Euthanasia
Euthanasia
TINJAUAN PUSTAKA
Bidang medis membagi proses kematian ke dalam tiga cara yaitu : pertama,
Orthothansia ialah proses kematian yang terjadi karena proses ilmiah atau secara
wajar, seperti proses ketuaan, penyakit dan sebagainya. Kedua, dysthanasia ialah
proses kematian yang terjadi secara tidak wajar, seperti pembunuhan, bunuh diri
dan lain-lain. Ketiga, euthanasia ialah proses kematian yang terjadi karena
pertolongan dokter.1
jenis kematian yang hingga saat ini menimbulkan dilema bagi para petugas medis
khususnya dokter karena belum adanya ketetapan hukum. Karena tidak jarang
pasien yang menderita penyakit parah dan sudah tidak ada harapan lagi untuk
keluarganya tidak tega melihat penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut
Baik itu dengan cara menghentikan pengobatan, memberikan obat dengan dosis
yang berlebihan (over dosis), dan dengan berbagai macam cara lainnya.
baik, tanpa penderitaan dan Thanatos berarti mati. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Euthanasia artinya mati dengan baik, atau mati dengan tanpa penderitaan atau
1.
Bajang Tukul, 2008, Perdebatan Etis atas Euthanasia (Perspektif Filsafat Moral), Yogyakarta,
Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4
7
mati cepat tanpa derita. Menurut kamus hukum, Euthanasia adalah
menghilangkan nyawa tanpa rasa sakit untuk meringankan sakaratul maut seorang
penderita yang tak ada kemungkinan sembuh lagi. Menurut pandangan dokter,
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup
atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan dilakukan untuk kepentingan pasien
dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Euthanasia dalam
nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan
pembunuhan ini.
pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,
menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara
tersendiri bagi aparat penegak hukum. Sebab, pada persoalan legalitas inilah
dalam menyikapi persoalan tersebut. Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis
8
formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dianggap sebagai tindak
pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu KUHP.
berkepanjangan atau untuk memperpanjang hidupnya dan hal ini dilakukan untuk
kepentingan pasien itu sendiri. Akan tetapi menurut Dr. Richard Lamerton,
mantan direktur St. Josephs Hospice Home Care Service, London, Inggris, istilah
9
Euthanasia tersebut ditafsirkan pada abad ke-20 sebagai pembunuhan belas
kasihan (mercy killing) yang berasal dari pembunuhan yang didasarkan hukum. 2
pasien.
Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sesuai dari mana sudut
1) Euthanasia pasif
kamus hukum, Euthanasia pasif adalah pihak dokter menghentikan segala obat
2.
Soerjono Soekanto, 1990, Segi-Segi Hukum Hak dan Kewajiban Pasien, Bandung, Penerbit
Mandar Maju, hlm. 44
3.
Muh. Rofiq Nasihudin, Euthanasia Dalam Hukum Pidana, 8 September 2013, http://pendidikan-
hukum.blogspot.com/2010/10/euthanasia-dalam-hukum-pidana_25.html, (11.28).
10
di atas maka dapat disimpulkan bahwa Euthanasia pasif adalah tindakan
pasien.
Hal ini sudah jelas, karena seorang pasien yang sedang menjalani perawatan
pastilah didukung oleh obat-obatan sebagai salah satu tindakan medis yang
dilakukan oleh petugas medis atau dokter demi kesembuhan pasien. Apabila
obatan bagi pasien, misalnya seperti memberhentikan alat bantu pernapasan (alat
respirator) maka secara otomatis pasien meninggal. Cara yang dilakukan oleh
2) Euthanasia aktif
medis melalui intervensi atau tindakan aktif oleh seorang petugas medis (dokter),
bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien. Dengan kata lain, Euthanasia aktif
dengan cara memberikan obat bertakaran tinggi (over dosis) atau menyuntikkan
obat dengan dosis atau cara lain yang dapat mengakibatkan kematian.
hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini biasa disebut
11
mercy killing. Contohnya, dokter memberikan suntikan zat yang dapat segera
mematikan pasien. Euthanasia aktif tidak langsung adalah keadaan dimana dokter
atau tenaga medis melakukan tindakan medik tidak secara langsung untuk
1) Euthanasia voluntir
berdasarkan permintaan dari pasien sendiri. Permintaan ini dilakukan oleh pasien
dalam kondisi sadar dan berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun. Dengan
manapun.
