Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Kebudayaan merupakan salah satu siasat manusia menghadapi hari depan.

Kebudayaan, menurut Coleridge (dalam Jenks, 2013: 20) merupakan sebuah

proses yang tidak berwujud nyata tetapi riil kensekuensi-konsekuensinya, sebuah

tujuan, sebuah cita-cita dan terutama sebuah kondisi pemikiran manusia dalam

kehidupan sosial. Kebudayaan harus dijaga, dilestarikan, dijadikan pedoman dan

cita-cita yang diperjuangkan. Kebudayaan merupakan sebuah upaya untuk

mengejar kesempurnaan total manusia dengan cara mengenal dan mengetahui,

tentang segala sesuatu yang menjadi perhatian manusia, dan segala hal terbaik

yang pernah dipikirkan dan dikatakan di dunia ini. Kebudayaan menuntut manusia

untuk memahami kesempurnaan yang sesungguhnya sebagai sebuah

kesempurnaan yang harmonis, yang membangun semua sisi kemanusiaan; dan

sebagai kesempurnaan umum yang membangun semua bagian masyarakat

(Arnold, 1869: 4).

Van Peursen (1976: 15) beranggapan bahwa kebudayaan merupakan suatu

ketegangan antara imanensi dan transendensi, yang dapat dipandang sebagai ciri

khas dari kehidupan manusia seluruhnya. Hidup manusia berlangsung di tengah-

tengah arus proses-proses kehidupan (imanensi), tetapi selalu juga muncul dari

arus alam raya itu untuk menilai alamnya sendiri dan mengubahnya (transenden).

1
2

Kehidupan di alam raya yang terus berkembang memaksa manusia tidak

membiarkan dirinya begitu saja dihanyutkan oleh proses-proses alam. Manusia

berusaha melawan arus itu dengan mengikuti suara hatinya, melakukan evaluasi

terhadap alam sekitarnya.

Kebudayaan manusia yang tertua, adalah kepercayaan dan penyembahan

kepada hal-hal yang diangggap memiliki kekuatan gaib dan suparanatural yang

oleh manusia saat ini disebut mitos. Dalam sejarah kehidupan umat manusia,

mitos memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk dan membangun

sebuah kebudayaan. Mitos yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat

tertentu akan menjadi salah satu acuan dari setiap tingkah laku anggota

masyarakat tersebut dalam sendi-sendi kehidupannya. Kepercayaan masyarakat

pada mitos tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial-budaya setempat. Selain itu,

faktor geografis juga sangat berpengaruh terhadap kontruksi sebuah mitos.

Sejarah mencatat, mitos telah hidup sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam

sejarahnya, mitos memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah pemikiran

umat manusia. Sebelum filsuf-filsuf alam hidup di Yunani Kuno pada abad ke-6

SM, masyarakat setempat sangat akrab dengan mitos. Setiap peristiwa yang

terjadi di alam semesta selalu dihubungkan dengan sosok ghaib di luar kuasa

inderawi. Filsuf-filsuf alam Yunani Kuno berusaha merasionalisasikan mitos-

mitos yang berkembang pada masa itu, yang merupakan tonggak awal lahirnya

pemikiran rasional, dari mitos beranjak ke logos. Para filosof ketika itu banyak

membahas tentang arkhe, mempertanyakan asal mula segala sesuatu. Ketika

itulah filsafat lahir.


3

Mitologi yang merupakan upaya untuk menjelaskan gejala yang terjadi di

alam semesta dengan cara mencari penyebabnya di luar alam (yaitu adanya sosok

yang Ghaib) bergeser ketika manusia tidak lagi mencari penyebab di luar alam,

melainkan mencari penyebabnya dari dalam alam sendiri, yaitu dengan cara

berfilsafat. Namun, lahirnya filsafat tidak serta merta menghapus mitos-mitos

dalam kehidupan masyarakat. Ribuan tahun setelah filsafat lahir di Yunani, mitos

masih akrab dalam kehidupan manusia, terus berjalin-kelindan dengan kehidupan

masyarakat hingga saat ini.

Mitos menurut J. van Baal (1987: 44) merupakan cerita di dalam kerangka

sistem suatu religi yang di masa lalu dan kini telah atau sedang berlaku sebagai

kebenaran keagamaan. Ilmu pengetahuan tentang mitos atau mitologi adalah suatu

cara untuk mengungkapkan, menghadirkan Yang Kudus, Yang Ilahi, melalui

konsep serta bahasa simbolik. Untuk fungsi mitos sendiri, van Peursen (1976: 38)

menyatakan bahwa mitos menyadarkan manusia akan adanya kekuatan-kekuatan

ajaib. Melalui mitos, manusia dibantu untuk dapat menghayati daya-daya itu

sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan

sukunya. Mitos juga berfungsi sebagai perantara antara manusia dan daya-daya

kekuatan alam; mitos memberi pengetahuan tentang dunia; lewat mitoslah

manusia primitif mempoleh keterangan-keterangan.

