Anda di halaman 1dari 11

MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DAN HAMBA ALLAH

BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia Sebagai Khalifatullah

Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan
penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup
manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam
rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di
dunia dan ketenangan di akhirat.

Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia
melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai
kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan
mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-
Baqarah ayat 30:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah
ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu
sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di
bumi sebagai khalifatullah. Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya
tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai kedudukan ataupun
jabatan. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran
dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan
keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak
ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu
manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan
yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah
merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai
khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua
makhluknya.
Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini beribadah menurut kondisinya. Paling
tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Quran Surah
Al-Baqarah:

Yushabbihu lillahi ma fissamawati wama fil ardh.

Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah kepada Allah
dengan cara bertasbih. Dalam hal ini, janin yang berada di dalam rahim ibu beribadah sesuai
dengan kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih. Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam
janin, maka Allah bertanya dulu kepada janin tersebut. Allah mengatakan Aku akan
meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu pertanyaan-Ku, baru Aku akan tiupkan
roh itu ke dalam dirimu. Apakah engkau mengakui Aku sebagai Tuhanmu? Lalu dijawab
oleh janin tersebut, Iya, aku mengakui Engkau sebagai Tuhanku.

Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan
ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai
Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada
Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya Manusia mulai
melakukan penyimpangan dan pembangkangan terhadap Allah yaitu pada saat ia berusia akil
baligh hingga akhir hayatnya. Tetapi, jika kita ingat fungsi kita sebagai khalifatullah, maka
takkan ada manusia yang melakukan penyimpangan. Makna sederhana dari khalifatullah
adalah pengganti Allah di bumi. Setiap detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk
beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya: Wa ma khalaqtul
jinna wal insa illa li yabudu.

Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.

Kalau begitu, sepanjang hayat kita sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam
pandangan Islam, ibadah itu ada dua macam, yaitu: ibadah primer (ibadah mahdhah) dan
ibadah sekunder (ibadah ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung,
sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung. Seseorang yang
meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan diberikan siksaan oleh Allah. Sedangkan bagi
yang melaksanakannya, maka akan langsung diberikan ganjaran oleh Allah. Ibadah mahdhah
antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah semua
aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah tersebut, antara lain: bekerja, masak,
makan, dan menuntut ilmu.

B. Manusia Dalam Prespektif Kekhalifahan

1. Eksistensi manusia

Istilah eksistensi mempunyai makna yang terkaya dan terdalam, ditemukan dalam bahasa
arab. Eksistensi berasala dari akar kata kerja wajada, bentuk kata ini berarti menemukan
dan turunnya adalah wujud (ada), wijdan (sadar), wajd (nirwana) dan wujd. Dalam bentuk
wajd, wujd, dan wijdan berarti mempunyai milik, dan mempunyai milik pada akhirnya
mengantarkan pada wujud independen, yakni wujud yang tidak tergantung pada yang lain.
Mana lain dari istilah wujud (eksisensi) dan suatu keberadaan yang dirasakan, ditemukan dan
ditentukan oleh panca indera. Karena itu dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang dapat
dirasakan panca indera. Di sisi lain ada juga keberadaan yang tidak dapat diketahui dengan
perasaan tapi dengan nalar. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa eksisensi manusia
berarti keberadaan manusia, artinya segala sesuatu yang ada atau yang muncul yang dapat
diemukan atau dirasakan pada diri manusia baik secara fisis maupun metafisis, empiris
maupun meta empiris.

