Oleh
Dany Pranowo
1514121086
Kelompok 5
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
Dalam budidaya tanaman, serangan OPT menjadi masalah yang paling banyak
dikeluhkan oleh petani. Serangga merupakan organisme yang banyak menjadi
musuh bagi tanaman budidaya, serangga sering menyebabkan masalah berupa
kerugian berupa penurunan kualitas dan kuantitas panen. Tidak semua serangga
diklasifikasikan sebagai hama, serangga baru diklasifikasikan sebagai hama
apabila telah menimbulkan kerusakan secara ekonomi bila populasinya dibiarkan
terus tumbuh dan menyebar(Jumar, 2000).
Melalui pemahaman dan identifikasi bentuk gejala yang ditimbulkan kita dapat
mengetahui jenis hama yang menyerang. Ketika sudah diketahui hama yang
menyerang maka dapat dipikirkan cara penanggulangan dan pengendaliannya
secara tepat dan bijaksana secara penggunaan pestisida dan waktunya. ordo ini
penting dipelajari untuk menambah wawasan sebagai mahasiswa pertanian dan
mengetahui konsep penggunaan pestisida yang bijaksana atau pengendalian hayati
(biological control) yaitu cara pengendalian hama yang melibatkan manipulasi
musuh alami hama yang menguntungkan untuk memperoleh pengurangan jumlah
populasi status hama dilapangan.
1.2 Tujuan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu alat tulis, dan buku.
Hama adalah semua organisme atau gen biotik yang merusak tanaman sehingga
menimbulkan kerugian pada manusia. Suatu organisme juga diakatakan hama
apabila organisme tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan,
pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian, atau panen, pengolahan dan dalam
penggunaanya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada tanaman. Bukan
hanya hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman, organisme yang
menyebabkan penurunan hasil disebut organisme pengganggu tanaman, yaitu
semua organisme yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil secara
langsung karena menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia,
atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Organisme pengganggu tanaman
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu : hama, penyakit, dan gulma.
Pada praktikum ini akan dibahas mengenai hama dan musuh alaminya. Dimana
selain pengendalian hama secara kimiawi dapat pula dilakukan dengan
pengendalian hayati.
Musuh alami merupakan organisme yang memiliki peranan dalam pengaturan dan
pengendalian populasi hama, keefektifan musuh alami tergantung kepada
kepadatan,dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi
hama disekitar aras keseimbangan umum. Berdasarkan caranya mengendalikan
populasi, musuh alami dibagi menjadi :
a. Patogen, yaitu mikroorganisme yang dapat mengendalikan populasi
norganisme pengganggu tanaman dengan cara menyebabkan infeksi dan
menimbulkan penyakit pada organisme pengganggu tanaman.
b. Parasitoid, yaitu serangga yang hidup pada tubuh serangga lain, dan
membunuhnya secara perlahan. Parasitoid menumpang hidup pada serangga
tertentu pada stadium tertentu. Parasitoid digolongkan sebagai musuh alami
karna membunuh serangga hama. Misalnya ada beberapa jenis tawon yang
berperan sebagai parasitoid pada ulat daun kubis pada saat larva.
c. Predator, yaitu binatang yang menjadikan serangga hama sebagai mangsa
dengan cara memburu,memakan atau menghisap cairan tubuh binatang itu
sehingga menyebabkan kematian. Contohnya yaitu laba-laba dan capung.
3.2.1 Oecophylla smaragdina (Hymenoptera : Formicidae)
Semut rangrang oleh sebagian masyarakat Indonesia sudah dimanfaatkan sebagai
biokontrol, meskipun tidak besar-besaran. Semut rangrang bersifat territorial,
artinya makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka
halau dengan sengatan asamformat dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis
lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah
kekuasaan mereka, maka semut rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha
mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang
mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita
menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini
(Pracaya, 2008).
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus
yang disebut pheromone untuk menandai wilayah teritori mereka, cairan itu
mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat
mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk
menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka. Tentu saja jejak bau itu
tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika
mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan.
(Pracaya, 2008).
Telur kumbang badak ini mula-mula oval berwarna putih, kemudian bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm. Rata-rata seekor serangga betina dapat
menghasilkan 49-61 butir telur. Larva yang baru menetas berwarna putih dan
setelah dewasa berwarna putih kekuningan. Larva dewasa berukuran panjang 12
mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih
besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek
dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5
bulan. Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna
merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang
berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan
perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya 3 minggu, merupakan
perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon
Imago berwarna hitam pada bagian kepala terdapat satu tanduk pada permukaan
punggung ruas dibelakang kepala. Tipe mulut pada kumbang badak yaitu
mandibulata. (Susanto dan Utomo, 2005).
Hama lalat buah merupakan hama yang banyak menyerang pada tanaman buah.