Di Nusantara, tradisi-tradisi yang berkembang di masyarakat saat masih

sangat lekat dengan mitos. Kepercayaan kepada mitos kerapkali menjadi alasan

kenapa sebuah tradisi tetap dilestarikan. Sebab dalam keyakinan pada mitos itu

selalu terkandung hukum kausalitas, adanya konsekuensi jika tradisi itu


4

dilangsungkan atau ditinggalkan. Jika sebuah tradisi dijalankan, misalnya, sebuah

kelompok masyarakat meyakini akan terlindung dari segala bala atau mara

bahaya, sementara jika tidak menjalankan tradisi itu, maka akan terkena tulah.

Salah satu tradisi yang tetap dilestarikan dalam masyarakat Nusantara

adalah tradisi ruwatan laut, yaitu sebuah tradisi yang memberi persembahan

kepada Penguasa Laut berupa sesaji atau hasil alam sebagai bentuk rasa syukur

untuk hasil laut yang didapat selama setahun terakhir, juga sebagai pengharapan

agar hasil laut setahun berikutnya semakin melimpah. Tradisi ini biasanya

berkembang di lingkungan masyarakat pesisir, yang mata pencaharian

penduduknya sebagaian besar adalah nelayan.

Di masyarakat pesisir Madura, tradisi ruwatan laut itu disebut rokat

pangkalan. Tradisi rokat pangkalan (sebagian masyarakat menyebutnya upacara

rokat tase). Rokat pangkalan biasanya dilangsungkan ketika memasuki mosem

poco (musim puncak), yaitu musim ketika ikan di laut sedang banyak-banyaknya

dan cuaca sangat bersahabat bagi nelayan untuk melaut, waktu-waktu ketika ikan

tangkapan nelayan begitu melimpah. Tradisi tersebut konon telah dilangsungkan

selama ratusan tahun oleh masyarakat pesisir Madura yang merupakan warisan

dari nenek moyang sebagai bentuk rasa syukur kepada Se Kobasa Tase (Sang

Penguasa Laut) atas ikan tangkapan yang diperoleh selama setahun terakhir.

Tradisi rokat pangkalan merupakan salah satu gambaran religiusitas

manusia Madura. Kesadaran akan adanya campur tangan Yang Maha Ghaib di

dalam setiap sendi kehidupan diaktualisasikan ke dalam upacara yang merupakan

bentuk ungkapan rasa syukur atas kehidupan yang telah diberikan Tuhan.
5

Menurut Rifai (2007: 45) kepatuhan dan ketaatan orang Madura pada agama

sudah terbentuk sejak lama. Secara harfiah, orang madura sangat patuh

menjalankan ajaran agama.

Dapat dikatakan bahwa rokat pangkalan merupakan salah satu perhelatan

paling lengkap yang dijalankan masyarakat Madura. Dalam rangkaian acara rokat

pangkalan, berbagai macam tradisi dan kesenian Madura ditampilkan, terutama

tradisi yang mengandung unsur parnyoonan (permohonan atau doa) seperti

perhelatan topeng, mamaca (tradisi membaca kitab kuno peninggalan leluhur),

tari muang sangkal (tari tolak bala), dll. yang menjadi unsur penunjang dalam

upacara rokat pangkalan. Maka, meneliti upacara rokat pangkalan secara tidak

langsung juga meneliti tradisi-tradisi lain yang dijalankan masyarakat Madura.

Penelitian ini berusaha menggali dimensi kosmologis upacara rokat

pangkalan. Penelitian ini memiliki objek formal kosmologi, dengan objek

material upacara rokat pangkalan, baik sebelum dilangsungkannya upacara,

ketika upacara sedang berlangsung, hingga sesudah upacara, yang merupakan

rangkaian tidak terpisahkan dari apa yang disebut orang Madura sebagai rokat

pangkalan itu sendiri. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif, dengan metode hermeneutik, dengan unsur-unsurnya yaitu

deskripsi, komparasi, dan refleksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan

dimensi kosmologis yaitu mengenai konsep ruang dan waktu, konsep kausalitas

dan dinamika kosmos, konsep harmoni, kebenaran, dan kebaikan kosmis, relasi

antara kosmologi dan teologi; serta relevansinya terhadap religiusitas manusia

Madura. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang diperkuat dengan


6

penelitian lapangan dengan mengambil sampel dari upacara rokat pangkalan yang

diselenggarakan di Ambunten Timur-Sumenep yang berlangsung pada bulan

November tahun 2013 lalu. Prosedur yang digunakan adalah studi dokumen,

observasi, dan wawancara mendalam.

2. Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini menjawab permasalahan berikut:

a. Apa hakikat upacara rokat pangkalan?

b. Apa dimensi kosmologis yang terkandung dalam upacara rokat

pangkalan?

c. Apa relevansi upacara rokat pangkalan dengan religiusitas manusia

Madura saat ini?

3. Keaslian Penelitian

Sudah banyak tulisan yang membahas tentang upacara rokat pangkalan

dari berbagai sudut pandang. Beberapa di antaranya dapat disebutkan sebagai

berikut:

Buku A.M. Hermien Kusmayati (1998) yang berjudul Rokat Bangkalan:

Penjelajahan Makna dan Struktur (Bandung: Sastrataya, Masyarakat Seni

Pertunjukan Indonesia). Penelitian ini membahas tentang musik dan tarian

tradisional yang mengiringi ritual dan upacara di Kabupaten Bangkalan. Dalam

penelitian ini disinggung mengenai rokat-rokat yang terdapat di Bangkalan seperti

rokat tanah, rokat disa (rokat desa), dan rokat tase (rokat laut).

