Anda di halaman 1dari 7

Dec

21

Arsitektur Kota
Teori figure/ground
Teori-teori figure/ground di pahami dari tata kota sebagai hubungan tekstural antara
bentuk yang di bangun (building mass) dan ruang terbuka (open space).merupakan
analisis yang sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola
sebuah tata ruang perkotaan, serta mengidentifikasikan masala keteraturan
perkotaan

2.1 pola sebuah tempat


Kemampuan untuk menentukan pola-pola dapat membantu menangani masalah
mengenai ketepatan (constancy) dan perubahan (change) dalam perancangan kota
serta membantu menentukan pedoman-pedoman dasar untuk menentukan sebuah
perancangan lingkungan kota yang konkret sesuai tekstur konteksnya.

Fungi pengaturan
Untuk memahami bagaimanakah pikiran manusia bekerja karena pikiran manusia
menentukan suatu tatanan dunia dalam pikiran tradisional, dunia alam adalah kacau
dan tidak tertib (contoh: daerah hutan). Artinya manusia cendrung menggolongkan,
mengatur dan menghasilkan bagan-bagan kognitif misalnya permukiman-
permukiman bangunan-banguanan dan pertamanan.

Sistim pengaturan
Suatu lingkungan binaaan tidak dapat di rasakan tanpa adanya suatu bagan kognitif
yang mendasarinya.

Beberapa kehidupan dan kegiatan perkotaan secara arsitektural dapat di


klasifikasikan dalam tiga kelompok sebagai berikut:

Susunan khawasan bersifat homogen yang jelas, dimana ada hanya satu
pola penataan.

Susunan kawasan yang bersifat heterogen, dimana dua (atau lebih) pola
berbenturan

Susunan kawasan yang bersifat menyebar dengan kecenderungan kacau.

2.2 dua pandangan pokok terhadap pola kota


Di Sebuah wilayah yg besar seperti kota, muncul aktifitas-aktifitas sangat luas dan
bebeda. Semua aktivitas itu secara umum menggambarkan pilihan yang dibuat
berdasarkan seluruh kemungkinan alternative yang ada. Dengan demikian kawasan
perkotaan tidak mengesankan sebagai suayu bagian daerah yang luas, melainkan
permukiman itu terorganisir menurut prioritas-prioritas tertentu.
Organisasi lingkungan
Dengan kata lain, dapat di ungkapkan suatu prinsip dasar tentang bagaimana
lingkungan kota di organisasikan :

Kenyataan ini menunjukan bahwa perancangan kota selalu berhadapan dengan


organisasi ruang yang bersifat fisik dan social.

Figure yang figurative


Pandangan pertama memperhatikan konfigurasi massa atau blok yang di lihat
secara figurative artinya, perhatian di berikan pada figure massanya. Kebanyakan
orang, baik perancang maupun masyarakat trtarik pada pandangan tersebut yang
dapat di temukan di dalam budaya tradisional, maupun modern. Misalkan pada
masa kini kebanyakan kawasan perkotaan seperti real estate atau daerah
perdagangan juga mengekspresikan cara pandang tersebut.

Ground yang figurative


Pandangan kedua mengutamakan konfigurasi ground (konfigurasi ruang tau void).
Artinya, konfigurasi ruang atau vloid dilihat sebagai suatu bentuk tersendiri. Dan
sekali lagi pandangan ini pun dapat di temukan di dalam budaya tradisional maupun
budaya teknologi.
Secara teknis pandangan konfigurasi yang bersifat special telah lama di
perkenalkan dan pada saat ini secara umum sering di pakai di dalam perancangan
perkotaan sejak gerakan postmodernisme. Hal itu muncul karena sebuah kawasan
kota atau sebuah gedung sebagai sebuah nucleus (inti) kota sering menghadapi
ketidakteraturan ekstern dalam lingkungannya. Secara khusus ada teori desain yang
di sebut sistim poche yang seringkali membantu keberhasilan para perancang kota
dalam tugas mencari kualitas baru tekstur figure/ground sebuah khawasan kota
yang belum jelas sebelumnnya.

