Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL UTAMA

N. Deborah Friedman FRACP, MD, Kaylene Styles RN, Ann M. Gray RN, Jillian Low RN,
Eugene Athan FRACP, MPH

KEPATUHAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


PADA PEMBEDAHAN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN
AUSTRALIA
American Journal of Infection Control 41 (2013) 71-4

Latar Belakang: Surgical antibiotic prophylaxis (SAP) adalah salah satu hal yang
terbukti dapat mencegah surgical site infection (SSI).
Metode: Kepatuhan dalam memilih antibiotik, waktu pemberian, dan durasi
pemberian sesuai pedoman dinilai secara prospektif dimana data surveilans SSI
dikumpulkan dari Januari 2008 sampai September 2010.
Hasil: Pilihan antibiotik adekuat atau optimal terdapat pada 97% prosedur operasi
jantung dan prosedur operasi penggantian sendi tulang, serta 89% prosedur
operasi kolorektal. Waktu pemberian SAP dalam waktu 1 jam sebelum insisi
terjadi pada 6% sampai 8% prosedur operasi,. Durasi pemberian SAP yang
melebihi 24 jam terjadi pada 20% operasi jantung dan 13% operasi kolorektal.
Ada banyak kombinasi antibiotik digunakan untuk profilaksis, termasuk
Tikarsilin/Asam Klavulanat pada 67% operasi kolorektal. Banyak pilihan tidak
sesuai dengan kedua rekomendasi baik lokal maupun internasional. Tingkat SSI
pada operasi jantung berada di atas tingkat agregat negara terjadi pada tahun 2010
saja, sedangkan tingkat SSI pada operasi kolorektal berada di atas tingkat agregat
negara terjadi setiap tahun. Data resistensi-antimikroba menunjukkan peningkatan
bertahap pada bakteri spektrum memanjang -laktamase.
Kesimpulan: Pilihan SAP yang optimal jarang diberikan, dan durasi pemberian
SAP yang terlalu lama terjadi pada operasi jantung dan kolorektal sehingga
pendidikan dan komunikasi lebih diperlukan untuk memperbaiki hal ini.
Kata Kunci: Antimikroba profilaksis, pencegahan infeksi luka operasi

1
Surgical site infection (SSI) merupakan penyulit pada 2% hingga 5% clean
operation dan sampai 20% pada operasi intra-abdomen dan berkontribusi
signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas pascaoperasi.1 Surgical antibiotic
prophylaxis (SAP) merupakan salah satu hal yang telah terbukti mencegah SSI,
dan pedoman konsensus tentang profilaksis yang optimal telah tersedia.2,3
Kepatuhan sesuai pedoman telah terbukti namun masih suboptimal.4-6
Surgical antibiotic prophylaxis banyak digunakan sebagai ukuran kinerja
untuk sistem surveilans.3 Terdapat langkah-langkah yang menarik dalam SAP
yaitu (1) pemberian profilaksis dalam waktu 1 jam sebelum insisi operasi, (2)
pemberian obat antimikroba konsisten sesuai pedoman yang telah diterbitkan, dan
(3) penghentian SAP dalam waktu 24 jam setelah operasi.3
Rumah Sakit Geelong merupakan rumah sakit pendidikan yang terletak di
Victoria; memiliki 450 tempat tidur; melayani 500.000 populasi dari Southwest
Victoria, Australia; dan melakukan banyak operasi elektif serta operasi darurat.
Penilaian kepatuhan SAP sesuai pedoman negara dilakukan di Rumah Sakit
Geelong pada operasi jantung (termasuk operasi graft bypass arteri koroner dan
penggantian katup koroner), operasi penggantian sendi tulang, dan operasi
kolorektal (colorectal surgery/CRS) dari Januari 2008 hingga September 2010.
Selama periode penelitian ini dipaparkan tingkat SSI untuk prosedur tersebut, dan
tingkat resistensi antimikroba antara Staphylococcus aureus, Enterococcus
faecium, dan Escherichia coli.