2) Euthanasia involuntir
Euthanasia involuntir ini dilakukan oleh petugas medis kepada pasien yang
sudah tidak sadar. Biasanya permintaan untuk dilakukannya euthanasia ini berasal
dari pihak ketiga yaitu keluarga pasien dengan berbagai alasan, antara lain : biaya
4.
Ibid.
12
perawatan yang mahal sehingga tidak bisa ditanggung lagi oleh keluarga pasien,
Leneen adalah :
1) Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak. Jantung masih
berdenyut, peredaran darah dan pernapasan masih berjalan, tetapi tidak ada
kecelakaan berat.
(force majure).
gunanya.
yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja
5.
Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm.
146
6.
Ari Yunanto dan Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Penerbit ANDI
Offset, hlm. 58
13
mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya
hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan
menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980, kongregasi untuk ajaran
hidup. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya
dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang
keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut
menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang
tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan suatu konsekuensi
murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang
buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai
14
akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang
"moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu
tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu
dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu faktor yang
untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan
kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya
tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana
adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Buddha. Berdasarkan pada hal
tersebut di atas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan
yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Buddha. Selain daripada hal
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Buddha yang dengan demikian dapat
15
d) Dalam ajaran Islam
Dalam Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak
tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22 : 66; 2 : 243). Oleh
karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks
dalam Al Quran maupun Hadits yang secara eksplisit melarang bunuh diri.
Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan
menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi
pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak
Euthanasia aktif menurut agama islam biasa disebut dengan taisir al-maut
al-fa'al. Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan
16
memudahkan kematian si sakit karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter
aktif (eutanasia positif) adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam
tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan
meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk
urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan
kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah
ditetapkan-Nya.
pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan
kepada si sakit.
17
menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka
dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang
unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya
kehidupan yang lebih baik. Pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui
18
bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu
pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi
(mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian
Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan
Bartens8 menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.
Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Lebih lanjut,
pemahaman tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta pemahaman tentang
hak dan kewajiban orang. Etika sebagai kajian ilmu membahas tentang moralitas
atau tentang manusia terkait dengan perilakunya terhadap makhluk lain dan
sesama manusia. 9 James J. Spillane SJ10 mengungkapkan bahwa etika atau ethic
7.
Wikipedia, Euthanasia, tanggal 2 Desember 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia,
(20.54).
8.
Supriadi, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Penerbit Sinar
Grafika, hlm. 7
9.
Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm.1
10.
Supriadi, Op. Cit, hlm. 7
19
pengambilan keputusan moral. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa etika merupakan suatu aturan yang mengatur tingkah laku
dalam bermasyarakat sehingga bisa menmbedakan apa yang baik dan apa yang
Secara garis besar etika dikelompokkan menjadi dua, yaitu etika umum dan
etika khusus. Etika umum merupakan aturan bertindak secara umum dalam
masyarakat yang bersifat khusus, yakni kelompok profesi. 11 Tujuan dari etika
profesi ini adalah agar tidak terjadi penyimpangan dalam menjalankan profesi.
Oleh karena itu, etika profesi ini harus ditaati dan dipatuhi oleh setiap orang yang
menjalankan profesi tertentu, misalnya seorang dokter yang harus tunduk dan taat
Segala tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter harus sesuai dengan
Pasal 2 Kode Etik Kedokteran, yaitu seorang dokter harus senantiasa berupaya
profesi tertinggi yang dimaksud adalah melakukan profesi sesuai dengan ilmu
kedokteran mutakhir yang dimaksud di atas adalah sesuai dengan Pasal 28 ayat
11.
Soekidjo Notoatmodjo, Op. Cit, hlm. 34
20
(1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yaitu
setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan
oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi
Selain itu, dalam Kode Etik Kedokteran yaitu pada Pasal 7c bahwa seorang
dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. Hak pasien yang
dimaksud pada Pasal tersebut salah satunya adalah hak untuk hidup dan hak atas
permintaan pasien yang ingin dieutahanasia sebab pasien tersebut berhak atas
hidup dan tubuhnya sendiri. Tetapi pada Pasal 7d menyatakan bahwa setiap
dalam tindakan medis yang dilakukan oleh dokter bertujuan untuk memelihara
Euthanasia sesuai dengan hak pasien atas hidup dan tubuhnya sendiri. Menurut
12.
Anni Isfandyarie, 2011, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I, Cetakan Ke-6,
Jakarta, Penerbit Prestasi Pustaka, hlm. 98
21
Pasal 7d seorang dokter harus memelihara kesehatan dan mempertahankan hidup
seorang pasien.
