Anda di halaman 1dari 7

BATUAN INDUK (SOURCE ROCK)

A. Pengertian Batuan Induk (Source Rock)


Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna
gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan dalam lingkungan
marine. Waples (1985) menggambarkan batuan induk sebagai batuan sedimen
berbutir halus yang memiliki kapabilitas sebagai sumber hidrokarbon (Waples,
1985). Sedangkan pengertian lainnya, batuan induk adalah batuan sedimen
yang memiliki kemampuan menghasilkan minyak bumi (Tissot & Welte, 1984
op.cit. Peters & Cassa, 1994).

B. Penentuan Batuan Induk


Penentuan batuan induk efektif ditentukan oleh 3 (tiga) persyaratan
geokimia, yaitu kuantitas atau jumlah zat organik, kualitas atau jenis zat
organik, dan kematangan termal.
1. TOC (Total Organic Carbon)
Yaitu merupakan kuantitas dari karbon organik yang terendapkan
dalam batuan tersebut. Semakin tinggi nilai TOC maka akan semakin baik
source rock tersebut dan kemungkinan terbentuknya hidrokarbon akan
semakin tinggi. TOC yang dapat menghasilkan adalah di atas 1 % .
2. Kerogen
Yaitu merupakan kualitas dari carbon organic yang terendapkan dala
batuan tersebut. Kerogen akan menentukan hidrokarbon yang akan di
bentuk. Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu karbon (C),
hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3
tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984
dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian dalam penyelidikan
selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing tipe
dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen
a. Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)
Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi( l,5), dan
O/C rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik
yang kaya akan lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa
alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe
kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau

1
struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena
terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini
menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair
atau minyak.
Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi
maupun tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran
yang relatif halus, kaya material organik, lumpur anoksik yang
terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan
terbentuk pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoon dan danau.

b. Kerogen Tipe II (oil and gas prone)


Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi
(1,2 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 0,2).
kerogen tipe ini dapat menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada
tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe II dapat terbentuk dari
beberapa sumber yang berbeda beda yaitu alga laut, polen dan spora,
lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari
lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara
material organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga
zooplankton dan bakteri) bersama-sama dengan material allochton yang
didominasi oleh material dari tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora.
Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara
kerogen tipe I dan tipe III.
Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi,
sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe
ini terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II
tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C 25) dalam
jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada
kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang
besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan sulfida.
Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut
dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe IIS dengan persen berat

2
belerang (S) organik 8 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam
Killops dan Killops, 2005).

c. Kerogen Tipe III (gas prone)


Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif
rendah (< 1,0) dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan
hidrogen yang dimiliki relatif rendah, karena terdiri dari sistem aromatik
yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi karena terbentuk
dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama
berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan
zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk
membentuk gas (gas prone).

d. Kerogen Tipe IV (inert)


Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna
hitam dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok
maseral inertinit dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki
kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga terkadang kerogen
tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini
kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi
seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan
pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa
aromatik.

3. Pematangan (Maturity)
Yaitu merupakan proses perubahan zat-zat organik menjadi
hidrokarbon. Proses pematangan di akibatkan kenaikan suhu di dalam
permukaan bumi. Proses pematangan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1. Immature adalah source rock yang belum mengalami perubahan menjadi
hidrokarbon
2. Mature adalah source rock yang sedang mengalami perubahan menjadi
hidrokarbon
3. Overmature adalah source rock yang telah mengalami pematangan
menjadi hidrokarbon.

C. Diagram Van Krevelen

3
Diagram van Krevelen dibuat berdasarkan pada perbandingan
beberapa tipe komponen kerogen yaitu C, H, dan O. Diagram ini lebih
berguna pada material organik yang belum matang (immature). Kematangan
meningkat dengan meningkatnya temperatur dan burial depth. Tipe
kerogen yang kaya akan C, dan miskin akan H dan O dikarenakan adanya
proses pelepasan H2O, CH4 dan beberapa hidrokarbon lainnya.

Sumber : http://rickysitinjak.files.wordpress.com
Gambar 1. Diagram Van Krevelen

D. Biomarker
Biomarker merupakan senyawa komplek fosil molekular biologis, yang
berasal dari suatu organisme makhluk hidup (Seifert & Moldowan 1981; Tissot
& Welte 1984; Peters & Moldowan 1993; Hunt 1996), yang telah mengalami
proses perubahan gugus fungsi, pemutusan ikatan dan perubahan stereokimia,
namun masih menyimpan secara utuh kerangka atom karbon sehingga dapat
ditelusuri asal usulnya. Oleh karena itu, biomarker merupakan indikator yang
penting untuk mengenal material organik minyak bumi, kondisi perubahan
geologi, kimia dan fisika terhadap organisme akibat perubahan yang signifikan
oleh panas selama proses diagnesis, katagenesis serta derajat biodegradasinya.

4
Tabel 1. Biomarker
Biomarker Precursor
n-alkana (> C22) Tumbuhan darat lilinan
n-alkana (C17, C22) Lipid alga
Isoprenoid (< C20) Klorofil
Isoprenoid (> C20) Lipid atau klorofil dari alga hypersaline
Porphyrin Klorofil
Sterana Steroid
Triterpana Triterpenoid bakterial
Diterpana HC dalam resin tumbuhan
Nophthenoaromatik besar Steroid, triterpenoid

Biomarker ini ditemukan dalam batuan atau sedimen dan menunjukkan


sedikit perubahan atau sama sekali tidak berubah dari molekul organik
induknya ketika masih hidup. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, peneliti
mengatakan bahwa porfirin mempunyai hubungan dengan molekul klorofil
Klorofil adalah material umum yang terdapat di dalam tumbuhan tinggi dan
klorofil dengan struktur serupa juga ditemukan dalam bakteri dan organisme
lain. Terdapatnya porfirin di dalam ekstrak batuan atau di dalam sampel
minyak bumi dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang adanya
pasokan tumbuhan tinggi atau bakteri ke dalam batuan induk yang
menghasilkan minyak tersebut.
Di dalam geokimia petroleum, biomarker banyak digunakan terutama
untuk menentukan asal material organik pembentuk migas, lingkungan
pengendapan, kematangan, dan korelasi baik antara batuan induk dan minyak
atau antara minyak dan minyak.
E. Kesimpulan

1. Batuan induk merupakan salah satu faktor terpenting terdapatnya minyak


dan gas bumi.
2. Tipe kerogen menentukan potensi hidrokarbon yang dihasilkan.
3. Biomarker bisa menjadi indikator penting untuk mengenal material organik
minyak bumi.

5
F. Saran
Dalam mempelajari geologi minyak dan gas bumi, harus cermat dalam
membedakan antara apa yang dinamakan source rock dan reservoir. Karena
kebanyakan, yang belum memahami jauh lebih dalam tentang keduanya. Salah
mengartikan apa yang dimaksud di atas.

6
7

Anda mungkin juga menyukai