tubuh.5
kimia beracun. Sebenarnya terdapat lebih dari 200 unsur. Beberapa senyawa penting
akreolit, colidi, viridin, arsenik, asamformik, nikotin, hidrogen sulfida, pirel, furfurol,
1. Nikotin
cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah
warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara
biologi yang poten yang akan menaikkan tingkat epinefrin dalam danah, menaikkan
Nikotin selain dimetabolisme di hati, paru-paru dan ginjal, juga diekskresi melalui air
susu.6
6
Nikotin dengan produk dekomposisi, khususnya pyridine merupakan substansi
penghasil stain yang sering terlihat pada gigi perokok. Unsur tersebut akan
membentuk deposit berpigmen yang melekat erat pada permukaan gigi, berwarna
coklat sampai hitam serta menimbulkan bau yang menyengat. Stain selain
menciptakan permukaan gigi yang kasar sehingga menunjang akumulasi dan retensi
plak.6
Pada perokok berat, kadar nikotin dalam air susu dapat mencapai 0,5 mg/l.
2. Karbondioksida
kali lebih kuat daripada mengikat oksigen dengan hemoglobin untuk membentuk
asap rokok dari sekitar 2,9-5,1%. Asap rokok ini mengandung gas dan bahan-bahan
3. Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-
paru. Tar adalah kumpulan dari ratusan bahkan ribuan bahan kimia dalam komposisi
padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan
7
karsinogen (dapat menyebabkan kanker). Kandungan tar di Indonesia berkisar antara
19-33 mg. 6
1. Klasifikasi Perokok
batang perhari.
b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20
batang perhari
c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20
batang perhari.7
2. Jenis Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan
pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan
Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
8
Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu.
Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
Kebiasaan merokok tidak terjadi secara kebetulan karena ada beberapa tahap
yang dilalui seorang perokok sebelum ia menjadi perokok regular yaitu seseorang
yang telah menganggap telah menjadi bagian dari hidupnya. Seperti yang telah
diungkapkan oleh Leventhal dan Clearly terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok
a. Tahap Preparatory
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan gambaran yang
9
Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri
menyenangkan.
kronis dan panas menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur.
bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena, yang bervariasi dan penebalan
menyeluruh bagian epitel mulut (smokers keratosis) sampai bercak putih keratotik
yang menandai leukoplakia dan kanker mulut. Leukoplakia bervariasi dan lesi putih
yang rata/halus sampai lesi yang tebal dan keras. Tembakau merupakan penyebab
keratosis yang paling sering dalam mulut. Pasien sering kali mempunyai kebersihan
mulut yang buruk dan berada pada dekade kehidupan ke lima atau enam. Lebih
sering menyerang pria daripada wanita dan ada hubungan antara jumlah rokok dan
jumlah serta keparahan lesi. Jumlah rokok yang dihisap lebih penting daripada
Preber dan Kant (1973), meneliti efek merokok pada anak sekolah usia 15
tahun dan melaporkan terjadi peningkatan indeks kebersihan mulut pada perokok
bila dibanding dengan bukan perokok. Dan Pindborg et al. menyimpulkan bahwa
10
selanjutnya dan data yang sama oleh Kowalski menunjukkan bahwa bukan perokok
yang melakukan pemeriksaan air liur dan menunjukkan terjadinya peningkatan plak
(prevelensi lebih tinggi pada supragingiva), deposisi kalkulus,dan stain dalam rongga
dan bersama-sama dengan kebersihan mulut yang buruk, ia bertindak sebagai ko-
dijumpai ambang inflamasi gingiva yang lebih rendah (sampai batas ambang plak
tertentu) dibanding bukan perokok Pada penelitian ini digunakan indeks gingiva dan
evaluasi bleeding secara dikotomi pada probing. Selain itu hasil observasi ternyata
komposisi plak kurang begitu berbeda pada perokok dan bukan perokok. Lebih
attachment klinis dan hilangnya tulang alveolar dapat diketahui bahwa keadaan
11
menjadi lebih prevalen dan lebih berat pada perokok dibanding kontrol yang bukan
perokok.9