Selain buku di atas, A.M. Hermien Kusmayati (2000) juga menulis buku

lain yang menyinggung upacara rokat pangkalan, yaitu buku yang berjudul Arak-
7

arakan; Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di Madura (Jakarta:

Yayasan Untuk Indonesia). Buku ini menarasikan potret upacara tradisional

masyarakat Madura yang dipentaskan dalam bentuk arak-arakan, salah satunya

adalah kesenian yang ditampilkan ketika upacara rokat pangkalan.

Buku Helena Bouvier (2002) berjudul Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan

dalam Masyarakat Madura (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia) menyoroti aspek-

aspek dari kegiatan kesenian di Madura. Dalam buku ini, Bouvier sedikit

menyinggung tentang kesenian yang menjadi unsur dan elemen dalam

berlangsungnya upacara rokat pangkalan. Buku ini merupakan penelitian

etnografis yang mengamati kesenian Madura dari tingkat estetis sampai sumber

materiilnya. Bouvier menggukapkan kaitan struktural bentuk kesenian-kesenian

yang ada di Madura dengan bidang keagamaan, politik, dan ekonomi.

Ainurrahman Hidayat (2007) menulis penelitian berjudul Dimensi

Kosmologis Upacara Rokat Tase` pada Masyarakat Madura (Studi kasus di

Pantai Kaduara Barat Larangan - Pamekasan), yang disiarkan di Jurnal

Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan "Nuansa", STAIN Pamekasan.

Penelitian ini menitikberatkan pada metode kualitatif dengan menggunakan

pendekatan (objek formal) kosmologi-metafisik. Objek materialnya adalah

seluruh prosesi dalam upacara rokat tase` di Pantai Kaduara.

Tulisan Hermien Kusmayati (2006) yang berjudul Rokat Tase: Upacara

dan Pertunjukan Pesisir, dalam Majalah Gong No. 81/VIII/2006. Dalam tulisan

ini, Kusmayati memaparkan persiapan menjelang dilangsungkannya upacara rokat

tase, ritual dan perhelatan yang dilakukan sebelum dan menjelang rokat tase
8

dimulai, elemen-elemen dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan, gambaran

berlangsungnya upacara, hingga hiburan setelah ucapara rokat tase selesai.

Hanafi Baidawi (2008) menulis penelitian berjudul Konstruksi

Keberagamaan Masyarakat Nelayan (Studi terhadap ritual "Rokat Tase" di Desa

Branta, Tlanakan, Pamekasan, Madura), yang diajukan sebagai skripsi pada

Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian ini Baidawi

mengkaji tentang masyarakat nelayan Desa Branta yang memiliki kecenderungan

berperilaku religius, yaitu memiliki kedekatan dengan hal-hal yang mistik. Hal itu

tercermin dari upacara rokat tase yang dijalankan nelayan setempat.

Penelitian Nurul Isnaini (2008) yang berjudul Pembelajaran Nilai Moral

kepada Masyarakat melalui Upacara Adat "Rokat Tase" (Studi Praktik

Pendidikan Informal di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong

Kabupaten Sampang-Madura). Dalam penelitian ini, Isnaini menyimpulkan

bahwa dalam pelaksanaan upacara rokat tase terkandung nilai-nilai moral yang

dapat memberi suatu pembelajaran kepada masyarakat dalam bentuk pendidikan

informal.

Penelitian Suadah (2009) yang berjudul Budaya Rokat Tase Masyarakat

Nelayan Desa Padelegan Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan (skripsi

di Universitas Muhammadiyah Malang), menyimpulkan bahwa upacara rokat

tase' dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan YME.

atas segala melimpahnya hasil laut selama setahun. Penelitian ini hendak

mengemukakan pandangan masyarakat nelayan Madura tentang upacara rokat


9

tase' itu sendiri, bagaimana pelaksanaan upacara rokat tase', dan mengapa

masyarakat nelayan setempat masih mempertahankan budaya tersebut.

Disertasi Ainurrahman Hidayat (2012) berjudul Makna Relasi Tradisi

Budaya Masyarakat Madura dalam Perspektif Ontologi Anton Bakker dan

Relevansinya Bagi Pembinaan Jatidiri Orang Madura, yang diajukan untuk

Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Salah satu tradisi Madura

yang dijadikan objek material desertasi ini adalah upacara rokat pangkalan yang

dikaji dari perspektif ontologis.

Ada pula makalah Moh. Badrih (2013) yang berjudul Falsafah Hidup

dalam Kjhung Bhbulangan sebagai Motivasi Hidup Berketuhanan

(disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat

Madani dan Lestari). Dalam makalah ini, Badrih mengemukakan bahwa kjhung

bhbulangan (kidung pendidikan) hampir terdapat dalam semua tradisi lisan

Madura. Tradisi yang masih menggunakan kjhung Madura adalah rokat

pangkalan.