Definisi system poche


Sistim poche dalam lingkungan kota di rumuskan sebagai berikut:

Sistim desain ini akan sangat membantu arsitek dan perancang kota dalam
masalah menemukan nucleus yang stabil sehingga mampu mengatur
ketidakteraturan ekstern lingkungan masing-masing

Pemakaian sistim poche dalam perancangan kota


Sistim poche sebenarnya tidak baru, melainkan sudah lama di kenal dan sering di
pakai perlu di perhatikan skala perkotaan dimana system ini dapat di pakai secara
efektif.
Tekstur figure/ground perkotaan secara fungsional
Pada tahun 1748 giambatista nolli seorang arsitek italia, menemukan suatu cara
analitis arsitektural dengan menunjukan secara analitis semua massa dan ruang
perkotaan yang bersifat public (dan semipublic) ke dalam suatu gambaran
figure/ground secara khusus cara analisisnya sejak waktu itu di sebut dengan nolli
plan dimana semua massa yang bersifat public atau semipublic tidak lagi di
ekspresikan sebagai massa (dengan warna hitam) melainkan di golongkan bersama
tkstur ruang dengan warna putih.

2.2 solid dan void sebagai elemen perkotaan


Seperti yang telah di katakan, system hubungan di dalam arsitektur
figure/ground mengenal dua kelompok elemen, yaitu solid dan void. Selanjutnya
akan di kemukakan elemen-elemen kedua kelompok tersebut. Ada tiga elemen
dasar yang besifat solid serta empat elemen dasar yang bersifat solid serta empat
elemen dasar yang bersifat void.
Ke tiga elemen itu merupakan elemen konkrit karena dibangun secara fisik
(dengan bahan massa). Paling mudah untuk di perhatikan adalah elemen blok
tunggal karena bersifat individual. Akan tetapi elemen ini juga dapat di lihat sebagai
bagian dari satu unit yang lebih besar dimana elemen tersebut sering memiliki sifat
yang penting (misalnya sebagai penentu sudut, hirarki atau penyambung).

3 elemen solid diantaranya

Blok tunggal (single block)

Blok yang mendefinisi sisi (edge defining block)

Blok medan (field block)


4 elemen void diantaranya

System tertutup yang linear (linear closed system)

System tertutup yang sentral (central closed system)

System terbuka yang sentral (central open system)

System terbuka yang linear (linear open system)


2.4 void dan solid sebagai unit perkotaan
Sering dipakai istilah untuk unit perkotaan adalah :

Di dalam kota keberadaan unit sangatlah penting, karena unit-unit berfungsi sebagai
kelompok banguanan bersama ruang terbuaka yang menegaskan kesatuan massa
di kota secara tekstural. Melelui kebersamaan tersebut, penataan kawasan akan
tercapai lebih baik kalau massa dan ruang di hubungkan dan di satukan sebagai
suatu kelompok.
Pola dan dimensi unit-unit perkotaan
Oleh sebab itu, elemen-elemen solid/void tidak boleh di lihat terpisah satu
dengan yang lain, karena secara bersama-sama membentuk unit-unit perkotaan
yang sering menunjukan sebuah tekstur perkotaan di dalam dimensi yang lebih
besar.
Artinya, setiap kawasan dapat di mengeri bagiannya melalui salah satu cara
tekstur tersebut. Namun, batas antara tekstur dan unit-unit perkotaan tidak selalu
jelas di dalam realitas, karena kawasan kota jarang bersifat homogen, melainkan
memiliki keadaan yang heterogen bahkan sering bersifat menyebar sehingga agak
sulit.

Pola dan dimensi unit-unit perkotaan


Oleh karena itu elemen-elemen void/solid tidak boleh di lihatterpisah satu sama yang
lain, karena secara bersama-sama membentuk unit-unit perkotaan yang sering
menunjukan sebuah tekstur perkotaan di dalam dimensi yang lebih besar. Di
bedakan enam pola kawasan kota secara tekstural, yaitu grid, angular, kurvilinear,
radial, kosentris, aksial,serta organis. Namun batas antara tekstur dan unit-unit
perkotaan tidak selalu jelas dalam realita karena kawasan kota jarang bersifat
homogen, melainkan heterogen, bahkan menyebar. Sehingga agak sulit. Untuk
mengatasi hal itu, dalam analisi perlu di perhatikan 3 variabel terstruktur yakni
tingkat keteraturan, tingkat keseimbangan,tingkat kepadatan.antara masa dan ruang
sehingga pengelompokan dapat di capai.