Perokok memiliki faktor resiko terjadinya keparahan kerusakan periodontal
daripada bukan perokok. Perokok menunjukkan 2-7 kali lebih mungkin terjadinya
peridontitis.10 Perokok juga memilki frekuensi rata-rata kedalaman poket yang lebih
dalam daripada bukan perokok yaitu PPD>4mm.11 Tidak hanya itu kehilangan
juga terjadi pada perokok Selama periode 10 tahun, kehilangan tulang dilaporkan dua
sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan
tulang alveolar.13
2.3.1 Gingiva
Gingiva tersusun dari epitel berkeratin dan jaringan ikat. Gingiva sacara anatomis
terbagi menjadi:13
1. Marginal gingival
Bagian gingival yang mengelilingi leher gigi, tidak melekat secara langsung
pada gigi dan membentuk dinding jaringan lunak sulkus gingival. Bagian gusi
terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan luar dari
12
attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan
putih, yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus alveolar. Serabut elastik
yang terdapat pada ligamen ini relatif sedikit. Elastisitas yang terjadi adalah hasil dari
2.3.3 Sementum
terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen. Kandungan zat
Tulang alveolar (alveoral bone) adalah bagian dari tulang maksila dan
mandibula yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang ini
terbentuk sewaktu gigi erupsi yang berfungsi untuk memberikan tempat perlekatan
bagi ligamen periodontal yang akan terbentuk. Pada gigi yang tidak erupsi seperti
13
pada kasus anodonsia, tulang alveolar tidak terbentuk. Tulang alveolar dapat dibagi
menjadi daerah yang terpisah dari basis anatomi, tetapi fungsinya merupakan satu
pendukung gigi.14
dalam suatu ruang yang dinamakan lakuna (lacunae). Tulang alveolar terdiri dari 2/3
bahan anorganik dan 1/3 matriks organik. Komposisi utama bahan anorganik tulang
alveolar antara lain kalsium, fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat, natrium, magnesium
dan fluor. Garam mineral dijumpai dalam bentuk kristal-kristal hidroksiapatit yang
sangat halus dan merupakan komposisi tulang alveolar yang terbesar yakni sekitar
65-70 %. Sedangkan matriks organik tulang alveolar terdiri dari kolagen tipe I sekitar
a. Keping kortikal eksternal yang dibentuk oleh tulang Havers dan lamella tulang
kompak. Keping kortikal eksternal menutupi tulang alveolar dan lebih tipis pada
bagian facial. Keping kortikal eksternal berjalan miring kearah koronal untuk
bergabung dengan tulang alveolar sejati dan membentuk dinding alveolar dengan
ketebalan sekitar 0,1-0,4 mm. Dinding alveolar dilalui oleh pembuluh darah dan
pembuluh lymph serta saraf yang masuk ke dalam ruang interdental melalui
14
b. Dinding soket berupa tulang kompak tipis yang dinamakan tulang alveolar
utama. Dinding soket yang tipis pada bagian dalam tulang kompak disebut tulang
alveolar sejati yang terlihat seperti lamina dura pada gambaran radiografis.
c. Trabekula kanselous berada diantara lapisan tulang kompak dan tulang alveolar
Tulang alveolar yang sehat dan normal memiliki tampilan yang khas pada
cementoenamel junction (CEJ). Rata-rata jarak CEJ ke puncak tulang alveolar adalah
1,4 0,7 mm pada usia 15-24 tahun, dan akan meningkat sampai usia 45 tahun
( 3mm ), kemudian tetap stabil. Bentuk puncak alveolar dapat bervariasi dari bulat ke
flat. Crest alveolar biasanya 1-2 milimeter bawah cementoenamel junction (CEJ).
Antara gigi insisivus, crest alveolar biasanya akan muncul runcing. Antara gigi
premolar dan molar crest alveolar akan sejajar dengan garis antara CEJs berdekatan -
di mana enamel menipis dan menghilang. Crest alveolar akan terus-menerus dengan
lamina dura pada gigi yang berdekatan. Saat melihat lamina dura dan ligamentum
periodontal, hanya terlihat bagian interproksimal. Daerah bukal dan lingual tidak
terlihat pada radiografi. Pelebaran ruang ligamentum periodontal dan lamina dura
15
Gambar 2.1 : Normal alveolar bone support around
maxillary incisors.
Availablefrom:URL:http://www.lsusd.lsuhsc.edu/Documents/ Thunthy_book/Chapter
%2006%20Periodontal%20Disease.pdf
pada jumlah daerah yang terkena. Kehilangan tulang yang dilokalisir terjadi di
crestal. Awalnya, periodontitis berkembang sebagai erosi lokal dari crest alveolar.