Hama ini menyerang pada fase larva yang ditandai dengan batang menjadi bisul.
buah yang terserang kecil dan warnanya kuning. Serangan berat buah menjadi
busuk.Gejala awal pada permukaan kulit buah ditandai dengan adanya noda/titik
bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telurnya
ke dalam buah. (Elzinga RJ, 2004).
Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2-15 butir
dan diletakkan dibawah kulit buah. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur
1200 - 1500 butir. Dalam waktu 2 hari telur menetas menjadi larva berwarna
putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah
satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan lama stadium larva 6 -
9 hari. Larva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan
dagingnya kurang lebih 2 minggu. Setelah berkembang maksimum akan membuat
lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan masuk ke dalam tanah
untuk menjadi pupa. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang
meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan
membentuk pupa didalamnya.Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang
5 mm dan lama stadium pupa 4 - 10hari.
Pengendalian yang dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, cara fisik/mekanik
dan cara biologi. Kultur mekanik yaitu pencacahan tanah di bawah tajuk pohon
yang agak dalam dan merata agar pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena
sinar matahari dan akhirnya mati, pembungkusan buah saat masih muda dengan
kantong plastik, kertas semen, kertas koran, atau daun pisang.
Pengendalian secara biologi yaitu penggunaan perangkap yang diberi umpan atau
atraktan (misalnya Methyl Eugenol), menurunkan populasi lalat dengan melepas
serangga jantan mandul (steril) dalam jumlah yang banyak, agar kemungkinan
berhasilnya perkawinan dengan lalat fertile di lapang menjadi berkurang,
pemanfaatan musuh alami antara lain Biosteres sp., Opius sp., (Braconidae),
semut (Formicidae), laba-laba (Arachnidae), kumbang (Staphylinidae) dan
cocopet (Dermaptera) dan yang terakhir dilakukan dengan penanaman tanaman
selasih di sekitar kebun (Matnawy, 1991).
Tawon atau lebah digolongkan sebagai musuh alamia karena merupakan predator
atau pemangsa dan parasitoid. Beberapa jenis tawon (tabuhan) kecil sebagai
parasitoid serangga hama yang aktif pada fase larva. Diadegma insulare ketika
hendak bertelur, mereka terbang mencari inangnya yaitu Plutella xylostella. Saat
bertelur, tawon akan meletakkan telurnya pada tubuh Plutella xylostella. Apabila
telur yang terparasit sudah menetas maka akan menghisap cairan dari tubuh sang
inang hingga inaangnya tersebut mati. Parasitoid yang aktif adalah stadia larva
Larva tawon kemudian keluar dari bangkai ulat yang sudah mati untuk membuat
kepompong. Namun ada pula larva tawon yang membuat kepompong didalam
bangkai inangnya. Setelah keluar dari kepompong, tawon dewasa dapat terbang
dan hidup bebas bukan sebagai parasit, imago hidup bebas bukan sebagai parasit
dan hidupnya dari nectar, embun madu, air dll (Kalshoven, 1981).
Kupu-kupu dikatakan sebagai hama saat pada stadia larva sedangkan pada saat
menjadi imago, kupu-kupu lebih berperan sebagai polinator. Kupu-kupu
merupakan serangga dengan metamorphosis holometabola dengan tipe mulut
haustelata. Ada banyak larva kupu-kupu yang bertindak sebagai hama dengan
beberapa gejala yang berbeda. Salah satunya adalah Dacychira mendosa
(Lepidoptera: Lymantriidae) yang menyerang pada malam hari sedangkan pada
siang hari bersembunyi secara kelompok di bagian bawah tanaman. Larva
merusak tanaman dengan memakan daun muda, larva dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan daun-daun tanaman menjadi gundul (defoliasi). Perkembangan telur
sampai dengan imago (ngengat) kurang lebih 1 bulan (Borror, 1996).
Pengendalian hama ulat daun ini dapat dilakuka dengan sanitasi menjaga
kebersihan lahan dari tanaman. liar yang bisa menjadi tanaman inangnya, dan
pengendalian dengan insektisida jika terjadi serangan berat
Secara alami ulat ini dikendalikan oleh beberapa parasit yaitu lalat tachinid
Zygobothria atropivora. Z. ciliata, dan Palexorista inscollspicuoid. Pengendalian
mekanis dilakukan dengan mengumpulkan larva untuk dimusnahkan (Matnawy,
1991).
3 KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Selain sebagai hama, beberapa jenis serangga berperan sebagai musuh alami
bagi serangga hama.
2. Musuh alami berdasarkan caranya mengendalikan serangga hama dibagi
menjadi predator, parasitoid, dan patogen.
3. Pengendalian hama dengan menggunakan musuh alami lebih bijaksana dan
ramah lingkungan dibandingkan dengan pengendalian kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Borror, D.J., Triplehom, C.A. and N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi VI. UGM press. Yogyakarta.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PT. Ichtiar Baru. Jakarta.
Pracaya. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purba. Y, Dkk. 2008. Hama-hama pada Kelapa Sawit, Buku 1 Serangga Hama
pada Kelapa Sawit. PPKS. Medan.