Anda di halaman 1dari 21

1.

TUJUAN

1. Mengetahui struktur mikro suatu logam.


2. Dapat mengenali struktur-struktur yang tampak.
3. Mengetahui pengaruh komposisi terhadap struktur mikro suatu logam.
4. Dapat melakukan analisa terhadap logam berdasarkan struktur mikronya.
5. Mengerti kegunaan metalografi dalam analisa logam.

2. TEORI DASAR

Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai struktur mikro


material logam. Kondisi struktur mikro suatu material sangat mempengaruhi sifat-
sifat mekanisnya. Dengan pengamatan dan analisa mikro struktur dapat diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi sifat suatu material.

Material Uji

Material uji (spesimen) yang diperlukan untuk pengamatan metalografi


bisa disiapkan dengan berbagai macam ukuran. Untuk meningkatkan efisiensi,
lebih baik bila spesimen berukuran lebih kecil namun bisa mewakili bagian yang
ingin diperiksa atau merupakan bagian yang ingin diteliti. Pemisahan spesimen
bisa dilakukan dengan menggunakan metode-metode pemotongan yang umum
digunakan, seperti menggunakan gergaji, roda abrasif, atau dengan flame cutting.
Dianjurkan bahwa dilakukan proses pemotongan yang menghasilkan
deformasi/perubahan struktur yang terendah, dan dilakukan dengan panas yang
minimal. Dalam hal ini, yang terbaik adalah dengan menggunakan roda abrasif,
dengan pemotongan yang disertai dengan pemberian cairan pendingin.

Bila spesimen memiliki ukuran yang kecil, tipis, atau sulit dipegang,
misalkan plat tipis atau kawat berukuran kecil, maka dianjurkan untuk melakukan
proses mounting. Mounting adalah penggunaan pemegang atau proses
pembesaran pemegang spesimen. Pemegang biasanya digunakan untuk plat tipis,
dimana beberapa plat ditumpuk sehingga menghasilkan spesimen yang berukuran
cukup besar yang akan mempermudah penanganan. Pembesaran spesimen
dilakukan dengan menggunakan bahan resin atau plastic thermosetting. Spesimen
dicetakkan dengan bahan ini sehingga memiliki ukuran yang lebih besar. Jenis
bahan yang digunakan tergantung pada spesimen yang diuji. Plastic
thermosetting tidak cocok untuk material yang rentan terhadap temperatur atau
tekanan tinggi, karena proses pengerasan plastik thermosetting memerlukan
penekanan yang disertai dengan pemanasan. Resin memiliki keunggulan karena
tidak memerlukan pemanasan atau penekanan untuk mengeras. Plastik
thermosetting yang umum digunakan adalah Bakelite atau Lucite, dimana Lucite
memiliki warna transparan.

Setelah spesimen dipotong dan dapat dipegang dengan mudah, maka


dilakukan penghalusan permukaan. Proses penghalusan permukaan dilakukan
dengan menggunakan amplas atau poles. Pengamplasan dilakukan dalam dua
tahap, yaitu pengamplasan kasar (grade 80-320) dan pengamplasan halus (grade
400-1200). Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan air, untuk mencegah
pemanasan, dan orientasi pengamplasan dirotasi 90o pada tiap kali penggantian
amplas, untuk mempermudah pengamatan terhadap laju pengamplasan.
Pengamplasan kasar dilakukan secukupnya sehingga lapisan yang terpengaruh
oleh proses pemotongan dapat hilang seluruhnya. Agar proses penghalusan bisa
menghasilkan permukaan yang baik, maka perlu diperhatikan lama pengamplasan
pada tiap grade dan kualitas amplas yang digunakan. Waktu pengamplasan
disarankan 2-3 kali waktu yang diperlukan untuk menghasilkan garis gores
yang seragam. Penggunaan amplas baru dengan amplas lama akan berpengaruh
terhadap kualitas permukaan dan lama waktu yang dibutuhkan. Hal ini karena
amplas lama menyebabkan permukaan spesimen mengalami pengerjaan dingin.

Setelah pengamplasan selesai, maka dilanjutkan dengan pemolesan.


