Anda di halaman 1dari 2

HARUS DI PERHATIKAN BAGI SUAMI ISTRI, HATIHATI MENGATAKAN KATA CERAI (WALAUPUN

MAKSUD BERCANDA)

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Ustadz langsung saja ke persoalan. Saya ingin bertanya, bila ada situasi suami-istri bertengkar dan sang
suami mengucapkan kata cerai, apakah jatuh talaq? Kalau jatuh talaq apakah yang mesti dilakukan bila
suami-istri ingin kembali?

Syaiful Aziz

Jawaban:

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulilahi Rabbil 'alamin, wash-shalatu was-salamu 'alaa Sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa
shahbihihi ajma'in, wa ba'du.

Biasanya kata-kata cerai itu keluar dari mulut suami ketika sedang marah. Sebab nyaris jarang terjadi
ungkapan cerai itu dilakukan di saat bahagia. Tentang seorang yang sedang dalam keadaan marah lantas
mengucapkan kalimat yang bermakna menceraikan istrinya, ada hadits yang menyebutkan bahwa lafaz itu
tidak menjatuhkan thalaq.

"Dari Asiyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidak syah talak dan memerdekakan budak dalam
keadaan marah." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, Hakim).

Hadits ini meski dikritik sebagian orang bahwa di dalamnya ada rawi yang tidak kuat, namun umumnya
para muhadditsin menshahihkannya. Dan hadits ini menurut hakim termasuk hadits shahih menurut syarat
Muslim.

Imam Al-Bukhari telah menuliskan dalam kitab shahihnya sebuah bab yang berjudul : "Bab Talak Pada
Waktu Ighlak (marah), tepaksa, mabuk dan gila." Lalu beliau membedakan antara talak pada waktu ighlak
(marah) dengan bentuk-bentuk lainnya.

Imam Ibnu Taymiyah dan Ibnul Qayyim cenderung menjadikan tolok ukur jatuh tidaknya talak dari sengaja
atau tidaknya. Siapa yang tidak bertujuan atau tidak berniat untuk mentalak serta tidak mengerti apa yang
diucapkannya, maka dia dalam kondisi ighlaq (marah), yang berarti talaknya tidak jatuh.

Tiga Macam Marah

Namun tidak semua kondisi marah itu bisa dijadikan alasan dari tidak jatuhnya talak. Dalam hal ini, para
ulama membedakan marah itu menjadi tiga macam :

Marah yang menghilangkan akal hingga batas seseorang tidak ingat lagi apa yang diucapkannya. Dalam
kasus seperti ini maka bila dia melafazkan kata talak kepada istrinya, tidak jatuh talaknya. Artinya,
perceraian tidak terjadi.

Marah yang masih bisa seseroang untuk mengetahui apa yang diucapkannya. Dalam kasus ini maka bila
dia melafazkan talak, jatuhlah talak itu dan istrinya tercerai dengan sendirinya.

Marah yang ada diantara keduanya yaitu antara sebagian akalnya hilang dan sebagian masih ada.
Sehingga begitu marahnya mereda, bisa jadi dia merasa menyesal atas apa yang tadi dilakukan.

Marah yang jenis ini adalah menjadi bahan perbedaan pendapat di antara para ulama. Syeikh As-Sayyid
Sabiq dalam Fiqhus Sunnah cenderung mengatakan bahwa bila dia melafazkan talak maka talaknya tidak
jatuh.
Bila suami terlanjur menjatuhkan talaq kepada istrinya dan tidak lama kemudian dia menyesalinya, maka
dia masih punya kesempatan rujuk tanpa menikah ulang. Bahkan cukup dengan niat saja atau dengan
mencampurinya saja, tanpa mengucapkan kata rujuk secara terbuka. Asalkan rujuk itu dilakukan sebelum
berakhir masa iddah. Masa iddah seorang wanita yang ditalak suaminya adalah 3 kali masa suci (dari
haidh) menurut pendapat yang paling kuat sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran.

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka menghendaki ishlah. Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi
para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al-Baqarah : 228)

Namun bila rujuknya baru mau dilakukan setelah selai masa iddahnya, maka harus dengan cara menikah
ulang dari awal. Termasuk dengan khitbah, maskawin dan akad nikah yang disertai dengan adanya wali
dan dua orang saksi.

Rujuk setelah menceraikan, baik dilakukan sebelum selesai masa iddah atau pun sesudah lewat masa
idaah akan menggugurkan satu point talaq dari tiga point yang mereka miliki. Artinya, bila terjadi lagi talak,
pasangan itu kehilangan point ke dua dan tersisa hanya tinggal satu point lagi.

Seandainya mereka rujuk lagi lalu cerai lagi, maka habislah ketiga point yang mereka miliki. Bila ketika
point talak ini sudah habis, maka tidak ada cerita lagi untuk rujuk. Sebab posisi talaknya adalah talak tiga.
Talak tiga adalah talak yang memisahkan pasangan suami istri selama-lamanya. Haram bagi mereka untuk
rujuk lagi kecuali bila ada muhallil.

Maksudnya, istri yang sudah ditalak tiga kali itu kemudian menikah lagi dengan laki-laki lain dengan niat
bukan sekedar untuk menghalalkan semata, tetapi dengan niat untuk membangun rumah tangga selama-
lamanya. Seandainya atas izin Allah, pasangan baru itu kemudian bercerai, maka mantan suami yang
pertama itu boleh saja mengajukan lamaran kembali asalkan masa iddah mantan istrinya itu sudah habis.
Dan pada saat itu barulah mereka boleh menikah lagi. Namun agaknya, kondisi ini nyaris mustahil terjadi.

Wallahu A'lam Bish-shawab


Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.

Anda mungkin juga menyukai