Diantara hasil penelitian atau buku-buku yang mengkaji tentang upacara

rokat tase, hanya penelitian Hidayat (2007), Dimensi Kosmologis Upacara Rokat

Tase` pada Masyarakat Madura (Studi kasus di Pantai Kaduara Barat Larangan

- Pamekasan), yang memiliki korelasi yang sangat dekat dengan objek penelitian

ini, tetapi tetap memiliki fokus dan spesialisasi yang berbeda. Objek material

dalam penelitian Hidayat adalah studi kasus upacara rokat tase atau rokat

pangkalan di Pantai Kaduara Barat Larangan Pamekasan, sementara penelitian

ini mengambil objek material upacara rokat pangkalan di Desa Ambunten Timur
10

Kabupaten Sumenep, yang sedikit banyak tentu memiliki perbedaan dengan

upacara rokat pangkalan di tempat lain. Hasil penelitian Hidayat dapat dijadikan

pembanding dengan penelitian ini.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan memberi sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam

bidang filsafat, agama, dan wawasan kebangsaan.

b. Bagi bangsa Indonesia, kususnya masyarakat Madura, penelitian ini

diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi bangsa dan

memperkaya khazanah filsafat Nusantara untuk dijadikan bahan refleksi

dan pembelajaran di masa yang akan datang.

c. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan memberikan

informasi, gambaran dan pengetahuan mengenai upacara rokat

pangkalan dari segi parnyoonan (pengharapan/ doa), sedangkan ritual

yang didominasi oleh unsur hiburan, diharapkan menjadi peluang untuk

ditelaah secara lebih mendalam.

B. Tujuan Penelitian

a. Menemukan hakikat upacara rokat pangkalan.

b. Menemukan dimensi kosmologis yang terkandung dalam upacara rokat

pangkalan.
11

c. Menemukan relevansi upacara rokat pangkalan dengan religiusitas

manusia Madura saat ini.

C. Tinjauan Pustaka

Upacara rokat pangkalan (ruwatan laut) merupakan tradisi khas Madura

yang sering dijadikan sebagai menjadi objek material dari berbagai penelitian

karena begitu banyak nilai dan dimensi yang terkandung dalam upacara rokat

pangkalan, baik ontologis (metafisis), kosmologis, epistemologis, dan aksiologis.

Dimensi kosmologis dalam upacara rokat pangkalan merupakan salah satu tema

yang jarang dikaji oleh para peneliti maupun pakar, padahal, upacara rokat

pangkalan dapat dijadikan rujukan/ sumber data untuk mencari tahu bagaimana

hubunugan antara manusia Madura dengan alam. Berikut ditunjukkan sejumlah

tulisan dan penelitian tentang upacara rokat pangkalan, yang dapat menjadi

penunjang penelitian ini.

Buku A.M. Hermien Kusmayati (1998) yang berjudul Rokat Bangkalan:

Penjelajahan Makna dan Struktur, mengemukakan bahwa musik dan tarian

tradisional yang mengiringi ritual dan upacara di Kabupaten Bangkalan

mengandung makna spiritual yang merepresentasikan paradigma kehidupan orang

Madura yang religius. Temuan yang penting diketahui dalam penelitian

Kusmayati ini adalah, bahwa dalam musik dan tarian yang mengiringi ritual dan

upacara di Bangkalan itu terdapat nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan

terjaganya keselarasan hidup pemeliharaan hubungan sosial-kemasyarakatan yang

didasarkan pada harmonisasi relasi manusia dengan Tuhan.


12

Pemaparan lebih dalam tentang jalannya upacara rokat pangkalan

dituangkan Hermien Kusmayati dalam bukunya yang berjudul Arak-arakan; Seni

Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di Madura (2000). Buku ini

menarasikan potret upacara tradisional masyarakat Madura yang dipentaskan

dalam bentuk arak-arakan. Dalam salah satu pembahasannya, Kusmayati

mengemukakan bahwa upacara rokat tase atau rokat pangkalan mengandung

nilai-nilai religiusitas, budaya, dan bahkan magis. Menurutnya, keindahan yang

terangkai dalam upacara rokat pangkalan tidak mengabaikan kesakralan upacara

itu sendiri.

Deskripsi yang lebih rinci tentang persiapan menjelang dilangsungkannya

upacara rokat pangkalan, ritual dan perhelatan yang dilakukan sebelum dan

menjelang rokat pangkalan dimulai, elemen-elemen dan perlengkapan yang perlu

dipersiapkan, gambaran berlangsungnya upacara, hingga hiburan setelah ucapara

rokat pangkalan selesai, dipaparkan Kusmayati dalam tulisannya yang yang

berjudul Rokat Tase: Upacara dan Pertunjukan Pesisir (Majalah Gong No.

81/VIII/2006). Dalam tulisan ini, Kusmayati menyatakan bahwa rokat tase

merupakan salah satu upacara laut yang mengombinasikan berbagai unsur

kepercayaanagama besar bersanding dengan keyakinan lokal (Kusmayati, 2006:

16-17).