Abrasif yang digunakan bisa berupa pasta intan, serbuk MgO, alumina, atau SiO 2.
Pemolesan dilakukan sampai semua bekas goresan amplas hilang. Setelah
pemolesan selesai, maka permukaan spesimen harus dibersihkan dari sisa-sisa
sebuk abrasif. Hal ini bisa dilakukan dengan membilas dengan air atau secara
ultrasonic. Metode pemolesan, lama pemolesan, dan jenis abrasif yang digunakan
tergantung pada jenis paduan, fase paduan tersebut, dan tingkat kehalusan yang
diinginkan. Intan dan alumina digunakan untuk pemolesan awal, dan SiO 2 dan
MgO untuk pemolesan terakhir. Untuk paduan-paduan tertentu, seringkali proses
pemolesan diselingi dengan pengetsaan. Untuk metode yang tepat untuk tiap jenis
logam atau paduan, dianjurkan untuk melihat referensi, misalnya ASM Handbook
Vol. 9: Metallography and Microstructures. Penyiapan spesimen perlu
diperhitungkan dengan seksama, karena akan mempengaruhi struktur tampak.
Seandainya terjadi keraguan terhadap struktur yang terlihat, maka dianjurkan
untuk melakukan proses pengamplasan atau pemolesan lagi. Ketidaksempurnaan
permukaan akibat goresan-goresan yang tidak hilang akan tampak sangat jelas,
terutama dengan pembesaran yang tinggi. Kebersihan yang rendah terhadap
permukaan spesimen dapat menyebabkan munculnya struktur-struktur semu,
yang merupakan pengotor, perubahan akibat pemanasan, atau abrasif yang
tersisa.

Etsa

Etsa merupakan larutan kimia yang digunakan untuk memungkinkan


pengamatan struktur mikro. Etsa bekerja dengan tiga cara yaitu :

1. Melarutkan lapisan aliran logam yang terbentuk sebagai akibat dari proses
persiapan permukaan spesimen.
2. Membedakan struktur yang terdapat pada logam.
3. Memberikan warna pada struktur mikro sehingga mempermudah
pengenalan dan analisa (untuk pengetsaan berwarna)

Etsa dapat membedakan struktur mikro karena perbedaan komposisi fase atau
orientasi kristal sehingga terjadi perbedaan tingkat pelarutan struktur oleh etsa
yang digunakan. Struktur yang mudah dilarutkan akan tampak gelap, karena
permukaannya menjadi tidak rata/kasar.

Jenis etsa yang digunakan harus bisa dipilih secara tepat. Pemilihan etsa
tergantung pada jenis material yang akan diamati serta jenis struktur yang menjadi
perhatian. Untuk beberapa paduan seperti paduan tembaga, terdapat beberapa
macam etsa yang memiliki fungsi yang sama. Untuk hal ini, dianjurkan untuk
menggunakan etsa yang paling mudah dibuat atau disesuaikan dengan etsa yang
digunakan oleh gambar referensi. Berikut adalah beberapa etsa yang umum
digunakan:

Fe dan Paduan

1. Nital : 1 5 ml HNO3 dan 98ml ethanol atau methanol (95% atau


absolute). Digunakan pada baja karbon untuk membedakan ferrite dengan
pearlite atau cementite, membedakan ferrite dengan martensite,
menunjukakan batas butiran ferrite. Lama pengetsaan : celup selama
beberapa detik sampai 1 menit.
2. Picral : 4 g asam picric, 100 ml ethanol atau methanol (95% atau
absolute), dan 4 5 tetes 17% zephiran chloride. Gunakan ethanol bila
asam mengandung 10% atau lebih air. Untuk baja karbon yang telah
mengalami perlakuan panas, memberikan resolusi yang lebih baik
daripada Nital untuk struktur halus. Membedakan karbida. Celup selama
beberapa detik sampai 1 menit.
3. Larutan Vilellas : 2 ml HCl, 1 g asam picric dan 100 ml ethanol atau
methanol (95% atau absolute). Menunjukkan batas butiran austenite pada
baja hasil pengerasan/tempering.

Aluminium dan paduannya

Etsa HF : 1 ml HF (48%) dan 200 ml H2O. Untuk struktur secara umum.


Celup selama 30-45 detik atau oleskan selama 15 detik. HF melarutkan
kaca.

Larutan Kellers : 2 ml HF(48%), 3 ml HCl (conc.), 5 ml HNO 3 (conc.),


190 ml H2O. Celupkan selama 8-15 detik, bilas dalam aliran air, keringkan
dengan udara panas. Jangan bersihkan permukaan dari sisa-sisa etsa.

