah telah terlibat dalam rekening tersebut atau pengguna tidak sah
mengendalikan rekening tersebut. Modus ATO (Account Take Over) ini dapat
menggunakan dan mengendalikan rekening seseorang secara tidak sah, ataupun
dapat juga tidak mengendalikan rekening seorang nasabah, tetapi take over
(mengambil-alih) dari rekening bank, jadi yang diambil adalah dana yang ada di
bank, tetapi menggunakan nama nasabah sehingga pada prakteknya dana bank
yang terambil dan dirugikan, dan bank akan menuduh bahwa nasabah telah
melaksanakan transaksi kredit, tetapi pada kenyataannya bukan nasabah, sehingga
pada satu kasus di kota Jakarta seorang nasabah telah dibawa ke Polisi oleh bank
dengan tuduhan Account Take Over, tetapi pada kenyataannya bukan nasabah
yang melakukan pengambilan dana pada rekening bank tetapi orang lain, sehingga
nasabah yang mempunyai deposito Rp 10 milyar itu, keluar sebagai nasabah bank
tersebut. Contoh fakta pada tahun 2005 yaitu Mr. A bekerja pada bagian Call
Centre Bank X khusus untuk kartu kredit atau credit card. Jabatannya pada saat itu
adalah Mr. A sebagai seorang supervisor. Sebagai seorang supervisor Mr. A
membawahi 10 orang team leader dan 150 orang agent. Tugas Mr. A adalah
melakukan penilaian kinerja team leader, appraisal, dan lain-lain. Mr. A
mengerjakan pre-emboss dengan memberikan kartu cuma-cuma atau gratis
kepada nasabah yang mempunyai deposito Rp 500 juta keatas tanpa membuat
aplikasi. Kartu kredit yang diberikan secara gratis itu mempunyai limit (batas)
maksimum 25 juta bagi pemilik deposito Rp 500 juta, limit maksimum 50juta
bagi pemilik deposito Rp 1 milyar, dan limit 75 juta bagi pemilik deposito di atas
1 milyar. Setelah kartu kredit jadi, kemudian dikirimkan ke alamat pemilik
deposito dan dapat dilihat pada sistem komputer apakah berhasil atau tidak sampai
ke pemilik deposito tersebut. Sistem pengirimannya melalui kurir. Apabila
berhasil sampai ketangan pemilik, bukan masalah. Masalah akan timbul apabila
kurir tidak dapat menemui deposan karena sedang tidak berada ditempat.