Mengenai kasus euthanasia, sampai saat ini masih menimbulkan dilema antara
etika kedokteran dan problem hidup yang sangat sulit diselesaikan. Selain Kode
Etik Kedokteran Indonesia landasan etika kedokteran yang lain yaitu Sumpah
mengenai penyiksaan.14
yang tidak sesuai, atau tidak memenuhi prosedur medis yang seharusnya
dilakukan, yang dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau kelalaian dari
13.
Bajang Tukul, Op. cit, hlm. 4
14.
Apriyansya Panjaitan, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 11 September 2013,
http://www.slideshare.net/AprinsyaPanjaitan/etika-dan-dukum-kkedokteran#btnNext, (13.45).
22
seorang dokter.15 Menurut C. Berkhouwer dan L. D. Vorstman, 16 suatu kesalahan
dalam melakukan profesi bisa terjadi karena adanya tiga faktor, yaitu :
1) Kurangnya pengetahuan.
2) Kurangnya pengalaman.
3) Kurangnya pengertian.
Tanggung jawab dokter dari sudut hukum meliputi tanggung jawab hukum
pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Tanggung jawab hukum pidana
apabila terjadi kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas maka dokter
dokter atau tenaga medis lain mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pasien. 17
pada seseorang yang dengan sengaja atau karena kelalaian telah melakukan
Hal ini jika dikaitkan dengan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja oleh
pengobatan atas dasar permintaan pasien maupun keluarga pasien, maka dokter
dapat dikenakan sanksi pidana atas unsur kesalahan yang dilakukan dengan
15.
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm. 62
16.
Ibid.
17.
Ibid, hlm. 63
23
sengaja tersebut. Seperti penjelasan yang terkandung dalam Pasal 344 yang
mengatur tentang euthanasia aktif yaitu Barang siapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan
hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Unsur
kesengajaan dalam pasal ini tidak dituliskan secara nyata melainkan tersirat di
bahwa akibat dari perbuatan itu sendiri akan terjadi, atau dengan
18.
Ibid, hlm. 54-55
24
Kelalaian juga bisa terjadi di dalam praktek kedokteran begitu juga pada
kasus euthanasia. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya.
perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu
melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal
205 KUHP. Kedua, kealpaan akibat artinya suatu peristiwa pidana kalau akibat
dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum
pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti Pasal 359 KUHP. 20
Manusia sejak lahir telah dianugrahi hak asasi yang sama tiap-tiap individu
oleh Tuhan untuk menjamin harkat dan martabat dirinya. Hak asasi tersebut
19.
Ibid, hlm. 56
20.
Ibid.
25
warganegaranya yang bebas dari kekangan kekuasaan penguasa tunggal, atau
dalam bahasa Inggrisnya human rights, dalam bahasa Belanda disebut Menselijke
terjemahan dari basic rights dalam bahasa Inggris dan grondrechten dalam bahasa
Belanda.21 Hak yang dimaksud dalam istilah-istilah diatas adalah hak yang
melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang merupakan anugrah dan
39 tahun 1999 menjelaskan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
1215 dengan lahirnya Piagam Magna Charta oleh Raja John Lackland. Prinsip
dasar piagam tersebut antara lain memuat : Pertama, kekuasaan raja harus
dibatasi; Kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan Raja. Tak
seorang pun dari warga negara dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya
atau diperkosa atau diasingkan, atau dengan cara apapun diperkosa hak-haknya
dengan ditanda tanganinya Petition of Rights pada tahun 1628 oleh Raja Charles I.
Perjuangan yang lebih nyata dan terpenting dalam sejarah perkembangan HAM
21.
Ramdlon Naning, 1983, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta, Penerbit
Lembaga Kriminologi UI dan Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, hlm. 7
22.
Ibid, hlm. 9
26
ialah dengan ditanda tanganinya Bill of Rights oleh Raja William II suami dari
Mary II pada tahun 1689 sebagai hasil dari Glorius Revolution (Revolusi Besar)
dari hasil perebutan kekuasaan antara Raja James II (katolik) dengan Mary II
(protestan) yang dimenangkan oleh Mary II dan William II. Bill of Rights berisi
pengakuan bahwa hak-hak rakyat dan anggota parlemen tidak boleh diganggu
gugat atas dasar ucapan-ucapannya. 23 Demikian juga Bill of Rights (piagam hak-
hak) di Virginia, Amerika Serikat yang disahkan tanggal 12 Juni 1776. 24 Piagam
ini diterima baik tanpa perubahan oleh Konvensi tahun 1929-1830 dan diterima
Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13
dapat dilihat terdapat perbedaan filosofi baik dari segi nilai maupun orientasi. Di
kedudukan di hadapan hukum (equality before the law). Sementara itu, PBB
merangkum berbagai nilai dan orientasi karena UDHR sebagai konsensus dunia
23.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta,
Penerbit CV. Sinar Bakti, hlm. 307
24.
