Anda di halaman 1dari 6

Pengobatan distonia akut diinduksi midazolam dengan diazepam

Abstrak

Midazolam dapat menginduksi distonia akut pada anak-anak. Kami melaporkan

perkembangan distonia akut pada anak perempuan 6 tahun setelah pemberian

midazolam sebagai sedatif. Kontraksi distonik tetap berlanjut walaupun telah

diberikan injeksi flumazenil dan biperiden laktat kemudian pasien diterapi dengan

diazepam. Distonia akut secara cepat berhenti setelah pemberian diazepam

intravena. Diazepam dapat menjadi pilihan terapi efektif pada pasien yang tidak

responsif dengan flumazenil.

Kata kunci: distonia akut, diazepam, midazolam

Pendahuluan

Distonia merupakan kelainan neurologis yang ditandai dengan kontraksi otot yang

mengasilkan gerakan repetitif dan torsional atau postur abnormal. Kelainan ini

dapat diklasifikasikan sebagai fokal, multifokal, segmental, hemi-distonia, atau

generalisata. Pada anak, distonia generalisata sering diamati.[1,2] Midazolam

adalah benzodiazepin short-acting yang digunakan untuk induksi dan rumatan

anestesi umum dan untuk sedasi pada rawatan paliatf. Beberapa reaksi efek

samping telah dilaporkan setelah penggunaan midazolam, termasuk agitasi,

kebingungan mental, dan reaksi ekstrapiramidal, seperti distonia, gerakan atetoid,


dan tremor.[3] Distonia akut diinduksi midazolam cukup jarang dilaporkan pada

literatur.[3-5]

Kami melaporkan distonia akut diinduksi midazolam pada anak perempuan 6

tahun yang sembuh dengan diazepam. Ini mungin merupakan laporan kasus

dengan usia termuda pada literatur yang mengalami reaksi distonia akut setelah

injeksi midazolam dan kasus pertama yang sembuh dengan diazepam.

Laporan Kasus

Sebelumnya, seorang anak perempuan 6 tahun diberikan midazola intravena (0.2

mg/kg) sebagai sedatif untuk tindakan mengeluarkan benda asing dari liang teling

luar, tanpa premedikasi lain. lima menit setelah injeksi midazolam, pasien

mengalami kontraksi distonik. Kontraksi distonik tetap berlangsung walaupun

telah diberikan flumazenil (0.01 mg/kg) dan biperiden laktat (2.5 mg) IV dua kali.

Tidak ada riwayat keturunan kelainan psikiatrik, ataupun neurologis, termasuk

distonia pada keluarga. Tanda vital pada pasien dalam batas normal, pasien sadar

dan dengan orientasi baik. Ia dalam postur opistotonus dan ditemukan kontraksi

distonik pada ekstremitas atas dan bawah.

Hitung darah lengkap, pemeriksaan faal hepar dan ginjal, elektrolit, dan glukosa

menunjukkan dalam batas normal. Kreatin fosfokinase serum (CK) meningkat

hingga 700 U/L. pasien diberikan diazepam 0.2 mg/kg IV, karena kontraksi

distonik tetap berlangsung walaupun telah diberikan flumazenil (0.01 mg/kg) dan

biperiden laktat (2.5 mg) dua kali. Distonia akut secara cepat menghilang dalam 4
menit setelah pemberian diazepam. Pemberian diazepam diulang dengan interval

4 jam, karena kontraksi distonik muncul kembali 4 jam setelah pemberian

diazepam pertama. Diazepam baru dihentikan dua hari setelah bebas kontraksi

distonik.

Pada hari keempat rawatan, CK serum menurun hingga batas normal. Brain

magnetic resonance imaging (MRI) dan elektroensefalografi (EEG) menunjukkan

hasil normal. Distonia sekunder dieksklusi dengan adanya temuan gambaran

normal pada ganglia basalis pada MRI [Gambar 1]. Analisis massa tandem dan

asam urat organik juga menunjukkan dalam batas normal. Pasien dipulangkan

pada hari rawatan kelima.