Tembaga dan paduannya


5 g FeCl3, 5-30 ML HCl, dan 100 ml ethanol. Menggelapkan fase dalam

kuningan ( + ) dan kuningan aluminium. Celup atau oles selama 1

detiksampai beberapa menit. Dalam penyiapan etsa, perlu diperhatikan


mengenai bahaya cairan kimia. Hal ini penting karena kebanyakan etsa
mengandung atau memerlukan cairan kimia berupa asam atau basa konsentrat
serta senyawa senyawa yang beracun. Diwajibkan untuk membaca terlebih
dahulu keterangan yang terdapat pada botol-botol kimia sehingga bisa
menghindari kecelakaan. Penggunaan etsa harus dilakukan sesuai dengan
anjuran yang terdapat bagi tiap jenis etsa. Hal yang sama berlaku untuk
penyimpanan etsa, karena ada beberapa yang tidak stabil untuk disimpan lama
atau diperlukan dalam keadaan baru dicampur. Keterangan lengkap
mengenai jenis jenis penggunaan, dan penyiapan etsa dapat dilihat pada
ASTM E-407 atau buku ASM Handbook Vol.9 : Metallography and
Microstructures.

Struktur mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukand engan menggunakan pemebsaran yang


rendah terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat struktur mikro secara luas. Bila
kemudian terdapat daerah yang lmenarik perhatian, maka dilakukan
pengamatan dengan pembesaran yang lebih tinggi. Pembesaran awal
umumnya adalah 100 kali. Struktur mikro yang tampak sangat tergantung
pada jenis material yang diamati.

Baja karbon dan paduan

Baja karbon merupakan logam dengan unsur dasar Fe, dengan paduan
karbon tidak lebih dari 2% beratnya. Paduan lainnya yang biasanya diberikan
adalah mangan dengan jumlah tidak lebih dari 1%. Baja karbon memiliki
struktur berupa ferritepearlite (hypoeutectoid) atau pearlite-cementite
(hypereutectoid). Untuk baja eutectoid (0.8%), strukturnya adalah pearlite.
Ferrite akan tampak sebagai butiran berwarna terang, pearlite sebagai butiran
berwarna gelap, dan cementite sebagai butiran terang. Untuk membedakan
ferrite dengan cementite, biasanya dilakukan dengan menggunakan pengujian
kekerasan. Selain itu ferrite dan cementite jarang berada dalam struktur yang
sama, kecuali sebagai pearlite dan pada baja yang telah mengalami
spheroidizing, dimana cementite akan berupa butiran-butiran kecil yang
dibatasi oleh garis hitam.

Untuk baja yang telah mengalami pengerasan, misalnya quenching atau


tempering, maka sruktur metastabil umumnya tampak seperti martensite dan
bainite. Bila dietsa dengan Nital atau Picral, maka martensite berwarna terang
dan bainite cenderung gelap. Terdapat berbagai jenis martensite dan bainite,
dan terkadang agak sulit untuk dikenali atau dibedakan. Martensite dapat
dibedakan dengan ferrite karena ferrite lebih terang dan berupa butiran halus.

Pada baja paduan, terdapat berbagai variasi unsur tambahan yang dapat
dipadukan dengan Fe. Secara umum, fase yang tampak serupa dengan baja
karbon biasa, namun untuk beberapa paduan, fase austenite akan tampak. Hal
ini umumya tampak pada baja tahan karat atau baja paduan yang memiliki
kadar nikel tinggi.

Tembaga dan paduannya.

Tembaga ditandai dengan warnanya yang cenderung kekuningan atau


kemerahan, tergantung paduannya. Fase tembaga umumnya tunggal, namun
ada beberapa paduan yang memiliki fase ganda (+). Struktur paduan fase
ganda terdiri dari fase (tembaga) dan eutectic. Paduan tembaga dengan
oksigen menghasilkan struktur yang memiliki dendrite/partikel oksida. Untuk
membedakan antara paduan tembaga yang berfase tunggal agak sulit. Hal ini
karena semuanya memiliki fase yang sama, yaitu fase .
Aluminium

Aluminium merupakan logam yang memiliki sistem paduan yang luas


dengan berbagai jenis paduan. Hal ini menyulitkan pengenalan dan
pembedaan struktur mikro. Fase-fase yang tampak akan sangat bergantung
pada jenis paduan yang terdapat dalam logam tersebut. Selain itu,beberapa
fase berada dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga sulit untuk dipisahkan
dari fase-fase lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa fase yang dapat
dengan mudah dikenali. Salah satunya adalah keberadaan silicon. Hal ini
karena silicon memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam aluminium.
Paduan aluminium silicon akan terdiri dari silicon primer yang berada dalam
matriks eutectic. Pengetsaan dengan HF akan menyebabkan matriks eutectic
memiliki warna yang lebih terang daripada silicon primer.

Terdapat pula beberapa fase yang memiliki warna alami sebelum


pengetsaan yang khas. Hal ini berlaku untuk silicon, Mg 2Si, Mg2Al3, dan
CuAl2. Pengamatan dapat dilakukan pada permukaan yang telah dipoles halus
dan bersih, dengan pembesaran sekitar 500 kali. Dalam menentukan fase-fase
paduan aluminium, akan sangat membantu apabila telah diketahui komposisi
paduan tersebut terlebih dahulu.

Diagram Fase

Dalam melakukan analisa terhadap strutur mikro suatu logam, diagram


fase merupakan alat bantu yang sangat penting. Diagram fase digunakan
untuk memperkirakan komposisi logam berdasarkan fasenya yang tampak,
atau memperkirakan strukturnya berdasarkan komposisinya yang telah
diketahui terlebih dahulu. Diagram fase menunjukkan fase-fase yang muncul
sebagai akibat dari pendinginan secara equilibrium, dan tidak cocok untuk
digunakan dalam menganalisa logam yang telah mengalami pendinginan
yang non-equilibrium, seperti quenching. Untuk menentukan struktur hasil
quenching, diperlukan diagram IT (isothermal transformation) atau CT
(continuous transformation). Perlu diingat bahwa diagram fase hanya bisa
digunakan untuk system paduan tertentu saja.

Diagram fase untuk sistem paduan dua unsure relatif mudah untuk
diperoleh dan diterjemahkan. Diagram fase untuk sistem tiga paduan lebih
terbatas dan agak sulit diinterpretasi.

Yang lebih umum tersedia adalah potongan/irisan dari diagram fase tiga
paduan yang menghasilkan diagram fase dengan dua paduan bervariasi tetapi
satu paduan tetap.

Diagram fase untuk system paduan Fe-Fe3C dapat dilihat pada gambar 3.1

Dari diagram fase, dapat diketahui fase logam pada setiap tingkat
temperature dan % kadar paduan yang dimiliki. Diagram fase untuk system
paduan Cu-Zn dan Al-Mn masing-masing ditunjukkan pada gambar 3.2 dan
3.3
Gambar 3.2 diagram fase Cu-Zn

Gambar 3.3 Diagram fase Al-Mn

3. ALAT DAN BAHAN

1. Mikroskop optic tipe Examet Union 62023


2. Kamera Nikon tipe FX/35W
3. Mesin Amplas dan kertas amplas grade 100-1200
4. Mesin poles dan serbuk alumina (3 dan 0.3m)
5. Larutan etsa
6. Mesiun gergaji
7. Mesin bubut
8. Kikir
9. Malam
10. Alas kaca
11. Stopwatch
12. Alcohol (90%)
13. Kapas
14. Spesimen: St 42. St 60, aluminium, Al-12Si(cor), kuningan, tembaga

4. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Menyiapkan spesimen dari lonjoran bahan yang telah disediakan.