Penelitian Ainurrahman Hidayat (2007) berjudul Dimensi Kosmologis

Upacara Rokat Tase` pada Masyarakat Madura (Studi kasus di Pantai Kaduara

Barat Larangan - Pamekasan), merupakan penelitian yang memiliki korelasi

paling dekat dengan penelitian ini. Temuan yang paling menarik dari penelitian
13

Hidayat tersebut adalah temuannya bahwa kosmologi Madura lebih banyak

menitikberatkan pada spekulatif-religius dengan suatu penghayatan hidup yang

maksimal. Prinsip dasar kosmologi Madura menurut Hidayat adalah memahami

alam sebagai kekuatan yang sakral, yang harus dijaga keseimbangannya. Lebih

jauh, Hidayat menyimpulkan bahwa prinsip dasar kosmologi Madura tidaklah

memberikan suatu konstruk tentang alam, ruang, waktu, gerak dan sebagainya,

melainkan sekadar memahami alam sebagai kekuatan yang sakral, yang harus

dijaga keseimbangannya. Harmoni antara alam mikrokosmos dengan alam

makrokosmos (Hidayat, 2007: 136). Perbedaan penelitian Ainurrahman dengan

penelitian ini adalah pada objek materialnya. Airnurrahman mengambil sampel

penelitiannya atas upacara rokat tase di Pantai Kaduara Barat Larangan -

Pamekasan, sementara penelitian ini adalah studi kasus atas upacara rokat tase di

Desa Ambunten-Sumenep.

Penelitian Hanafi Baidawi (2008) berjudul Konstruksi Keberagamaan

Masyarakat Nelayan (Studi terhadap ritual "Rokat Tase" di Desa Branta,

Tlanakan, Pamekasan, Madura) menyimpulkan bahwa masyarakat nelayan Desa

Branta yang memiliki kecenderungan berperilaku religius, yaitu memiliki

kedekatan dengan hal-hal yang mistik. Pandangan itu didasarkan pada

penggunaan sistem religi dalam kaitannya dengan aktivitas melaut, dan sistem

religi tersebut dijadikan etos kerja kebaharian. Sistem religi itu, menurut Baidawi,

terwujud dalam suatu tradisi yang dikenal dengan rokat tase'. Lebih lanjut,

Baidawi menyimpulkan bahwa upacara rokat tase' adalah menifestsi dari

konstruksi keberagamaan nelayan setempat. Konstruksi keberagamaan masyarakat


14

setempat di satu sisi menunjukkan aspek-aspek lokalitas, aspek-aspek ritualisme

ajaran agama, serta aspek-aspek keserasian hubungan antara manusia, alam, dan

Tuhan (Baidawi, 2008: 71-72)

Pembelajaran moral dari upacara rokat tase dipaparkan Nurul Isnaini

(2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pembelajaran Nilai Moral kepada

Masyarakat melalui Upacara Adat "Rokat Tase" (Studi Praktik Pendidikan

Informal di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang-

Madura) . Dalam penelitian ini, Isnaini menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan

upacara rokat tase terkandung nilai-nilai moral yang dapat memberi suatu

pembelajaran dalam bentuk pendidikan informal. Dihelatnya upacara rokat tase

dapat memberikan suatu pembelajaran kepada masyarakat tentang nilai-nilai

moral bagi masyarakat untuk mengacu baik-buruknya tindakan atau perilaku

masyarakat. Sehingga nilai-nilai moral tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan

bermasyarakat (Isnaini, 2008: 62-64).

Integrasi Islam dan budaya lokal dalam upacara rokat tase dipaparkan

dalam skripsi Imam (2013) yang berjudul Integrasi Islam dan Budaya Lokal

dalam Tradisi Rokat Tasek di Desa Dapinda, Kecamatan Batang-Batang,

kabupaten Sumenep-Madura. Penelitian ini mengemukakan bahwa nilai-nilai

Islam menjadikan tradisi rokat tase lebih bermakna, yaitu nilai tradisi tidak hanya

berhenti pada sistem religi atau kepercayaan, tetapi ada sentuhan terhadap nilai-

nilai sosial antar sesama umat manusia (Imam, 2013: 64).

Upacara rokat tase sebagai kesadaran manusia akan hubungannya

dengan kosmos dipaparkan dalam penelitian Suadah (2009) yang berjudul Budaya
15

Rokat Tase Masyarakat Nelayan Desa Padelegan Kecamatan Pademawu

Kabupaten Pamekasan. Suadah menyimpulkan bahwa upacara rokat tase'

dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan YME. atas

segala melimpahnya hasil laut selama setahun. Penelitian ini hendak

mengemukakan pandangan masyarakat nelayan Madura tentang upacara rokat

tase' itu sendiri, bagaimana pelaksanaan upacara rokat tase', dan mengapa

masyarakat nelayan setempat masih mempertahankan budaya tersebut (Suadah,

2009: 58).

Disertasi Ainurrahman Hidayat (2012) berjudul Makna Relasi Tradisi

Budaya Masyarakat Madura dalam Perspektif Ontologi Anton Bakker dan

Relevansinya Bagi Pembinaan Jatidiri Orang Madura, menyimpulkan bahwa

tradisi rokat tase turut andil dalam membangun dan membina jatidiri orang

Madura. Menurut Ainurrahman, aktualisasi aspek sosial-budaya dalam tradisi

rokat tase terfokus pada kesepakatan aturan tentang sikap dan perilaku menjaga

keseimbangan alam-lingkungan. Keseimbangan kosmos itu selalu dikaitkan

dengan ketinggian dan kesucian agama Islam sebagai agama yang mempunyai

pengaruh besar terhadap segala aspek kehidupan orang Madura (Hidayat, 2012:

119-124).