Ada pengertian eksistensi manusia oleh Al-Ghazalli didefinisikan sebagai komposisi yang
meperlihatkan keberadaan manusia dalam suatu totalitas. Artinya manusia sebagai kenyataan
faktual terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu komposisi yang menunjukkan
keberadaannya. Eksistensi manusia merupakan perpaduan antara beberapa unsur yang tidak
bisa dipisah-pisahkan. Menurut Ibnu Qoyyim, hakikat diri manusia itu merupakan paduan
antara beberpa unsur yang saling berkaitan dan tidak mungkin dipisah-pisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Beberapa unsur yang dimaksud itu adalah ruh, akal dan badan. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh M. Qutb bahwa dalam perspektif islam eksistensi manusia
yang merupakan paduan antara ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang terpadu
dan saling berkaitan, badan yang bersifat materi tidak bisa dipisahkan dengan akal dan ruh
yang bersifat imateri. Masing-masing dari ketiga unsur tersebu memiliki daya aau potensi
yang saling mendukung dan melengkapi dalam perjalanan hidup manusia.

2. Eksistensi Manusia dalam Perspektif Kekhalifahan

Manusia mempunyai keistimewaan dibanding dengan makhluk Tuhan yang lainnya dimuka
bumi ini. Keistimewaan ini bisa dilihat dari sisi penciptaan fisik maupun personalitas
karakternya. Karena keistimewaannya itu, manusia memiliki tugas dan kewajiban yang
berbeda dengan makhluk yang lain.[14]hal ini dapat kita lihat dalam Surat Al-Baqarah ayat
30-33 yang memaparkan proses kejadian manusia dan pengangkatannya sebagai khalifah.
Proses kejadian inilah yang dapat memberikan pengertian kedudukan manusia sebagai
khallifatullah dalam Alam Semesta. Sebagaimana diungkapkan beberapa penafsir berikut:

a. Musthafa Al-Maraghi

Menurut Musthfa Al-Maraghi Q.S. Al-Baqarah ayat 30-33 menceritakan tentang kisah
kejadian umat manusia. Menurutnya dalam kisah penciptaan Adam yang terdapat dalam ayat
tersebut mengandung hikmah dan rahasia yang oleh Allah diungkap dalam bentuk dialok
antara Allah dengan malaikat. Ayat ini termasuk ayat Mutasyabihat yang tidak cukup
dipahami dari segi dhahirnya ayat saja. Sebab jika demikian berarti Allah mengadakan
musyawarah dengan hambanya dalam melakukan penciptaan. Sementara hal ini adalah
mustahil bagi Allah. Karena ayat ini kemudian diartikan dengan pemberitaan Allah pada para
malaikat tentang penciptaan Khalifah di Bumi yang kemudian para Malaikat mengadakan
sanggahan. Berdasarkan tersebut, maka ayat diatas merupakan tamsil atau perumpamaan dari
Allah agar mudah dipahami oleh manusia, khususnya mengenai proses kejadian Adam dan
keistimewaannya.

C. Tugas dan Peranan Manusia Dimuka Bumi


Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting
yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan
bumi (al imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari
pihak manapun (ar riayah).

1. Memakmurkan Bumi

Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus
mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka
sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap
menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan
eksplorasi itu.

2. Memelihara Bumi

Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya
sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak
dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak
akan sangata potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.

Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai tujuan
yang jelas, yakni dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya,
manusia diciptakan oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan
petunjukNya. Petunjuk yang dimaksud adalah agama (Islam).

Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk memelihara bumi dari
kerusakan?, karena sesungguhnya manusia lebih banyak yang membangkang dibanding yang
benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia akan cenderung untuk berbuat kerusakan, hal
ini sudah terjadi pada masa nabi nabi sebelum nabi Muhammad SAW dimana umat para
nabi tersebut lebih senang berbuat kerusakan dari pada berbuat kebaikan, misalnya saja kaum
bani Israil, seperti yang Allah sebutkan dalam firmannya dalam surat Al Isra ayat 4 yang
berbunyi :Teks lihat google Al-Quran onlines

Artinya : dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: Sesungguhnya kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan
diri dengan kesombongan yang besar. (QS Al Isra : 4)

Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan menjalankan fungsi
sebagai khalifah dimuka bumi dengan tidak melakukan pengrusakan terhadap Alam yang
diciptakan oleh Allah SWT karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. Seperti firmannya dalam surat Al Qashash ayat 77 yang berbunyi: Teks
lihat google Al-Quran onlines Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS AL Qashash :
7)
Manusia dengan makhluk Allah lainnya sangat berbeda, apalagi manusia memiliki kelebihan-
kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, salah satunya manusia diciptakan
dengan sebaik-baik bentuk penciptaan, namun kemuliaan manusia bukan terletak pada
penciptaannya yang baik, tetapi tergantung pada; apakah dia bisa menjalankan tugas dan
peran yang telah digariskan Allah atau tidak, bila tidak, maka ia akan dimasukkan ke dalam
neraka dengan segala kesengsaraannya.