Gambar 1. Gambaran magnetic resonance imaging T2 normal dan FLAIR pada

ganglia basalis
Diskusi

Berdasarkan etiologi, distonia dapat diklasifikasikan menjadi primer dan

sekunder. Distonia primer (distonia DYT-1, DYT-6, dan DYT-7) berkaitan dengan

penyebab genetik. Distonia sekunder dapat disebabkan oleh kelainan metabolik,

trauma, toksin, infeksi, dan obat-obatan.[1,2] Distonia prier dieksklusi karena

tidak ada riwayat keturunan kelainan neurologis termasuk distonia pada keluarga,

dan brain MRI pasien menunjukkan gambaran normal. Tidak ada obat yang

diketahui dapat menyebabkan distonia sekunder, kecuali midazolam, yang

diberikan pada pasien ini.

Midazolam adalah benzodiazepin short-acting, larut air yang digunakan untuk

induksi dan rumatan pada anestesi umum dan sedasi pada rawatan paliatif. Obat

ini sering digunakan walaupun dengan reaksi negatif seperti kebingungan mental,

agitasi, tidak kooperatif, kontraksi distonik, tremor, stetosis, dan laringospasme.

[3-5] Data masih terbatas terkait efek samping ekstrapiramidal dari midazolam

pada literatur.[4-7] Reaksi distonik akut setelah pemberian sedasi dengan

midazolam IV, sebelum endoskopi saluran cerna atas, telah dilaporkan pada anak

laki-laki 14 tahun.[4] Efek samping ekstrapiramidal yang mengikuti injeksi

subkutan midazolam telah dilaporkan pada pasien laki-laki 82 tahun.[5] Pada

kedua kasus, selama reaksi distonik, pasien tetap sadar dan dengan orientasi baik

namun dalam postur opistotonus dan kontraksi distonik pada ekstremitas atas dan

bawah.
Usia, jenis kelamin, obat-obatan, dan ras telah menunjukkan mempengaruhi

waktu paruh midazolam. Waktu paruh midazolam ditemukan memanjang (5.6

jam) pada pria lebih tua.[8,9] Efek samping ekstrapiramidal telah dilaporkan

menghilang seluruhnya beberapa hari setelah penghentian pemberian midazolam.

[5] Reaksi distonik menetap lebih lama dari perkiraan waktu paruh midazolam

pada pasien kami. Waktu paruh midazolam yang memanjang pada pasien kami

kemungkinan karena faktor yang belum ditemukan.

Dengan memfasilitasi efek inhibitor dari gama-aminobutyric acid (GABA) atau

efek antikolinergik pada sistem saraf pusat mungkin merupakan mekanisme yang

mendasari reaksi ekstrapiramidal yang diinduksi midazolam.[10] GABA

merupakan neurotransmitter inhibitori mayor pada sistem saraf pusat (CNS).[11]

Midazolam memfasilitasi efek inhibitor dari GABA pada tautan presinaps melalui

reseptor GABAA. GABAA memiliki banyak subunit, yang menunjukkan

heterogenitas struktural dari reseptor GABAA.[10-12] Flumazenil merupakan

antagonis GABA poten, dan digunakan sebagai antagonis terhadap efek samping

ekstrapiramidal yang diinduksi midazolam.[4-7] Kami menggunakan diazepam

pada pasien kami karena reaksi distonik akut masih berlangsung walaupun telah

diberikan flumazenil. Banyak kasus efek antidiskinetik dari diazepam yang telah

dilaporkan.[10] Walaupun diazepam tidak bekerja secara langsung pada reseptor

GABAA, reseptor benzodiazepin merupakan bahian dari ionofor yang sama seperti

reseptor GABAA dan memfasilitasi pembukaan kanal klorida.[10] Efek

antidiskinetik dari diazepam dapat dijelaskan dengan heterogenitas struktural dari

reseptor GABAA.
Kesimpulannya, midazolam dapat menginduksi distonia akut pada anak-anak.

Walaupun masih belum ditunjukkan bagaimana diazepam bisa berhasil, diazepam

dapat menjadi pilihan terapi efektif pada pasien yang tidak responsif dengan

flumazenil.

Anda mungkin juga menyukai