Sementara, unsur filosofis dalam elemen yang terkandung dalam upacara

rokat tase dipaparkan oleh Moh. Badrih dalam makalahnya yang berjudul

Falsafah Hidup dalam Kjhung Bhbulangan sebagai Motivasi Hidup

Berketuhanan (2013). Badrih mengemukakan bahwa kjhung bhbulangan

(kidung pendidikan) hampir terdapat dalam semua tradisi lisan Madura. Tradisi
16

yang masih menggunakan kjhung Madura adalah rokat tase, juga dalam

pertunjukan ludruk (pertunjukan yang biasa dilangsungkan pada malam hari

seusai rokat tase). Menurut Badrih, dalam kjhung terdapat pandangan hidup

atau falasah masyarakat Madura. Penelitian Badrih memaparkan bahwa dalam

kjhung bhbulangan dijelaskan falsafah hidup yang mencerminkan

kemahabesaran Tuhan, yang meliputi: pencipta kehidupan, pemelihara kehidupan,

tempat berlindung dan memohon pertolongan, dan tujuan hakiki kehidupan

(Badrih, 2013: 279-283).

D. Landasan Teori

Penelitian ini membedakan secara ketat antara kosmologi, kosmogoni, dan

ekologi. Istilah kosmologi (filsafat alam) dalam penelitian ini mengacu pada

konsepsi filsafat manusia. Kosmologi merupakan perpanjangan dan perluasan

filsafat manusia, sebab manusia dengan sendirinya tidak dapat dipandang lepas

dari dunianya. Kosmologi mengandaikan uraian lengkap tentang filsafat mengenai

manusia dengan struktur dan norma-normanya (Bakker, 1995: 5).

Dalam kamus filsafat, terdapat beberapa pengertian bagi kosmologi

(Bagus, 2002: 499), yaitu:

1. Ilmu tentang alam semesta sebagai sutu sistem yang rasional dan
teratur.
2. Sering digunakan untuk menunjuk cabang ilmu pengetahuan,
khususnya bidang astronomi, yang berupaya membuat hipotesis
mengenai asal, struktur, ciri khas, dan perkembangan alam fisik
berdasarkan pengamatan dan metodologi ilmiah.
3. Ilmu memandang alam semesta sebagai suatu keseluruhan yang
integral: adalah bagian dari alam semesta itu berdasarkan pengalaman
astronomi, merupakan suatu bagian dari keseluruhan tersebut.
17

4. Secara tradisional, kosmologi dianggap sebagai cabang metafisika


yang bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai asal dan
susunan alam raya, vitalitas atau mekanisme, kodrat hukum waktu,
ruang dan kausalitas. Tugas kosmologi mungkin dapat dibedakan dari
tugas ontologi oleh suatu perbedaan tingkat. Analisis kosmologi
berusaha mencari hubungan-hubungan dan pembedaan yang berlaku
dalam dunia manapun juga.

Di samping istilah kosmologi, dikenal juga istilah kosmogoni. Kosmogoni

adalah penjelasan atau keterangan mengenai asal-usul alam semesta menurut

mitos (Siswanto, 2005: 2).

Kosmologi sangat erat kaitannya dengan ekologi. Diantara ilmu-ilmu

empiris yang paling dekat hubungannya dengan kosmologi adalah ekologi

(Siswanto, 2005: 8). Ekologi merupakan ilmu tentang lingkungan hidup. Ekologi

berusaha melindungi dan melestarikan alam dunia manusia sebagai

lingkungannya. Dalam pengertian tersebut, jika dipadukan dengan pandangan

kosmologi itu sendiri yang mengandaikan uraian lengkap tentang filsafat

mengenai manusia dengan struktur dan norma-normanya, maka dapat dikatakan

sebagai bagian dari ekologi itu sendiri atau memiliki korelasi yang saling

menguatkan satu sama lain (Bakker, 1995: 34). Ekologi merupakan semacam

jembatan ilmu-ilmu khusus dan kosmologi filosofis. Oleh karena jangkauan dan

keterarahannya, ekologi dalam arti tertentu dapat disebut ekologi filosofis

(Bakker, 1995: 35).

Kosmologi, menurut Bakker (1995: 6) tidak bermaksud untuk menambah

data-data dalam penelitian ekologis faktual secara langsung. Tetapi dalam uraian

kosmologis diperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan keyakinan yang

lebih efektif mengenai pengurusan lingkungan, agar manusia dengan


18

pertanggungjawaban lebih besar dapat melestarikan dan menyehatkan kembali

habitatnya sendiri. Lebih jauh, Bakker menyatakan bahwa argumentasi-

argumentasi ekologis menyembunyikan banyak pengandaian yang lebih

mendalam. Sehingga kosmologi sistematis berusaha menentukan prinsip-prinsip

paling mendasar bagi pengurusan dan konservasi alam dunia manusia. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa kosmologi dapat memberikan sumbangan

prinsipil bagi ekologi (Bakker, 1995: 6).

