Anda di halaman 1dari 18

Reproduksi: Kala II Persalinan dengan Pre-eklamsia

Posted by Agatha Dinar at 05:48

SKENARIO 2: Kala II Persalinan dengan Pre-eklamsia

Bagaimana keadaan bayiku?

Seorang wanita umur 39 tahun, G4P2A1, hamil 37 minggu, datang ke klinik


bersalin dengan keluhan mengeluarkan lendir darah pervaginam disertai perut
kenceng-kenceng teratur sejak 4 jam yang lalu. Berdasarkan anamnesis
didapatkan data, suaminya terkena PHK beberapa bulan yang lalu. Wanita
tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ataupun bidan.

Dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam oleh dokter didapatkan keadaan
umum kurang baik. Vital sign: TD 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 37C, RR
20x/menit; terdapat edema pada tungkai bawah. Janin tunggal, presentasi kepala,
punggung kiri, denyut jantung janin baik.

Kemudian dilakukan pemeriksaan fetal-well-being, ternyata hasilnya masih


baik. Pemeriksaan kematangan cervix (Bishop score) hasilnya serviks sudah
matang dengan nilai 8. Dilatasi cervix sudah ada pembukaan sebesar 3 cm. hasil
pemeriksaan tersebut tidak dituliskan dalam lembar partograf. Setelah sekitar 10
jam dalam persalinan, penderita terlihat ingin mengejan, perineum terlihat
menonjol dan anus terbuka, dilakukan pemeriksaan dalam ternyata pembukaan
sudah lengkap.

TINJAUAN PUSTAKA

Hamil 37 Minggu

Cara lain untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam
kandungan (Mochtar, 1998):

1. Dihitung dari tanggal haid terakhir

2. Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup feeling life
(quickening)
3. Menurut Spielberg: dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis,
maka diperoleh tabel.

4. Menurut Mac Donald: adalah modifikasi Spielber, yaitu jarak fundus-simfisis


dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.

5. Menurut Ahfeld: ukuran kepala bokong=0,5 panjang anak sebenarnya. Bila


diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20cm, maka tua kehamilan adalah 8
bulan.

6. Rumus Johnson-Tausak: BB= (mD-12)x155; BB=berat badan; mD=jarak


simfisis-fundus uteri

Lendir darah pervaginam, perut kenceng teratur sejak 4 jam yang lalu

Perdarahan pervaginam trimester III

Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervagina


setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Insidennya kurang lebih 3% (Yoseph,
1996).

Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada


umur kehamilan kurang dari 28 minggu karena biasanya disebabkan faktor
plasenta; perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2,
CO2, dan nutrisi dari ibu ke janin (Yoseph, 1996).

Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta;
penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi lokat pada vagina/servik. Setiap pasien
perdarahan antepartum harus dikelota oleh spesialis. Pemeriksaan dalam
merupakan kontra indikasi kecuali dilakukan di kamar operasi dengan
perlindungan infus atau tranfusi darah. USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan USG dan pemeriksaan dengan spekutum dapat
menyingkirkan kelainan tokal pada servik/vagina maka kemungkinan sotusio
ptasenta harus dipikirkan dan dipersiapkan penanganannya dengan seksama
(Yoseph, 1996).

Penyebab perdarahan antepartum (Yoseph, 1996):

1. Solusio placenta (30%)


2. Placenta previa (32%)

3. Vasa previa (0,1%)

4. Inpartu biasa (10%)

5. Kelainan local (4%)

6. Tidak diketahui sebabnya (23,9%)

Perbedaan solusio placenta dan placenta previa (Yoseph, 1996):

Solusio Placenta Placenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar

Terus menerus Berulang

Disertai nyeri Tidak nyeri

Uterus Tegang, bagian janin tak Tak tegang


teraba
Tak nyeri tekan
Nyeri tekan

Syok/anemia Lebih sering Jarang

Tidak sesuai dengan jumlah Sesuai dengan jumlah darah


darah yang keluar yang keluar

Fetus 40% fetus sudah mati Biasanya fetus hidup

Tidak disertai kelainan letak Disertai kelainan letak

Pemeriksaan Ketuban menonjol walaupun Teraba plasenta atau perabaan


dalam tidak khas fornik ada bantalan antara
bagian janin dengan jari
pemeriksaan

His (Kontraksi Uterus)


Kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna
dengan sifat-sifat: 1) kontraksi simetris, 2) fundus dominan, kemudian diikuti 3)
relaksasi (Mochtar, 1998).

Pada waktu kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebi
pendek. Cavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung
amnion kearah segmen bawah rahim dan serviks (Mochtar, 1998).

Sifat-sifat lain dari his adalah: 1) involuntir, 2) intermiten, 3) terasa sakit, 4)


terkoordinasi dan simetris, serta 5) kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar
secara fisik, kimia, dan psikis (Mochtar, 1998).

Pembagian his dan sifat-sifatnya (Mochtar, 1998):

1. His pendahuluan

- His tidak kuat, tidak teratur

- Menyebabkan show

2. His pembukaan (Kala I)

- His pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10cm.

- Mulai kuat, teratur, dan sakit.

3. His pengeluaran (His mengedan) (Kala II)

- Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, dan lama.

- His untuk mengeluarkan janin.

- Koordinasi bersama antara: his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma


dan ligament.

4. His pelepasan uri (Kala III)

- Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.

5. His pengiring (Kala IV)


- Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri (merian), pengecilan rahim dalam
beberapa jam atau hari.

Persalinan

Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan (Mochtar, 1998):

1. Teori penurunan hormon: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi


penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja
sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.

2. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan
menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahim: rahim yang menjadi besar dan merenggang


menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-
plasenter.

4. Teori iritasi mekanik: di belakang serviks terletak ganglion servikale (pleksus


Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala
janin, akan timbul kontraksi uterus.

5. Induksi partus (induction of labor), dengan jalan: gagang laminaria (berupa


laminaria dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dengan tujuan
merangsang pleksus Frankenhauser), amniotomi (pemecahan ketuban),
oksitoria drips (pemberian oksitosin menurut tetesan per infus).

Tanda-tanda permulaan persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya, wanita


memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut dengan kala
pendahuluan (prepatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai
berikut (Mochtar, 1998):

1. Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu
atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu
kentara.

2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.


3. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi


lemah dari uterus, kadang-kadang disebut false labor poins.

5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa


bercampur darah (bloody show).

Tanda-tanda in partu (Mochtar, 1998):

1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.

2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.

3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan (Mochtar, 1998):

1. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power), meliputi: his (kontraksi


uterus), kontraksi otot-otot dinding perut, kontraksi diafragma, dan
ligamentous action terutama ligamentum rotundum.

2. Faktor janin.

3. Faktor jalan lahir, bahwa pada waktu partus akan terjadi perubahan-
perubahan pada uterus, serviks, vagina, dan dasar panggul.

TD 140/90 mmHg

Hipertensi pada kehamilan meliputi hipertensi yang diinduksi kehamilan,


hipertensi esensial, dan hipertensi yang disebabkan penyakit ginjal kronik. Semua
keadaan hipertensi dapat menyebabkan eklampsia (kejang) (Llewellyn-Jones,
2001).

Perubahan kardiovaskular selama melahirkan

Curah jantung meningkat sebesar 12% diatas pencatatan sebelum persalinan pada
sela-sela kontraksi dan sebesar 30% selama kontraksi. Peningkatan curah jantung
dipengaruhi oleh peningkatan stroke volume dan frekuensi denyut jantung.
Tekanan arteri meningkat rata-rata 10% dan lebih tinggi lagi pada kala
pengeluaran. Selanjutnya perubahan-perubahan ini meningkatkan kerja jantung
sebagai respon terhadap kontraksi uterus. Tekanan arteri kanan meningkat dan
mungkin mencapai 40-50 mmHg pada persalinan lanjut, dan volume darah
kardiopulmonal meningkat pada waktu yang sama. Setelah melahirkan terjadi
peningkatan curah jantung lebih tinggi lagi. Karena bradikardia lazim terjadi pada
saat ini, peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya isi sekuncup. Pengaruh ini
berlangsung selama 3-4 hari (Llewellyn-Jones, 2001).

Hipertensi esensial dalam kehamilan

Fisiopatologi

Vasospasme generalisata pada hipertensi esensial diimbangi oleh peningkatan isi


sekuncup dan frekuensi denyut jantung, untuk mempertahankan aliran darah yang
adekuat pada kebanyakan organ kecuali uterus. Walaupun aliran darah uterus
meningkat pada kehamilan normal, peningkatannya lebih kecil pada wanita dengan
hipertensi esensial dan semakin tinggi tekanan darahnya semakin kecil
peningkatannya. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan janin dan meningkatkan
kematian perinatal (Llewellyn-Jones, 2001).

Kehamilan mempengaruhi jalannya hipertensi esensial. Pada 60% wanita yang


terkena, terjadi peningkatan tekanan darah, dan pada 30% ditemukan proteinuria
signifikan (>300 mg/l). Perubahan biasanya terjadi setelah kehamilan minggu ke
30. Hipertensi esensial yang disertai proteinuria tidak dapat dibedakan dengan PIH
berat (Llewellyn-Jones, 2001).

Dalam persalinan (Mochtar, 1998):

1. Kala I akan berlangsung tanpa gangguan

2. Kala II memerlukan pengawasan yang cermat dan teliti. Bila tanda-tanda


penyakit bertambah berat dan pembukaan hampir atau sudah lengkap, ibu
dilarang mengedan. Kala II diperpendek dengan melakukan ekstraksi vakum
atau forceps.

3. Pada primitua dengan anak hidup dilakukan segera seksio sesarea primer.

Prognosis (Mochtar, 1998):


1. Prognosis untuk ibu kurang baik. Angka kematian ibu kira-kira 1-2%;
biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, payah jantung, dan uremia.

2. Prognosis bagi janin kurang baik, karena adanya insufisiensi plasenta, solusio
plasenta. Janin bertumbuh kurang sempurna: prematuritas dan dismaturitas.
Angka kematian bayi: 20%.

Hipertensi yang diinduksi kehamilan

PIH (Pregnancy-Induced Hypertension) dahulu disebut toksemia kehamilan atau


pre-eklampsia, merupakan 80% dari semua kasus hipertensi pada kehamilan dan
mengenai antara 3-8 persen pasien, terutama primigravida, pada kehamilan
trimester kedua (Llewellyn-Jones, 2001).

Klasifikasi (Llewellyn-Jones, 2001).

1. Potensial PIH

TD pasien meningkat >30 mmHg pada sistolik dan >15 pada diastolic diatas
tekanan basal.

2. PIH ringan (juga dikenal hipertensi kehamilan)

TD diastolic pasien 90-99 mmHg, urin tidak menunjukkan protein signifikan


(<30>

3. PIH sedang

TD terletak antara 140-170/100-110, yang dikonfirmasi dalam dua kali


pemeriksaan berturut-turut setelah istirahat. Jika didapati proteinuria
signifikan (>30 dan <300>

4. PIH berat (juga dikenal sebagai pre-eklampsia atau gestational proteinuric


hypertension)

TD pasien melebihi 170/110 dan atau terdapat proteinuria nyata. PIH berat
mengenai kira-kira 1% primigravida.

5. Eklampsia iminens
Tanda-tanda PIH berat, sakit kepala berat, penglihatan kabur atau nyeri
epigastrik dan hiperrefleksia.

6. Edema

Dapat terjadi pada semua derajat PIH tetapi sedikit nilai diagnostic kecuali
jika edema generalisata, karena edema sama seringnya dengan edema pada
wanita yang tidak mengalami gangguan antenatal.

Patogenesis PIH

Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan ini
disebabkan oleh gangguan imunologik dimana produksi antibody penghambat
berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh trofoblas
sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta. Ketika kehamilan
berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan
membrane basalis trofoblas yang mungkin mengganggu fungsi metabolic plasenta.
Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endothelial plasenta berkurang dan
sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokontriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadi
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi ibu, dan penurunan volume
plasma ibu. Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel epitel
trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami
destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya, tromboplastin
menyebabkan koagulasi intravascular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal
(endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara
tidak langsung meningkatkan vasokontriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit
fibrin ini terdapat dalam pembuluh darah SSP, sehingga menyebabkan konvulsi
(Llewellyn-Jones, 2001).

Pre-Eklampsia & Eklampsia

Preeclampsia dan eclampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin, dan masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan
edema; yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya
(Mochtar, 1998).

Preeklamsia

Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan (Mochtar, 1998):

a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :

- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah
terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6
jam.

- Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg
atau lebih perminggu.

- Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada


urin kateter atau midstream

b. Pre-eklampsi berat:

- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

- Proteinuria 5 gr atau lebih perliter

- Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium

- Ada edema paru dan sianosis

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan (Mochtar, 1998):

1. Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan, edema


hipertensi dan timbul proteinuria.

Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan


visus : penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.

Gangguan serebral lainnya : oyong, refleks tinggi dan tidak tenang.

2. Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meninggi, dan proteinuria pada


pemeriksaan laboraturium.
Penatalaksanaan (Mochtar, 1998)

a. Pencegahan

- Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-


tanda sedini mungkin (pre-eklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan
yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau


ada faktor-faktor predisposisi.

- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, dan


pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, karbohidrat; tinggi
protein dan menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

b. Penanganan

Tujuan utama penanganan adalah:

- Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsi dan eklampsi.

- Hendaknya janin lahir hidup.

- Trauma pada janin seminimal mungkin.

Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan

Pengobatan preeklampsia ringan adalah simtiomatis, selain rawat inap penderita


dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali
seminggu (Mochtar, 1998)

Penanganan rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diet
rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali
sehari, atau tablet fenobarbital 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan
antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat bahkan bisa
menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Dengan cara di atas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil
dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa (Mochtar, 1998).

Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin :
kadar estriol urin, amnioskopik dan ultrasografi dan sebagainya. Bila keadaan
mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke
atas (Mochtar, 1998).

Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat

Pre-eklampsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu (Mochtar, 1998):

1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan


pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:

a. Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian


disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama
tidak ada kontra-indikasi).

b. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat


diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan
(kecuali jika ada kontra-indikasi).

c. Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan


berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawasi timbul lagi
gejala.

d. Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi


kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.

2. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,


maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.

Pre-eklampsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu (Mochtar, 1998):

1. Penderita di rawat inap

a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein

c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong kanan


dan 4 g bokong kiri

d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam


e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam
4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya:
kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.

f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat

2. Berikan obat antihipertensif : injeksi katapres 1 ampul i.m dan selanjutnya


dapat diberikan tablet katapres 3 kali setengah tablet atau 2 kali setengah
tablet sehari.

3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul intravena
lasix.

4. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus


dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau
sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.

5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita
dilarang mengedan.

6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan


atonia uteri.

7. Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis


4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.

8. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio cesaria.

Eklamsi

Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti halilintar, karena serangan kejang-kejang


timbul tiba-tiba seperti petir. Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi
yang dapat diikuti oleh koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam 1) eklamsi
gravidarum (50%); 2) eklamsi parturien (40%); 3) eklamsi puerperium (10%)
(Mochtar, 1998).

Gejala-gejala eklamsi

Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklamsi berat. Serangan eklamsi
biasanya dibagi menjadi 4 tingkat (Mochtar, 1998):
1. Stadium invasi (awal atau aurora)

Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.

2. Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pemafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis,
lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.

3. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama
1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas
seperti mendengkur.

4. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam.


Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita
tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu naik sampai 40C.

Edema pada tungkai bawah

Edema, terutama pada tungkai, tanpa hipertensi, merupakan suatu adaptasi


fisiologik normal terhadap kehamilan. Penyebabnya adalah air disimpan di dalam
bahan dasar jaringan penyambung. Sekresi estrogen yang meningkat pada
kehamilan mengubah bahan dasar dalam matriks yang kaya koloid dan kurang air
menjadi matriks yang kurang koloid dan kaya air. Selain itu, pada kehamilan,
bertambahnya obstruksi mekanik terhadap aliran balik vena tungkai akan
memperberat edema tungkai (Llewellyn-Jones, 2001).

Bishop score serviks matang nilai 8

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan


induksi persalinan. Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan BISHOP SCORE. Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik
yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi.
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm,
pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat
desensus -1 akan berhasil dengan baik. Akan tetapi sebagian besar kasus
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik yang
tidak favourable ( Skoring Bishop <>

System scoring Bishop yang digunakan untuk menilai derajat kematangan serviks
(Widjanarko, 2009):

Faktor
Score
Dilatasi Pendataran Stasion -3 Konsistensi Posisi
(cm) (%) sampai +3 serviks serviks

0 Tertutup 0-30 -3 Kaku Posterior

1 1-2 40-50 -2 Medium Pertengahan

2 3-4 60-70 -1 Lunak Anterior

3 5 >80 +1, +2 - -

Pembukaan sudah lengkap

Kala I (Pembukaan)

In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody
show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah
berasal dari pecahnya pembuluh darah sekitar kanalis servikalis karena pergeseran
ketika serviks mendatar dan terbuka (Mochtar, 1998).

Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu (Mochtar, 1998):

1. Fase laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat; sampai


pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.

2. Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase:

- Periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.


- Periode dilatasi maksimal (steady): salaam 2 jam pembukaan berlangsung
cepat menjadi 9 cm.

- Periode deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan


jadi 10 cm atau lengkap.

Dalam buku-buku, proses membukanya serviks disebut dengan berbagai istilah:


melembek (softening), menipis (thinned out), obliterasi (obliterated), mendatar dan
tertarik keatas (effaced and taken up) dan membuka (dilatation) (Mochtar, 1998).

Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

His terkoordinir, cepat dan kuat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala
janin telah turun masuk ruang panggul sehingga otot dasar panggul tertekan dan
menimbulkan rasa mengedan. Tekanan pada rectum membuat ibu merasa seperti
ingin buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin
mulai kelihatan., vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan
yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada
primi: 1,5-2 jam, pada multi 0,5-1 jam (Mochtar, 1998).

Kala III (Kala Pengeluaran Uri)

Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras, fundus
uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa
saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-1 menit
seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses
biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc (Mochtar, 1998).

Kala IV

Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum (Mochtar, 1998).

Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah (Mochtar, 1998):

Primi Multi

Kala I 13 jam 7 jam


Kala II 1 jam 30 menit

Kala III 30 menit 15 menit

Lama 14 jam 30 menit 7 jam 45 menit


persalinan

PEMBAHASAN

Usia 39 tahun merupakan faktor risiko terjadinya preeclampsia. Lendir darah


pervaginam merupakan tanda telah dimulainya Kala I Persalinan. Rasa kencang
yang menyusul kemudian merupakan tanda telah masuknya tahap partus dalam
Kala II persalinan. Suami yang terkena PHK dapat menjadi salah satu penyebab
stress pada ibu hamil, selain itu karena suami terkena PHK mungkin pasien terebut
kurang memantau perkembangan kehamilannya karena adanya keterbatasan biaya.

Pemeriksaan vital sign menandakan pasien mengalami hipertensi. Besar


kemungkinan hipertensi yang terjadi adalah pre-eklamsia ringan, bukan
dikarenakan hipertensi esensial yang telah diderita ibu sebelum hamil, karena
terdapat tanda-tanda lain selain hipertensi. Namun, peningkatan tekanan darah ini
juga bisa fisiologis selama masa persalinan, karena terdapat peningkatan curah
jantung selama masa partus. Edema yang ada bisa merupakan tanda pre-eklamsi,
namun banyak juga ibu hamil yang mengalami edema tanpa adanya tanda
patologis yang lain. Janin tunggal, presentasi sesuai dengan posisi normal partus,
denyut jantung baik, sehingga kemungkinan persalinan pervaginam dapat
dilakukan.

Fetal well being, berarti fetus dalam keadaan baik dan siap dilahirkan. Bishop
score menandakan jika induksi dilakukan pada pasien ini, kemungkinan besar akan
berhasil dilakukan partus pervaginam. Mengejan, perineum menonjol dan anus
terbuka menandakan tahap partus mulai masuk Kala II persalinan.

Sebaiknya segera dilakukan pimpinan persalinan dengan cermat karena adanya


adanya gangguan pre-eklamsia tersebut tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut
terhadap proses partus.

DAFTAR PUSTAKA
Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6.
Jakarta: Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: EGC.

Widjanarko, Bambang. 2009. Induksi Persalinan. Akses 21 Mei 2010


dihttp://reproduksiumj.blogspot.com/2009/12/induksi-persalinan.html

Yoseph. 1996. Perdarahan Selama Kehamilan dalam Cermin Dunia Kedokteran


No. 112, 1996. Akses 16 Mei 2010
dihttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12PerdarahanSelamaKehamilan112.pdf
/12PerdarahanSelamaKehamilan112.html

Anda mungkin juga menyukai