8
Selanjutnya kartu kredit akan dikembalikan lagi. Kemudian Mr. A akan meneliti
nama pemegang
kartu kredit yang kartunya kembali. Lalu Mr. A dapat mengubah alamat, tanggal
lahir, nama ibu kandung, atau nomor telepon deposan tersebut pada sitem yang
ditelitinya, tetapi nama nasabah tidak berubah. Catatan yang baru akan dibuat
pada sistem. Kartu kredit tersebut dinyatakan hilang dan Mr. A langsung
menelpon ke bagian percetakan kartu kredit atau embossing untuk dibuatkan kartu
yang baru dengan nama nasabah tetap, tetapi alamat, tanggal lahir, nama orangtua
telah diubah. Setelah kartu baru jadi, Mr. A meminta agar kartu tersebut
diserahkan kepadanya karena nasabah atau deposan ingin segera mengambil kartu
tersebut. Padahal sebenarnya kartu tidak diambil oleh deposan atau nasabah tetapi
diambil oleh Mr. A. Kegiatan Mr. A ini telah terlaksana selama dua tahun dan Mr.
A mempunyai 18 buah kartu kredit yang semuanya mempunyai limit 75 juta.
Penarikan tunai biasanya dilakukan di Mall A daerah Kuningan, Mall di Plaza
Senayan, juga Mall M di jalan Gatot Subroto. Penarikan tunai maksimum 60% per
hari dari nilai limit yang ada. Ternyata para nasabah atau deposan yang namanya
dipakai untuk kegiatan Mr. A tidak ada yang dirugikan, karena dana yang ditarik
oleh Mr. A melalui kartu kredit bukan diambil dari dana nasabah atau deposan
tetapi dari dana Bank X. Dalam hal ini Bank X tidak dapat melakukan penagihan
pada nasabah atau deposan yang namanya dipakai karena alamat, nomor telepon,
dan data lainnya sudah diubah semuanya oleh Mr. A. Jadi, setiap penagihan
melalui surat selalu dikembalikan lagi. Suatu saat Bank X melakukan pengecekan
pada seorang nasabah, sebut saja Miss. Y yang namanya tertera menggunakan
transaksi kartu kredit dengan nilai yang tinggi. Selanjutnya Miss. Y didatangi oleh
tim dari Bank X dan ditemukan ada dua nama sama dengan alamat yang berbeda.
Dengan bukti itu, Miss. Y diajukan ke polisi dengan tuduhan melakukan
pemalsuan dan penipuan, tetapi Miss. Y berkeras bahwa ia tidak mempunyai kartu
kredit dari Bank X dan tidak pernah berbelanja dengan kartu kredit Bank X.
Akhirnya polisi melepaskan Miss. Y dan menyatakan bahwa Bank X salah
tangkap. Penyelidikan berlanjut dan pada saat ditelusuri ternyata alamat Miss. Y

9
palsu. Ketika alamat yang sebenarnya ditelusuri dan diselidiki, ternyata di dalam
rumah itu ditemukan tas dengan logo Bank X. Setelah ditanyakan secara
mendetail ternyata pemilik rumah itu adalah saudara Mr. A yang mempunyai
rumah dan alamat itu. Akhirnya diketahui bahwa modus ATO (Account Take
Over) digunakan oleh staf Bank X, yaitu Mr. A. Mr. A mempunyai 18 buah kartu
kredit yang dapat digunakan dengan modus ATO (Account Take Over). Modus ini
telah digunakan oleh Mr. A selama dua tahun dan tidak diketahui karena Mr. A
memakai sistem bila menarik kartu kredit yang satu dan akan ada pembayaran
kartu kredit yang lainnya. Demikian seterusnya, sehingga dapat bertahan lama
karena kartu kredit selalu dibayar oleh Mr. A, dan tidak ada satupun nasabah
deposan yang complain karena dananya tetap tidak dirugikan atau tidak
berkurang, yang dirugikan adalah dana dari Bank X karena Account Take Over
dari dana bank. Sebenarnya modus ATO (Account Take Over) dapat digunakan
bukan saja pada pemilik kartu kredit tetapi pada siapa saja yang diketahui nomor
rekeningnya pada suatu bank. Apabila kasus dengan modus ATO (Account Take
Over) tersebut digunakan oleh seorang staf dalam bank, pada sisi lain modus ATO
(Account Take Over) dapat digunakan oleh orang dari luar bank, tetapi pelaku
kejahatan itu berasal dari luar bank dan harus lebih dahulu mengetahui identitas
nasabah pemilik kartu asli. Seperti tangal lahir, alamat penagihan, alamat kantor,
alamat rumah, nomor telepon, HP, nama kecil atau panggilan ibu kandung, nama
lengkap ibu kandung, istri, dan sebagainya (Sormin: 2007).