Ramdlon Naning, Op. Cit, hlm. 10
25.
Ibid, hlm. 10-11
27
setelah mengalami perang dunia II, yang menciptakan pengakuan prinsip
meruapakn prasyarat yang harus ada dalam setiap kehidupan manusia untuk dapat
Hak hidup adalah hak untuk menjalani kehidupan tanpa adanya gangguan
yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Hak ini merupakan hak
mutlak yang tidak dapat diganggu gugat dan paling penting dari keseluruhan hak
yang dimiliki oleh manusia. Piagam PBB mengenai HAM pun menempatkan hak
hidup sebagai bagian utama Hak Asasi Manusia sebelum hak-hak yang lainnya. 28
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Hak atas kehidupan ini bahkan sudah
melekat pada bayi yang masih berada di dalam kandungan ibu, sehingga adanya
larangan untuk melakukan abortus. Pada Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor
26.
Majda El-Muhtaj, 2009, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Cetakan ke-3, Jakarta,
Penerbit Kencana Prenada, hlm. 53
27.
Ibid, hlm. 54
28.
Ahmad Zaelani, 2008, Euthanasia Menurut Ham dan Hukum Islam, Jakarta, hlm. 23
28
39 tahun 1999 juga menjelaskan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup,
merupakan hak manusia yang utama tetapi jika dihubungkan dengan euthanasia
aktif maka hal tersebut saling bertentangan, karena di dalam euthanasia aktif
dilakukannya euthanasia maka secara tidak langsung dokter telah melanggar Hak
jawabkan perbuatannya pada Pengadilan HAM atau Komisi Nasional HAM. Hal
ini didasari pada hakekat euthanasia itu sendiri yaitu menghilangkan nyawa
manusia berdasarkan atas permintaannya sendiri ataupun tidak. Namun, dilain sisi
menyangkut dengan kehidupan manusia dalam hal ini pasien. Euthanasia juga jika
dihubungkan dengan HAM maka tidak lepas dari hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right self of determination) pada diri pasien.29 Hak ini termasuk pada
Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun. Delik dalam pasal di atas termasuk pada delik terhadap nyawa
29.
Pingkan Paulus, Kajian Euthanasia Menurut HAM (Studi Banding Hukum Nasional
Belanda), Artikel Vol.XXI/No.3 (April-Juni, 2013), 3.
29
yang dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan di dalam pasal tersebut tidak secara
tertulis melainkan tersirat pada unsur-unsur delik itu sendiri. Selain itu akan
sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati seperti yang terkandung dalam
dimaksud dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini sehingga
permintaan yang tegas dan sungguh-sungguh dari korban itu dapat terjadi
tanpa harus melakukan suatu perbuatan, atau dengan kata lain dengan sikap
pasif itu seseorang dapat dipandang telah menghilangkan nyawa orang lain
Pidana.
Pendapat Simon ini jika dikaitkan dengan Euthanasia, maka yang dimaksud
diatur dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri,
30.
Suwarto, Euthanasia dan Perkembangannya dalam KUHP, Jurnal Hukum Pro Justicia,
Volume 27 No. 2 (Oktober, 2009), 174.
31.
Ibid.
30
kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu hanya dapat diberlakukan
bagi orang yang secara aktif telah melakukan sesuatu perbuatan yang
sungguh-sungguh dari orang lain itu sendiri. Pendapat Noyon ini jika
dikaitkan dengan Euthanasia maka dapat kita lihat pada jenis euthanasia aktif,
dimana perbuatan dilakukan dengan sengaja oleh petugas medis atau dokter
dilakukan dengan hati-hati, sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku dan harus
dituang dalam pernyataan tertulis agar dapat dijadikan bukti yang kuat. Jika ada
jalan lain yang bisa dilakukan oleh dokter, pihak rumah sakit maupun pemerintah
maka sebaiknya euthanasia ini tidak dilakukan, seperti bantuan dana dari
pemerintah untuk melanjutkan biaya rumah sakit pasien karena negara memiliki
31