2. Melakukan proses facing permukaan yang akan diuji dengan
menggunakan mesin bubut. Menggunakan cairan pendingin untuk
mencegah pemanasan setempat
3. Menghaluskan permukaan tiap specimen dengan menggunakan
amplas. Mengamplas mulai dari grade 10 sampai dengan grade 1200.
Melakukan pengamplasan dengan pendingin berupa air. Menaikkan
grade apabila goresan pada permukaan telah seragam. Merotasi
orientasi specimen pada saat naik grade sehingga proses pengamplasan
bias lebih mudah diamati. Pengamplasan lebih mudah dilakukan bila
menggunakan kertas amplas baru.
4. Membersihkan permukaan specimen engan air dan mengeringkannya.
Menghaluskan permukaan yang tergores dengan amplas.
5. Melakukan pemolesan dengan menggunakan alumina berukuran 3 m.
Membuat larutan alumina dengan mencampur serbuk alumina dengan
air dengan perbandingan 1:3 dalam botol khusus.
6. Memutar roda poles lalu membershikan dengan menuangkan air 1
liter. Lalu memberikan larutan alumina sampai merata. Melakukan
pemolesan serupa dengan proses pengamplasan. Melakuka pemolesan
sampai goresan amplas hilang.
7. Membersihkan permukaan specimen dengan air. Membershikan roda
poles dengan cara yang sama seperti pada langkah 3. Menyiapkan
larutan poles dengan alumina 0.3 m, lalu memoles permukaan
specimen sampai permukaan serupa dengan cermin. Membersihkan
kembali roda poles.
8. Membersihkan permukaan specimen dengan air, lalu alcohol, lalu
mengeringkannya.
9. Menyiapkan larutan etsa sesuai dengan jenis logam. Menangani
larutan kimia berkonsentrasi tinggi dengan hati-hati. Mencampurkan
asam/basa ke air dengan perlahan-lahan.
10. Melakukan proses pengetsaan pada setiap specimen sesaui dengan
anjuran etsa yang digunakan.
11. Membersihkan permukaan specimen dari sisa-sisa cairan etsa dengan
menggunakan air lalu alcohol, dan mengeringkannya.
12. Menyiapkan mikroskop. Memasang lensa dengan perbesaran 10, 20,
dan 100 kali. Memasang lensa okuler dengan pembesaran 10 kali.
Siapkan kamera (baterai dan film).
13. Membentuk malam menjadi bulatan lalu menempelkan pada alas kaca.
14. Menempatkan specimen yang ingin diamati pada malam. Menurunkan
alas pengamatan lalu menempatkan alas kaca diatasnya.
15. Memosisikan lensa pembesaran 10 kali diatas tengah-tengah specimen
lalu tekankan specimen pada lensa sehinggan permukaan specimen
tegak lurus terhadap datangnya cahaya. Melakukannya dengan hati-
hati dan perlahan-lahan.
16. Menyalakan lampu mikroskop dan atur focus sehingga struktur mikro
logam terlihat jelas.
17. Melakukan pengamatan terhadap struktur mikro pada seluruh
penampang specimen. Melakukan proses pengamplasan, pemolesan
dan pengetsaan apabila pengamatan sulit dilakukan karena permukaan
specimen terlalu kasar.
18. Melakukan pengamatan dengan menggunakan pembesaran yang lebih
besar. Menurunkan alas pengamatan pada saat mengganti lensa
pembesaran, supaya lensa tidak bertabrakan dengan specimen.
19. Melakukan pemotretan pada bagian yang menjadi pengamatan
20. Melakukan pengamatan dan pengambilan foto untuk tiap specimen.
21. Mengembalikan lensa mikroskop ke tempatnya semula.

5. PENGOLAHAN DATA
ST42
Pearlit

Batas butir

Impurities
s

Ferrite

ST60
Pearlite
Ferrite

Impurities

Batas butir

Tembaga

Fase

Impurities

Batas butir Cacat


Twinning

Fase

Kuningan
Batas butir
Impuritie
s

Fase

Fase

Aluminium

Impurities

Alumuniu
Batas butir

6. ANALISA
Banyaknya kadar karbon bisa dilihat dari kadar pearlitenya dimana kadar
pearlite di ST60 lebih banyak dari ST42 sehingga karbon di ST60 lebih
banyak daripada ST42. Kadar tembaga juga lebih banyak pada tembaga murni
daripada pada kuningan, karena butiran fase dan fase pada tembaga murni
memiliki ukuran yang besar.

7. KESIMPULAN

Dengan metalografi, kita bisa mengetahui struktur mikro dari logam, dan
ternyata tiap-tiap logam memiliki bentuk mikrostruktur serta komposisi yang
unik, keunikan dalam bentuk-bentuk dan komposisi pada mikrostruktur inilah
yang akan mempengaruhi properti mekanis dari suatu logam.