Allah SWT berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (95: 4 -- 6). Paling kurang ada tiga tugas dan
peran yang harus dimainkan oleh manusia dan sebagai seorang muslim, kita bukan hanya
harus mengetahuinya, tetapi menjalankannya dalam kehidupan ini agar kehidupan umat
manusia bisa berjalan dengan baik dan menyenangkan.

Beribadah kepada Allah SWT merupakan tugas pokok, bahkan satu-satunya tugas dalam
kehidupan manusia sehingga apa pun yang dilakukan oleh manusia dan sebagai apa pun dia,
seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya
yang artinya, "Dan Aku tidak menciptakan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku."
(51: 56).

Agar segala yang kita lakukan bisa dikategorikan ke dalam ibadah kepada Allah SWT, paling
tidak ada tiga kriteria yang harus kita penuhi. Pertama, lakukan segala sesuatu dengan niat
yang ikhlas karena Allah SWT. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya
suatu amal oleh Allah SWT dan ini akan berdampak sangat positif bagi manusia yang
melaksanakan suatu amal, karena meskipun apa yang harus dilaksanakannya itu berat, ia
tidak merasakannya sebagai sesuatu yang berat, apalagi amal yang memang sudah ringan.
Sebaliknya, tanpa keikhlasan, amal yang ringan sekalipun akan terasa menjadi berat, apalagi
amal yang jelas-jelas berat untuk dilaksanakan, tentu akan menjadi amal yang terasa sangat
berat untuk mengamalkannya.

Kedua, lakukan segala sesuatu dengan cara yang benar, bukan membenarkan segala cara,
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul-Nya.
Manakala seorang muslim telah menjalankan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan Allah
SWT, maka tidak ada penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan ini yang membuat
perjalanan hidup manusia menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Ketiga, adalah lakukan segala sesuatu dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan ini
akan membuat manusia hanya punya satu kepentingan, yakni ridha-Nya. Bila ini yang terjadi,
maka upaya menegakkan kebaikan dan kebenaran tidak akan menghadapi kesulitan, terutama
kesulitan dari dalam diri para penegaknya, hal ini karena hambatan-hambatan itu seringkali
terjadi karena manusia memiliki kepentingan-kepentingan lain yang justru bertentangan
dengan ridha Allah SWT.

Nilai-nilai dan segala ketentuan yang berasal dari Allah SWT harus ditegakkan dalam
kehidupan di dunia ini. Untuk menegakkannya, manusia diperankan oleh Allah SWT sebagai
khalifah (wakil) Allah di muka bumi ini untuk menegakkan syariat-syariat-Nya, Allah SWT
berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." (2: 30).

Untuk bisa menjalankan fungsi khalifah, manusia harus menegakkan nilai-nilai kebenaran
dan keadilan serta menyiarkan kebaikan dan kemaslahatan, ini merupakan perkara yang
sangat mendasar untuk bisa diterapkan. Tanpa kebenaran dan keadilan serta kebaikan dan
kemaslahatan, tidak mungkin tatanan kehidupan umat manusia bisa diwujudkan, karenanya
ini menjadi persyaratan utama bagi manusia untuk menjalankan fungsi khalifah pada dirinya.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan." (Shad: 26).

Untuk bisa memperoleh kehidupan yang baik di dunia ini, salah satu yang menjadi penopang
utamanya adalah penegakkan hukum secara adil sehingga siapa pun yang bersalah akan
dikenai hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya, karenanya hal ini merupakan sesuatu
yang sangat ditekankan oleh Allah SWT kepada manusia sebagaimana terdapat dalam firman-
Nya yang artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (4: 58).

D. Makna Dan Peran Kekhalifahan Manusia Di Bumi

Manusia dipilih sebagai khalifatullah, sebagaimana diuraikan diatas, karena kelebihan yang
dianugerahkan Allah kepada manusia berupa ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada
makhluk Allah yang lain termasuk malaikat. Ayat-ayat diatas yang menyampaikan tentang
pengajaran Allah kepada manusia memberikan pengertian bahwa untuk dapat menjalankan
fungsi dan peran kekhalifahan diperlukan modal atau syarat yaitu ilmu. Hal ini senada dengan
pendapat Quraish Shihab bahwa pengetahuan atau potensi yang berupa kemampuan
menyebutkan nama-nama itu merupakan sayrat sekaligus modal bagi Adam (Mnusia) untuk
mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka
tugas kekhalifahan manusia akan gagal, meskipun ia tekun ruku, sujud dan beribadah kepada
Allah sebagaimana yang dilakukan oleh malaikat. Meski malaikat merupakan makhluk yang
paling taat, tapi tetapp dinilai sebagai makhluk yang tidak memliki kemampuan untuk
menjadi khalifah, karena ia tidak memiliki ilmu atau pengetahuan tentang hal itu.

Dalam beberapa ayat juga disebutkan bahwa manusia memiliki kehidupan ideal dan dari
kehidupan ideal itu manusia didorong kepada kehidupan riil agar ia dapat teruji sebagai
makhluk fungsional (Q.S. Al-Mulk/67:2). Maksudnya, hidup atau kehidupan riil adalah hidup
di bumi sekaligus mati di bumi. Dalam kaitan ini menurut konsepsi Al-Quran manusia juga
sering disebut sebagai khalifah dalam pengertian kuasa (mandataris, bukan penguasa). Dalam
status itulah manusia terkait dengan berbagai hak, kewajiban, serta tanggungjawab, yang
semuanya merupakan amanah baginya.
Kemuliaan manusia ini menunjukkan bahwa manusia dibanding dengan makhluk lain
memiliki keistimewaan yang membawanya kepada kedudukan yang istimewa pula yaitu
khalifah. Dalam kedudukan ini manusia diiberi peran untuk membangun dan
mengembangkan dunia baik secara sendiri-sendiri (individualistik) maupun bersama-
sama(sosial). Manusia mampu berperan menenukan nasib mereka sendiri. Peran ini dilakukan
secara sadar dan melalui kehendak bebasnya, artinya manusia dapat menentukan
masadepanya atas dasar pengeahuan tentang diri, kehidupan disekeliling mereka dan
berdasarkan intelekualitas serta pemeliharaan diri secara baik.

Manusia selaku khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will), suatu kebebasan yang
menyebabkan manusia dapat memilih tingkah lakunya sendiri. Manusia dibekali akal yang
dengan akal itu manusia mampu membuat pilihan antara yang benar dan yang salah.

Berbeda dengan M. Quraish Shihab ysng mengharuskan memiliki karakter sebagai manusia
secara pribadi maupun kelompok, mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah, guna
membangun dunia sesuai konsep yang dieepkan Allah. Sehinga khalifah harus memiliki
empat sisi karakter yang saling terkait. Keempat sisi tersebut adalah:

a. Memenuhi tugas yang diberikan Allah.

b. Menerima ugas tersebut dan melaksakannya dalam kehidupan perorangan maupun


kelompok.

c. Memelihara serta mengelola lingkungan hidup unuk kemanfaatan bersama.

d. Menjadikan tugas-tugas khalifah sebagai pedoman pelaksanaannya.

M. Kuraish shihab memetakan karakterisik khalifatullah dengan menganalisis tafsir milik Al-
Tabrasi dikemukakan didalamnya bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan
khalifah. Hanya kata imam digunakan untuk keteladanan, karena ia terambil dari kata yang
mengandung arti depan, yang berbeda dengan khalifah yang terambil dari kata belakang.

