PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN
INDONESIA
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Agus Arif Darmawan : 14.341.00
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarganya,
sahabatnya, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam penyusunan makalah ini. Akhirnya,
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demokrasi sebagai sistem politik dalam praktiknya tidak bisa dipisahkan dari komunikasi.Pemerintah sebagai
institusi eksekutif memiliki peranan dalam menciptakan prosesdemokrasi agar berjalan sesuai tatanannya.
Namun dalam konteks hubungan pemerintahpusat dan daerah yang demokratis terdapat indikasi
ketidakharmonisan. Wujudketidakharmonisan terlihat dari adanya polemik bahkan penolakan politik
terhadap kebijakanpublik pemerintah pusat di tingkat daerah. Selain itu dalam menyusun
regulasi kedaerahansering sekali tidak memiliki konsiderasi atau merujuk pada regulasi di
tingkat pusat sehinggamenciptakan kerancuan kebijakan publik. Implementasi kebijakan
pusat di daerah juga tidakterintegrasi dalam program kerja daerah tetapi diperlakukan sebagai
salah satu bentukperlakuan proyek tahunan terhadap Stakeholder yang parsial. Oleh karena itu
tulisan inimendiskusikan temuan-temuan yang diharapkan mampu menginisiasi model
komunikasipolitik antara pemerintah pusat dan daerah.
Demokrasi sebagai sistem politik dalam praktiknya tidak bisa dipisahkan darikomunikasi. Karl W.
Deutsch berargumentasi bahwa komunikasi merupakan ekstensipolitik. Kemudian Gabriel A.
Almond dan G. Bingham Powell mengatakan komunikasi telahmenyebar dalam seluruh proses politik
alah satu elemen penting dari sistem politik dalam menciptakan proses demokrasiadalah lembaga eksekutif
atau pemerintah. John W. Dean menjelaskan bahwa demokrasimerupakan suatu proses yang unik yang diatur
dalam pemerintah perwakilan,keseimbangan antar lembaga judikatif, eksekutif, dan legislatif,
pembagian kekuasaan, dandistribusi kekuasaan antara lembaga pemerintah dan negara. Dengan
demikian,pemerintah sebagai institusi eksekutif memiliki peranan dalam menciptakan prosesdemokrasi agar
berjalan sesuai tatanannya.
Realitas komunikasi politik dalam negara demokrasi tentunya penuh dengan dinamika. Kebijakan-kebijakan
publik pemerintah dalam berbagai bidang seperti energy, pangan, pertahanan/keamanan, perburuhan,
pemberantasan korupsi, otonomi daerah, dan hubungan luar negeri selalu memancing reaksi masyarakat
untuk memberikan pendapatdan perdebatan di ruang-ruang publik. Perdebatan publik secara terbuka atas
kebijakan publik pemerintah tersebut tak jarang berujung pada terciptanya polemik politik dan bahkan
penolakan politik. Pemerintah bukan hanya diapresiasi kurang baik tapi seolah-olah dihakimi oleh pandangan
subjektif publik tersebut. Di sinilah pentingnya kemampuan komunikasi politik pemerintah dalam merespon
hal yang demikian.Praktik komunikasi politik pemerintah di era demokrasi terlihat belum
optimal dan masih kurang efektif. Rendahnya efektifitas komunikasi politik ini dapat dilihat
dari berbagaikebijakan yang kurang tersosialisasi dengan baik. Sehingga rentan menimbulkan polemic dan
resistensi pada tataran implementasinya. Selain itu, ada pula kebijakan kementerian/non
kementerian yang saling tumpang tindih, kurang terkoordinasi dan tidak sedikit pula produk
hukum yang disharmonis. Dalam konteks otonomi daerah, masih banyak dijumpai kebijakan pusat dan
daerah yang kurang terintegrasi, yang berakar dari komunikasi yang kurang optimal. Nampaknya tidak
mudah bagi pemerintah membangun komunikasi yang baik dan sekaligus efektif di tengah isu dan
semangat demokrasi yang terus berkembang. Fenomena ketidak harmonisan hubungan pemerintah pusat
dan daerah pernah diulas oleh Effendi dan Harris terkait :
(2) mekanisme dan perimbangan Dana Alokasi Umum (DAU) yang diatur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) .
(3) upaya mempertahankan wewenang yang terkadang melampaui peraturan perundangan yang sentralistik.
Tetapi analisis lebih diperlihatkan kepada persoalan kekuasaan, wewenang, tanggung jawab, ataupun
persoalan keuangan, sehingga belum ada pemikiran yang melihat dari perspektif komunikasi. Oleh karena
itu beranjak dari fenomena tidak harmonisnya hubungan pemerintah pusat dan daerah, menimbulkan
pertanyaan mendasar: Bagaimana model komunikasi politik pemerintahan bagi negara Indonesia yang
demokratis? Mencermati kondisi ini, di tengah komitmen pemerintah menegakkan
demokratisasi, perlu dirumuskan model komunikasi ideal antara pemerintah dan berbagai stakeholder
bangsa. Dengan model komunikasi politik yang terformulasi, diharapkan lembaga legislatif, yudikatif,
partai politik, media massa, ormas/LSM dan kelompok strategis lainnya serta masyarakat luas
dapat dan mau mendengar, memahami subtansi sekaligus melibatkan diri dalam proses pembuatan dan
implementasi kebijakan pemerintah dalam rangkameningkatkan kesejahteraan rakyat dalam bingkai negara
kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Selain itu, tantangan komunikasi politik ke depan adalah
membangun ke-eka-an dalam semangat kebhinekaan dan menjadikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai
roh komunikasi politik seluruh elemen bangsa.
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,
serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian yang disebut
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU 2/2011).
Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan dari dibentuknya partai politik adalah untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,
serta memelihara keutuhan negara Indonesia.
Di samping itu, partai politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan
dengan diarahkan pada dua hal utama, yaitu (Penjelasan Umum UU 2/2011):
1. Membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga
terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini
ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan
rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan
kepemimpinan politik yang kuat.
2. Memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap negara maupun
fungsi partai politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta
rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang
memiliki kemampuan di bidang politik.
Lalu apa fungsi partai politik itu? Menjawab pertanyaan Anda, kita mengacu pada Pasal
11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang
berbunyi:
2. Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan secara
konstitusional.
Berdasarkan penelusuran kami, pasal di atas tidak menjelaskan lebih lanjut soal setiap
fungsi. Namun, kami akan mengambil salah satu contoh fungsi partai politik di atas,
yaitu partai politik sebagai sarana partisipasi politik warga negara Indonesia.
Dalam suatu kajian terhadap fungsi partai politik dalam meningkatkan partisipasi
politik warga yang kami akses dari laman resmi Badan Penelitian dan Pengembangan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara(Balitbang Pemprov Sumut) antara lain
disebutkan bahwa Balitbang Pemprov Sumut mengkaji sejauh mana fungsi partai
politik yang ada di Sumatera Utara dalam meningkatkan partisipasi politik warga dalam
hal ini di Kota Binjai. Dari hasil analisis terhadap aktifitas yang dilakukan oleh
masyarakat ikut sebagai anggota partai, kecenderungan semakin meningkatnya anggota
masyarakat yang ikut dalam kegitan partai terjadi dalam 5 tahun ini seiring dengan
banyaknya partai yang tumbuh. Selain itu hasil analisis ini menunjukkan adanya
anggota masyarakat yang memberi dukungan terhadap kehadiran partai meskipun
mereka tidak sebagai anggota partai. Hal ini merupakan bentuk berfungsinya partai
politik sebagai sarana partisipasi politik warga negara Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran