Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


.

Kebijakan Umum :
1 Pelayanan di unit harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
2 Setiap petugas harus bekerja sesuai standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etika umum dan menghormati hak
pasien.
3 Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan secara teratur dan
kalibrasi sesuai ketentuan yang berlaku.
4 Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5 Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
6 Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam kecuali unit-unit tertentu.
7 Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan.
8 Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
minimal satu bulan sekali.
9 Semua unit wajib membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan.

Kebijakan KHusus :

1 Yang termasuk pelayanan resiko tinggi adalah :

Kasus Emergency

Kasus Resusitasi

Penanganan, Penggunaan,dan pemberian darah dan produk darah

Penggunaan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma

Perawatan penyakit menular


Perawatan pasien dengan penurunan daya tahan tubuh

Asuhan Pasien Dialisis

Restraint

Lansia

Anak

Pasien Cacat

Populasi yang beresiko disiksa

Asuhan pasien kemoterapi

2 Pelaksanaan pelayanan resiko tinggi sesuai SPO yang berlaku

Direktur,
PANDUAN PELAYANAN KASUS EMERGENCY

A. PENDAHULUAN

Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel


merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti
hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan
untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa
terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera
(kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma.
Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian
kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu setelah trauma).

Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada


organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi,
gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera
SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera
penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi
(mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi
lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan
pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan
untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan
dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.

Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya


masing-masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain
adalah petunjuk umum dalam mengelola korban bencana
disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan
modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan
perubahan.Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien
sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang
tersedia dalam memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam
usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal),
dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana
(Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana
mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan
pengelolaan bencana memerlukan perencanaan sistem pelayanan
gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran /
rescue, petugas hukum dan masyarakat.

Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik


harus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana.
Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-
hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh
semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam
subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit.
Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando
Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) /
Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa juga pada penegak hukum
seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan.
Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan
transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki
untuk mendapatkan pengelolaan bencana yang berhasil.

Tingkat respons atas bencana.

Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan


ditempat kejadian :

Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh


petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa
memerlukan bantuan dari luar organisasi.

Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat


membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal
hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar
instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.

Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber


sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional.
Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi.
Diperlukan koordinasi luas antar instansi.

TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin
akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan
prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya
memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan
proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat
medik.

Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang


tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus
menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi
memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat
tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia,
dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan
yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera
multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak
stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei
primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan
dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas
dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil).

Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan


tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai
dan menstabilkan pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau
bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi
bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan
sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius
harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan.

Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan


baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase.
Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage
tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan
sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi
keduanya lebih layak digunakan.
Tag Triase

Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan
tindakan medik terhadap korban.

Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan
tidak mungkin diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan


penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk
tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera
kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka
bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun


dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin
mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang
leher tidak berat, serta luka bakar ringan).

Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak


membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama
sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera
jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-
fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat
psikologis).Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan
prioritas 0 sebagai.

Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera


atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak
memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label
yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.
Triase Sistim METTAG.

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas


korban. Resusitasi ditempat.

Triase Sistem Penuntun Lapangan START.

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi,


perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status
Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera
atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban
yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.

Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang


sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan
START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE


Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi
kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam
jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah
korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah
algoritma
Algoritma Sistem START :

Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning =


Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor. Semua korban diluar algoritma
diatas : Kuning. Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.
Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah
tagging.
Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas
berikutnya.

*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup


terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan
persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim
Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara
cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim
Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag.

(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase,


namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).

1 Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

2 Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan


bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk
menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health
Assessment /RHA).

3 Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk


mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan
antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari
kesimpulan RHA).

4 Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu
tersedia

a Petugas Komando Bencana.

b Petugas Komunikasi.

c Petugas Ekstrikasi/Bahaya.

d Petugas Triase Primer.

e Petugas Triase Sekunder.

f Petugas Perawatan.

g Petugas Angkut atau Transportasi.

5 Kenali dan tunjuk area sektor bencana :

a Sektor Komando / Komunikasi Bencana.

b Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).

c Sektor Bencana.

d Sektor Ekstrikasi / Bahaya

e Sektor Triase.

f Sektor Tindakan Primer.

g Sektor Tindakan Sekunder.

h Sektor Transportasi.
6 Rencana Pasca Kejadian Bencana :

7 Kritik Pasca Musibah.

8 CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama


dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu
transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan
tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.

TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK

Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai
melakukan triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi
korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka
ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah
dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.

TRANSPORTASI KORBAN

Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan


serta transportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama
dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar
pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode
emas hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk
tidak membebani RS rujukan melebihi kemampuannya. Cegah pasien
yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana
ke RS).

PERIMETER

Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas


keamanan mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah
masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter
seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk
dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.

Jalur untuk Transport Korban


Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter
sekitar lokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang
dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau
zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun
diizinkan melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah
menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa izin.
Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya
lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang
tidak stabil atau berbahaya.

Keamanan.

Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur


semua kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman
api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat
keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau
korban, ia punya wewenang menghentikan atau merubah operasi
untuk mecegah risiko lebih lanjut. Semua anggota Tim Tanggap
Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu
sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk
menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta
kerusakan.

PENILAIAN AWAL.

Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer,


resusitasi-stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau
transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk
menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila
tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer.
Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
Survei Primer.

Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,


breathing, circulation and hemorrhage control, disability,
exposure/environment).
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-
paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera
langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran.
Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau
krikotiroidotomi atau trakheostomi.

Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan


oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya
atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang
hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada
atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai
pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi
mekanik.

Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak,


sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau
kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan
eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah
memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer
di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan
langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.

Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan


motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius.
Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera
spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan
usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks
cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan
tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang
memerlukan konsultasi bedah saraf segera.

Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau


kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan
kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam
sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau
diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.

Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol


lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap.
Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang
iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus
hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.

Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang


dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor
ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data
penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik
untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi
cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera
(darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong
keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral
sebelum kateterisasi.

RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF

Fase Resusitasi.

Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan


intervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis
sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah
selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital,
merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila
perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.Pasien
dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam
untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan
organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak
terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan
penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi
adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran
urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ.
Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa
membantu.

Survei Sekunder.

Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah


memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan
memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan
survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas
resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat,
termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis
sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi
tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini
membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme
cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold
injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.

Pemeriksaan Fisik Berurutan.

Diktum jari atau pipa dalam setiap lubang mengarahkan


pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera,
instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala
hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.

PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.


Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang
menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah
penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi.
Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang
radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.

Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai
dalam 20 menit. Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya
dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut.
Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian
bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak
hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan
resusitasi IV dimulai.

Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi.


Skrining urin untuk penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa,
untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat
diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter
koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum
lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah
stabilisasi dan resusitasi.

PENUTUP.
Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa
terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib
melaksanakan Sistim Komando Bencana dan berpegang pada SPGDT-
S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan
bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki
pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-
jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.
Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa
semua petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan
dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil dan mampu saat
bencana sebenarnya.

RUJUKAN.
1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General
Emergency Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006.
2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana.
Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.
3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen
Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.
4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan
Penaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan R.I. Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002.
5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition.
American College of Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL
60611-2797.
6. Multiple Casualty Insidents. Available at
http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU
Nomor :

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN KOMA
DAN PASIEN DENGAN ALAT BANTU HIDUP

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU

Menimbang :
Bahwa pelayanan pasien koma dan pasien dengan alat bantu hidup
merupakan salah satu pelayanan pada pasien beresiko tinggi, maka perlu
ditetapkan kebijakan pelayanan pasien koma dan pasien dengan alat bantu
hidup dengan Surat Keputusan Direktur RSUD Johar Baru.

Mengingat :
1 Surat Izin Penyelenggaraan RSUD Johar Baru dari Dinas Kesehatan Nomor:
.
2 Undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
4 Surat Keputusan Surat Keputusan Direktur RSUD Johar Baru No. ....,
Tanggal ..., Tentang .....
M E M U T U S K A N:

Menetapkan:

Pertama : Keputusan Direktur RSUD Johar Baru tentang Kebijakan


Pelayanan Pasien Koma dan Pasien dengan Alat Bantu Hidup.
Kedua : Setiap pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat bantu hidup
diberikan penanganan awal sesuai kebutuhan pasien untuk
kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.

Ketiga : Setiap pelayanan pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat
bantu hidup di RSUD Johar Baru harus dilaksanakan secara
seragam sesuai dengan standar prosedur operasional yang
ditetapkan di RSUD Johar Baru.

Keempat : Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, informasi mengenai


keadaan pasien, rencana tindakan dan rencana pengobatan sesuai
dengan yang tercatat di dalam rekam medis, harus diinformasikan
kepada pasien dan atau keluarga.

Kelima : Pelayanan pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat bantu
hidup tidak diberikan pada pada pasien dan atau keluarga yang
menandatangani surat pernyataan penolakan tindakan.

Keenam : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pasien


koma dan pasien dengan alat bantu hidup di RSUD Johar Baru
dilaksanakan oleh Manajer Pelayanan Rumah Sakit RSUD Johar
Baru.

Ketujuh : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila


dikemudian hari terdapat perubahan, maka akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :

Direktur,

Dr. Dwi Oktavia T. L. Handayani, M.Epid

Petikan Keputusan disampaikan kepada :


1 Kepala Seksi Pelayanan Medis dan Keperawatan
2 Kepala Sub Seksi Pelayanan Medis
3 Kepala Sub Seksi Penunjang Medis
4 Kepala Ruang Rawat Inap
5 Kepala Ruang Operasi
6 Ketua Tim KPRS
7 Arsip

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT BANTU HIDUP


(VENTILASI MEKANIK )

A. PENGERTIAN
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang
lama. ( Brunner dan Suddarth, 1996).

B. TUJUAN PEMASANGAN VENTILATOR


Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi
mekanik ini dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang
ventilator. Tujuan Ventilator antara lain adalah sebagai berikut :
1 Mengurangi kerja pernapasan.
2 Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3 Pemberian MV yang akurat.
4 Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
5 Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

C. RUANG LINGKUP
Asuhan Pasien dengan alat bantu hidup terutama dapat terjadi pada pasien yang
dirawat di ICU/ICCU

D. TATA LAKSANA
1. Indikasi Klinik
a. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
b. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal nafas akut
2) Gagal nafas kronik
3) Gagal jantung kiri
4) Penyakit paru-gangguan difusi
5) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
2. Klasifikasi Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat
tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator
tekanan negatif dan tekanan positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga
memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada
gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik
dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak
stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi
sering.
b. Ventilator Tekanan Positif Ventilator tekanan positif
menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif
pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas
digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis
ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan
volume bersiklus. Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator
tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah
tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran
udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya
tercapai, dan kemudian siklus mati. Ventilator tekanan bersiklus
dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan.
Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau
mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang
diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran
udara Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator
volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara
pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah
dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi
secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator
tekanan positif yang paling banyak digunakan.
Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :
1) Sederhana, mudah dan murah
2) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi
nafas hingga 60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.
3) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat
penunjang pernafasan yang lain.
4) Dapat dirangkai dengan PEEP
5) Dapat memonitor tekanan, volume inhalasi, volume ekshalasi,
volume tidal, frekuensi nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi
6) Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat
didalamnya
7) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support
8) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
3. Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan
teknik dan keterampilan interpersonal yang unik, antara lain :
a. Meningkatkan pertukaran gas Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik
adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas dengan
mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen.
Perubahan dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang
mendasari atau factor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian
dari mesin dengan pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk
perawat , dokter, dan ahli terapi pernafasan , secara kontinu mengkaji
pasien terhadap pertukaran gas yang adekuat , tanda dan gejala
hipoksia, dan respon terhadap tindakan . Pertukaran gas yang tidak
adekuat dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang sangat
beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan cairan, nyeri insisi,
atau penyakit primer seperti pneumonia. Pengisapan jalan nafas
bawah disertai fisioterapi dada ( perkusi,fibrasi ) adalah strategi lain
untuk membersihkan jalan nafas dari kelebihan sekresi karena cukup
bukti tentang kerusakan intima pohon Trakeobronkial. Intervensi
keperawatan yang penting pada klien yang mendapat ventilasi
mekanik yaitu auskultasi paru dan interpretasi gas darah arteri.
Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui perubahan
dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan signifikan dalam
gas darah yang menandakan terjadinya masalah ( pneumotoraks,
perubahan letak selang, emboli pulmonal ).
b. Penatalaksanaan jalan nafas Ventilasi tekanan positif kontinu
meningkatkan pembentukan sekresi apapun kondisi pasien yang
mendasari. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan
auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan membersihakan jalan
nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang
sering, dan peningkatan mobilitas secepat mungkin. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran
sekresi sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik
intravena maupun inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk
mendilatasi bronkiolus.
c. Mencegah trauma dan infeksi Penatalaksanaan jalan nafas harus
mencakup pemeliharaan selang endotrakea atau trakeostomi. Selang
ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit
kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea.
Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika
diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering
dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi
paruparu pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah. Adanya
selang nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan
ventilasi mekanik juga telah mempredisposisikan pasien pada
pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin
untuk mengurangi potensial aspirasi isi lambung.
d. Peningkatan mobilitas optimal Mobilitas pasien terbatas karena
dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan aktivitas otot sangat
bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki mental.
Latihan rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk
mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis vena.
e. Meningkatkan komunikasi optimal Metode komunikasi alternatif harus
dikembangkan untuk pasien dengan ventilasi mekanik. Bila
keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan pendekatan
komunikasi; membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan
pensil,bahasa gerak tubuh, papan komunikasi, papan pengumuman.
Ahli terapi bahasa dapat membantu dalam menentuka metode yang
paling sesuai untuk pasien.
f. Meningkatkan kemampuan koping. Dengan memberikan dorongan pada
klien untuk mengungkapkan perasaan mengenai ventilator, kondisi
pasien dan lingkungan secara umum sangat bermanfaat. Memberikan
penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk mengurangi ansietas
dan membiasakan klien dengan rutinitas rumah sakit. Klien mungkin
menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik terutama
jika berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan
tentang kemajuannya pada klien, bila memungkinkan pengalihan
perhatian seperti menonton TV, bermain musik atau berjalan-jalan jika
sesuai dan memungkinkan dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan
punggung, tindakan relaksasi) membantu melepaskan ketegangan dan
memampukan ien untuk menghadapi ansietas dan ketakutan akan
kondisi dan ketergantungan pada ventilator.
4. Evaluasi Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan
antara lain :
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri
pulmonal dan tanda-tanda vital yang adekua
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang
minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan. e. Berkomunikasi secara
efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
5. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan
pada klien dengan ventilasi mekanik yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
b. Analisa gas darah arteri
c. Kapasitas vital paru
d. Kapasitas vital kuat
e. Volume tidal
f. Ventilasi semenit
g. Tekanan inspirasi
h. Volume ekspirasi kuat
i. Aliran-volume
j. X ray dada
k. Status nutrisi / elektrolit.
6. Penyapihan dari ventilasi mekanik Kriteria dari penyapihan ventilasi
mekanik :
a. Tes penyapihan
1) Kapasitas vital 10-15 cc / kg
2) Volume tidal 4-5 cc / kg
3) Ventilasi menit 6-10 l
4) Frekuensi permenit < 20 permenit
b. Pengaturan ventilator
1) FiO2 < 50%
2) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0
c. Gas darah arteri
1) PaCO2 normal
2) PaO2 60-70 mmHg
3) PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki
d. Selang Endotrakeal
1) Posisi diatas karina pada foto Rontgen
2) Ukuran : diameter 8.5 mm
e. Nutrisi
1) Kalori perhari 2000-2500 kal
2) Waktu : 1 jam sebelum makan
f. Jalan nafas
1) Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan
(suctioning)
2) Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau
Steroid
3) Posisi : duduk, semi fowler
g. Obat-obatan
1) Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
2) Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
h. Emosi Persiapan psikologis terhadap penyapihan
i. Fisik Stabil, istirahat terpenuhi

E. DOKUMENTASI
1. Setiap kegiatan yang sudah dilakukan didokumentasikan ke dalam rekam
medis pasien.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan kondisi pasien di
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
3. Perawat mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien di Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4. Untuk edukasi didokumentasikan dalam Formulir Edukasi Pasien dan
Keluarga Terintegrasi.
5. Untuk pemantauan atau monitoring pasien didokumentasikan di lembar
observasi pasien.

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU
Nomor :

TENTANG
KEBIJAKAN TATALAKSANA RESUSITASI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU

Menimbang :
Bahwa usaha resusitasi merupakan tindakan untuk menyelamatkan pasien yang
terancam jiwanya, maka perlu ditetapkan kebijakan tatalaksana resusitasi dengan
Surat Keputusan Direktur RSUD Johar Baru.
Mengingat :
1 Surat Izin Penyelenggaraan RSUD Johar Baru dari Dinas Kesehatan Nomor:
..
2 Undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
4 Surat Keputusan RSUD Johar Baru No......., Tanggal ......, Tentang
Pengangkatan Direktur RSUD Johar Baru.
M E M U T U S K A N:

Menetapkan:

Pertama : Keputusan Direktur RSUD Johar Baru tentang Kebijakan


Tatalaksana Resusitasi.

Kedua : Setiap penatalaksanaan resusitasi di RSUD Johar Baru harus


dilaksanakan secara seragam sesuai dengan standar prosedur
operasional yang ditetapkan di RSUD Johar Baru.
Ketiga : Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, informasi mengenai
keadaan pasien, rencana tindakan dan rencana pengobatan sesuai
dengan yang tercatat di dalam rekam medis, harus diinformasikan
kepada pasien dan atau keluarga.

Keempat : Setiap pasien dan atau keluarganya berhak mengambil keputusan


mengenai rencana tindakan dan rencana pengobatan yang akan
diberikan.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tatalaksana resusitasi


di RSUD Johar Baru dilaksanakan oleh Manajer Pelayanan RSUD
Johar Baru.

Keempat : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila


dikemudian hari terdapat perubahan, maka akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :

Direktur,

Dr. Dwi Oktavia T. L. Handayani, M.Epid

Petikan Keputusan disampaikan kepada :


1. Kepala Seksi Pelayanan Medis dan Keperawatan
2. Kepala Sub Seksi Pelayanan Medis
3. Kepala Sub Seksi Penunjang Medis
4. Kepala Ruang Rawat Inap
5. Kepala Ruang Operasi
6. Ketua Tim KPRS Arsip
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR
BARU
NOMOR :

TENTANG

PELAYANAN PASIEN USIA LANJUT, PASIEN YANG CACAT, PASIEN


ANAK
DAN POPULASI PASIEN DENGAN RESIKO KEKERASAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOHAR BARU

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Johar Baru


sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat daerah
Johar Baru dan sekitarnya dituntut memberikan
pelayanan yang bermutu dan profesional
c. bahwa dalam rangka memberikan pelayanan yang
bermutu dan profesional dipandang perlu adanya
kebijakan pelayanan pasien usia lanjut, pasien yang
cacat, pasien anak dan populasi pasien dengan resiko
kekerasan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam butir a, b, dan c perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Johar Baru;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun


1999 tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5072);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TOTO KABILA TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN PASIEN USIA LANJUT, PASIEN YANG
CACAT, PASIEN ANAK DAN POPULASI PASIEN
DENGAN RESIKO KEKERASAAN DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH JOHAR BARU
KEDUA : Kebijakan pelayanan pasien usia lanjut, pasien yang cacat,
pasien anak dan populasi pasien dengan resiko kekerasaan
di RSUD Johar Baru sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak dan
populasi pasien dengan resiko kekerasaan dilakukan oleh
Bidang Pelayanan dan Keperawatan.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan
apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :
Direktur,

Dr. Dwi Oktavia T. L. Handayani, M.Epid

SALINAN Surat Keputusan ini disampaikan kepada :


1 Kepala Bidang/Bagian lingkup RSUD Johar Baru
2 Kepala Seksi/Subag lingkup RSUD Johar Baru
3 Ketua Komite Medik RSUD Johar Baru
4 Ketua Komite Keperawatan RSUD Johar Baru
5 Kepala Unit/Instalasi lingkup RSUD Johar Baru

Lampiran
Keputusan Direktur RSUD Johar Baru
Nomor :
Tanggal :

PELAYANAN PASIEN USIA LANJUT, PASIEN YANG CACAT, PASIEN


ANAK
DAN POPULASI PASIEN DENGAN RESIKO KEKERASAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TOTO KABILA
Kebijakan :
1 Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kabila memberi pelayanan bagi
berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan pelayanan
kesehatan, salah satunya adalah pasien usia lanjut, pasien yang cacat,
pasien anak dan populasi pasien dengan resiko kekerasan.
2 Petugas harus melakukan identifikasi pada semua pasien yang baru masuk,
apakah termasuk pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak ataukah
populasi pasien dengan resiko kekerasan.
3 Semua pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak dan populasi
pasien dengan resiko kekerasan harus dipantau oleh petugas.
4 Semua pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak dan populasi
pasien dengan resiko kekerasan harus didampingi oleh keluarganya setiap
saat, apabila karena suatu hal keluarga pasien tidak ada yang bisa
mendampingi pasien, maka keluarga pasien harus melapor ke petugas.
5 Petugas harus melakukan edukasi kepada keluarga pasien usia lanjut,
pasien yang cacat, pasien anak karena pasien-pasien tersebut tidak mandiri
(ketergantungan bantuan).
6 Apabila akan dilakukan tindakan resiko tinggi, petugas harus menjelaskan
kepada keluarga terdekat pasien dan keluarga pasien memberikan
persetujuan dengan menandatangani format informed consent.
7 Kamar bayi harus dijaga oleh petugas secara bergantian dan apabila ada
keluarga yang ingin melihat maka harus seizin petugas.
8 Satpam melakukan pengawasan dengan berkeliling area rumah sakit
utamanya pada lokasi-lokasi terpencil.

Direktur,

Dr. Dwi Oktavia T. L. Handayani, M.Epid


PANDUAN PELAYANAN PASIEN USIA LANJUT, PASIEN YANG CACAT,
PASIEN ANAK, DAN POPULASI PASIEN DENGAN RESIKO
KEKERASAN

1 Pengertian
a Pelayanan pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak dan populasi
pasien dengan resiko kekerasan adalah bentuk pelayanan yang diberikan
kepada pasien usia lanjut, pasien yang cacat, pasien anak dan populasi
pasien dengan resiko kekerasan pada saat mendapatkan
perawatan/pengobatan di rumah sakit.
b Pasien usia lanjut adalah pasien yang berusia 65 tahun keatas yang
dirawat di rumah sakit.
c Pasien yang cacat adalah pasien yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mental yang dirawat di rumah sakit.
d Pasien anak adalah pasien yang berusia 14 tahun ke bawah yang dirawat
di rumah sakit.
e Populasi pasien dengan resiko kekerasan adalah populasi pasien yang
mempunyai resiko mendapat kekerasan fisik, yaitu bayi, anak-anak, orang
cacat, usia lanjut dan pasien-pasien korban kekerasan (korban
pemerkosaan, korban pemukulan, tahanan, dan lain-lain).

2 Ruang Lingkup
a Instalasi Gawat Darurat
b Unit Rawat Inap
c Intensive Care Unit
d Kamar Operasi
e Unit Rawat Jalan
f PONEK
g Unit Penunjang Medis

3 Tata Laksana
a Pelayanan Pasien Usia Lanjut
1 Petugas menanyakan identitas pasien pada saat pendaftaran
2 Pasien usia lanjut yang akan berobat di rawat jalan disiapkan kursi
roda untuk keperluan ambulasi
3 Pasien usia lanjut yang masuk melalui IGD menggunakan brankar
untuk keperluan ambulasi.
4 Pada saat di IGD dan unit rawat inap pasien usia lanjut menggunakan
gelang pasien dengan warna kuning.
5 Pasien usia lanjut harus didampingi oleh keluarganya setiap saat
termasuk pada saat menerima edukasi, mendapat penjelasan tentang
kondisi penyakit pasien pada saat dilakukan tindakan/prosedur, dan
lain-lain.

6 Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat pasien


apabila akan dilakukan tindakan resiko tinggi dan keluarga pasien
memberikan persetujuan dengan menandatangani lembar informed
consent.
7 Petugas senantiasa melakukan pemantauan/observasi pada pasien usia
lanjut.
8 Di unit rawat inap, petugas memberikan edukasi kepada keluarga
pasien untuk pemenuhan kebutuhan dasar pasien usia lanjut dalam hal
pelaksanaan tugas sehari-hari seperti mandi, memotong kuku,
menyisir rambut dan lain-lain karena pasien usia lanjut tidak mandiri
(ketergantungan bantuan).
9 Di Intensive Care Unit, pemenuhan kebutuhan dasar pasien usia lanjut
dalam hal pelaksanaan tugas sehari-hari seperti mandi, memotong
kuku, menyisir rambut dan lain-lain dilakukan oleh petugas.
10 Petugas mendokumentasikan pelayanan pasien dalam berkas rekam
medis.

b Pelayanan Pasien Yang Cacat


1 Petugas melakukan identifikasi pasien yang cacat pada saat assesmen
dan mendokumentasikannya pada format hambatan di populasi
pasien.
2 Pada saat di IGD dan unit rawat inap pasien yang cacat menggunakan
gelang pasien dengan klip warna kuning.
3 Pasien yang cacat harus didampingi keluarganya setiap saat termasuk
pada saat menerima edukasi, mendapat penjelasan tentang kondisi
penyakit pasien, pada saat dilakukan tindakan/prosedur, dan lain-lain.
4 Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat pasien
apabila akan dilakukan tindakan resiko tinggi dan keluarga pasien
memberikan persetujuan dengan menandatangani lembar informed
consent.
5 Petugas senantiasa melakukan pemantauan/observasi pada pasien
yang cacat.
6 Petugas mendokumentasikan pelayanan pasien dalam berkas rekam
medis.
c Pelayanan Pasien Anak-Anak
1 Petugas menanyakan identitas pasien pada saat pendaftaran.
2 Pada saat di IGD dan unit rawat inap pasien anak menggunakan
gelang pasien dengan klip warna kuning.
3 Petugas menjelaskan kepada keluarga pasien agar selalu memasang
pengaman yang ada di tempat tidur pasien.
4 Pasien anak harus didampingi oleh keluarganya setiap saat termasuk
pada saat menerima edukasi, mendapat penjelasan tentang kondisi
penyakit pasien, pada saat dilakukan tindakan/prosedur, dll
5 Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat pasien
apabila akan dilakukan tindakan resiko tinggi dan keluarga pasien
memberikan persetujuan dengan menandatangani lembar informed
consent
6 Petugas senantiasa melakukan pemantauan/observasi pada pasien anak
7 Di unit rawat inap, petugas memberikan edukasi kepada keluarga
pasien untuk pemenuhan kebutuhan dasar pasien anak-anak dalam hal
pelaksanaan tugas sehari-hari seperti mandi, memotong kuku,
menyisir rambut, dll karena pasien anak tidak mandiri (ketergantungan
bantuan)
8 Di Intensive Care Unit, pemenuhan kebutuhan dasar pasien anak
dalam hal pelaksanaan tugas sehari-hari seperti mandi, memotong
kuku, menyisir rambut dll dilakukan oleh petugas
9 Modifikasi lingkungan yang bernuansa anak-anak dapat menciptakan
keceriaan dan rasa nyaman bagi pasien
10 Kamar bayi dijaga oleh petugas secara bergantian, apabila ada
keluarga pasien yang ingin melihat harus seizin petugas
11 Closed Circuit Television (CCTV) terpasang di unit perawatan anak
dan kamar bayi untuk pengawasan

12 Petugas mendokumentasikan pelayanan pasien dalam berkas rekam


medis
d Pelayanan Pada Populasi Pasien Dengan Resiko Kekerasan
1 Petugas mengidentifikasi pasien dengan resiko kekerasan pada saat
asesmen dan mendokumentasikannya pada format asesmen pasien
korban kekerasan
2 Petugas menempatkan pasien yang beresiko kekerasan pada ruangan
yang dekat dengan nurse station agar mudah dipantau
3 Jika dibutuhkan penjagaan yang ketat, contoh pasien tahanan
kepolisian maka petugas koordinasi dengan satpam untuk melakukan
penjagaan secara bergantian
4 Unit perawatan dipasang Closed Circuit Television (CCTV) untuk
pengawasan
5 Pasien dengan resiko kekerasan harus selalu didampingi oleh
keluarganya

6 Petugas mendokumentasikan pelayanan pasien dalam berkas rekam


medis

Anda mungkin juga menyukai

  • Panduan Ambulance
    Panduan Ambulance
    Dokumen8 halaman
    Panduan Ambulance
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Paparan Pab
    Paparan Pab
    Dokumen12 halaman
    Paparan Pab
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • PP Restrain
    PP Restrain
    Dokumen13 halaman
    PP Restrain
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Pab Osa
    Pab Osa
    Dokumen8 halaman
    Pab Osa
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Pab Osa
    Pab Osa
    Dokumen8 halaman
    Pab Osa
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Transfusi
    Pemberian Transfusi
    Dokumen2 halaman
    Pemberian Transfusi
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen3 halaman
    Book 1
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Ppi Yudi Agustus 2016 Rumah Sakit Umum Kecamatan Johar Baru
    Ppi Yudi Agustus 2016 Rumah Sakit Umum Kecamatan Johar Baru
    Dokumen6 halaman
    Ppi Yudi Agustus 2016 Rumah Sakit Umum Kecamatan Johar Baru
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • PPI Yuli
    PPI Yuli
    Dokumen5 halaman
    PPI Yuli
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • BHU Yoan September
    BHU Yoan September
    Dokumen2 halaman
    BHU Yoan September
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Akreditasi Yoan
    Akreditasi Yoan
    Dokumen27 halaman
    Akreditasi Yoan
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Transfusi
    Pemberian Transfusi
    Dokumen2 halaman
    Pemberian Transfusi
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Membaca Hasil EKG
    Membaca Hasil EKG
    Dokumen13 halaman
    Membaca Hasil EKG
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Ppi Nuurul
    Ppi Nuurul
    Dokumen2 halaman
    Ppi Nuurul
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Akreditasi Yoan
    Akreditasi Yoan
    Dokumen8 halaman
    Akreditasi Yoan
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Ppi Nuurul
    Ppi Nuurul
    Dokumen2 halaman
    Ppi Nuurul
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Lamaran Rsud Johar Baru
    Lamaran Rsud Johar Baru
    Dokumen3 halaman
    Lamaran Rsud Johar Baru
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Akreditasi Yoan
    Akreditasi Yoan
    Dokumen8 halaman
    Akreditasi Yoan
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Early Warning Score Materi
    Early Warning Score Materi
    Dokumen5 halaman
    Early Warning Score Materi
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Transfusi
    Pemberian Transfusi
    Dokumen2 halaman
    Pemberian Transfusi
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen4 halaman
    Book 1
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat
  • Akreditasi Yoan
    Akreditasi Yoan
    Dokumen5 halaman
    Akreditasi Yoan
    yulianti yunus saleda
    Belum ada peringkat