Anda di halaman 1dari 16

Tugas Individu

SUMMARY BUKU
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

OLEH:

HAERIANI. H

1325044009

S1

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2014
I. PENDAHULUAN

Buku ini berjudul belajar dan pembelajaran yang di karang oleh Prof. Dr.
Aunurrahman, M.Pd. Pertama diterbitkan di Bandung tahun 2009 oleh penerbit
Alfabeta dan buku ini merupakan cetakan ketujuh yang diterbitkan oleh Alfabeta
pada tahun 2012. Pertama, buku ini dapat digunakan oleh semua praktisi dan
akademisi, baik itu mahasiswa, guru, dosen, pelatih, instruktur, dan perancang
program latihan yang mengambil bidang teknologi pendidikan. Kedua, buku ini
mengkaji dan membahas tentang paradigma baru pembelajaran untuk diterapkan
di pendidikan formal, sekolah, perguruan tinggi, dan non formal seperti tempat
kursus, diklat, pelatihan, serta pendidikan luar sekolah. Ketebalan buku ini terdiri
dari 244 halaman.

Isi buku ini terdiri dari 9 bab yaitu 1) Paradigma Alternatif Pembelajaran,
2) Hakikat dan Ciri-Ciri Belajar, 3) Perkembangan Moral dan Implementasinya
Dalam Pembelajaran, 4) Kecerdasan Emosional Sebagai Hasil Belajar, 5) Prinsip-
Prinsip Belajar, 6) Model-Model Pembelajaran, 7) Masalah-Masalah Belajar, 8)
Evaluasi Belajar dan Pembelajaran, 9) Memahami E-Learning. Buku ini di sertai
dengan gambar, tabel dan setiap bab di beri penjelasan dengan jelas agar pembaca
dapat memahami isi bukunya.
Seperti kita pahami bersama, banyak pandangan yang memberikan arah
baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan yang semakin mendorong
terjadinya perubahan konsep dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran
sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir di dalam memahami lebih
dalam persoalan-persoalan pembelajaran. Beberapa dimensi yang terkait dengan
paradigma alternatif pembelajaran, yaitu : perlunya paradigm alternatif
pembelajaran, belajar sebagai pilar utama pendidikan, pembelajaran sebagai
proses pemberdayaan diri, konstruktivisme sebagai paradigm pembelajaran
alternatif.
Istilah belajar tidak asing lagi bagi kita, namaun dipandnag perlu untuk
mengkaji kembali secara lebih mendalam agar kita dapat menemukan makna
esensial belajar, sekaligus pula mengklarifikasi apakah kegiatan-kegiatan yang
selama ini kita sebut belajar, sudah sesuai dengan hakikat belajar sesungguhnya,
terutama sekali jjika mengacu pada paradigm pembelajaran. Oleh sebab itu
perlunya membahas hakikat dan cirri-ciri belajar, dimulai dari pembahasan
tentang pengertian belajar, tujuan dan prinsip-prinsip belajar, dan implikasinya
prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran.
Salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pembelajaran adalah
pemahaman peserta didik. Aspek-aspek yang terkait dengan peserta didik salah
satu diantaranya berkenan dengan pemahaman perkembangan fisik dan psikis.
Dlama teori perkembangan moral, Kohlberg memberikan penekanan tentang
pentingnya pemahaman guru terhadap perkembangan moral anak sebagai bagian
dari karakteristik individual peserta didik. Dengan memahami perkembangan
moral siswa, amaka guru dapat mengeksplorasi, memilih dan menentukan bahan
belajar, strategi pembelajaran, model-model pemberian motivasi serta bentuk-
bentuk evaluasi yang tepat untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif.
Uraian-uraian di atas di satu sisi secara umum mengisyaratkan adanya
urutan-urutan perkembangan yang sama pada anak, akan tetapi juga memberikan
gambaran tentang karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu
sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam
keunikannya. Dalam keadaan itu, maka guru harus dapat memahami keunikan-
keunikan peserta didik agar dapat mendorong terjadinya perkembangan peserta
didik secara optimal, khususnya melalui proses pembelajaran. Secara lebih
spesifik dengan memahami perkembangan moral anak, maka guru dapat memilih
pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai, teknik-teknik
pemotivasi yang tepat serta pendekatan dan teknik evaluasi sesuai.
II. RINGKASAN BUKU
A. BAB I
Isi dari bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari : perlunya paradigm
baru pendidkan, pembelajaran sebagai pilar utama pendidikan, pemebelajaran
sebagai proses pemberdayaan, paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran.
Bab ini membahas tentang paradigma alternatif pembelajaran. Dalam
pembahasannya terdapat perubahan-perubahan paradigma pendidikan yang
menempatkan manuasi sebagai daya yang utuh memberikan arah kebijakan
mendasar dalam meletakkan kerangka bagi pembangunan pendidikan masa
mendatang. Perubahan-perubahan pandangan ini berimplikasi terhadap terjadinya
perubahan cara pandang bahkan konsep dalam memaknai eksistensi, prinsip-
prinsip dan pendekatan-pendekatan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Pengambangan potensi siswa secara
tidak seimbang pada gilirannya menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli
pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan
parsial. Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan
tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat
keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada
bidang studinya saja (Gordon, 1997: 8). Komisi pendidkan untuk Abad XXI
(Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah
belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4
pilar, yaitu;
1. Laerning to know,
2. Learning to do,
3. Learning to live together, learning to live with others, dan
4. Learning to be.

Untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang dapat


mendorong pengembangan potensi siswa secara komprehensip, maka guru harus
memiliki wawasan dan kerangka piker yang holistik tentang pembelajaran.
Karena itu keberadaan paradigma konstruktivisme menjadi alternatif yang perlu
dikaji secara cermat agar prinsip-prinsip dasarnya dapat diimplementasikan di
dalam proses pembelajaran. Sebagai salah satu alternatif, konstruktivisme
memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif
siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar
merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja.
B. BAB II

Bab II ini berisi tentang tentang pandangan-pandangan pembelajaran


sebagai sebuah sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait dan
bersinergi untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi secara optimal.
Dalam bab ini, juga dikemukakan pengertian belajar, cirri-ciri dan tujuan belajar.
Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk di dalamnya
belajar bagaimana seharusnya belajar. Sebuah survey memperlihatkan bahwa 82%
anak-anak yang masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang
positif tentang kemampuan belajar mereka sendiri. Tetapi angka tinggi tersebut
menurun drastic menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16 tahun.
Konsekuensinya, 4 dari 5 remaja dan orang dewasa memulai pengalaman
belajarnya yang baru dengan perasaan ketidaknyamanan (Nichol, 2002: 37).

Belajar
Burton, dalam sebuah buku The Guidance of Learning Avtivities,
merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Definisi lain tentang belajar dikemukakan oleh H.C. Witherington, dalam


sebuah buku Educational Psychology mengemukakan bahwa belajar adalah
suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola
baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu
pengertian.
Dalam sebuah situs tentang pengertian belajar, Abdillah (2002)
mengidentifikasi sejumlah pengertian belajar yang bersumber dari para ahli
pendidikan / pembelajaran.
Wragg (1994) mengemukakan beberapa cirri umum kegiatan belajar :
1. Pertama, belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang
disadari atau disengaja.
2. Kedua, belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.
3. Ketiga, hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

