Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Definisi
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan
makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada
pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan
kalori. (Nelson, 1999:212).
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan
sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein.
Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang
cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
( Mochtar, 2001).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori
protein. (Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan
makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada
pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan
kalori.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang
badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan
menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di
bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau
kwashiorkor (Dorland, 2000).
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi Kurang Energi Protein
(KEP). Kurang Energi Protein terjadi saat kebutuhan tubuh akan energi, protein,
dan lemak tidak tercukupi oleh makanan. Marasmus terjadi saat adanya
kekurangan energi yang parah. Marasmus dapat disebabkan oleh asupan makanan
yang sangat kurang, penyakit infeksi, prematuritas, maupun penyakit pada masa
neonatus.
Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh ketiadaan pangan
ataupun kemiskinan yang menyebabkan ketidakmampuan membeli makanan.
Selain itu, penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan energi, nafsu
makan berkurang, dan gangguan penyerapan zat gizi dapat pula menyebabkan
kekurangan energi protein.
B. Etiologi
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu
encer.
2. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis
dan sifilis kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan-keadaan
tersebut pemberian ASI kurang
5. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital. (Nelson,1999).
6. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
C. Menifestasi Klinis
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit
sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan
pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum
menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi
atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat,
mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi
biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan,
dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit.
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1) Badan kurus kering tampak seperti orangtua.
2) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
3) Cengeng, rewel.
4) Kulit keriput (turgor kulit jelek).
5) Ubun-ubun cekung pada bayi.
6) Jaringan lemak subkutis sangat sedikit bahkan sampai jaringan subkutan
hilang.
7) Iga gambang.
8) Kelaparan
9) Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit
kronik.
10) Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
E. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies.
Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11)
2.7 Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
a. Penatalaksanan Diet
Tujuan Diet :
Memberikan Makanan TETP secara bertahap sesuai dengan keadaan
pasien untuk mencapai keadaan gizi optimal.
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan
awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan
keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi,
dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti
kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
b. Pemberian Cairan/Makanan
Tahapan pemberian cairan/makanan :
1. Tahapan Stabilisasi (Initial)
- Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena.
- Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%.
- Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg
BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya.
2. Tahapan Transisi (Penyesuaian)
Tujuan : memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dg
kemampuan digesti dan absorbsi penderita.
- Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari)
- Umur < 1 tahun / BB < 7 kg :
Cair- semi solid spt mkn bayi, ASI diteruskan bila masih ada dan diperlukan pada
saat setelah makan atau mau tidur.
- Umur > 1 tahun / BB > 7 kg :
Semi solid-solid berupa makanan anak 1 th bentuk cair kemudian lunak dan
makanan padat, cairan 150-200 ml/kg BB/hari.
- Kalori yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan protein 2 g/ kgBB/ hari
- Susu formula / rendah laktosa
- Bila tak minum susu formula diberi makanan yang yang tak mengandung protein
susu sapi dan bebas laktosa ( preda = formula bubur- tempe).
3. Tahap Rehabilitasi
- Intake kalori 100- 175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan cara pemberian
disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan digesti dan absorbsi.
- Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin dapat
diberikan di rumah.
4. Tahapan Pembinaan
Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan,
dapat dimulai setiap tahap, dalam bentuk dan jenis makanan yang dapat
disediakan oleh mereka dirumah
Tujuan : ibu dapat merawat anak KEP dan menghindari berulangnya KEP
- Intake 100-120 kalori / kgBB/hari, protein 2-3 g/kgBB/hari
- Anak dengan Gizi Buruk boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-
kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan
penyakit infeksi telah teratasi.
- Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari.
2.8 Komplikasi
1. Infeksi tuberculosisi
2. Parasitosis, disentri
3. Malnutrisi kronik
4. Gagguan tumbuh kembang.
5. Hipoglikemia
6. Hipotermia
7. Dehidrasi
8. Gangguan fungsi vital
9. Gangguan keseimbangan elektrolit
B. Diagnosa
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori
atau nutrisi yang tidak adekuat.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
sekunder akibat malnutrisi.
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi).
C. Intervensi
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet.
b. Dorong orang tua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau
ada disaat makan.
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan
menjadi menyenangkan.
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya.
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah
gangguan dan memuji anak untuk makan mereka.
f. Sajikan makansedikit tapi sering.
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah.