Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

Stroke pertama kali dilaporkan oleh Hippocrates ( 400 tahunSM), saat itu

belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani:

apopleksi. Artinya tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih

merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian

(Aliah, 2007). Sejumlah faktor resiko telah diketahui, baik yang dapat

dimodifikasi maupun yang tidak. Sebagian dari faktor resiko tersebut telah

diterima secara luas, sedangkan sebagian lainnnya masih terus berkembang dan

membutuhkan penelitian lebih lanjut. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

adalah usia, jenis kelamin, herediter dan ras/etnis, sedangkan yang dapat

dimodifikasi adalah riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, Diabetes

Mellitus (DM), stenosis karotis, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol,

penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, merokok, alkoholik, penggunaan narkotik,

hiperhomosisteinemi, antibodi anti fosfolipid, hiperurisemi, peninggian

hematokrit dan peninggian kadar fibrinogen (Soertidewi, L., Misbach, Y., Harris,

S., et al, 2009).

Penyakit Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia.

Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang (Feigin, 2006). Berdasarkan laporan WHO (World Health

Organisation), pada tahun 2011, 15 juta orang menderita stroke di seluruh dunia.

Usia rata-rata 55 tahun atau lebih per seribu penduduk antara 4,2-6,5 persen.

Kejadian terbanyak terjadi di Russia, Ukraina, dan Jepang (Liebeskind, 2011).

1
2

Selain sering menyebabkan kematian, stroke juga mengakibatkan

kecacatan. Proyeksi hingga tahun 2020 nanti menunjukkan, bahwa setiap tahun

sebanyak 61 juta orang akan mengalami kecacatan akibat stroke. Dinyatakan pula

bahwa sebagian besar (lebih dari 80%) penderita yang mengalami kematian dan

kecacatan akibat stroke tersebut tinggal di negara berkembang. Jika ditinjau dari

segi psikologik dan sosio ekonomi penyakit tersebut merupakan masalah besar

(Islam, 2004).
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar

kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur,

resiko terjangkit stroke makin besar. Meskipun penyakit ini tidak mengenal jenis

kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan

dengan perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit hitam berpeluang

terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih. Insiden stroke tersebut

bervariasi di seluruh dunia. Insiden tahunan rata-rata meningkat sejalan dengan

pertambahan usia, dari 3 per 100.000 pada kelompok umur dekade ketiga dan

keempat menjadi hampir 300 per100.000 penduduk pada kelompok umur dekade

kedelapan dan kesembilan. Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah

dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS)

seluruh Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile

klinis stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia 58,8

tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.

Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari

onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke

iskemik adalah yang paling sering terjadi (Misbach J H, 2007).


3

Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%

mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring bertambahnya

usia. Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta

jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta

telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi

menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia (Aliah A, Kuswara F F, Limoa A,

dkk, 2007).

Tujuan dari tinjauan pustaka tentang Penyakit Stroke Iskemik Akut dan

perkembangannya ini adalah dapat menjadi pedoman pustaka bagi penulisan

selanjutnya yang ingin mengulas lebih lanjut tentang penyakit yang tergolong

mematikan serta dapat bermanfaat serta dapat menjadi pedoman bagi petugas

kesehatan dalam menangani serta bagaimana cara memberikan pelayanan,

penyuluhan yang optimal terhadap pasien Penyakit Stroke Iskemik Akut sehingga

mereka bisa lebih meminimalkan akan terjangkitnya penyakit tersebut. Selain

tersebut di atas, penulisan ini bisa digunakan petugas kesehatan dalam membuat

perencanaan, pelaksanaan pencegahan serta meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai cara untuk mencegah Penyakit Stroke Iskemik Akut

tersebut.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Stroke

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,

selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya

penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama

maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke (Aliah,

2007).

Stroke merupakan gangguan fungsi syaraf yang disebabkan adanya

ketidak seimbangan aliran darah dalam otak, dan dapat timbul secara mendadak

(dalam waktu beberapa detik) atau secara cepat (dalam waktu beberapa jam),

dengan gejala atau tanda-tanda yang sesuai dengan daerah otak yang mengalami

gangguan pasokan darah (Mulyadi, 2007).

2.2 Penyakit Stroke Iskemik Akut

2.2.1 Definisi

Stroke iskemik akut adalah stroke yang disebabkan oleh sumbatan

pembuluh darah serebral fokal oleh trombus atau embolus yang mengakibatkan

terhentinya suplai oksigen dan glukosa pada otak yang selanjutnya akan

mengganggu proses metabolik pada area yang diperdarahi sehingga menutup

aliran darah ke bagian-bagian otak, dimana darah merupakan pembawa oksigen

dan zat-zat makanan ke jaringan otak sehingga sel-sel otak mengalami kematian.
5

Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

Kira-kira 20% stroke iskemik disebabkan oleh aterosklerosis pembuluh

darah besar (segmen ekstrakranial atau intrakranial arteri karotis atau

vertebrobasilar), dan 25% stroke iskemik disebabkan oleh penyakit pembuluh

arteri (small-vessel disease) yang menyebabkan stroke lakuner atau subkortikal.

Sisanya 20% disebabkan oleh emboli kardiogenik, yang paling sering adalah atrial

fibrilasi. Kira-kira 30% iskemik adalah kriptogenik, dimana penyebab pastinya

masih belum diketahui (Summers, 2009).

2.2.2 Epidemiologi

Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%

dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun (Aliah A, Kuswara F F, Limoa

A, dkk, 2007). Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan

2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Carnethon M, Lloyd-

Jones D, Adams R, et al, 2009). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat

dari stroke akan mengalami stroke berikutnya dalam lima tahun, 5% sampai 14%

dari mereka akan mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama (Price, Silvia A,

Lorraine M. Wilson, 2006).