D. TUGAS MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK

Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai
terjemahan dari lafal abida-yabudu-ibadatun. Beribadah berarti menyadari dan mengaku
bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik
secara sukarela maupun terpaksa.

1. Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan
syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Quran maupun hadits yang tidak boleh
diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.

2. Ibadah ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan
dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari
keridhaan Allah SWT

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup
manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam
rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di
dunia dan ketenangan di akhirat

Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?
Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Al-
Baqarah: 30)

M. Kuraish shihab memetakan karakterisik khalifatullah dengan menganalisis tafsir milik Al-
Tabrasi dikemukakan didalamnya bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan
khalifah. Hanya kata imam digunakan untuk keteladanan, karena ia terambil dari kata yang
mengandung arti depan, yang berbeda dengan khalifah yang terambil dari kata belakang.

Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting
yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan
bumi (al imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari
pihak manapun.

Memakmurkan Bumi adalah Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi


kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat
dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah

Memelihara Bumi adalah Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah
dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber
daya manusia yang rusak akan sangata potensial merusak alam.

MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH


A. Pengertian Manusia sebagai Hamba Allah dan Makhluk Social
Manusia diartikan sebagai Hamba Allah karena manusia merupakan salah satu ciptaan Allah
SWT, makhluk yang diciptakan memiliki akal pikiran dan akal sehat, hal itulah yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Bumi adalah tempat yang diciptakan Allah
untuk dijaga kelestariannya oleh manusia. Manusia memerlukan alam, sebagai contohnya kita
memerlukan oksigen dari alam untuk bernafas, kita juga memerlukan tumbuhan, sayur-
mayur, ikan, air dan masih banyak lagi untuk kelangsungan hidup. Manusia adalah makhluk
yang diciptakan memiliki insting untuk menentukan apa yang ingin dilakukan, contohnya jika
manusia itu lapar maka dia akan makan.
Manusia juga diciptakan sebagai Makhluk Sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan
kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam hidup
bersama atau bermasyarakat, setiap manusia menempati status atau kedudukan tertentu, bila
ada yang diatas maka ada juga yang dibawah. Walaupun beda status, setiap manusia tetap
membutuhkan satu sama lain, memiliki dunia yang sama, memiliki tujuan hidup yang sama.
Melalui hidup bersama lah manusia dapat menumbuhkan rasa kebersamaan karena itulah
yang harus ditanamkan kepada setiap diri manusia, SOLIDARITAS!

B. Hakikat Manusia sebagai Hamba Allah dan Makhluk Social

Didalam diri manusia terdapat unsur-unsur alam, ada unsur tumbuh-tumbuhan dengan
tumbuh dan bergerak, ada unsur hewani dengan memiliki nafsu, kemampuan bergerak,
insting dan sebagainya. Walaupun manusia memiliki sifat yang tidak jauh dari makhluk
lainnya namun tetap, manusia lebih dari itu. Secara fisik manusia lebih baik, lebih indah,
lebih sempurna. Itu mengapa manusia dinyatakan makhluk ciptaan Allah yang lebih
sempurna di banding makhluk lain.
Sebagai ciptaan Allah yang lebih sempurna tentu membuat manusia memiliki hubungan erat
dengan Tuhan. Sudah menjadi kewajiban manusia untuk menjalankan segala perintahnya
seperti beribadah (menurut kepercayaan masing-masing), menjaga alam, baik kepada sesama,
saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
Menjaga alam merupakan salah satu hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan. Manusia dan
alam sangat terhubung erat, tentu saja manusia sangat membutuhkan alam untuk menjalani
kehidupan. Bagaimana tidak, jika setiap detiknya saja kita butuh oksigen untuk bernafas.
Betapa besar kekuasaan Tuhan menciptakan udara yang dapat dengan bebas kita hirup,
bayangkan jika oksigen ini harus kita bayar, seakan tidak cukup harta kita hanya untuk
membayar oksigen ini. Lalu mengapa dengan mudahnya kita masih mencemari udara bebas
ini? Hutan atau pepohonan merupakan ciptaan Tuhan, begitu indah dilihat, membawa
kesejukan. Namun mengapa masih banyak penebangan liar? Air adalah ciptaan Tuhan
selanjutnya yang merupakan keperluan manusia untuk hidup. Manusia memerlukan air untuk
minum, mandi, dan kegiatan lainnya. Betapa manusia sangat membutuhkan air. Jika
demikian, mengapa masih banyak berita buruk tentang air yang masih terdengar? Air keruh,
kelangkaan air, banjir yang diakibatkan kelalaian manusia. Tidak kah manusia sebagai
makhluk berakal sadar dengan perbuatan mereka. Dari sekolah dasar kita telah diajarkan
untuk hidup bersih, membuang sampah pada tempatnya, namun mengapa masih banyak kali
yang disulap menjadi tumpukan sampah sehingga membuat air kali menjadi keruh dan
tersumbat. Kebiasaan membuang sampah sembarangan yang menyebabkan banjir, sadarkah
itu adalah ulah manusia itu sendiri. Lalu mengapa masih banyak manusia yang menyalahkan
Tuhan?
Manusia merupakan makhluk alamiah yang tentu saja memerlukan alam. Disamping itu,
manusia tidak bisa lepas dari kehidupan lingkungannya yang mana manusia memerlukan
manusia lainnya. Didalam bersosialisasi terbentuklah sebuah kelompok, kelompok ini tidak
hanya memperoleh sesuatu bagi diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Inilah Hakikat
Manusia sebagai Makhluk Sosial.
Namun didalam hidup bersosialisasi tentu tidak mudah, banyak perbedaan yang dapat
membuat suatu kelompok menjadi saling berseteru, saling mencaci, saling bertengkar atau
bahkan menimbulkan perpisahan. Di Indonesia sendiri yang merupakan negara berkepulauan,
jelas memiliki banyak perbedaan didalamnya, beda adat, beda bahasa, beda agama, dan masih
banyak lagi. Seharusnya dari banyak perbedaan tersebut dapat membuat negara kita lebih
sempurna. Sebagai contoh kecilnya, ibu jari terasa tidak sempurna tanpa keempat jari lainnya.
Jika jari saja bisa saling melengkapi satu sama lain, mengapa manusia sebagai makhluk
berakal tidak bisa. We're ONE!!

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia dan Sosialisasi adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain. Begitu juga dengan
Manusia dan Tuhan. Sebagai ciptaanNya, kita wajib menjalankan segala perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah dan Hamba Allah

TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA DAN KHALIFAH ALLAH


Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk kepentingan diri pribadi
dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja. Oleh karena itu semua yang dilakukan harus
untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga
instansi, yaitu :
1. Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2. Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3. Pertanggung jawaban pada Allah.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah


Makna yang esensial dari kata abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan.
Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam
ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si
hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena
posisinya sebagai abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas
sepenuh hati .


Artinya Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif
(naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah
atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga . tanggung jawab terhadap
keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri
berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-quran dinyatakan
dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harusdipertanggung jawabkan dihadapan-Nya.
Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan;
wakil Allahdi muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti
manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan kepadamanusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa
yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh
yang diwakilinya, yaitu hokum-hukumTuhan baik yang tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang
tersirat dalamkandungan pada setiap gejala alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkarikedudukan
dan peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta
pertanggungjawaban terhadap penggunaankewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana
firman Allah dalamsurat fathir : 39.


Artinya : Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka
(akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang
diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al imarah).
Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya dengan adil dan merata dengan tetap menjaga
kekayaan agar tidak punah, supaya generasi berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.

Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar riayah).
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM
(sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam
demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.
Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.

Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah danabdun merupakan
keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan
kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran.
Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan
derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti firman Allah

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS.95:4)

Anda mungkin juga menyukai