Definisi
HMETD
HMETD
adalah
singkatan
dari
Hak
Memesan
Efek
Terlebih
Dahulu.
HMETD
dilakukan
dengan
menambahkan
jumlah
saham
baru
beredar.
HMETD
ini
bisa
untuk
berbagai
macam
tujuan
diantaranya
digunakan
untuk
penambahan
modal
kerja,
akuisisi
asset
atau
business
baru,
melunasi
hutang
atau
sebagian
hutang
perseroan,
dll.
Hak
Memesan
Efek
ini
diutamakan
&
diberikan
hanya
kepada
pemegang
saham
perseroan.
Bila
seorang
pemegang
saham
perseroan
masih
memilik
saham
perseroan
sampai
tanggal
jatuh
tempo
yang
sudah
ditentukan
maka
akan
memiliki
Hak
untuk
kembali
membeli
saham
perseroan
dalam
program
penambahan
saham
baru
ini.
Beberapa
Hal
yang
harus
diperhatikan
dalam
pelaksanaan
HMETD
1. Rasio
Perbandingan
Saham
Lama
&
Saham
Baru
(
L
:
B
)
2. Harga
Pelaksanaan
/
Harga
Penebusan
Saham
Baru
(Exe
Price)
3. Harga
terakhir
perdagangan
saham
dengan
HMETD
(Cum
Price)
4. Harga
Teoritis,
yaitu
harga
saham
dipasar
setelah
HMETD.
(TERP)
Endorsed by
Dapat
dihitung
dengan
rumus
sbb:
(X x L) + (Y x B)
(L + B)
Endorsed by
Ketentuan-ketentuan
penambahan
modal
dengan
memberikan
HMETD,
termasuk
harga
pelaksanaan
final
atas
HMETD
dan
jumlah
final
atas
saham
baru
yang
akan
diterbitkan,
akan
diungkapkan
di
prospektus
yang
diterbitkan
dalam
rangka
penambahan
modal
dengan
memberikan
HMETD,
yang
akan
disediakan
kepada
pemegang
saham
yang
berhak
pada
waktunya,
sesuai
dengan
peraturan
perundangan
yang
berlaku.
Nilai
Target
HMETD
:
Rp.
1,875
Triliun
Jumlah
Saham
Baru
:
4,991
Milliar
Lembar
(sebanyak-banyaknya)
Rasio
HMETD
:
T
B
D
Harga
Pelaksanaan
:
T
B
D
Analisa
Corporate
Action
HMETD
-
KRAS
Merujuk
pernyataan
Perseroan
bahwa
Penggunaan
dana
seluruhnya
akan
diperuntukan
sebagai
tambahan
modal
kerja
perseroan
&
menambah
kapasitas
perseroan
mengembangkan
usaha
maka
kami
berpendapat
bahwa
proses
Corporate
Action
HMETD
dari
KRAS
ini
akan
berdampak
baik
untuk
masa
depan
perseroan
&
akan
memberikan
kontribusi
kepada
pemegang
saham
dari
hasil
pengembangan
usaha
perseroan.
Satu
hal
yang
perlu
diperhatikan
bahwa,
sehubungan
dengan
penambahan
modal
melalui
penyertaan
modal
negara
(PMN)
senilai
Rp1,5
triliun
dan
dana
publik
Rp375
miliar
maka
hamper
dapat
dipastikan
bahwa
proses
Corporate
Action
HMETD
ini
akan
berjalan
sesuai
rencana.
Endorsed by
Analisa
Prospek
Business
Industri
Perseroan
KRAS
TINJAUAN
INDUSTRI
BAJA
INDONESIA
Nilai
pasar
baja
Indonesia
pada
2015
sebesar
US$
5,35
miliar
(Rp
69,5
triliun),
turun
dari
posisi
2014
sebesar
US$
7,88
miliar
(Rp
102,4
triliun)
karena
turunnya
harga
baja
dunia.