Kefektifan Prinsip Kehatian-hatian terhadap Kejahatan dan Kecurangan


Kartu Kredit dalam Modus Operandinya

(Masukan jurnal ipi148716 hal 5dalam pdf atau 15 dalam kertas)

10
Pencurian Identitas Terjadi
Situs Departemen of Justice Amerika Serikat meneybutkan beberapa
metode cara yang bisa dilakukan untuk mencuri identitas orang dalam melakukan
kecuranga. Pertama, pelaku memperoleh informasi pribadi dengan berlagak
seperto pegawai, pegawai pemerintahan, atau perwakilan organisasi yang sah,
yang berhubungan dengan bisnis dan aksi korban. Kedua, pelaku melihat atau
mendengar anda memasukkan nomor kartu kredit yang dikenal dengan shoulder
surfing. Ketiga, pelaku memeriksa folder spam/trash komputer aktivitas yang
sering disebut dumpster diving. Setelah tempat sampah ada di jalan, tempat
sampah tersebut dianggap seperti property publik dan siapapun dapat
menggeledahnya. Aplikasi kartu kredit yang belum disetujui, tanda terimaa yang
berisi nomor kartu kredit sebagai sumber informasi yang penting bagi pencuri
identitas. Keempat, pelaku melakukan skim informasi kartu kredit ketika mereka
membayar tagihan mereka.
Pencurian identitas terjadi karena pelaku memperoleh informasi dengan
mengumpulkan informasi seperti mencari ditumpukkan sampah, mencari rumah
atau komputer seseorang, mencuri surat, pishing, membobol rumah, memindai
informasi kartu kredit, atau menggunakan cara lain yang mungkin dilakukan oleh
pelaku dalam mengumpulkan informasi mengenai korban.Setelah mendapat
informasi pelaku melakukan tindakan aksinya dengan berbagai modus
operandinya, yaitu mengumpulkan seluruh dokumentasi untuk proses yang
dilakukan pelaku untuk mendapatkan alat yang dibutuhkan untuk melakukan
kecurangan terhadap korban, contohnya dengan menggunakan informasi yang
telah didapatkan, pelaku mungkin memakai kartu kredit fiktif, cek fiktif, atau SIM
atas nama korban. Lalu pelaku akan melakukan tindakan percobaan, pelaku akan
menguji keefektifan skema kecurangan dan pencurian informasi. Setelah uji coba
awal berhasil. Tindakan-tindakan ini yang diambil oleh pelaku setelah diuji coba
awal berhasil (Zimbelman, 2014:282).

11
Beberapa jenis teknik pengumpulan informasi yang biasanya digunakan
oleh pelaku kecurangan, pertama pelaku mengumpulkan informasi dari kegiatan
bisnis. Mereka melakukan hal ini dengan mencuri informasi dari atasan mereka,
meretes komputer organisasi, atau menyuap/memperdaya pegawai yang memiliki
akses ke dokumen rahasia, contohnya ribuan pelanggan Hotels.com mungkin
berisiko menjadi korban pencurian identitas setelah komputer jinjing yang berisi
informasi kartu kredit dicuri dari seorang auditor. Kedua, pelaku mencuri dompet
atau tas tangan untuk mendapatkan informasi atau identifikasi rahasia. Karena
banyak informasi penting yang disimpan dalam dompet. Ketiga, pelaku
menyelinap ke rumah korban dan mencuri informasi mereka. Keempat, pelaku
mencuri surat, yang bisa saja berisi informasi bank, cek, informasi kartu kredit,
informasi pajak, atau kartu kredit yang belum disetujui (Zimbelman:2014:285).

Pelaku Mengonversikan Informasi Pribadi menjadi Keuntungan


Pertama, pelaku membeli barang yang besar seperti komputer atau televisi.
Dengan menggunakan kartu kredit/kartu debit fiktif pelaku sering kali akan
membeli barang yang cukup mahal dan dapat dengan mudah dijual kemali di
pasar gelap. Pelaku kemudian segera mengahabiskan uang yang mereka curi,
dengan sangat cepat, biasanya untuk narkoba atau tindakan negatif lainnya.
Kedua, menggunakan layanan telepon atau jaringan nirkabel atas nama korban.
Pelaku sering kali menggunakan layanan telepon atau jaringan nirkabel atas nama
korban (Zimbelman, 2014:283). Pelaku memanfaatkan keuntungannya dari
kecurangan yang kasus saya alami dia menikmati hasil tindakan kecurangannya,
dengan merasakan kepuasan dalam berbelanja kebutuhannya yang seharusnya
bukan haknya tetapi hak orang lain.