8. JAWABAN PERTANYAAN

1. Ukuran butir yang kecil maka akan menghasilkan batasan butir yang
banyak, batasan butir ini akan melawan gaya tarik atau pun tekan yang
dilakukan terhadap benda. Sehingga akan diperlukan gaya yang besar
untuk mengatasi batasan-batasan butir ini. Dengan kata lain semakin
kecil ukuran butir-butir, maka logam itu akan lebih susah untuk
terdeformasi.
2. Iya, kita bisa mengetahuinya dengan menganalisanya melalui
metalografi. Pada saat kita melihat butiran melalui mikroskop
ditengah-tengah butiran tersebut terdapat sebuah butiran lagi yang
memiliki perbedaan warna yang kontras dengan butiran lainnya, inilah
yang disebut impurities
3. Impurities akan menyebabkan perubahan terhadap struktur kristal
terhadap suatu logam, hal ini akan menyebabkan butiran-butiran
bertambah banyak sehingga material akan lebih susah untuk
terdeformasi.

Tambahan-tambahan
Analisa struktur mikro tergantung pada apa yang ingin diketahui. Metalografi
memliki banyak fungsi, antara lain:

1. Memperkirakan komposisi suatu logam.

2. Memperkirakan kekuatan mekanis logam.

3. Menganalisa suatu proses manufaktur.

4. Menganalisa proses perlakuan panas.

5. Menganalisa pengaruh komposisi.

6. Menganalisa kegagalan.

Hal-hal diatas dapat diketahui berdasarkan fase yang tampak, bentuk dan
ukuran butiran, kondisi struktur, cacat atau pengotor yang terlihat, deformasi butir,
dan distribusi fase. Tidak semua hall yang telahdisebutkan diperlukan untuk
melakukan analisa. Misalnya untuk mengetahui perbandingan pengerjaan dingin
antar dua logam, yang diperhatikan adalah bentuk butiran dan tingkat deformasi
pada tiap butir. Analisa komposisi juga lebih mengutamakan fase yang tampak
serta perbandingannya. Namun, untuk analisa kekuatan mekanis, semua faktor
perlu diperhatikan. Hal ini karena tiap faktor memegang peranan yang penting.

Butiran

Setiap logam tidak bersifat homogen, tetapi terdiri dari sekumpulan kristal
yang menyatu menjadi satu. Satu buah kristal ini disebut sebagai butir.
Sesungguhnya, kristal logam memiliki berbentuk tiga dimensi, serupa dengan
kristal kuarsa. Dalam metalografi, yang terliaht adalah potongan dari kristal-
kristal logam.

Bentuk dan ukuran butiran mempengaruhi sifat-sifat logam. Sifat fisis, mekanis,
kimia, dan listrik semuanya terpengaruh oleh ukuran dan bentuk butiran. Butiran
umumnya dikaitkan dengan sifat mekanis dari logam. Logam dengan butiran yang
halus akan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Hal ini karena dislokasi yang
berupa slip atau twinning tidak bisa bergerak secara bebas melewati batas butir.

Dengan semakin kecilnya ukuran butir, maka jumlah batas butir akan semakin
banyak, sehingga gaya untuk menyebabkan dislokasi bergerak melintasi logam
akan meningkat. Pada temperatur tinggi, hal yang sebaliknya terjadi, dimana
butiran kecil menghasilkan kekuatan yang rendah. Hal ini karena batas butir
merupakan bagian terkahir yang membeku, sehingga pada temperatur tinggi,
merupakan bagian pertana yang mulai mencari dan kehilangan kekuatan. Bentuk
butiran berpengaruh terhadap kekuatan kristal pada tiap arah, dimana butiran
berbentuk equiaxed akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar pada arah
memnajang dari butir. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi bentuk dan
ukuran butir suatu logam, yaitu temperatur, komposisi, dan gaya. Faktor
temperatur berpengaruh karena butir akan tumbuh seiring dengan tinggi dan
lamanya logam berada pada temperatur tertentu. Laju pembekuan yang berbeda
dijumpai pada proses pengecoran logam, dimana proses yang memiliki pendingin
lambat (misalnya pengecoran pasir) akan menghasilkan butiran yang lebih besar
daripada proses pengecoran dengan pendinginan yang lebih cepat(misalnya die-
casting).

Komposisi berpengaruh pada ukuran butir karena unsur paduan


mempengaruhi proses pertumbuhan dendrite pada saat logam membeku. Baja
HSLA (High Strength Low Alloy) misalnya, memperoleh kekuatannya melalui
ukuran butirnya yang lebih kecil. Hal ini diperoleh dengan melakukan penambahn
unsur vanadium atau molybdenum dalam baja, karena kedua unsur tersebut
meningkatkan temperatur pertumbuhan butiran austenite.