Dalam pengertian yang umum dan sederhana, belajar seringkali diartikan


sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan , keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang
untuk belajar menajdi cirri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis
mahluk yang lain (Gredler, 1994: 1).
Ada beberapa aliran atau teori belajar yang sangat berpengaruh terhadap
berkembangnya pandangan dan konsep tentang belajar-diantaranya;
Behaviorisme, Kognitivisme, Teori belajar Psikologi Sosial dan Teori belajar
Gagne. Keempat aliran atau teori ini memberikan penekanan aktivitas dan hasil
belajar pada dimensi-dimensi tingkah laku tertenatu, sehingga member nuansa
pemahaman yang semakin luas tentang belajar. Meskipun terdapat penekanan
yang berbeda tersebut, namun kesamaannya terutaman adalah bahwa belajar
merupakan proses internal yang kompleks, yang melibatkan seluruh mental pada
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Untuk memahami secara spesifik tentang perubahan tingkah laku sebagai
akibat terjadinya proses belajar ini, beberapa ahli memilih perilaku individu dalam
tiga kawasan atau ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga
ranah tersebut sesungguhnya bukan merupakan bagian yang terpisah, akan tetapi
memiliki keterkitan satu dengan yang lain. Masing-masing ranah tersebut
selanjutnya dijabarkan kedalam bagian-bagian yang lebih spesifik yang disebut
hirarki perilaku belajar atau hirarki tujuan belajar.

C. BAB III
Bab ini berisi tentang Pengambangan Moral dan Implementasinya dalam
Pembelajaran yang membahas tentang proses pembelajaran yang berdaya dan
berhasil guna bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, akan tetapi terkait
dengan berbagai faktor yang saling terkait. Salah satu dimensi penting adalah
berkaitan dengan peserta didik tahap-tahap perkembangan moral anak.
Berkaitan dengan perkembangan moral, Piaget mengemukakan dua tahap
perkembangan yang dialami oleh setiap individu.
1. Tahap pertama disebut Heterenomous atau Realisme Moral. Dalam
tahap ini seorang anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang
diberikan oleh orang-orang yang berkomponen untuk itu.
2. Tahap kedua disebut Autonomous Morality atau Independasi Moral,
dalam tahap ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi
aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Uraian di atas di satu sisi secara umum mengisyaratkan adanya urutan-urutan


perkembangan yang sama pada anak, akan tetapi juga memberikan gambaran
tentang karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai
kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya.
Dalam keadaan itu, maka guru harus dapat memahami keunikan-keunikan peserta
didik agar dapat mendorong terjadinya perkembangan peserta didik secara
optimal, khususnya melalui proses pembelajaran.

D. BAB IV
Bab IV berisi tentang Kecerdasan Emosional sebagai Hasil Belajar,
yang membahas pengertian dan ciri-ciri emosional, emosi dan kegunaanya.
Selain itu, dikemukakan juga tentang kecakapan-kecapakan emosional, dan
penerapan kecerdasan emosional. Daniel Golemen, pada salah satu bukunya yang
berjudul Working with Emotional Intelligence mencoba menjelaskan beberapa
konsep keliru yang paling lazim terjadi dan harus diluruskan.
1. Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti bersikap ramah. Pada saat-
saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap ramah melainkan, sikap
tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan
kebenaran yang selama ini dihindari.
2. Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada
perasaan untuk berkuasa, memanjakan perasaan-perasaan, melainkan
mengelola perasaan-perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara
tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar
menuju sasaran bersama.

Salovey dan Meyer mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosional


sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan.
Goleman menggambarkan beberapa cirri kecerdasan emosional yang
terdapat pada diri seseorang berupa :
1. Kemampuan memotivasi diri sendiri;
2. Ketahanan menghadapi frustasi;
3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan
kesenangan;
4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dilatih


emosinya pada permulaan masa kanak-kanaknya sungguh-sungguh
mengembangkan jenis keterampilan sosial ini di kemudian hari, keterampilan
sosial mampu membantu mereka untuk diterima oleh rekan-rekan sebaya dan
untuk menjalin persahabatan-persahabatan (Gottman & DeClaire, 1997: 29).
Kecerdasan emosi merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling
mendalam, dan merupakan suatu kekuatan, karena dengan adanya emosi itu
manusia dapat menjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi.
Dalam proses pembelajaran, penerapan kecerdasan emosional dapat
dilakukan secara luas dalam berbagai sesi, aktivitas dan bentuk-bentuk spesifik
pembelajaran. Pemahaman guru terhadap kecerdasan emosional serta pengetahuan
tentang cara-cara penerapannya kepada anak pada saat ini merupakan bagian
penting dalam rangka membantu mewujudkan perkembangan potensi-potensi
anak secara optimal.

E. BAB V
Isi bab V yaitu tentang Prinsip-Prinsip Belajar yang diartikan sebagai
pandangan-pandangan mendasar dan dianggap penting yang dijadikan sebagai
pegangan di dalam melaksanakan kegiatan belajar. Prinsip belajar merupakan
akumulasi pengalaman panjang guru tentang hal-hal positif yang diharapkan, atau
bersumber dari temuan-temuan penelitian yang sengaja dirancang utnuk menguji
validitas prinsip-prinsip belajar tertentu yang diyakini efektivitasnya.
Prinsip-prinsip belajar bermanfaat untuk memberikan arah tentang apa saja
yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam
proses pembelajaran. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar
dalam proses pembelajaran akan membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan
pembelajaran sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
dirumuskan.
Belajar prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan guru di dalam
pelaksanaan proses pembelajaran dan diyakini memberikan pengaruh bagi
pencapaian hasil belajar diantaranya adalah :
1. Prinsip perhatian dan motivasi,
2. Prinsip transfer dan retensi,
3. Prinsip keaktifan,
4. Prinsip keterlibatan langsung,
5. Prinsip pengulangan,
6. Prinsip tantangan,
7. Prinsip balikan dan penguatan,
8. Prinsip perbedaan individual.
Penerapan prinsip-prinsip belajar di atas terimplementasi di dalam model
dan metode pembelajaran yang dikembangkan guru. Oleh sebab itu ketika
menyusun perencanaan pembelajaran, di samping memilih dan menentukan
metode pembelajaran., guru juga sebaiknya mengkaji prinsip-prinsip belajar
secara cermat agar seluruh aktivitas pembelajaran benar-benar dapat mendorong
terjadinya proses siswa secara aktif.

F. BAB VI
Isi dari bab ini tentang Model-model Pembelajaran yang membahas
hakikat model pembelajaran. Selain itu, dikemukakan juga kelompok dan jenis-
jenis model pembelajaran. Dan membahas tentang berkembangnya berbagai jenis
model pembelajaran pada prinsipnya didasari pemikiran tentang keberagaman
siswa, bias dilihat dari perbedaan kemampuan, modalitas belajar, motivasi, minat
dan beberapa dimensi psikologis lainnya.
Selain dasar pemikiran tersebut keragaman model pembelajaran juga
dikembangkan untuk menyesuaikan karakteristik mata pelajaran atau materi
pelajaran tertentu yang tidak memungkinkan guru hanya terpaku pada model
pembelajaran tertentu. Keterampilan model pembelajaran juga dapat mendorong
tumbuhnya motivasi siswa, terjadinya iklim belajar yang menyenangkan sehingga
siswa mampu memutuskan aktivitas serta perhatian terhadap kegiatan belajar yang
sedang berlangsung.
Ada beberapa model pembelajaran yang dikemukakan oleh Lapp, Bender,
Ellenwood, dan John (1975) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar
mengajar dapat dijabarkan dari 4 model utama, yaitu :
1. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan perannya dalam
pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang
disajikan.
2. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan
sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi
individual siswa.
3. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan
memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
4. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru
dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses
pembelajaran.

Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun


pemisah antara satu model dengan model yang lain tidal bersifat deskrit. Masing-
masing model tersebut memiliki cirri spesifik yang memiliki kelebihan-kelebihan
tersendiri dari model yang lain. Karena itu diperlukan ketajaman analisis guru
dalam melihat kelebihan dan kelemahan model-model tertentu untuk selanjutnya
dapat dikombinasikan dengan model yang lain, karena kita pahami bahwa tidak
satupun model tunggal yang dapat merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan
tujuan pembelajaran yang berbeda. Keunggulan model pembelajaran dapat
dihasilkan justru bilamana guru mampu mengadaptasikan atau memadukan
beberapa model sehingga menjadi lebih serasi dalam mencapai hasil siswa yang
lebih baik.

G. BAB VII
Pada bab ini diuraikan tentang Masalah-masalah belajar. Secara
sederhana masalah belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menghambat tercapainya tujuan belajar. Dari berbagai pendapat dan hasil
penelitian kita mendapat kejelasan bahwa masalah-masalah belajar baik intern
maupun ekstern dapat bersumber atau dalam dinamikanya dapat dikaji dari
dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Demikian pula dilihat dari tahapannya,
masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar
dan sesudah belajar.

Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar dapat muncul pada waktu


sebelum kegiatan belajar, selama berlangsungnya proses belajar dan sesudah
belajar. Sebelum proses belajar, masalah belajar dapat berhubungan minat,
kecakapan maupun pengalaman-pengalaman siswa. Selama proses belajar,
masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi,
konsentrasi, kemampuan pengolahan pesan pembelajaran, kemampuan
menyimpan pesan, kemampuan menggali kembali pesan yang telah terseimpan,
serta untuk hasil belajar. Sesudah belajar , masalah belajar dimungkinkan
berkaitan dengan penerapan prestasi atau keterampilan yang sudah diperoleh
melalui proses belajar sebelumnya.

Dari dimensi guru, masalah belajar juga dapat terjadi sebelum kegiatan
belajar, selama proses belajar dan pada akhir proses evaluasi hasil belajar.
Sebelum belajar masalah belajar seringkali berkaitan dengan pengorganisasian
belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenan dengan bahan
belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan belajar, masalah belajar
yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar.

H. BAB VIII
Pada bab ini diuraikan tentang Evaluasi belajar dan pembelajaran.
Pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan
mengukur dan menilai. Selanjutanya pendapat dari aunurrahman menyatakan
bahwa evaluasi merupakan salah satu komponen penting di dalam seluruh
rangkaian kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi secara benar, guru
dapat mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya,
pada tiap kali pertemuan, setiap catur wulan, setiap semester, setiap tahun, bahkan
selama berada pada satuan pendidikan tertentu.
Karena evaluasi merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam proses
pembelajaran, maka setiap guru dituntut memiliki kapasitas kemampuan untuk
melaksanakan evaluasi secara tepat agar hasil yang diperoleh melalui kegiatan
evaluasi tersebut mampu memberikan gambaran yang benar dari tingkat
kemampuan siswa. Pemahaman guru yang baik tentang hakikat, prosedur, jenis-
jenis serta prinsip-prinsip evaluasi merupakan kerangka mendasar untuk
membangun kemampuan melaksanakan evaluasi secara tepat. Pada gilirannya
evaluasi yang tepat adalah evaluasi yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip tertentu dan tidak terlepas dari kekhususan atau karakteristik serta tujuan
pembelajaran.

I. BAB XI
Bab ini membahas tentang Memahami pembelajaran elektronik (E-
Learning). E-learning merupakan salah satu wujud nyata perubahan besar kalau
tidak dikatakan revolusi di dalam kemajuan teknologi pendidikan. Dalam waktu
yang panjang kita mengenal proses pembelajaran hanya melalui tatap muka yang
mempersyaratkan guru atau sumber belajar dan siswa berada pada tempat yang
sama dan dalam waktu yang sama dengan pembatasan waktu dan tempat secara
ketat.
Ketika perkembangan selanjutnya guru dan siswa dapat belajar dengan
bantuan media cetak, menyebabkan proses belajar dapat berlangsung meskipun
siswa dan guru tidak berada pada tempat dan waktu secara bersamaan karena
adanya bantuan modul-modul belajar. Kelemahannya tidak dapat terjadi interaksi
apalagi dalam waktu bersamaan. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi teratasi
ketika komunikasi telah dilakukan melalui fasilitas elektronik secara online.
Melalui media komunikasi elektronik ini, di samping banyak nilai tambah,
keunggulan atau kelebihan, mengharuskan pula kita untuk mengkaji berbagai
faktor yang tidak dapat hadir bersamaan dengan komunikasi online tersebut,
terutama berkenan aspek-aspek pedagois. Namun demikian beberapa pendapat
mengungkapkan bahwa pembelajaran melalui komunikasi online tidak berarti
meniadakan unsur-unsur pedagois, karena di dalamnya juga dikembangakan
beberapa pendekatan pembelajaran antara lain yang menekankan pada
pendekatan-pendekatan kelompok, aktivitas-aktivitas kolaborasi, diskusi-diskusi
langsung, pengembangan model-model permainan dan beberapa bentuk
penekanan pembelajaran lainnya melalui online.

III. PENUTUP

Desain sistem pembelajaran merupakan salah satu upaya yang perlu


dilakukan untuk menciptakan sistem pembelajaran yang berkualitas, yaitu
pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. pembelajaran yang efektif adalah
aktivitas dan proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Pengambangan potensi siswa secara
tidak seimbang pada gilirannya menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli
pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan
parsial. Komisi pendidkan untuk Abad XXI (Unesco 1996: 85) melihat bahwa
hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya
dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu;
1. Laerning to know,
2. Learning to do,
3. Learning to live together, learning to live with others, dan
4. Learning to be.

Dalam pengertian yang umum dan sederhana, belajar seringkali diartikan


sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan , keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang
untuk belajar menajdi cirri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis
mahluk yang lain (Gredler, 1994: 1).
Dalam sistem pembelajaran dikemukakan dalam bentuk model yang dapat
memudahkan para pengguna untuk menerapkannya secara sistemik dan
sistematik. Ada beberapa model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan
oleh para ahli sistem pembelajaran. Setiap model desain sistem pembelajaran
mempunyai karakteristik dan kekuatan yang spesifik dan penggunaannya perlu
didasarkan pada kebutuhan.
Ada beberapa model pembelajaran yang dikemukakan oleh Lapp, Bender,
Ellenwood, dan John (1975) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar
mengajar dapat dijabarkan dari 4 model utama, yaitu :
5. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan perannya dalam
pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang
disajikan.
6. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan
sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi
individual siswa.
7. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan
memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
8. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru
dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses
pembelajaran.

Aktivitas desain sistem pembelajaran dapat dilakukan baik pada tingkat


perorangan, seperti guru dan instruktur, maupun tingkat kerja tim (teamwork)
yang sengaja ditugaskan untuk menciptakan sebuah sistem pembelajaran dalam
skala lebih besar. Dengan kata lain, aktivitas desain sistem pembelajaran dapat
diaplikasikan untuk keperluan mendesain aktivitas pembelajaran yang bersifat
mikro, messo, dan makro.
Model-model desain sistem pembelajaran kerap memperlihatkan beberapa
perbedaan baik dalam hal langkah-langkah yang terdapat di dalamnya maupun
istilah-istilah atau kosa kata yang digunakan. Namun demikian, pada dasarnya
semua model desain sistem pembelajaran memiliki beberapa kesamaan dalam hal
komponen-kornponen yang terdapat di dalamnya, seperti analisis, desain,
pengembangan, irnplementasi, dan evaluasi.
Dalam prakrek di lapangan, paradigma desain sistem pembelajaran yang
selama ini didominasi oleh teori belajar behavioristik telah mengalami pergeseran
ke arah pendekatan pembelajaran yang bersifat konstruktivistik. Pendekatan ini
lebih memandang siswa sebagai pembangun ilmu pengetahuan (knowledge
builder) daripada penerima ilmu pengetahuan yang bersifat pasif.

Pendekatan konstruktivistik mendorong individu, melalui pengalaman


belajar yang ditempuh, untuk berupaya menemukan dan menafsirkan pengetahuan
menjadi hasil belajar yang bermakna bagi dirinya. Dalam konteks pendekatan
pembelajaran konstruktivistik, guru atau instruktur perlu menjalankan tugasnya
sebagai fasilitator yang dapat membantu membangun ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa.

Anda mungkin juga menyukai