Cara Meminimalkan Risiko


Zimbelman (2014:286) cara proaktif untuk meminimalkan risiko
pencurian identitas. Cara yang paling efektif yaitu pertama melindungi surat anda
dari pencurian , memasukkan surat yang akan dikirim pada kotak pengumpulan

12
surat pengumpulan surat kantor pos atau pada kantor pos lokal, dari pada
memasukannya kedalam kotak surat yang tidak aman di luar rumah.
Kedua, menyingkirkan kartu kredit yang belum disetujui, cara yang paling
umum dan paling mudah bagi pelaku untuk melakukan pencurian identitas adalah
dengan aplikasi kartu kredit yang belum disetujui yang diterima pelanggan
melalui surat dan mengirimkannya. Walaupun banyak orang akan
mengahancurkan kartu kredit yang belum disetujui, ini hanya melindungi
pelanggan dari pelaku yang ingin mengacak-acak kotak sampah mereka. Pelaku
masih memiliki kesempatan untuk membuka kotak pesan korban dan mencuri
aplikasi kartu kredit yang belum disetujui, bahkan sebelum korban menyadari
bahwa pelaku telah beraksi.
Ketiga, cek informasi kredit pribadi anda (laporan kredit) paling sedikit
setahun sekali. Sehingga kita dapat mengetahui transaksi yang ada. Apabila ada
kecurangan atau tidaknya dalam kartu kredit kita dan segera cepat untuk
mengatasinya apabila ada tindakan kecurangan.
Keempat, melindungi kartu kredit merupakan informasi yang sangat
penting bagi semua pelaku kecurangan. Dengan mengetahui nomor kartu kredit
seseorang, pelaku dapat bertransaksi dengan atas nama korban. Jika seseorang
tinggal dengan teman sekamar, bahkan lebih penting lagi untuk melindungi
informasi ini. Karena orang-orang yang kita percayai memiliki kesempatan
terbeesar untuk melakukan kecurangan.
Kelima menjaga semua informasi pribadi, menjaga informasi pribadi
sangatlah penting bagi setiap orang. Pelanggan yang memiliki teman sekamar,
memperkerjakan orang luar untuk membersihkan atau melakukan jasa rumah
tangga lainnya, atau terdapat orang lain yang berada dirumahnya untuk alasan apa
pun, sebaiknya berhati-hati. Letakkan dokumen penting ke tempat yang tidak
dapat di pikirkan oleh pelaku kecurangan.
Keenam melindungi kata sandi, sebaiknya menggunakan kata sandi pada
kartu kredit yang tidak mudah ditemukan. Sebaiknya menghindari menggunakan
informasi yang berhubungan dengan diri kita sendiri, seperti ulang tahun, nama
gadis ibu, nama pasangan, empat digit terakhir nomor telepon, serangkaian nomor

13
berurutan sperti 1-2-3-4, atau hal yang dapat dipredisikan. Banyak orang yang
menggunakan satu kata sandi untuk semua kata sandi. Walaupun hal ini mungkin
akan mencegah seseorang melupakan kata sandi mereka, namun hal ini akan
membuat pelaku sangat mudah untuk mendapatkan akses untuk semua akun
korban, setelah pelaku mendapatkan akses di satu akun.

14
Zimbelman, Mark F. et al. 2014. Akuntansi Forensik. Jakarta: Salemba Empat.
Karyono.2013.Forensic Fraud, Edisi 1. Yogyakarta: Andi.
Sormin, Rosvelin Rominar. 2007. Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Kartu
Kredit Dan Upaya Penanggulangannya. Skiripsi. Medan: Universitas Sumatra
Utara.

15

Anda mungkin juga menyukai