Gaya secara langsung mempengaruhi butiran karena menyebabkan butiran


mengalami deformasi. Gaya akan mempengaruhi bentuk butiran, tetapi tidak
mengubah ukuran butir, kecuali disertai dengan faktor temperatur. Pengaruh gaya
tampak pada logam yang telah mengalami pengerjaan dingin.

Fase
Fase berpengaruh pada sifat-sifat logam karena tiap fase memiliki sifat-
sifat tersendiri. Hal ini terlihat jelas pada pearliten yang merupakan gabungan dari
ferrite dan cementite. Ferrite memiliki sifat lunak, uket, dan kekuatan tarik yang
relatif rendah. Cementite bersifat getas dan keras. Gabungan kedua fase ini
menghasilkan pearlite yang memilki sifat menengah dari kedua fase penyusunnya.
Contoh lain adalah martensite. Keberadaan martensite akan menghasilkan struktur
yang sangat keras dan getas, dengan kekuatan tarik dan kekakuan yang tinggi.

Selain sifat mekanis, sifat-sifat lainnya juga terpengaruh oleh fase penyusun
logam. Austenite misalnya, memiliki sifat yang nonmagnetis. Hal ini
memungkinkan terdapat dua benda yang terbuat dari baja tahan karat namun yang
satu magnetis sedangkan yang lainnya tidak, karena yang magnetis memiliki
struktur ferrite dan yang tidak berstruktur austenite. Dalam memperlihatkan fase
pada struktur mikro, bentuk dari tiap fase serta distribusinya juga memerlukan
pengaman. Hal ini karena logam yang memiliki distribusi fase yang tidak rata
akan memiliki sifat yang tidak tidak merata pula, yang bisa mendukung terjadinya
kegagalan. Bentuk fase pentingn karena perbedaan bentuk bisa menghasilkan
kekuatan yang berbeda. Hal ini terjadi pada logam yang mnegalami pengerasan
dengan presipitasi, umumnya paduan aluminium. Bila ukuran fase kedua besar,
maka tidak akan berfungsi sebagai penahan dislokasi yang baik, sehingga
kekuatan logam akan menurun. Hal yang sama juga terjadi pada bentuk grafit
dalam besi tuang, dimana bentuk bulat atau lemabran akan menghasilkan besi
tuang dengan sifat yang sangat berbeda.

Cacat dan Pengotor

Cacat yang terdapat pada logam berupa ketidak-sempurnaan struktur


logam, yang bisa berupa pori, ronggan atau retakan. Pengotor adalah terdapatnya
struktur atau senyawa yang tidak diinginkan keberdaannya. Cacat dan pengotor
terkadang diinginkan untuk berada dalam struktur suatu logam. Perihal dianggap
sebagai cacat atau pengotor tergantung pada tujuan atau fungsi dari benda. Untuk
beberapa benda yang berfungsi sebagai filter atau bahan bearing, struktur
berrongga merupakan aspek vital benda dalam memeuhi fungsinya. Senyawa FeS,
dianggap sebagai pengotor yang tidak diinginkan pada baja yang digunakan untuk
pengerjaan panas, tetapi pada baja free-machining hal yang sebaliknya terjadi. Hal
ini karena FeS terdistribusikan pada batas butir dan memiliki sifat berupa
temperatur lebur yang rendah, sehingga pada temperatur pengerjaan panas, baja
akan getas. Untuk permesinan, FeS menyebabkan geram yang terbentuk mudah
patah dan meningkatkan umur pahat. Cacat struktural biasanya menjadi perhatian
dalam menganalisa proses pengerjaan atau pembuatan benda dari logam.

Dari segi kekuatan, pembentukan rongga atau retakan akan sangat


merugikan, karena bersifat sebagai sumber konsentrasi tegangan, dan mengurangi
luas penampang penahan tegangan. Selain itu, korosi akan lebih mudah terjadi
bila permukaan logam kasar atau retak. Analisa cacat dilakukan pada logam yang
dibentuk dengan pengerjaan (dingin maupun panas), pengecoran, pengelasan, dan
dalam analisa kegagalan atau korosi.

