Anda di halaman 1dari 3

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk Lalu Lintas

dalam kaitannya dengan hukum properti

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Lalu
lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Di satu
sisi,Pembangunan/pengembangan properti, baik itu perumahan, pusat perbelanjaan, apartemen,
dan sebagainya, pasti berkaitan erat dengan kinerja lalu lintas di jaringan jalan sekitarnya. Hal ini
terjadi disebabkan oleh pergerakan arus lalu lintas keluar masuk kawasan properti tersebut.
Mobilitas penghuni kawasan properti tersebut akan berpengaruh pada tingkat pelayanan jaringan
jalan disekitarnya, oleh karena itu perlu untuk dilakukan analisa dampak lalu lintas
(AMDALALIN)

Pengaturan lebih lanjut mengenai AMDALALIN diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan
Lalu Lintas (PP No.32/2011)

Menurut Pasal 47 PP No.32/2011, setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan AMDALALIN. AMDALALIN itu
sendiri adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil
AMDALALIN.

Hasil AMDALALIN tersebut merupakan salah satu persyaratan pengembang atau pembangun
untuk memperoleh:

1. Izin lokasi;

2. Izin mendirikan bangunan; dan


3. Izin pembangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang bangunan gedung.

Tata cara untuk memperoleh AMDALALIN:

1. Pengembang atau pembangun properti melakukan AMDALALIN dengan menunjuk lembaga


konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. Lalu hasil analisis AMDALALIN tersebut
disusun dalam bentuk dokumen hasil AMDALALIN

2. Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari:

1. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, untuk jalan nasional;

2. Gubernur, untuk jalan provinsi;

3. Bupati, untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa; atau

4. Walikota, untuk jalan kota.

3. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, gubernur, bupati, atau walikota memberikan persetujuan dalam jangka waktu paling lama
60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen hasil analisis dampak lalu lintas secara
lengkap dan memenuhi persyaratan.

4. Untuk memberikan persetujuan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota sesuai dengan
kewenangannya membentuk tim evaluasi dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. Tim tersebut
terdiri atas unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, pembina jalan,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

5. Tim evaluasi tersebut mempunyai tugas, antara lain:

1. melakukan penilaian terhadap hasil analisis dampak lalu lintas; dan

2. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam hasil analisis dampak lalu lintas.

6. Hasil penilaian tim evaluasi disampaikan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai
dengan kewenangannya.

7. Jika hasil penilaian belum memenuhi persyaratan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota
mengembalikan hasil analisis kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan.
8. Jika hasil penilaian telah memenuhi persyaratan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota meminta
kepada pengembang atau pembangun untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan
kesanggupan melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil analisis
dampak lalu lintas.

Sanksi

Setiap pengembang/ pembangun properti yang melanggar surat pernyataan kesanggupan


tersebut, dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Sanksi administratif tersebut antara lain :

1. Peringatan tertulis;

2. Penghentian sementara pelayanan umum;

3. Penghentian sementara kegiatan;

4. Denda administratif;

5. Pembatalan izin ; dan/atau

6. Pencabutan izin.

Anda mungkin juga menyukai