Banyak perubahan yang tidak dapat terdeteksi oleh radiografi sampai mereka maju.
16
Gambar 2.2 : Normal alveolar bone support around canine and premolars.
Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah
bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan differensiasi sel progenitor
mediator yang mempunyai efek yang sama. Pada penyakit dengan perkembangan
yang cepat seperti localized juvenile periodontitis, terdapat mikrokoloni bakteri atau
sel bakteri yang berada diantara serat kolagen dan diatas permukaan tulang yang
Beberapa faktor host dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat menyebabkan resorpsi
tulang secara in vitro dan dapat berperan dalam penyakit periodontal, termasuk
17
Ketika diinjeksikan secara interdental, prostaglandin E2 menyebabkan perubahan
vaskular yang terlihat pada inflamasi, apabila diinjeksikan diatas permukaan tulang
akan menyebabkan resorpsi tulang tanpa adanya sel inflamasi dan dengan sedikit
kehilangan tulang pada penyakit periodontal. Efek ini terjadi tanpa perubahan pada
Kecepatan kerusakan tulang bervariasi tergantung pada tipe penyakit yang ada.
18
mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang tersisa tegak lurus terhadap
permukaan gigi. Septum interdental serta bagian facial dan lingual juga
beda.14
b. Defek vertikal atau angular
Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah oblique, membuat lubang
arah apikal di sekitar tulang. Defek angular disertai poket infrabony yang
Defek angular dapat memiliki satu, dua atau tiga dinding. Jumlah dinding
pada bagian apical defek lebih besar daripada bagian oklusal yang disebut
yang tebal. Defek angular juga terdapat pada permukaan facial dan lingual
atau palatal, tetapi defek ini tidak terlihat pada gambaran radiografis.
defek angular interdental hanya mempunyai satu defek. Defek vertikal dapat
terlihat pada permukaan distal dan mesial, akan tetapi defek dengan tiga
dinding lebih sering ditemukan pada permukaan mesial molar atas dan
bawah.14
19
Defek vertikal dengan tiga dinding biasa disebut dengan defek infrabony.
Defek ini paling sering terdapat pada bagian mesial dari molar kedua dan
ketiga rahang atas dan bawah. Defek vertikal dengan satu dinding disebut
juga henniseptum.14
c. Keterlibatan furkasi
Istilah keterlibatan furkasi menunjukkan adanya invasi penyakit
periodontal ke daerah bifurkasi dan trifurkasi pada gigi dengan akar banyak.
Prevalensi keterlibatan furkasi pada gigi molar masih belum jelas, tetapi
rahang bawah paling sering terkena dan premolar rahang atas yang paling
jarang, sedangkan yang lainnya telah ditemukan prevalensi yang lebih tinggi
pada rahang atas. Jumlah keterlibatan furkasi meningkat sesuai dengan usia.14
Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis atau tertutup oleh dinding
mempermudah visualisasi.14
d. Cacat tulang pada tulang alveolar.
Cacat ini dijumpai pada septum interdental maupun permukaan tulang
Bone level (BL) atau ketinggian tulang didefinisikan sebagai tepi tulang yang
terletak paling koronal yang terdekat dengan ruang membrane periodontal yang
20
masih utuh dan jelas terlihat. Panjang akar diukur dari cemento-enamel junction
hingga ke apex dari sisi mesial dan distal setiap gigi. Ketinggian tulang alveolar yang
masih ada diukur dari BL sampai ke apex pada sisi mesial dan distal gigi. Kemudian
perbandingan antara ketinggian tulang alveolar dan panjang akar diukur dan dikali
100%. 1
Penilaian tingkat kerusakan tulang alveolar ( Ro ) adalah dengan membagi akar
gigi menjadi tiga bagian, yaitu 1/3 servikal, 1/3 tengah dan 1/3 apikal.
a. 1/3 servikal adalah ketika tinggi tulang alveolar terdapat pada area 1/3 servikal
akar gigi.
b. 1/3 tengah adalah ketika tinggi tulang alveolar terdapat pada area 1/3 tengah
gigi.
Tulang alveolar dikategorikan rendah bila proporsi tulang alveolar : akar < 82%
mm)
Proporsi tulang alveolar : akar = tinggi tulang alveolar yang masih ada x 100%
Panjang akar
21