Pengotor, selain berupa senyawa, bisa berupa benda asing yang secara
tidak sengaja tercampur dalam logam. Terdapat tiga jenis pengotor secara umum.,
yaitu pengotor metalik, intermetalik, dan non-metalik. Pengotor metalik adalah
benda asing berupa logam yang terdapat dalam struktur mikro, dan biasanya
tercampur pada pada saat peleburan logam, misalnya serbuk besi yang terbawa
angin dan masuk ke dalam leburan aluminium. Pengotor intermetalik adalah
pengotor yang berupa senyawa yang tidak diinginkan, contohnya adalah FeS pada
baja. Pengotor non-metalik merupaka benda asing bukan logam yang tercampur
dalam struktur mikro, contohnya adalah butiran pasir pada logam hasil
pengecoran. Analisa terhadap pengotor sangat penting dalam proses pembuatan
ingot, pengecoran, pengelasan, dan peleburan.

Deformasi Butir

Deformasi butir berkaitan dengan ada atau tidaknya bentuk dislokasi


dalam butiran. Terdapat dua jenis deformasi yang umum terjadi pada butiran
logam, yaitu slip dan twinning. Slip terjadi pada kebanyakan logam dan tampak
sebagai garis-grais yang melintang di dalam butir. Garis-garis slip bisa dengan
midah tertukar dengan goresan-goresan akibat pengamplasan, karena memiliki
bentuk yang serupa. Cara mudah untuk membedakan antara slip dengan goresan
amplas adalah slip jarang sekali memiliki orientasi yang seragam, sedangkan
goresan amplas yang baik akan searah pada seluruh permukaan spesimen.

Twinning tampak sebagai butir yang memiliki orientasi berbeda, yang


biasanya tampak sebagai butiran dengan warna atau kontras yang berbeda.
Twinning mudah diamati pada tembaga dan paduannya, karena kontrasnya mudah
dibedakan dan butirannya cenderung besar-besar dan muduah dibedakan. Tingkat
deformasi kristal berhubungan dengan sifat mekanis logam. Sifat korosi juga
terpengaruh, terutama pada paduan-paduan yang sensitive terhadap stress-
corrosion. Deformasi meningkatkan kekuatan karena garisi-garis slip itu sendiri
merupakan halangan bagi slip-slip selanjutnya. Kelemahan dari hal ini adalah
tingkat tegangan dalam yang terdapat pada tiap butir akan tinggi, dan mudah
sekali bagi butir untuk megalami retak atau rekristalisai.

Hal ini menyebabkan logam yang ditingkatkan kekuatannya dengan deformasi


(pengerjaan dingin) tidak bisa digunakan pada temperatur yang tinggi.

Kondisi Struktur

Kondisi struktur logam secara umum diinginkan seragam sehingga


menghasilkan logam yang homogen. Tetapi, terdapat beberapa keadaan dimana
diinginkan kondisi struktur logam yang tidak seragam, atau proses-proses yang
menyebabkan perubahan setempat struktur mikro.

Proses menghasilak struktur logam yang tidak seragam antara lain adalah
pengerasan permukaan, pelapisan, dan pengelasan. Pada pengerasan permukaan,
hanya kedalam tertentu saja dari permukaan logam yang mengalami perubahan.
Pengamatan mikrostruktur dapat digunakan untuk menentukan apakah pengersan
sudah sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini sama berlaku untuk proses pelapisan
(misalnya electroplating). Pada pengelasan, analisa perubahan struktur mikro
dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai parameter pengelasan yang akan
sangat mempengaruhi kualitas dari pengelasan yang dilakukan. Proses permesinan
juga dapat menhasilkan struktur yang tidak seragam, yang umumnya disebabkan
karena pemanasan setempat yang berkaitan dengan parameter permesinan yang
kurang tepat.

Analisa kegagalan terhadap berbagai komponen juga memerlukan pengamatan


terhadap kondisi struktur mikro dari komponen tersebut. Hal ini karena perubahan
struktur mikro setempat bersifat negatif, dimana bisa menyebabkan peningkatan
korosi dan tegangan dalam yang tidak seimbang atau berlebihan, kekuatan dari
logam juga akan terpengaruh karena adanya perubahan struktur, dimana bisa
bertambah lemah atau getas.

Anda mungkin juga menyukai