Jika membahas kosmologi secara lebih lanjut, peneliti akan banyak

menemui hal-hal yang memiliki kemiripan makna dengan kosmologi itu sendiri,

yaitu kosmogoni. Kosmogoni adalah penjelasan atau keterangan tentang asal-usul

alam semesta menurut mitos. Dimana ada dua jenis mitos kosmogonis

menurutnya, yakni: pertama, mitos kosmogonis yang mengisahkan penciptaan

alam semesta yang tidak bereksistensi dalam bentuk apapun, termasuk sebelum

penciptaan. Kedua, mitos kosmogonis yang menuturkan penciptaan alam semesta

dengan pra-eksistensi bahan dasar dan membutuhkan pertolongan dari yang

melakukan penciptaan (Siswanto, 2005: 2).

Tujuan kosmologi sendiri adalah pertama-tama ditentukan sebagai sintesis

pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai gambaran yang utuh atas

keseluruhan proses alam dan sebagai pertahanan epistemologis bagi pendasaran

ilmu alam. Tetapi, hal tersebut merupakan penentuan yang tidak memuaskan,

karena tugas atau objek ilmu alam adalah untuk mencapai pengetahuan yang

berkaitan dengan seluruh kejadian dan proses alam. Dengan kata lain, hal itu
19

merupakan pernyataan dengan proposisi yang sangat umum, juga sebagai

pengkajian atas kebenaran hipotesis (Schlick, 2001: 2).

Tugas kosmologi bukan hanya berkaitan dengan hipotesis ilmu alam.

Pengetahuan alam dirumuskan dalam proposisi; juga semua hukum alam

diungkapkan dalam bentuk proporsional. Namun pengetahuan mengenai

maknanya merupakan prasyarat bagi pengujian kebenaran proposisi. Dua konsep

ini tidak dapat dipisahkan, dan keduanya terjadi dalam ranah ilmu alam.

Sehingga dengan demikian tugas dari filsafat alam (kosmologi) adalah

untuk menafsirkan makna proposisi ilmu alam, dan dengan demikian filsafat alam

itu sendiri bukan merupakan ilmu, melainkan sebagai aktifitas yang diarahkan

pada pertimbangan makna hukum alam. Perbedaannya terletak pada sikap

psikologis. Yang satu berkaitan dengan pengujian kebenaran hipotesis, dan yang

lain berkaitan dengan pengertian tentang makna (Schlick, 2001: 3).

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan

objek formal kosmologi-metafisik, dengan unsur-unsurnya, yaitu deskripsi,

refleksi, dan hermeneutika. Bahan penelitian (objek material) adalah seluruh

prosesi dalam upacara rokat tase` di Desa Ambunten Timur-Sumenep. Prosedur

yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen.

1. Sumber Data
20

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu primer dan

sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian atas upacara rokat pangkalan

yang diselenggarakan di Desa Ambunten Timur-Sumenep yang berlangsung pada

bulan November tahun 2013 lalu.

Adapun data sekunder diperoleh dari karya-karya orang lain yang

membahas upacara rokat pangkalan, baik dalam bentuk buku, laporan penelitian,

novel etnografis, dan tulisan di jurnal, seperti di bawah ini:

1. Kusmayati, A.M. Hermien, 1998, Rokat Bangkalan: Penjelajahan

Makna dan Struktur. Bandung: Sastrataya, Masyarakat Seni

Pertunjukan Indonesia.

2. Kusmayati, A.M. Hermien, 2000, Arak-arakan; Seni Pertunjukan

dalam Upacara Tradisional di Madura. Jakarta: Yayasan Untuk

Indonesia.

3. Bouvier, Helena, 2002, Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam

Masyarakat Madura. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

4. Hidayat, Ainurrahman, 2007, Dimensi Kosmologis Upacara Rokat

Tase` pada Masyarakat Madura (Studi kasus di Pantai Kaduara Barat

Larangan - Pamekasan), dalam Jurnal NUANSA, Vol.3, No.1, Januari-

Juni 2007.

5. Kusmayati, Hermien, 2006, Rokat Tase: Upacara dan Pertunjukan

Pesisir, dalam Majalah Gong No. 81/VIII/2006.

6. Baidawi, Hanafi, 2008, Konstruksi Keberagamaan Masyarakat

Nelayan (Studi terhadap ritual "Rokat Tase" di Desa Branta,


21

Tlanakan, Pamekasan, Madura), skripsi pada Fakultas Adab UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, tidak diterbitkan.

7. Isnaini, Nurul, 2008, Pembelajaran Nilai Moral kepada Masyarakat

melalui Upacara Adat "Rokat Tase" (Studi Praktik Pendidikan

Informal di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong

Kabupaten Sampang-Madura), skripsi pada Universitas Negeri

Malang, tidak diterbitkan.

8. Imam, 2013, Integrasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Rokat

Tasek di Desa Dapinda, Kecamatan Batang-Batang, kabupaten

Sumenep-Madura, skripsi pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

9. Suadah, 2009, Budaya Rokat Tase Masyarakat Nelayan Desa

Padelegan Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan, skripsi

pada Universitas Muhammadiyah Malang, tidak diterbitkan.

2. Jalan Penelitian

a. Melakukan penelitian atas upacara rokat pangkalan, baik persiapan

sebelum berlangsungnya upacara hingga setelah seluruh rangkaian

upacara rokat pangkalan selesai dilaksanakan.

b. Mengumpulkan sebanyak mungkin data atau tulisan yang membahas

tentang upacara rokat pangkalan. Selanjutnya, penulis melakukan

pendataan dan membaca buku-buku kosmologi sebagai bahan analisis,

dan mengumpulkannya dengan menggunakan sistem kartu.


22

c. Penentuan klasifikasi dan kategori data. Data yang sudah terkumpul

dalam kartu data kemudian di-display untuk dilakukan klasifikasi.

Klasifikasi ini penting dilakukan untuk menentukan apakah data yang

diperoleh merupakan data primer ataukah data sekunder. Klasifikasi

ini akan memudahkan dalam melakukan analisa dan penyusunan bab

beserta sub-babnya.

d. Menyusun draft hasil penelitian.

e. Menyusun laporan hasil penelitian.

3. Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Hermeneutika-filsafati

Hermeneutika adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman

teks. Hermeneutika sebagai sebuah metode penafsiran tidak memandang karya

sebagai objek, melainkan sebagai karya (Palmer, 1969: 8). Hermeneutika

mengandung unsur metodis deskripsi, interpretasi, tidak hanya memandang teks

tetapi juga menggali makna dengan mempertimbangkan horizon-horizon yang

melingkupi teks tersebut, baik itu horizon pengarang, pembaca, maupun teks itu

sendiri (Raharjo: 2008: 31). Metode ini diupayakan untuk melakukan rekonstruksi

dan reproduksi makna teks.

Analisis data mengggunakan metode hermeneutika-filsafati dengan unsur-

unsur metodis, yaitu: a) Deskripsi, data yang terkumpul merupakan data yang

dinilai akurat sesuai dengan tema penelitian, disajikan sebagaimana adanya,


23

kemudian diklasifikasikan. b) Komparasi, data yang terhimpun dikaji arti dan

maksud yang terkandung di dalamnya, juga keterkaitannya dengan permasalahan

penelitian, dan dikomparasikan secara teliti dengan hasil refleksi peneliti. c)

Refleksi, hasil analisa kedua unsur metodis tersebut dengan keyakinan peneliti,

data kemudian diinterpretasi oleh peneliti (Bakker dan Zubair, 1990: 104-105)

b. Heuristika

Metode heuristika merupakan metode untuk menemukan dan

mengembangkan metode baru dalam suatu ilmu pengetahuan bahkan pada filsafat

itu sendiri (Bakker dan Zubair, 1990: 52). Metode ini sangat diperlukan karena

objek kajian tentang dimensi kosmologis upacara rokat pangkalan yang terkait

dengan nilai filosofis sebuah daerah, memerlukan jalan pemecahan baru dan

inovatif.

F. Sistematika Penulisan

Bab I, merupakan pengantar atau pendahuluan, yang berisi latar belakang

masalah, mengapa penulis tertarik mengkaji tema ini. Di dalam bab I ini, penulis

juga menjelaskan perangkat-perangkat lain yang mendukung penelitian, seperti

perumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, dan metodologi penelitian.

Bab II, membahas kerangka teoritis kosmologi secara umum. Penjelasan

ini sangat bermanfaat dan penting dilakukan guna dapat memahami dimensi

kosmologis dalam upacara rokat pangkalan. Di dalam bab ini akan dipaparkan
24

segala hal yang terkait dengan kosmologi untuk memudahkan melakukan analisis

terhadap pembahasan-pembahasan di dalam bab berikutnya.

Bab III, menjelaskan tentang upacara rokat pangkalan, semua elemen

yang menjadi unsur dalam upacara rokat pangkalan, baik sebelum

dilangsungkannya upacara, ketika upacara sedang berlangsung, hingga sesudah

upacara, yang merupakan rangkaian tidak terpisahkan dari apa yang disebut orang

Madura sebagai rokat pangkalan itu sendiri.

Bab IV, adalah menguraikan konsep kosmologi upacara rokat pangkalan.

Pembahasan yang dilakukan dalam bab ini tidak semata-mata menjelaskan konsep

kosmologi upacara rokat pangkalan secara tekstual, tetapi dilihat secara lebih luas

dalam kaitannya situasi sosial yang melatarbelakangi berlangsungnya upacara ini.

Kosmologi upacara rokat pangkalan ditinjau dari simbol-simbol semua elemen

yang menjadi unsur dari berlangsungnya upacara rokat pangkalan secara utuh dan

komprehensif.

Bab V, akan diuraikan tentang relevansi upacara rokat pangkalan ditinjau

dari kosmologi dan filsafat terhadap religiusitas manusia Madura, terutama

tentang pandangan dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam upacara rokat

pangkalan untuk memperkaya horizon pemikiran filsafat Nusantara.

Bab VI, merupakan bab penutup yang didalamnya berisi kesimpulan dari

hasil kajian, saran, serta kritik yang konstruktif. Selanjutnya diakhiri dengan

daftar pustaka.
25

Anda mungkin juga menyukai