Angka kejadian stroke menurut data dasar 63,52 per 100.000 penduduk

pada kelompok usia di atas 65 tahun. Secara kasar tiap hari ada dua orang

Indonesia mengalami serangan stroke. Diperkirakan hampir setengah juta

penduduk berisiko tinggi terserang stroke, sedangkan jumlah yang meninggal

mencapai 125.000 jiwa (Rasyid, 2007).


6

Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2003,

kematian akibat stroke pada wanita adalah 117 dari 100.000 dan 126 dari 100.000

untuk pria dengan umur diatas 35 tahun. Kematian akibat stroke menjadi

peringkat tertinggi kedua di Amerika Serikat. Ras dan etnik dengan tingkat

mortalitas tertinggi adalah ras Asia dengan persentase 45%, kemudian disusul ras

kulit hitam dan suku Indian-Alaska Amerika dengan persentase 32,4% (Casper M

L, Barnet E, Williams I, et al, 2003).

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit

utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung

dan kanker.Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus

stroke.Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000

kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke

menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan (Sutrisno, Alfred: 2007).

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya

menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat

sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan (Sutrisno, Alfred: 2007).

Selain itu ASNA telah melakukan survey di 28 RS seluruh Indoneisia. Dari

hasil survey tersebut diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak

dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu11,8%, usia 45-64 tahun

berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA

Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach J

H, 2007).
7

2.2.3 Klasifikasi Stroke Iskemik Akut

Menurut perjalanannya, stroke iskemik dibagi menjadi 4, yaitu :

A. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)


TIA secara klinis dapat didefinisikan sebagai defisit neurologismsementara

dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. Delapan puluh persen dari seluruh TIA

berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasi klinisnya bergantung pada

pembuluh darah otak yang terkena.


B. Defisit Neurologi iskemik yang reversibel atau Prolonged Reversible

Ischemic Neurological Deficit (PRIND)


PRIND didefinisikan sebagai defisit neurologis akibat iskemia kadang-

kadang dapat berkurang meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24

jam.
C. Stroke Progresif atau stroke in evolution
Gejala neurologik makin lama makin berat.
D. Stroke Komplit atau Complete Stroke/Permanent Stroke.
Stroke dengan deficit neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang

lagi (Japardi, 2002).

Berdasarkan patogenesisnya stroke iskemik dapat digolongkan menjadi :

A. Stroke iskemik trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh

darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan

pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat

aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain

itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low

Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik

terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang akibat proses

aterosklerosis.
8

a. b.

Gambar 2.1 Trombosit pada arteri serebri media kanan setelah oklusi
trombotik akut pada cabang utamanya.
a. MR angiografi follow up juga menunjukkan rekanalisasi pada
arteri sebri media
b. Meskipun telah dilakukan rekanalisasi cepatpada arteri serebri
media kanan, telah terjadi infark sebagiankorteks
insularis.Substansia alba dibawahnya tidah terlihat
mengalamigangguan yang bermakna. (Baehr and Frotscher, 2012)

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative

mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan

dengan lesi atlerosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di

arteria karotis interna atau yang lebih jarang di pangkalan arteria vertebralis dan

basilaris (Price, Wilson, 2006).

B. Stroke iskemik embolik

Stroke iskemik embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat

(misalnya, stroke arteria vertebralis) atau asal embolus. Asal stroke iskemik

embolik dapat suatu arteri distal atau jantung (stroke kardioembolik). Trombus

mural jantung merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi atrium,

penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik (Price,

Wilson, 2006)

Stroke iskemik embolik ini disebabkan oleh emboli. Bekuan darah atau

serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa di dinding pembuluh darah besar

ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi sumbatan di dalam
9

lumen end artery fungsional. Oklusi embolik proksimal pada trunkus utama arteri

serebri menyebabkan infark luas pada seluruh pembuluh darah tersebut (infark

teritorial) sehingga darah tidak bisa mengalir ke otak (Baehr and Frotscher, 2012).

C. Stroke iskemik karena sebab lain, misal karena kelainan hematologik

(hiperkoagulasi) yang dipengaruhi oleh antiphospholipid antibodies, factor V

leiden, protrombin 20210 mutation, protein C deficiency, protein S

deficiency, dan antitrombin III (Rokhamm, 2004).

D. Stroke iskemik dengan penyebab yang belum diketahui.

2.2.4 Faktor Resiko Terjadinya Stroke Iskemik Akut

Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik akut dapat diklasifikasikan

atas : ( Grau AJ, 2001; Sherki YG, 2002)

A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:


1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ras/etnis
4. Genetik
B. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
1. Riwayat stroke sebelumnya
2. Riwayat TIA sebelumnya
3. Hipertensi
4. Diabetes melitus
5. Hiperkholesterolemia
6. Merokok
7. Konsumsi alcohol
8. BMI ( Basal Metabolism Index )
9. Kontrasepsi oral
10. Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart disease)
11. Aritmia kordis ( Cardiac arrhythmia )
12. Penyakit katup jantung (Cardiac valve disease)
13. Penyakit arteri perifer (PAD = peripheral arterial disease).

2.2.5 Patofisiologi Stroke Iskemik Akut

Otak mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dengan berat hanya

2% dari berat badan dan menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang
10

beredar. Pada keadaan oksigenasi cukup terjadi metabolism aerobic dari 1 mol

glukosa dengan menghasilkan energi berupa 38 mol adenosine tripospat (ATP)

yang diantaranya digunakan untuk mempertahankan pompa ion (Na-K pump),

transport neurotransmitter (glutamate, dll) ke dalam sel, sintesis protein, lipid dan

karbohidrat, serta transfer zat-zat dalam sel, sedang dalam keadaan ischemia

terjadi metabolism anaerobic dengan menghasilkan energi 2 ATP dari 1 mol

glukosa. Keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu mekanisme

otoregulasi kurang lebih 58 ml/100 gr/mnt dan dominan pada daerah abu-abu,

dengan mean arterial blood presure (MABP) mmHg. Mekanisme ini gagal bila

terjadi perubahan tekanan yang berlebihan dan cepat atau padastroke faseakut.

Jika MABP kurang dari 50 mmHg akan terjadi iskemia sedang jika lebih dari 160

mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan terjadi edema serebri atau

ensefalopati hipertensif. ( Bahrudin, 2010).

Gambar 2.2. Penyumbatan Pembuluh Darah ( Sumber : Giraldo, 2010)

Sjahrir mengemukakan bahwa terjadi perubahan dari sel neuron otak

secara bertahap yang disebabkan oleh iskemik otak, yaitu:

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi
11

Tahap 4 : Apoptosis

Pada iskemik dibedakan dua daerah, yakni core (infark) penumbra. Daerah

yang infark dan penumbra mempunyai karakteristik kematian sel yang berbeda

yakni nekrosis dan apoptosis. Proses kerusakan awal pada stroke iskemik dimulai

oleh adanya deplesi energi setempat pada inti daerah infark otak, akibat

penurunan kadar oksigen dan glukosa secara drastis. Dalam keadaan iskemik,

pompa Na-K tidak akan bekerja karena pompa ini tergantung pada aktivitas

metabolisme sel, yakni energi dan oksigen. Akibatnya terjadi akumulasi

intraseluler ion Na+ dan Cl- disertai oleh masuknya H2O. Hal ini akan

menyebabkan edema sel, baik neuron maupun glia (Soertidewi, 2009).

Iskemia

Pompa NaK-ATPase gagal

Depolarisasi
Pelepasan glutamat Kanal Ca++
terbuka
Reseptor AMPA Reseptor Reseptor
metabotropik NMDA
Pelepasan Ca++ Influks Ca++
intrasel
Peningkatan Ca++ intrasel

Kematian Sel
Gambar 2.3 Diagram kaskade eksitatorik iskemik
(Sumber : Soertidewi, 2009)
12

2.2.6 Gejala dan Tanda Stroke

Gambar 2.4 Sirkulus Willisi dan beberapa variasi anatomik yang sering
dijumpai. Anomali diberi tanda panah. A. Sirkulus Willisi yang normal B.
Reduplikasi arteria kommunikans anterior. C. Arteria serebri anterior yang
menyempit seperti tali. D. Arteria kommunikans posterior yang menyempit
seperti tali. E. Arteria serebri posterior yang secara embrionik berasal dari
arteria karotis interna. ACA, arteria serebri anterior; AcomA, arteria
kommunikans anterior; MCA, arteria serebri media; ICA, arteria karotis
interna; PcomA, arteria komunikans posterior; PCA, arteria serebri
posterior; SCA, arteria serebelaris superior; BA, arteria basilaris; AICA,
arteri serebelaris inferior anterior; PICA, arteri serebelaris inferior
posterior; VA, arteria vertebralis (Price, Wilson, 2006).

Stroke adalah suatu kedaruratan medis, karena intervensi dini dapat

menghentikan dan bahkan memulihkan kerusakan pada neuron akibat gangguan

perfusi. Tanda utama stroke atau cerebrovascular accident (CVA) adalah

munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal.

2.2.7 Tanda dan Gejala Stroke Iskemik Akut

Tanda utama stroke iskemik adalah muncul secara mendadak defisit

neurologik fokal. Gejala baru terjadi dalam hitungan detik maupun menit, atau terjadi

ketika bangun tidur (Fitzsimmons, 2007). Defisit tersebut mungkin mengalami

perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap (Price dan

Wilson, 2002).
13

Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau

tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti

penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata bingung

mendadak tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan

atau koordinasi dan nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. Titik

percabangan atau sudut pembuluh-pembuluh besar merupakan bagian yang paling

rentan terhadap gangguan aliran karena stenosis berkaitan dengan insufisiensi

arteri ke otak dapat bersifat fokal dan temporer, atau disfungsinya mungkin

permanen, disertai kematian jaringan dan defisit neurologik. Kita sulit

memastikan adanya hubungan yang erat antara gejala yang berkaitan dengan

pembuluh tertentu dan manifestasi klinis yang sebenarnya pada seorang pasien

karena faktor-faktor berikut: (Price, Wilson, 2006)

A. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan

sirkulus Willisi (lihat Gbr. 2.3). Sumbatan total sebuah arteri karotis mungkin

tidak menimbulkan gejala apabila arteri serebri anterior sinistra dan arteri

serebri media sinistra mendapat darah yang adekuat dari arteria kommunikans

anterior. Apabila pasokan darah ini tidak memadai, mungkin timbul gejala

berupa kebingungan, monoparesis atau hemiparesis kontralateral, dan

inkontinensia.

B. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria serebri

anterior, media, dan posterior di korteks serebrum. Anastomosis juga terdapat

antara arteria serebri anterior kedua hemisfer melalui korpus kalosum.

C. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentral yang mendapat darah

darinya dan suatu daerah suplai perifer, atau daerah perbatasan, yang
14

mungkin mendapat darah dari arteri lain. Terdapat anastomosis antara akarotis

eksterna dan interna, seperti di sekitar orbita, dengan darah dari pembuluh

karotis eksterna mengalir balik ke arteria oftalmika.

D. Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam menentukan

gejala yang ditimbulkan oleh proses patologik tertentu. Sebagai contoh,

pembuluh yang mengalami stenosis mungkin tidak menimbulkan gejala

asalkan tekanan darah sistemik 190/110 mmHg, tetapi apabila tekanan

tersebut berkurang menjadi 120/70 mmHg, dapat timbul beragam gejala,

bergantung pada lokasi daerah stenotik tersebut. Hiponatremia dan

hipertermia adalah faktor metabolik yang mendorong terjadinya defisit

neurologik apabila terdapat pembuluh yang stenotik. Hiponatremia

menyebabkan pembengkakkan neuron yang ditimbulkan oleh pergeseran

osmotik cairan dari kompartemen cairan ekstrasel (CES) ke dalam

kompartemen cairan intrasel (CIS) yang relatif hipertonik. Hipertermia

meningkatkan aktivitas metabolik dan kebutuhan oksigen pada sel-sel yang

mungkin mengalami kekurangan oksigen karena menyempitnya arteri-arteri

yang memperdarahi sel-sel tersebut.

Tabel 2.1 Gejala dan tanda stroke iskemik berdasarkan lokasi struktur otak yang terkena

Gejala dan Tanda Struktur Otak yang Terkena


a. Dapat terjadi kebutaan satu mata Arteri karotis interna (sirkulasi anterior:
(episodik dan disebut amaurosis fugaks) gejala biasanya unilateral). Lokasi
di sisi arteri karotis yang terkena, akibat tersering lesi adalah bifurkasio arteri
15

Gejala dan Tanda Struktur Otak yang Terkena


insufisiensi arteri retinalis. karotis komunis ke dalam arteri karotis
b. Gejala sensorik dan motorik di interna dan eksterna. Cabang-cabang
ekstremitas kontralateral karena arteri karotis interna adalah arteri
insufisiensi arteri serebri media. oftalmika, arteri komunikan posterior,
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteri arteri koroidalis anterior, arteri serebri
serebri anterior dan media atau ateri anterior, dan arteri serebri media.
serebri media. Gejala mula-mula timbul
di ekstremitas atas dan mungkin
mengenai wajah. Apabila lesi di
hemisfer dominan, maka terjadi afasia
ekspresif karena keterlibatan daerah
bicara-motorik Broca.

a. Hemiparesis atau monoparesis Arteri Serebri media (tersering)


kontralateral (biasanya mengenai
lengan).
b. Kadang-kadang hemianopsia kebutaan)
kontralteral.
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan
terkena); gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi

a. Kelumpuhan di satu sampai empat Sistem vertrebrobasilar (sirkulasi


ekstremitas posterior; manifestasi biasanya bilateral)
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Ataksia
d. Tanda-tanda babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum seperti tremor
intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan
daya ingat, disorientasi
i. Gangguan penglihatan (diplopia,
nigtagmus, ptosis, paralisis satu gerakan
mata, hemianopsia homonium
j. Tinitus, gangguan pendengaran
k. Rasa baal di wajah, mulut, dan lidah

a. Koma Arteri serebri posterior (di lobus otak


b. Hemiparesis kontralateral tengah atau talamus)
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga:
hemianopsia, koreoatetosis
(Harsono, 2005)

Perkembangan gejala neurologis tergantung dari mekanisme stroke iskemik

dan derajat aliran darah kolateral. Pada semua subtipe infark, dari embolik ke lakunar,

terdapat gejala fluktuatif setelah onset, memperlihatkan variasi derajat aliaran darah
16

kolateral ke jaringan iskemik. TIA dijumpai pada 20% kasus infark iskemik,

walaupun TIA lebih berhubungan dengan aterosklerosis, TIA dijumpai pada subtipe

yang lain. Diperkirakan 10-30% pasien stroke iskemik akut, defisit neurologik yang

progresif pada 24-48 jam pertama yang disebut stroke in evolution (Fitzsimmons,

2007).

Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak

mungkin berkaitan dengan gejala dan tanda berikut yang disebut sindrom

neurovaskular. Walaupun perdarahan di daerah vaskular yang sama mungkin

menimbulkan banyak efek yang serupa, gambaran klinis keseluruhan cenderung

berbeda karena, dalam perluasannya ke arah dalam, perdarahan dapat mengenai

teritorial dari lebih satu pembuluh. Selain itu, perdarahan menyebabkan pergeseran

jaringan dan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) (Price dan Wilson, 2002).

2.2.8 Diagnosis Stroke Iskemik Akut

Untuk mendiagnosis seseorang yang menderita stroke yang pertama adalah

menentukan apakah yang dihadapi seorang penderita dengan stroke sumbatan atau

perdarahan, karena penanganan penderita stroke perdarahan sangat berlainan

dengan pengobatan stroke sumbatan (infark).

Gold Standart penegakan diagnosis stroke infark atau perdarahan adalah

menggunakan CT scan. Tetapi karena alat ini hanya di jumpai di kota besar, maka

bila tidak ada CT Scan, Diagnosis harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis dan

menggunakan sistem skoring (Soertidewi, L., Misbach, Y., Harris, S., et al, 2009).

2.2.9 Pemeriksaan Klinis

A. Anamnesis

Anamnesis yang cermat sangat membantu untuk menegakkan diagnosis


17

yang tepat. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada

penderita stroke, antara lain: (Bahrudin, 2010).

1. Harus ditanya bagaimana permulaan, apakah sangat akut (mendadak) sehingga

dalam beberapa detik penderita jatuh tidak sadar, atau terjadi subakut dalam

beberapa jam yang terakhir biasanya suatu infark.

2. Harus ditanya apakah pada permulaan serangan penderita baru bangun,

ataukah serangan pertama terjadi sewaktu penderita baru marah, baru makan,

atau melakukan yang terakhir biasanya suatu perdarahan atau emboli.

3. Bagaimana selanjutnya perjalanan gejala, apakah gejala bertambah buruk,

ataukah gejala-gejala semakin berkurang.

4. Berapakali serangan telah dialami penderita. Pada infark kadang-kadang

sebelumnya telah terjadi serangan, yang setelah seperempat jam sembuh

Transient Ischemic Attack (TIA), kemudian serangan baru, yang sembuh lagi,

dst., tiap serangan bertambah berat.

5. Harus ditanya apakah terjadi nyeri kepala sebelum atau selama terjadi

serangan.

6. Kesadaran penderita berkurang

7. Apakah terdapat penyakit sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, atau anesi

(keduanya).

8. Apakah sebelum timbul gejala penderita minum obat-obatan (antidiabetes,

antihipertensi).

B. Pemeriksaan Obyektif

Tujuan pemeriksaan obyektif adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,


18

dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan obyektif

harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma,

infeksi, dan iritasi meningen. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler

penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli,

perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri

karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus

dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri ( Hassmann KA, 2010).

Biasanya pemeriksaan ini dilakukan dengan cara : (Bahrudin, 2010)

a. Palpasi dan auskultasi dari arteri atau cabang arteri karotis yang terletak dekat

b. Mendengardan mencari bruit cranial atau servical

c. Mengukur tekanan darah pada kedua lengan dalam posisi berbaring dan

duduk.

Tabel 2.2 Tabel Diagnosis banding perdarahan dan infark otak


GEJALA PERDARAHAN INFARK
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun Pagi
Peringatan Sebelumnya - ++
Nyeri Kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran Menurun ++ +/-
++ +
Bradikardi
(dari hari 1) (terjadi hari ke 4)
Pendarahan di Retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kudu, kernig, brudzinki ++ -
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/Subkortikal
(Bahrudin, 2010)
C. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala

stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti
19

stroke dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan

terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik

dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan

tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningitis pun harus dicari.

Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di

mana pada Bells palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat

alis atau mengerutkan dahinya (Adam and Victor, 2005).

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

tersumbat, diantaranya :

1. Arteri serebri media


Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi

kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia karena arteri

serebri ini memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas

dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.


2. Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan

bicara, timbulnya refleks primitive, penurunan tingkat kesadaran, kelemahan

kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik

kontralateral, demensia, dan inkontinensiauri.


3. Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonim kontralateral, kebutaan

kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral,

gangguan memori.
4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan defisit nervus kranialis,

serebellar, batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo,

nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski


20

bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas

pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling berseberangan (defisit

nervus kranialis ipsilateral dan defisit motorik kontralateral).


5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah

bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna.

Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika

(manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis

fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri anterior dan media

sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat timbul.
6. Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di

daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang

timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini

biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti

diabetes dan hipertensi (Bahrudin, 2010).

D. Pemeriksaan Penunjang

1. CT (computed tomography) scan

Pada CT Scan dapat memberikan informasi tentang

lokasi,ukuraninfark,perdarahan dan apakah perdarahan menyebar keruang intra

ventrikuler, serta dapatmembantu perencanaan operasi. Contoh gambaran CT scan

pada stroke infark terdapat pada gambar di bawah ini.


21

Gambar 2.5 Gambar Gambaran CT scan pada Stroke infark (Bahrudin, 2010)

Apabila dilakukan kombinasi pemeriksaan CT perfusi dan angiografi CT

setelah awitan stroke, maka terjadi derajat akurasi dalam penentuan lokalisasi

secara dini, lokalisasi vaskular, dan diagnosis etiologi. Namun pembedaan antara

kausa embolus dan trombus pada stroke iskemik masih sulit dilakukan

(Price, Wilson, 2006).

2. CT Perfusi

CT Perfusi berguna untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya

iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari

region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di

daerah tersebut (Josephson, S, 2010).

3. CT Angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi

(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral

yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,

CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami

hipoperfusi memberikan gambaran hipodense (Hassmann, 2010).

4. EKG ( elektrokardiografi)

Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung

lainnya sebagai penyebab penyakit stroke, maka EKG harus dilakukan pada

semua penderita stroke akut ( Bahrudin, 2010).

5. Kadar gula darah.


22

Periksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes

mellitus sebagai salah satu faktor risiko utama stroke (Bahrudin, 2010).

6. Elektrolit Serum dan Faal Ginjal

Pemeriksaan ini diperlukan, terutama berkaitan dengan kemungkinan

pemberian obat osmoterapi pada penderita stroke yang disertai peningkatan

tekanan intracranial, dan keadaan dehidrasi ( Bahrudin, 2010).

7. Darah lengkap (hitung sel darah)

Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan

hematologik yang mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia,

dan keganasan ( Bahrudin, 2010).

8. Faal Hemostasis

Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protrombin (PT) dan tromboplastin

(aPTT) diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan

trombolitik ( Bahrudin, 2010).

9. X-foto Thoraks

Pemeriksaan radiologik toraks berguna untuk menilai besar jantung,

adanya kalsifikasi katup jantung, maupun edema paru ( Bahrudin, 2010).

10. Transcranium Doppler (TCD)

Transcranium Doppler, yaitu ultrasonografi yang menggabungkan citra

dan suara, memungkinkan kita menilai aliran di dalam arteri dan mengidentifikasi

stenosis yang mengancam aliran ke otak (Price, Wilson, 2006).

11. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)

PET mungkin bermanfaat karena prosedur ini dapat mengidentifikasi

seberapa besar suatu daerah di otakmenerima dan memetabolisme glukosa serta


23

luascedera. Dengan demikian, daerah-daerah yang perfusinya berkurang dapat

diidentifikasi (Price, Wilson, 2006).

12. Ekokardiogram transesofagtts

Ekokardiogram transesofagtts sangat sensitiv dalam mendeteksi sumber

kardioembolus potensial. Ekokardiogram telah menjadi komponen rutin dalam

evaluasi stroke iskemik apabila dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi

fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab embolisasi. Defek struktural

yang dapat diungkapkan oleh Ekokardiogram transesofagtts, dan yang berkaitan

dengan trombus jantung dan embolisasi, adalah vegetasi katup aorta dan mitralis,

defek spektum atrium, foramen ovale paten, plak aorta yang menonjol, dan

kelainan katup mitralis (Price, Wilson, 2006).

13. Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu (sesuai indikasi)

Tes faal hati, saturasi oksigen, analisis gas darah, toksikologi, kadar

a1kohol dalam darah, EEG (elektro-ensefalografi) (terutama pada paralisis Todd) (

Bahrudin, 2010).

Beberapa sistem skoring dapat membantu menegakkan diagnosis.

Diantaranya, dikenal skor siriraj dan skor gajah mada sebagai berikut:

a) Skor Siriraj

Skor Stroke Siriraj = (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) (3 x A) 12

Keterangan:

S: Derajat Kesadaran (0= Compos Mentis, 1= Somnollen, 2= Sopor/koma)

M: Muntah (0= tidak ada, 1= ada)

N: Nyeri Kepala (0= tidak ada, 1= ada)

A: Aterome (0= tidak ada, 1= satu/lebih: DM, angina, penyakit pembuluh darah)
24

Interpretasi:

Skor > 1 : perdarahan supratentorial

Skor < -1 : infark serebri

Skor -1 s/d 1 : meragukan (memerlukan CT Scan)

b) Skor Gajah Mada

Tiga positif atau 2 dan ketiganya:

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, reflex Babinsky

Jika ya: stroke perdarahan

Jika tidak: pertimbangkan berikutnya

Penurunan kesadaran (+) nyeri kepala (-) reflek babinsky (-)

Jika ya: stroke perdarahan

Jika tidak: pertimbangkan berikutnya

Penurunan kesadaran (-) nyeri kepala (+) reflek babinsky (-)

Jika ya: stroke perdarahan

Jika tidak: pertimbangkan berikutnya

Penurunan kesadaran (-) nyeri kepala (-) reflek babinsky (+)

Jika ya: stroke non-perdarahan(stroke iskemik akut atau stroke infark)

Jika tidak: pertimbangkan berikutnya

Penurunan kesadaran (-) nyeri kepala (-) reflek babinsky (-)

Jika ya: stroke non perdarahan

(Soertidewi, L., Misbach, Y., Harris, S., et al, 2009)


25

2.2.10 Penatalaksanaan

2.2.10.1 Terapi Stroke

Menurut Bahrudin tujuan utama terapi pada stroke adalah:

a. Mencegah kerusakan otak yang bersifat irreversibel

b. Mencegah komplikasi

c. Mencegah kecacatan yang lebih berat

d. Mencegah serangan ulang

Penatalaksanaan terapi stroke menurut Bahrudin berpedoman pada 5B,

yaitu:

a. Breath

Menjaga agar fungsi pernafasan dan oksigen adekuat terutama pada penderita

dengankesadaran menurun.

b. Blood

Peningkatan tekanan darah sering didapatkan pada saat serangan akut

stroke.Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada

stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu

tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg.

c. Brain

1. Penurunan kesadaran

Dipantau dengan GCS (Glasgow Coma Scale) serta tanda-tanda darah,

derajat nadi, frekwensi pernafasan) serta waspada agar jangan mengalami

aspirasi.

2. Kejang

a) Sering terjadi pada lesi kortikal daripada subkortikal. Segera


26

pemberian diazepam iv.

b) Kejang dapat mengakibatkan kerusakan neuron dan menyebabkan

ketidak stabilan pada pasien yang sudah kritis, karena itu harus segera

diterapi.

c) Pada PIS (Pendarahan Intraserebral), terapi antiepilepsi profilaksis

(lebih disukai pemakaian dengan dosis titrasi tergantung kadar obat

dalam darah (14 - 23 diberikan selama satu bulan dan kemudian

diturunkan dan dihentikan ada kejang selama pengobatan.

d) Kejang akut dapat juga diterapi dengan lorazepam (0,05 - 0,1 mg/kg)

phenitoin loading dose 15 - 20 mg/kg, valproic acid 15 - 45

phenobarbital 15 - 20 mg/kg.

3. Peningkatan intrakranial

Beberapa cara untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat

antara lain:

a) Tirah baring dengan kepala ditinggikan 20 - 30

b) Hipotermi

c) Hiperventilasi dengan ventilasi sehingga Pa CO2 30-35 mmHg.

d) Manitol 20% 100ml atau 0,25-0,5 gram/kg BB/kali dalam waktu 15-

30 menit, 4-6kali sehari.

d. Bowel

1. Dengan memperhatikan fungsi saluran cerna dan nutrisi.

2. Nutrisi enteral harus segera di mulai setelah 48 jam untuk mencegah

terjadinya malnutrisi.

3. Bisa juga memakai nasoduodenal tube untuk mengurangi resiko terjadinya


27

aspirasi.

4. Penelitian membuktikan terjadi penurunan angka kematian sebanyak 6%

pada penderita disphagic stroke yang mendapatkan nutrisi enteral seawal

mungkin di bandingkan dengan yang tidak di pasang tube feeding selama

minggu pertama.

e. Bone dan Body skin

1. Dengan cara mengubah posisi tidur miring kiri dan kanan secara

bergantian tiap selang waktu beberapa jam hal ini dilakukan untuk

mencegah komplikasi seperti decubitus, postural pnemoni dll.

2. Perawatan dan pemantauan kulit ( Bahrudin, 2010).

2.2.10.2 Terapi Khusus atau Terapi Medis Stroke Iskemik Akut

Untuk mencegah kecacatan dan kematian karena stroke, penderita harus

diperlakukan dengan prinsip time is brain. Menurut cara pandang ini, serangan

stroke akut merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani. Beberapa

penelitian klinik telah menunjukkan bahwa iskemia serebral yang berlangsung

lebih dari 6 jam dapat mengakibatkan kerusakan sel otak secara permanen

( Bahrudin, 2010).

Penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut :

a. Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >I 10 mmHg

bila dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi

emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.

b. Jika tekanan darah sistolik >220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik >120

mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang

atau digandakan setiap 10 - 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang


28

memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang diberikan

melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap

6-8 jam bila diperlukan. Pilihan obat lain adalah nicardipine atau diltiazem.

c. Tekanan Darah Sistolik (TDS) <220 mmHg dan/ atau Tekanan Darah Diastolik

(TDD) <120 mmHg, tunda terapi kecuali Intra Cerebral Haemorrhagic (ICH),

Chronic Heart Failure (CHF), Infark Miokard Akut (IMA), edema paru,

diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya.

d. Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20%-25% dari

tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per

kasus.

e. Pada pasien dengan kandidat trombolisis Tekanan Darah Sistolik (TDS) >185

atau Tekanan Darah Diastolik (TDD) >110mmHg harus diturunkan.

f. Hiperventilasi dengan ventilasi sehingga Pa CO2 30 - 35 mmHg.

g. Manitol 20% 100 ml atau 0,25 - 0,5 gram/kg BB/kali dalam waktu 15 - 4 6

kali sehari.

Strategi pengobatan stroke iskemik saat ini tertuju pada tatalaksana

modifikasi resiko melalui kombinasi perubahan gaya hidup, termasuk diet,

olahraga, henti merokok, operasi karotis pada resiko tinggi dan terapi

farmakologik dengan antihipertensi, antihiperlipidemia, antikoagulan dan atau

antiplatelet ( Bahrudin, 2010).

Terapi khusus atau terapi medis penyait stroke iskemik akut diantaranya:

A. Neuroproteksi

Neuroproteksi yaitu mencegah kerusakan otak agar tidak berkembang


29

lebih berat akibat adanya area ischemia. Obat yang digunakan (pirasetam, CDP

Cholin, d11) (Bahrudin, 2010).

Pada stroke iskemik akut, dalam batas tertentu sebagian besar cedera jaringan

dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut

sebagai strategi neuroprotektif. Pendekatan lain untuk mempertahan jaringan

adalah pemakaian obat neuroprotektif (Price, Wilson, 2006)

B. Reperfusi

Reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk

memperbaiki area iskemik dengan obat-obat anti trombotik (antikoagulan,

antiplatelet, trombolitik) (Bahrudin, 2010).


30

ANTITHROMBOTIC AGENTS

ANTI-PLATELET ANTI- THROBOLYTIC


AGENTS COAGULANTS AGENTS

ORAL PARENTERA ORAL PARENTERAL PARENTERAL

Aspirin LGPIIb Heparin Streptokinase


Coumarin
Dipyridamol Antagonist Warfarrin LMWH Urokinase
Ticlopidin Abxicimab Melagatran Hirudin tPA
Clopidogrel TirofibanEptifibatide Argatroban
Cilostazol Fondaparinox
Sulpinpyrazone

Gambar 2.6. Diagram terapi khusus Stroke iskemik (Bahrudin, 2010)

C. Antiplatelet

Terapi ini memegang peran penting dalam prevensi jangka panjang stroke

iskemik dan kejadian vaskuler pada penderita penderita yang telah mengalami

stroke iskemik akut atau TIA. Ada beberapa faktor yang dapat membantu dalam

menentukan pemilihan penggunaan antipaletelet yang harus segera diberikan pada

Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke iskemik. Faktor faktor tersebut seperti

penyakit kormobid, efek samping obat dan biaya pengobatan akan mempengaruhi

penentuan pemilihan dengan aspirin dosis rendah, kombinasi aspirin dan

dipyridamole ER, ADP, antagonis reseptor ticlopidine dan clopidogrel (Bahrudin,

2010).

1. Aspirin

Aspirin dengan dosis antara 50 hingga 1300 mg per hari efektip untuk

prevensi stroke iskemik setelah serangan stroke atau TIA.


31

2. Dipyridamole

Dipyridamole adalah inhibitor phosphodiesterase platelet yang

mempertahankan cyclic adenosisne monophosphate, sehingga mencegah agregasi

platelet. Dipyridamole juga bekerja sebagai vasodilator dan mencegah adhesi

platelet ke dinding pembuluh darah.

3. Clopidogrel

Clopidogrel adalah inhibitor fungsi platelet yang bersifat ireversibel

dengan hambatan pada reseptor adenosine diphosphat untuk mencegah agregasi

platelet.

4. Antikoagulasi

The European Stroke Initiative (2000) merekomendasikan bahwa

antikoagulan oral (INR 2,0 sampai 3,0) diindikasikan pada stroke yang

disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang

lebih tinggi (INR 3,0 sampai 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup

prostetik mekanis (Price, Wilson, 2006).

5. Trombolis Intravena

Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh the US Food and Drug

Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator

plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. TPA dapat digunakan

untukcedera otak, dan angka kematian nasional yang telah disesuaikan dengan

usia untuk stroke berkurang 1,1% sejak tahun 1995. Terapi dengan TPA intravena

tetap menjadi standar perawatan untuk stroke akut dalam tiga jam pertama

setelah awitan gejala ( Price, Wilson, 2006).


32

6. Pengendalian Edema

Edema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum iskemik,

terutama pada keterlibatan pembuluh-pembuluh besar di daerah arteria serebri

media ( Price, Wilson, 2006).

7. Terapi Bedah

Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani

uji klinis dan dicadangkan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini,

salah satu sisi tengkorak diangkat (suatu hemikraniektomi) sehingga jaringan otak

yang mengalami infark dan edema mengembang tanpa dibatasi oleh struktur

tengkorak yang kaku. Dengan demikian dapat mencegah tekanan dan distorsi pada

jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak ( Price, Wilson, 2006).

Gambar 2.7. Diagram endarterektomi karotis. Digunakan sebuah selang bypass


sewaktu lesi aterosklerotik di bifurkasio karotis dikeluarkan.
(Sumber: Price, Wilson, 2006)

2.2.11 Pemulihan Stroke Iskemik Akut

B. Fenomena Plastisitas otak

Proses pemulihan stroke iskemik akut bisa terjadi dalam berbagai tahapan.

Awalnya terjadi reperfusi jaringan iskemik disertai oleh terhentinya peradangan

yang dipicu oleh glutamin yang dapat menyebabkan kerusakan neuron lebih

lanjut. Kerusakan neuron bisa berkurang saat neuron ada di tempat penumbra
33

iskemik mulai pulih. Kemudian dalam beberapa hari dan minggu setelah stroke

akut, otak mulai melakukan proses melelahkan memulihkan fungsi yang hilang

untuk mereorganisaikan dirinya sendiri, fenomena inilah yang disebut sebagai

plastisitas (Azari, 2000). Plastisitas adalah kemampuan unik yang membedakan

sistem saraf dari jaringan lain, karena jaringan neuron tidak memiliki kemampuan

seperti jaringan lain untuk melakukan regenerasi (Price, Wilson, 2006).

C. Peran Plastisitas Otak

Hebatnya, otak yang pernah mengalami kerusakan saraf, kelihatannya

menunjukkan suatu bentuk reorganisasi fungsional alternatif yang disebut

Plastisitas adaptif. Tipe plastisitas inimelibatkan rekruitmen korteks yang

terletak di dalam sistem yang sama dengan daerah otak yang rusak dan juga

mungkin melibatkan pemakaian jalur-jalur kompensatorik dari daerah yang

barudirekrut ke medula spinalis (Price,Wilson,2006).

Selain itu, sebagian pasien stroke juga merekrut jalur-jalur saraf di regio

otak yang secara normal tidak terlibat dalam fungsi motorik. Sebagai contoh,

orang-orang yang mengalami paresis (kelumpuhan) akibat stroke menggunsksn

sebagian dari korteks oksipitalis (penglihatan), serta sebagian dari korteks

motorik, saat mereka mencoba melakukan tugas motorik misalnya menggerakkan

jari tangan (Azari dan Seitz, 2000).

2.2.12 Pencegahan Stroke Iskemik Akut

A. Pencegahan Primer

Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati

faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Hipertensi adalah faktor resiko

paling prevalen, terutama Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension, ISH).


34

Dibuktikan bahwa terapi aktif terhadap ISH secara bermakna menurunkan resiko

stroke, terutama pada pasien berusia lanjut. Pada sebuah uji klinis, pengidap ISH

yang mendapat penyekat saluran kalsium nitrendipin (Cardif, Nitrepin)

memperlihatkan penurunan 425% dalam stroke fatal dan non fatal selama periode

rata-rata 2 tahun (Price, Wilson, 2006).

Pendekatan pencegahan primer yang kedua adalah mempertimbangkan

endarterektomi karotis (CEA) pada pasien simtomatik dengan bising karotis,

terutama dengan stenosis 60% sampai 90% (Price, Wilson, 2006).

Terdapat dua pendekatan utama pada pencegahan stroke iskemik akut, yaitu:

1. Strategi kesehatan masyarakat

Strategi kesehatan didasarkan pada peraturan dan program pendidikan yang

bertujuan mengurasi perilaku berisiko pada seluruh populasi.

2. Strategi risiko tinggi

Strategi risiko tinggi mengarahkan upayanya untuk orang-orang yang

memiliki risiko stroke iskemik di atas rata-rata.

B. Pencegahan Sekunder Stroke

Pencegahan sekunder mengacu kepada strategi untuk mencegah

kekambuhan stroke iskemik. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi,

CEA (Carotid Endarterectomy) dan memakai obat antiagregat antitrombosit

(Price, Wilson, 2006).

2.2.13 Komplikasi Stroke Iskemik Akut

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi

edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang (Hassmann, 2010).


35

A. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun

agak jarang (10-20%)


B. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah

indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol

dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan

dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder

stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami

transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada

5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.

Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis

dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan

evakuasi.
C. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-

stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang

mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.

Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama

seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Penyakit Stroke Iskemik Akut merupakan penyebab kematian nomor dua

di dunia dan penyebab kecacatan utama pada orang dewasa.


36

2. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin,

genetik dan ras/etnis.


3. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi yang paling penting adalah

hipertensi.
4. Otak menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang beredar,

keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh mekanisme

otoregulasi sekitar 58 ml/100 gr/mnt dan akan gagal bisa terjadi perubahan

tekanan yang berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut.
5. Tanda utama stroke iskemik akut adalah muncul secara mendadak defisit

neurologik fokal.
6. Gejala umumnya meliputi: baal atau lemas mendadak di wajah, lengan,

atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan

seperti penglihatan ganda, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan,

nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.


7. Gejala dan tanda Stroke iskemik bervariasi bergantung pada lokasi arteri

yang tersumbat dan luasnya aliran kolateral yang tersisa.


8. Anamnesis dan pemeriksaan obyektif yang cermat dengan pencarian teliti

terhadap faktor-faktor kontribusi merupakan hal mendasar dalam evaluasi

penyakit Stroke (serebrovaskular).


9. Terapi pada stroke iskemik dipermudah oleh diagnosis yang pasti yang

menentukan patologi vaskular primer serta luas dan letak stroke, Ct scan,

angriografi, ultrasonografi merupakan pencitraan otak yang penting.


10. Tatalaksana modifikasi resiko melalui kombinasi perubahan gaya hidup

(diet, olahraga, henti merokok) operasi karotis pada resiko tinggi dan

terapi farmakologik dengan antihipertensi, antihiperlipidemia,

antikoagulan dan atau antiplatelet merupakan strategi pengobatan stroke

iskemik yang bagus.

3.2 Saran
37

1. Menghindari faktor resiko dari penyakit stroke iskemik akut yang dapat

dimodifikasi dimulai dari individu itu sendiri.


2. Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat luas tentang

Penyakit Stroke iskemik akut sehingga mereka bisa meminimalkan

adanya faktor resiko terkena penyakit stroke iskemik akut tersebut.


3. Memberikan penyuluhan serta pelayanan yang optimal terhadap pasien

Penyakit Stroke Iskemik Akut sehingga mereka bisa lebih meminimalkan

akan terjangkitnya kembali penyakit tersebut.


4. Memberikan obat yang tepat bagi penderita penyakit stroke iskemik akut

dengan dosis yang tepat, dan melakukan terapi bagi penderita secara

berkelanjutan untuk menghindari kambuhnya kembali penyakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai