Bab Iii Bi Ragam Ilmiah 2
Bab Iii Bi Ragam Ilmiah 2
3.1 Pendahuluan
Bahasa Indonesia (BI) digunakan oleh penutur dari wilayah, lapisan masyarakat
dan usia, dengan tujuan dan konteks yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia dipakai
oleh berbagai penutur dengan berbagai tujuan; berbagai konteks itu melahirkan corak
atau ragam bahasa Indonesia yang berbeda-beda. Pemakaian itu hanyalah perbedaan
yang kurang signifikan, misalnya mengenai ucapan dan intonasinya (dalam pemakaian
secara lisan), sebagian kecil kosakata, dan susunan kalimat. Namun bahasanya tetap
bahasa Indonesia.
Berdasarkan situasi pemakaiannya dibedakan bahasa Indonesia baku dan
nonbaku. Bahasa Indonesia baku digunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam
pidato, perdebatan, tulisan ilmiah. Bahasa Indonesia nonbaku digunakan dalam situasi
yang tidak resmi, misalnya dalam percakapan akrab antar- teman, bersendau-gurau,
percakapan di pasar. Dalam bahasa Indonesia nonbaku kaidah bahasa kurang ditaati,
kata dan pembentukan kata sedikit menyimpang dari kaidah baku, di sana-sini terjadi
pemenggalan.
Ragam berdasarkan tempat tinggal penutur disebut dialek, termasuk ragam
nonbaku, misalnya bahasa Indonesia yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari di
Menado, yang berbeda dengan bahasa Indonesia di Ambon, Medan , atau di Semarang.
Bahasa Indonesia ragam tulis berbeda dengan ragam lisan, bahasa anak-anak berbeda
dengan bahasa orang dewasa, bahasa di kalangan pedagang berbeda dengan bahasa
para guru, berbeda pula dengan bahasa wartawan.
Berdasarkan tujuan dan konteks pemakaiannya, bahasa juga memperlihatkan
ciri yang berbeda. Bahasa iklan berbeda dengan bahasa sastra, bahasa kepariwisataan
berbeda dengan bahasa hukum, bahasa hukum berbeda dengan bahasa kedokteran,
dan sebagainya. Bahasa yang digunakan untuk membahas berbagai persoalan dalam
ilmu hukum, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya, disebut bahasa keilmuan, dan
sebagai ragam disebut ragam bahasa ilmiah. Bahasa Indonesia ragam ilmiah berbeda
dengan bahasa Indonesia ragam sastra, berbeda dengan bahasa Indonesia ragam
jurnalistik dan bahasa Indonesia ragam administratif atau kedinasan.
11
Sebenarnya ragam-ragam itu masih dapat dibedakan menjadi beberapa
subragam. Ragam ilmiah , misalnya, dapat dibeda berdasarkan bahasa Indones bidang
ilmunya menjadi ragam ilmiah hukum, ragam ilmiah ekonomi, ragam ilmiah filsafat.
Perbedaan di antara subragam itu terutama dalam bahasa Indonesiadang peristilahan,
sebab di samping istilah umum, tulisan ilmiah itu memiliki istilah khusus atau teknis.
12
penulisan, dan format karya ilmiah secara konsisten (misalnya dalam merujuk sumber
dan menyusun daftar pustaka), (10) dan menggunakan bahasa Indonesia baku.
Sikap ilmiah yang harus tercermin dalam ragam ilmiah ialah sikap objektif, jujur,
hati-hati, saksama, dan tidak bombastis. Ragam ilmiah bersifat cendekia (intelektual),
artinya bahasa Indonesia ragam ilmiah itu dapat digunakan secara tepat untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis, yaitu mampu membentuk pernyataan yang tepat
dan saksama.
Ragam ilmiah bersifat transparan dalam arti kata-kata itu membawa pembaca
langsung ke maknanya; kata-kata yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda
(ambigu). Kata-kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang denotatif bukan konotatif.
Bahasa ragam ilmiah bersifat lugas, dalam arti menggambarkan keadaan atau
fakta sebagaimana adanya. Ragam ilmiah tidak berbunga-bunga penuh ornamen
seperti ragam bahasa sastra. Ragam ilmiah tidak berputar-putar dalam menuju ke satu
tujuan, bahasa ragam ilmiah langsung menuju ke sasaran, langsung ke pokok masalah.
Bentuk karangan utama yang digunakan dalam tulisan ilmiah ialah paparan atau
eksposisi, dan dapat diselingi deskripsi, argumentasi, narasi. Dalam tulisan ilmiah ada
sesuatu yang perlu dideskripsikan, kadang diceritakan, atau beberapa definisi
diperbandingkan dan dibahas secara lebih tepat. Seperti yang sudah disebutkan, dalam
paparan banyak digunakan definisi, klasifikasi atau analisis.
Berbeda dengan tulisan ragam sastra, dalam ragam ilmiah pemakaian majas
dibatasi. Majas itu sebenarnya juga menjelaskan, tetapi lebih mengacu pada imajinasi
daripada realitas. Dalam ragam sastra, majas dapat menumbuhkan keremang-
remangan suatu hal yang kadang memang diupayakan dalam karya sastra yang
berbentuk puisi. Mengapa majas hanya dibatasi dan tidak disingkirkan? Karena dalam
ragam bahasa ilmiah terdapat kata atau istilah yang sebenarnya semula berupa majas,
misalnya mewatasi, melahirkan, membuahkan.
Dalam ragam ilmiah, penyebutan penulis bukan aku atau saya melainkan penulis
atau dalam hal laporan hasil penelitian, peneliti, atau kalimat-kalimatnya menggunakan
bentuk pasif, sehingga penyebutan penulis dapat dilesapkan.
Ragam bahasa ilmiah bersifat ringkas berpusat pada pokok permasalahan.
Kalimat-kalimatnya harus hemat, tidak terdapat kata-kata yang mubazir. Namun kalimat-
kalimatnya harus lengkap, bukan penggalan kalimat.
13
Ragam bahasa ilmiah harus mengikuti tata tulis karya ilmiah yang standar.
Misalnya penggunaan salah satu sistem penulisan rujukan atau catatan kaki diterapkan
secara konsisten, demikian pula dalam menyusun daftar pustaka.
Pemakaian bahasa dalam tulisan ilmiah termasuk pemakaian bahasa dalam
situasi resmi. Pemilihan kata (diksi) harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu ketepatan,
kebakuan, keindonesiaan, dan kelaziman. Dalam prinsip ketepatan, kata yang dipilih
secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan. Prinsip kebakuan menekankan
pemakaian kata baku. Prinsip keindonesiaan menyarankan penggunaan kata-kata
bahasa Indonesia. Prinsip kelaziman, menyarankan penggunaan kata-kata yang sudah
umum.
14
digunakan ialah ragam bahasa ilmiah. Karena presentasi ilmiah itu sebagian besar
menggunakan ragam bahasa lisan, hendaknya pelafalannya menggunakan yang baku,
misalnya pelafalan /perubahan/, /tetapi/, /Bandung/ bukan /probahan/, /tE tapi/,
/mBandung/.
15
3.5 Etika dalam Tulisan Ilmiah
a) Penulis karya ilmiah harus akurat.
b) Penulis karya ilmiah harus jujur.
c) Penulis karya ilmiah harus menjunjung tinggi tanggung jawabnya.
d) Penulis karya ilmiah tidak boleh mengganti fakta dengan dugaan.
e) Penulis karya ilmiah tidak boleh menyembunyikan kebenaaran.
f) Penulis karya ilmiah tidak boleh menggunaakan ide orang lain tanpa keterangan
yang jelas.
g) Penulis karya ilmiah tidak boleh melanggar hak cipta.
h) Penulis karya ilmiah tidak boleh berbohong dengan data statistik.
i) Penulis karya ilmiah tidak boleh memasukkan dugaan pribadi.
16