Turunnya
harga
baja
sesuai
dengan
data
Midle
East
Steel
(mesteel.com),
harga
baja
dunia
pada
September
2015
turun
37%-38%
dibandingkan
periode
yang
sama
tahun
2014
dikisaran
US$
545
US$
555
per
ton.
Sementara
secara
volume,
pasar
baja
di
Indonesia
pada
2015
mencapai
15,3
juta
ton.
Naik
7,7%
dibanding
tahun
sebelumnya
14,2
juta
ton,
menurut
data
Indonesia
Iron
and
Steel
Industry
Association
(IISIA).
IISIA
memperkirakan
permintaan
baja
nasional
pada
2016
tumbuh
dua
kali
lipat
menjadi
28
juta
ton
dibanding
2015
yang
mencapai
14
juta
ton
tersebut.
Proyeksi
tersebut
disesuaikan
dengan
program
percepatan
proyek
infrastruktur
pemerintah
dan
pemulihan
ekonomi
nasional.
Di
antara
proyek
tersebut
adalah
:
Pembuatan
Kapal,
Pembangunan
Jaringan
Kereta
Api,
Pembangunan
Jalan
Tol,
Proyek
Pembangkit
Listrik,
Pembangunan
Bendungan
dan
lain-lain.
Dengan
pertumbuhan
permintaan
baja
lokal,
IISIA
menargetkan,
utilitasi
industri
baja
nasional
pada
2016
mencapai
80%,
meningkat
dari
realisasi
tahun
ini
sekitar
50%.
Endorsed by
Direktur
Eksekutif
IISIA
Hidayat
Triseputro
mengatakan
bahwa
pelaku
industri
dalam
negeri
sudah
mulai
merasakan
adanya
perbaikan
situasi
dan
permintaan.
Sudah
ada
pergerakan,
harga
sudah
menuju
normal.
Kalau
indikasi
dari
raw
material,
yang
tahun
lalu
harga
US$
260
sekarang
sudah
US$
420.
Utilitas
masih
belum
kelihatan
bagaimana
kondisinya,
mungkin
sekitar
2-3
bulan
lagi
baru
terlihat.
Tapi
terasa
kalau
pasar
membaik,
ujarnya.
Kondisi
peningkatan
ini
ditunjukan
juga
oleh
pergerakan
harga
di
luar
negeri.
Harga
acuan
baja
jenis
bilet
di
Tangshan,
pusat
produksi
baja
China,
mencapai
US$
401
per
ton
pada
akhir
pekan
dibandingkan
dengan
harga
US$
240
per
ton
pada
akhir
2015.
Adapun
harga
baja
rebar
(reinforcement
bar),
yang
digunakan
sebagai
struktur
bangunan,
memuncak
di
2.891
yuan
atau
Rp
5,94
juta
per
ton
pada
awal
April
di
Shanghai
Future
Ex
change.
Harga
tersebut
merupakan
yang
tertinggi
sejak
September
2014
atau
20
bulan
terakhir.
Hidayat
menjelaskan,
untuk
menggenjot
utilisasi
pabrik
dapat
dilakukan
melalui
keberpihakan
pemerintah
dalam
menjalankan
proyek
dengan
menyerap
produksi
dari
industri
dalam
negeri
dapat
terserap.
Selain
itu,
efektivitas
Program
Penggunaan
Produk
Dalam
Negeri
(P3DN)
diharapkan
juga
dapat
mengurangi
porsi
penggunaan
produksi.
Cuma
ini
yang
bisa
memicu
pertumbuhan
dan
perkembangan
industri
besi
baja
nasional.
Ekspor
masih
sulit
sekali.
Jadi
daripada
pangsa
kita
dinikmati
negara
lain
kita
harus
pastikan
penggunaan
produk
dalam
negeri,
tuturnya.
Secara
global
dunia,
World
Steel
Association
menyatakan
Indonesia
menempati
urutan
ke-34
produser
baja
terbesar
didunia.
Asisosiasi
Baja
Dunia
ini
merekap
data
produksi
baja
dari
170
perusahaan
baja
skala
besar
di
dunia.
Endorsed by
Ranking
Perusahaan
Kantor
Pusat
1
ArcelorMittal
Luksemburg
Nippon
Steel
&
Sumitomo
2
Jepang
Metal
3
Hebei
Irpn
and
Steel
China
4
Baosteel
Group
China
5
Wuhan
Iron
and
Steel
China
6
POSCO
Korea
Selatan
7
Jiangsu
Shagang
China
8
Ansteel
China
9
Shougang
China
10
JFE
Jepang
11
Tata
Steel
India
12
Shandong
Iron
and
Steel
Group
China
13
United
States
Steel
Corporation
Amerika
Serikat
14
Nucor
Corporation
Amerika
Serikat
15
Bohai
Iron
and
Steel
Group
China
Endorsed by
Ekspor
baja
pada
2014
mencapai
US$
2,23
miliar.
Sedangkan
nilai
impor
tercatat
sejumlah
US$
12,58
miliar.
Di
sisi
lain,
kebutuhan
baja
domestik
terus
meningkat
dari
7,4
juta
ton
pada
2009
menjadi
12,7
juta
ton
pada
2014,
dan
diprediksi
terus
meningkat
seiring
dengan
pertumbuhan
ekonomi
nasional.
Dalam
pemberlakuan
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
(MEA),
industru
baja
nasional
diharapkan
mampu
bersaing
dengan
industri
baja
dari
tiga
negara
yaitu
Thailand,
Vietnam,
dan
Malaysia.
Potensi
industi
baja
di
tiga
negara
ASEAN
yang
menjadi
tantangan
berat
bagi
Indonesia.
Pertama,
Thailand
yang
merupakan
pasar
baja
terbesar
di
ASEAN
dengan
konsumsi
mencapai
17,3
juta
ton
pada
tahun
2013.
Kedua,
Vietnam,
dimana
pasar
baja
negeri
itu
merupakan
yang
kedua
terbesar
di
ASEAN
dengan
pertumbuhan
tertinggi
yaitu
rata-rata
di
atas
20
persen
selama
tiga
tahun
terakhir.
Konsumsi
baja
Vietnam
mencapai
14,5
juta
ton
per
tahun.
Dan,
ketiga,
Malaysia,
pasar
baja
negeri
jiran
itu
mencapai
10,2
juta
ton
atau
nomer
empat
terbesar
di
ASEAN
setelah
Indonesia.
Permintaan
baja
di
negara
berkembang
diperkirakan
tumbuh
rata-rata
1,8%
pada
2016
dan
4,8%
pada
2017.
Tapi
untuk
lima
negara
Asean
ini,
World
Steel
Association
berharap
bisa
menjaga
pertumbuhan
di
sekitar
6%,
ujar
Sekretaris
Jenderal
South
East
Asia
Iron
and
Steel
Institute
(SEAISI)
Tan
Ah
Yong.
Tantangan
bagi
Krakatau
Steel
kedepan
adalah
banjirnya
baja
impor
murah,
baik
non
standard
maupun
karena
dumping
harga
oleh
negara
produsen.
Selain
itu
juga
harga
energi
masih
belum
membuat
pabrikan
baja
nasional
kompetitif.
Ke
depan
ini
tantangan
tersebut
akan
mampu
diatasi
melalui
berbagai
terobosan.
Dirjen
PKTN
Kemendag,
Widodo
mengungkapkan
jika
pihaknya
berusaha
melakukan
penelusuran
dan
pengawasan
SNI
baja
di
lapangan
melibatkan
Direktorat
Mitologi.
Petugas
dari
Direktorat
Mitologi,
kata
Widodo,
dinilai
kompeten
karena
mampu
mengukur
kualitas
baik
buruknya
baja.
Endorsed by
Pemerintah
lewat
Kementrian
Keuangan
juga
telah
memperpanjang
Bea
Masuk
Anti
Dumping
(BMAD)
terhadap
impor
produk
plat
baja
lembaran
canai
panas
(hot
rolled
plate)
asal
Cina,
Singapura,
dan
Ukraina
hingga
31
Maret
2019.
Kementerian
Perindustrian
mengungkapkan
sejumlah
sektor
industri
diusulkan
mendapatkan
insentif
penurunan
harga
gas,
termasuk
untuk
industri
baja.
Endorsed by
Fundamental
Review
-
KRAS
1. Dari
sisi
Total
Revenue,
Perseroan
mencatatkan
penurunan
penjualan
selama
dua
periode
berturut-turut.
Pada
periode
tahun
buku
2014
turun
sebesar
8,6%
dan
pada
tahun
buku
2015
turun
sebesar
21,9%,
sehingga
dapat
dikategorikan
buruk
2. Dari
sisi
Net
Income,
Perseroan
juga
terus
mencatatkan
penurunan
pendapatan
bersih
selama
dua
periode
terakhir.
Pada
periode
tahun
buku
2014
turun
sebesar
992,5%
dan
pada
tahun
buku
2015
turun
sebesar
136,9%,
sehingga
dapat
dikategorikan
buruk.
Endorsed by
3. Perseroan
juga
terus
mencatatkan
free
cash
flow
yang
negative,
atau
dengan
kata
lain,
arus
kas
dari
hasil
operasional
perseroan
tidak
mampu
untuk
membiayai
kebutuhan
operasional
maupun
belanja
modal
perseroan.
Pada
tahun
2014
free
cash
flow
menurun
429,6%
dibanding
tahun
2013,
sedangkan
pada
tahun
2015
free
cash
flow
menurun
45,91%
dibandingkan
2014,
sehingga
dapat
dikategorikan
buruk
4.
Dari
sisi
Utang,
terlihat
Debt
To
Equity
Ratio
perseroan
yang
terus
membengkak,
yang
berarti
rasio
utang
terus
meningkat
terhadap
ekuitasnya.
Penurunan
rasio
utang
yang
cukup
tinggi
terjadi
pada
kuarter
ketiga
2015
dikarenakan
adanya
revaluasi
asset
yang
diakui
sebagai
pendapatan
sehingga
secara
signifikan
menaikan
ekuitas
perseroan.
Namun
hal
ini
juga
bukan
merupakan
hal
yang
cukup
baik.
Endorsed by
5. Dari
sisi
Return
on
Assets
(RoA),
sejak
pertengahan
tahun
2012
RoA
Perseroan
memasuki
area
negative
dan
terus
turun
hingga
saat
ini
berada
di
posisi
-9,39%
sehingga
memperburuk
valuasi
Perseroan
dari
sisi
fundamental
6. Begitu
pula
dari
sisi
Return
on
Equity
(RoE),
terjadi
sedikit
peningkatan
di
pertengahan
tahun
2015
karena
revaluasi
asset,
namun
trendnya
masih
menunjukkan
terus
turun
sehingga
masih
dikategorikan
buruk.
Hingga
periode
buku
kuarter
1
2016,
tercatat
RoE
perseroan
sebesar
-19,15%
Secara
keseluruhan,
dilihat
dari
sisi
fundamentalnya,
performa
KRAS
terus
memburuk.
Endorsed by
Analisa
Technical
-
KRAS
Dari
segi
technical,
harga
KRAS
bergerak
sangat
bullish
dan
pada
22
Aug
16
telah
menembus
fibonacci
resistancenya
di
850
dengan
volume
lebih
dari
5x
volume
rata-rata
20
harinya.
Fibonacci
resistance
berikutnya
berada
pada
level
950.
Support:
850
Resistance:
950
Endorsed by