METODE
Analisis ini dilakukan secara prospektif dengan mengumpulkan data
surveilans SSI selama 33 bulan dari Januari 2008 hingga September 2010. Data
prospektif dikumpulkan oleh konsultan pengendalian infeksi tentang pilihan
antibiotik, waktu, dan durasi pemberian, selanjutnya diserahkan kepada sistem
surveilans infeksi didapat pada rumah sakit di seluruh negara bagian (Healthcare
Associated Infection Surveillance System [VICNISS]).7 Tingkat SSI berisiko
dikelompokkan melalui kelompok risiko VICNISS berdasarkan orang-orang dari
National Nosocomial Infection Surveillance System.8

2
Data resistensi antimikroba diperoleh dari laboratorium mikrobiologi
institusi kami dalam waktu 3 tahun dari 2008 sampai 2010. Pedoman Australia
dan internasional keduanya merekomendasikan antibiotik profilaksis untuk semua
prosedur termasuk dalam analisis ini.2,3 Persetujuan untuk studi ini diberikan oleh
Barwon Healths Research Review Committee.

Definisi
Pusat Koordinasi VICNISS mengkategorikan pilihan antibiotik secara
optimal, adekuat, atau tidak adekuat berdasarkan indeks pedoman antibiotik
(Terapeutik) Versi 14 (2010),2 konsensus dari dokter spesialis penyakit menular
Australia, atau pernyataan penasehat dari Proyek Pencegahan Nasional Infeksi
Operasi.3,4
Pilihan antibiotik profilaksis dikategorikan sebagai optimal jika regimen
antibiotik sesuai pedoman. Istilah adekuat disebut regimen yang diterima untuk
profilaksis tapi tidak sesuai pedoman. Regimen yang tidak adekuat termasuk
pilihan yang dianggap tidak cocok untuk SAP. Kategori "adekuat" mencakup
penggunaan obat spektrum luas ketika pedoman merekomendasikan obat
spektrum sempit.
Waktu pemberian antibiotik dikategorikan sebagai diterima atau tidak dapat
diterima. Waktu pemberian yang dapat diterima adalah pemberian antibiotik
dalam waktu 1 jam sebelum sayatan operasi; jika tidak, itu disebut "tidak dapat
diterima." Durasi pemberian antibiotik dikategorikan sebagai diterima jika <24
jam setelah operasi atau tidak dapat diterima jika> 24 jam setelah operasi.

Regimen SAP
Pada operasi jantung, 9 regimen antibiotik tunggal atau kombinasi antibiotik
dianggap SAP optimal. Ini termasuk Sefazolin saja atau Penisilin Anti-
Staphylococcus dengan Gentamisin. Selain itu, ada 40 obat tunggal atau
kombinasi obat yang dianggap adekuat untuk SAP jantung.
Pada bedah ortopedi, 5 regimen antibiotik tunggal dianggap SAP optimal.
Ini termasuk Sefazolin, Penisilin anti-Staphylococcus, atau Vankomisin. Ada juga

3
21 antimikroba tunggal atau kombinasi antimikroba yang dianggap adekuat untuk
SAP ortopedi.
Pada operasi kolorektal, 10 regimen antibiotik tunggal atau kombinasi
antibiotik dianggap SAP optimal. Ini termasuk Cefoxitin saja atau Sefazolin
dengan Metronidazol. Selain itu, ada 40 obat tunggal atau kombinasi obat yang
dianggap adekuat untuk SAP kolorektal.

Manajemen data
Data dimasukkan ke dalam dan disimpan dalam Microsoft SQLserver
Database di Pusat Koordinasi VICNISS. Data dianalisis dalam database ini.

HASIL
SAP
Hasil untuk pilihan SAP, waktu, dan durasi pemberian disajikan dalam tabel
hasil penelitian antibiotik profilaksis, waktu, dan durasi pemberian (Tabel 1). Data
antibiotik tersedia untuk 96% prosedur operasi jantung, ortopedi, dan CRS telah
dilakukan di lembaga kami selama 33 bulan.
Selama Januari 2008 hingga September 2010, pilihan antibiotik optimal
diberikan pada tiga perempat dari semua prosedur penggantian sendi tulang tapi
jauh lebih sedikit pada prosedur operasi jantung dan CRS (1% dan 8%, masing-
masing). Bila ditinjau dari waktu pemberian antibiotik, operasi jantung
menampilkan hasil terbaik, dengan hanya 7% kasus yang mendapat SAP diluar
dari yang direkomendasikan yaitu 1 jam sebelum sayatan, sedangkan untuk total
prosedur operasi penggantian sendi panggul dan CRS, 12% kasus yang mendapat
SAP diluar periode waktu yang disarankan.
Data mengenai durasi pemberian antibiotik mengungkapkan perpanjangan
SAP melampaui 24 jam lebih dari 20% pada kasus operasi jantung dan 13% pada
operasi CRS. Untuk semua jenis operasi diperiksa dalam analisis ini, ada banyak
kombinasi antibiotik digunakan untuk profilaksis. Beberapa regimen ini sesuai
dengan rekomendasi lokal maupun internasional; namun, banyak yang tidak.

4
Satu-satunya regimen optimal yang digunakan di lembaga kami pada
operasi jantung adalah Sefazolin saja, dan penggunaannya jarang (1%). Regimen
yang paling adekuat itu adalah Sefazolin dengan Gentamisin. Regimen adekuat
tapi terlalu luas digunakan pada SAP operasi jantung termasuk Sefazolin dengan
Tikarsilin/Asam Klavulanat, Ampisilin dengan Gentamisin dan Metronidazol, atau
Sefazolin dengan Gentamisin dan Teicoplanin.
Pada bedah ortopedi, regimen optimal yang dipilih di rumah sakit kami
adalah Sefazolin saja, sedangkan regimen yang umumnya adekuat adalah
Sefazolin kombinasi dengan Gentamisin. Beberapa regimen adekuat diluar
pedoman termasuk Vankomisin dengan Sefazolin atau Teicoplanin dengan
Tikarsilin/Asam Klavulanat.
Pada operasi CRS, regimen yang disukai di lembaga kami adalah
Tikarsilin/Asam Klavulanat, regimen ini dianggap adekuat dan digunakan pada
344 dari 512 operasi (67,2%). Regimen optimal kadang-kadang dipilih di rumah
sakit kami untuk operasi usus termasuk kombinasi Sefazolin atau Gentamisin
dengan Metronidazol. Regimen yang tidak adekuat termasuk obat tunggal seperti
Ampisilin, Sefazolin, Glycopeptide, atau Metronidazol.

SSI
Tingkat SSI untuk tahun 2008-2010 disajikan dalam tabel tingkat infeksi
luka operasi pada prosedur operasi jantung, operasi kolorektal, operasi
penggantian sendi panggul total, dan operasi penggantian sendi lutut total tahun
2008-2010 (Tabel 2). Ketika data SSI institusi kami dibandingkan dengan rumah
sakit lainnya dalam negara yang menyajikan jenis operasi yang sama, tingkat SSI
berada di bawah tingkat agregat tetap (tingkat SSI rata-rata pada semua rumah
sakit yang berkontribusi) untuk semua indeks risiko pada operasi penggantian
sendi tulang pada periode penelitian maupun selama 8 tahun yang telah dilakukan
surveilans VICNISS. Pada kasus operasi jantung, tingkat SSI sebagian besar
melebihi seperempat, dan 8 tahun data surveilans yang sebanding, secara
konsisten di bawah tingkat agregat tetap untuk semua kelompok risiko. Namun,
untuk infeksi luka operasi dalam dan organ rongga sternum, tingkat infeksi kami

5
berada di atas tingkat agregat tetap dari Januari-Juni 2010. Pada kasus operasi
CRS, tingkat SSI telah lebih dari tingkat agregat tetap pada semua tempat dan di
semua kelompok risiko selama masa studi.

Resistensi antimikroba
Tingkat Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sebagai
proporsi semua isolat S aureus di lembaga kami tetap stabil yaitu 32,3% tahun
2008, 21% tahun 2009, dan 23% tahun 2010. Dari jumlah proporsi itu, jumlah
meningkat bertahap dari isolat MRSA yang sekarang non-multi resisten (atau
yang didapat dari komunitas), sedangkan jumlah isolat yang didapat dari rumah
sakit telah menurun secara drastis dari 20,6% tahun 2008 menjadi 8% tahun 2009
dan 2010.
Vankomisin-resistant enterococcus (VRE) telah mewabah di lembaga kami
sejak tahun 2007. Dari total isolat Enterococcus faecium, VRE terdiri dari 18,7%
tahun 2008, 11,5% tahun 2009, dan 8,1% tahun 2010.
Resistensi antibiotik antara isolat Escherichia coli telah meningkat, dengan
kenaikan bertahap pada produsen spektrum memanjang -laktamase dari 0,6%
tahun 2008 menjadi 1,0% pada tahun 2010. Dari semua isolat E. coli, resistensi
Tikarsilin-Asam Klavulanat terlihat kurang dari 10% isolat pada tahun 2000
namun meningkat selama dekade terakhir dengan tingkat yang stabil 16,9% tahun
2008, 18,2% tahun 2009, dan 15,8% tahun 2010.

Tabel 1. Hasil pemilihan antibiotik profilaksis, waktu, dan durasi pemberian

6
Tabel 2. Tingkat infeksi luka operasi pada prosedur operasi jantung, operasi kolorektal, operasi
penggantian sendi panggul total, dan operasi penggantian sendi lutut total tahun 2008-2010

95% CI, 95% confidence interval; risk groups, risk stratification groups based on the National
Nosocomial Infections Study risk index; SS

DISKUSI
Penelitian mengenai SAP yang dilaksanakan di rumah sakit pendidikan ini
memperlihatkan keragaman yang sangat banyak dari penggunaan regimen
antibiotik, baik satu macam antibiotik maupun kombinasi, pada operasi jantung,
kolorektal, dan ortopedi. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
VICNISS Coordinating Centre menemukan bahwa sebanyak 47 regimen
antibiotik yang berbeda-beda digunakan pada operasi jantung dan 50 regimen
digunakan pada operasi ortopedi4. Hal ini serupa pada penelitian yang dilakukan
sebelumnya di Jerman yang menemukan 29 antiobiotik berbeda yang digunakan
pada kelompok yang berpartisipasi pada SAP dan kebanyakan dari mereka
menggunakan antibiotik spektrum luas termasuk Cephalosporin generasi ketiga
dan Fluoroquinolon9. Penelitian ini juga memperlihatkan kebanyakan dari
regimen antibiotik yang digunakan bertolak belakang dengan rekomendasi dari
rumah sakit dan sangat sering menggunakan antibiotik spektrum luas khususnya
untuk clean operation. Ticarcillin/Asam Klavulanat merupakan pilihan CRS yang
paling disukai, dan digunakan pada dua 2/3 operasi kolorektal yang diduga
menyebabkan peningkatan resistensi E. coli dan bakteri lain yang memproduksi

7
beta laktamase selain E. coli terhadap Ticarcillin dan Asam Klavulanat pada
institusi ini.
Pilihan antibiotik, dari data penelitian ini, menunjukan hasil optimal atau
adekuat pada 97% kasus operasi jantung dan operasi penggantian sendi pada
bidang ortopedi. Hasil dari CRS kurang memuaskan (hanya 89% yang optimal).
Penelitian SAP yang dilakukan oleh lembaga penelitian di Perancis Utara
(INCISO network) memperlihatkan hasil yang serupa. Pada penelitian tersebut,
antibiotik terpilih tepat digunakan pada 92% kasus operasi jantung, 94% operasi
penggantian sendi, tetapi hanya sebesar 69% kasus operasi abdomen10. Kasus-
kasus yang menunjukkan hasil tidak optimal atau adekuat atas penggunaan
antibiotik terpilih untuk operasi jantung pada penelitian ini akan dijelaskan
dengan terapi yang ada pada kasus endokarditis menjadi penggantian katup
jantung. Sebagai tambahan, alasan ketidakcocokan SAP untuk operasi abdomen
pada penelitian ini maupun penelitian di Perancis tidak begitu jelas dan bisa
dikaitkan dengan kasus CRS yang gawat darurat, dimana pasien mungkin telah
diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk pembedahan namun bukan SAP.
Waktu pemberian antibiotik sebelum operasi merupakan hal penting yang
telah sejak lama diketahui; secara khusus, pemberian antibiotik optimal untuk
mencegah infeksi adalah 1 jam sebelum operasi.11,12 Hasil penelitian ini
mengindikasikan waktu pemberian antibiotik harus ditingkatkan hingga 8% pada
kasus jantung, ortopedi yaitu penggantian sendi, dan CRS karena tidak tepatnya
waktu pemberian SAP sangat berpotensi besar untuk terjadinya infeksi.
Pada kasus CRS, pengubahan waktu dapat menjelaskan tingginya angka
SSI atau menjadi alternatif dalam mencerminkan terapi untuk infeksi yang sudah
ada sebelumnya. Meskipun demikian, waktu pemberian pada hasil penelitian ini
dapat dibandingkan dengan waktu pemberian yang didapat dari hasil penelitian
oleh INCISO, dimana pemberian antibiotik selama 60 menit saat insisi terjadi
hanya pada 77% kasus10. Penyelesaian untuk masalah yang berkaitan dengan
waktu pemberian SAP pada institusi ini terletak pada pendekatan tim untuk
membangun sistem dengan kolega dari departemen anestesi untuk mencapai

8
waktu yang tepat, sama baiknya seperti pemeriksaan SSI biasa dan kemudian
ditindaklanjuti oleh kolega dari Departemen Bedah.
Data yang ditampilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
antimikroba profilaksis untuk operasi sering dilanjutkan hingga 24 jam (13% pada
kasus CRS dan 21% pada kasus operasi jantung). Penemuan ini sejalan dengan
penelitian lain yang terdapat pada literatur. Sebuah penelitian di Kanada mengenai
penggunaan SAP pada operasi jantung mengungkapkan bahwa durasi rata-rata
antimikroba profilaksis adalah 36 jam (range, 8-96 jam) dan antimikroba
profilaksis dosis tunggal hanya digunakan pada 3% pusat studi.13 Hohmann et al
menemukan bahwa sebesar 32,9% pasien mendapatkan SAP yang lebih lama
setelah operasi9.
Sebuah studi dari Boston menemukan bahwa penggunaan SAP selama 48
jam setelah operasi bypass arteri koroner telah digunakan secara meluas ternyata
tidak terbukti menurunkan risiko SSI namun bisa dikaitkan dengan peningkatan
risiko resistensi antibiotik yang didapat.14 Beberapa penjelasan yang mungkin
pada penggunaan SAP yang lama adalah ketakutan pembedah terhadap SSI6 atau
ketidakjelasan durasi penggunaan SAP pasca operasi.15
Kebanyakan pedoman merekomendasikan penggunaan SAP harus
dihentikan selama/kurang dari 24 jam.3 Penelitian terdahulu di Spanyol
membandingkan antara penggunaan Cefazolin dosis tunggal (2 gr) dan
penggunaan Cefazolin selama 24 jam (2 gr dosis inisial, diikuti dengan 1 gr setiap
8 jam) pada operasi jantung. Hasilnya adalah SSI terjadi lebih dari 2x lebih
banyak pada kelompok yang menggunakan dosis tunggal (8,3% vs 3,6%, berturut-
turut, P = 0,004)16. Namun, kebanyakan penelitian lainnya yang membandingkan
penggunaan dosis tunggal dengan dosis multiple telah gagal menunjukkan
keuntungan pada penggunaan dosis multiple17,18. Pada institusi kami, protokol
penggunaan SAP telah direvisi dengan berkolaborasi dengan kolega dari
departemen bedah, dan disetujui bersama untuk durasi maksimum penggunaan
SAP adalah 24 jam berdasarkan bukti penelitian yang ada. Sayangnya, data
penelitian ini menunjukkan kurang taatnya pada pedoman ini dalam kasus operasi

9
jantung dan CRS, dalam hubungan dengan lebih tingginya angka kejadian SSI
dari rata-rata.
Beberapa strategi dapat dikerjakan untuk meningkatkan kepatuhan dan
menurunkan penggunaan jangka panjang antibiotik profilaksis, seperti
menetapkan standar yang merujuk pada pedoman yang telah dibuktikan dalam
penelitian, mengedukasi, mengajarkan, menyederhanakan pedoman, dan
mengimplementasikan checklist, yang mencakup keseluruhan surgical pathway8.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Pertama, data yang
tidak lengkap, khususnya mengenai waktu pemberian antibiotik, yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Namun secara keseluruhan data lengkap berkisar
96% prosedur. Sebagai tambahan, pada kasus CRS, data yang ditampilkan tidak
diambil dari jumlah kasus yang diagnosisnya ditegakkan dengan infeksi intra-
abdominal, seperti peritonitis dimana antibiotik yang diberikan menggambarkan
terapi untuk infeksi yang telah ada sebelumnya, dan untuk itu membenarkan
pilihan yang berbeda, durasi yang memanjang, dan mengubah waktu. Ini dapat
menjelaskan, setidaknya sebagian, peningkatan angka kejadian SSI pada kasus
CRS di institusi ini.
Pada data kasus hip joint replacement, prosedur yang direvisi tidak
dipisahkan dari kasus lainnya, dimana dapat mempengaruhi hasil dari SAP, hal ini
dikarenakan pada sebagian kasus tidak diberikan profilaksis hingga diperoleh
sampel dari pemeriksaan kultur. Selain itu, kategori antibiotik yang adekuat dalam
penelitian ini mencakup semua regimen suboptimal karena semua itu masih dapat
memberikan cakupan untuk sejumlah organisme yang menyebabkan infeksi.
Bagaimana pun, pilihan antibiotik spektrum luas pada kategori ini tidak dapat
dipisahkan dari regimen lain yang adekuat untuk digunakan sebagai SAP, dan
untuk itu bukanlah suatu hal yang tidak mungkin untuk membedakan proporsi
kasus yang menggunakan regimen yang tidak direkomendasikan. Terakhir, hasil
dari pemenuhan SAP pada penelitian ini tidak langsung berkorelasi dengan SSI
pascapembedahan; bagaimanapun, munculnya kejadian SSI selama periode
penelitian dan periode penelitian yang di bawah pengawasan yang lebih lama

10
telah memberikan pengetahuan pada konsekuensi potensial dari SAP suboptimal
pada CRS maupun operasi jantung.

KESIMPULAN
Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa elemen yang harus
diperbaiki sehubungan dengan penggunaan antibiotik profilaksis untuk operasi.
Pada prosedur operasi dimana sangat mungkin untuk terjadi infeksi, pilihan
antibiotik optimal jarang digunakan. Hasil dari kepatuhan terhadap pedoman
penggunaan SAP yang tertinggi adalah saat operasi ortopedi, sedangkan untuk
kasus CRS, pilihan antibiotik dan durasi pemberian memerlukan perubahan. Pada
operasi jantung, pilihan antibiotiknya sangat sering dijumpai tidak sesuai dan
durasi pemberian melampaui 24 jam terjadi lebih dari 20% kasus. Angka kejadian
SSI selama periode penelitian hasilnya berada di bawah agregat tetap untuk
prosedur ortopedi tetapi jumlahnya di atas rata-rata untuk kasus jantung dan
kolorektal. Untuk standarisasi pemberian SAP yang lebih baik di rumah sakit ini,
protokol pemberian telah diperbaharui dengan masukan dari kolega departemen
bedah, yang setuju dengan pilihan tersebut. Pendidikan dan komunikasi yang
berkelanjutan dibutuhkan untuk meningkatkan pelaksanaan ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Auerbach AD. Prevention of surgical site infections. In: Shojania KG,


Duncan BW, McDonald KM, et al., editors. Making health care safer: a
critical analysis of patient safety practices. Evidence report/technology
assessment No.43. AHRQ publication No. 01-EE058. Rockville (MD):
Agency for Healthcare Research and Quality; July 20, 2000. p. 221-4.
Available from: http://www.ahrq.gov/clinic/ptsafety/pdf/ptsafetypdf.
Accessed August 1, 2011.
2. Antibiotic Expert Group. Therapeutic guidelines: antibiotic. Version 14.
Melbourne: Therapeutic Guidelines Limited; 2010.
3. Bratzler DW, Houck PM, Surgical Infection Prevention Guidelines Writers
Workgroup. Antimicrobial prophylaxis for surgery: an advisory statement
from the National Surgical Infection Prevention Project. Clin Infect Dis
2004;38:1706-15.
4. Bull A, Russo PL, Friedman ND, Bennett NJ, Boardman CJ, Richards MJ.
Compliance with surgical antibiotic prophylaxis- reporting from a statewide
surveillance programme in Victoria, Australia. J Hosp Infect 2006;63:140-7.
5. Bratzler DW, Houck PM, Ricards C, Steele L, Patchen Dellinger E, Fry DE,
et al. Use of antimicrobial prophylaxis for major surgery: baseline results
from the National Surgical Infection Prevention Project. Arch Surg
2005;140:174-82.
6. Tourmousoglou CE, Yiannakopoulou ECh, Kalapothaki V, Bramis J,
Papadopoulos JSt. Adherence to guidelines for antibiotic prophylaxis in
general surgery: a critical appraisal. J Antimicrob Chemother 2008;61:214-8.
7. Russo PL, Bull A, Bennett N, Boardman C, Burrell S, Motley J, et al. the
establishment of a state-wide surveillance program for hospital-acquired
infections in large Victorian public hospitals: a report from the VICNISS
Coordinating Centre. Am J Infect Control 2006;34:430-6.
8. Culver DH, Horan TC, Gaynes RP, Martone WJ, Jarvis WR, Emori TG, et al.
Surgical wound infection rates by wound class, operative procedure, and

12
patient risk index. National Nosocomial Surveillance System. Am J Med
1991; 91:S152-7.
9. Hohmann C, Eickhoff C, Radziwill R, Schulz M. Adherence to guidelines for
antibiotic prophylaxis in surgery patients in German hospitals: a multicentre
evaluation involving pharmacy interns. Infection; doi:10.1007/s15010-011-
0204-7
10. Miliani K, Heriteau FL, Astagneau P. Non-compliance with recommendations
for the practice of antibiotic prophylaxis and risk of surgical site infection:
results of a multilevel analysis from the INCISO Surveillance Network. J
Antimicrob Chemother 2009;64:1307-15.
11. Stone HH, Hooper CA, Kolb LD, Geheber CE, Dawkins EJ. Antibiotic
prophylaxis in gastric, biliary and colonic surgery. Ann Surg 1976;184:443-
52.
12. Classen DC, Evans RS, Pestotnik SL, Horn SD, Menlove Rl, Burke JP. The
timing of prophylactic administration of antibiotics and the risk of surgical-
wound infection. N Engl J Med 1992;326:281-6.
13. Paradiso-Hardy FL, Cornish P, Pharand C, Fremes SE. A national survey of
antimicrobial prophylaxis in adult cardiac surgery across Canada. Can J Infect
Dis 2002;13:21-7.
14. Harbarth S, Samore MH, Lichtenberg D, Carmeli Y. Prolonged antibiotic
prophylaxis after cardiovascular surgery and its effect on surgical site
infections and antimicrobial resistance. Circulation 2000;101:2916-21.
15. Dettenkofer M, Forster DH, Ebner W, Gastmeier P, Rden H, Daschner FD.
The practice of perioperative antibiotic prophylaxis in eight German
hospitals. Infection 2002;30:164-7.
16. Tamayo E, Gualis J, Florez S, Castrodeza J, Eiros Bouza JM, Alvarez FJ.
Comparative study of single-dose and 24-hour multiple-dose antibiotic
prophylaxis for cardiac surgery. J Thorac Cardiovasc Surg 2008;136:1522-7.
17. McDonald M, Grabsch E, Marshall C, Forbes A. Single- versus multiple-dose
antimicrobial prophylaxis for major surgery: a systematic review. Aust NZ J
Surg 1998;68:388-96.
18. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, Silver LC, Jarvis WR. Guideline for
prevention of surgical site infection, 1999. Hospital Infection Control

13
Practices Advisory Committee. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:250-
78.

14

Anda mungkin juga menyukai