Kesimpulan
Pembentukan solid/void dengan elemen-elemennya sangat berbeda, bahkan juga
pola hubungan di antara keduannya. Secara arsitektural bentuk-bentuk masa dan
ruang serta pola kombinasinya secara tekstural dapat di analisa secara tepat
dengan memperhatikan teori yang di kemukakan di dalam bab ini dambar di bawah
memberikan suatu kesimpulan tentang pemakaian bentuk segi empat dan pola grid
saja

3. Teori lingkage

3.1 Hubungan sebuah tempat dengan yang lain


Pembahasan sebelumnya lebih banyak diberikan pada pola kawasan perkotaan
serta bagaimanakah keteraturan massa dan ruangnya secara tekstural. Namun
demikian, perlu dilihat keterbatasan kelompok teori figure/ground karena, di samping
memiliki kelebihan, pendekatannya sering mengarah ke gagasan-gagasan ruang
perkotaan yang bersifat dua dimensi saja dan perhatiannya terhadap ruang
perkotaan terlalu statis. Artinya, dinamika hubungan secara arsitektural berbagai
kawasan kota belum diperhatikan dengan baik.
Oleh sebab itulah, perlu diperhatikan suatu kelompok teori perkotaan lain yang
membahas hubungan sebuah tempat dengan yang lain dari berbagai aspek
sebagai suatu generator perkotaan. Kelompok teori itu disebut dengan istilah
lingkage (penghubung), yang memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan
dan gerakan-gerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric).
Sebuah lingkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang
berbeda. Di dalam bab ini lingkage perkotaan akan dikemukakan dalam tiga
pendekatan yaitu:

Lingkage yang visual

Lingkage yang struktural

Lingkage bentuk yang kolektif.

Kota adalah sesuatu yang kompleks dan rumit, maka perkembangan kota sering
mempunyai kecenderungan membuat orang merasa tersesat dalam gerakan di
daerah kota yang belum mereka kenal. Hal itu sering terjadi di daerah yang tidak
mempunyai lingkage. Setiap kota memiliki banyak fragmen kota, yaitu kawasan-
kawasan kota yang berfungsi sebagai beberapa bagian tersendiri dalam kota.

Walaupun identitas serta bentuk massa dan ruang fragmen-fragmen itu bisa
tampak sangat jelas, orang masih sering bingung saat bergerak di dalam suatu
daerah yang belum cukup mereka kenal. Kota kota seperti New York atau Mexico
City dan juga kota-kota di Asia telah menggambarkan masalah tersebut. Hal ini
menunjukan bahwa jumlah kuantitas dan kualitas masing-masing bagian (fragmen)
di kota tersebut belum memenuhi kemampuan untuk menjelaskan sebagai bagian
dalam keseluruhan kota. Oleh karena itu, diperlukan elemen-elemen penghubung,
yaitu elemen-elemen lingkage dari satu kawasan ke kawasan lain yang membantu
orang untuk mengerti fragmen-fragmen kota sebagai bagian dari suatu keseluruhan
yang lebih besar.

3.2 Lingkage visual


Istilah lingkage visual dapat dirumuskan sebagai:
Dalam lingkage yang visual dua atau lebih banyak fragmen kota dihubungkan
menjadi satu kesatuan secara visual.

Edmund Bacon membahas tema ini secara mendalam. Bukunya sudah menjadi
standar di dalam teori perkotaan yang secara khusus memperhatikan lingkage yang
visual. Teorinya menjadi terkenal pada saat ia mengemukakan kasus-kasus yang
menunjukkan dampak elemen-elemen visual di dalam sejarah kota. Artinya, elemen-
elemen tersebut sudah lama dikenal dan dapat dipakai baik dalam skala makro
besar maupun makro kecil, yaitu dalam kota secara keseluruhan maupun dalam
kawasan kota, karena sebuah lingkage yang visual mampu menyatukan daerah kota
dalam berbagai skala. Pada dasarnya, ada dua pokok perbedaan linkage visual,
yaitu:
- Yang menghubungkan dua daerah secara netral;
- Yang menghubungkan dua daerah dengan mengutamakan satu daerah
Kebanyakan penghubung bersifat kaitan saja dan dapat ditemukan di banyak daerah
di kota-kota seluruh dunia, misalnya kota-kota di Italia atau di kota-kota Amsterdam
(Belanda), Washington (Amerika Serikat), Jaipur (Cina), Yogyakarta (Indonesia), dan
banyak kota lain.
Hubungan yang bersifat sebagai fokus lebih sedikit, karena memusatkan sebuah
kawasan tertentu. Walaupun demikian, cara keterkaitan tersebut juga ada di
beberapa daerah di kota-kota, khususnya di dalam pusatnya. Contoh yang baik ada
di Versailles (Prancis), atau beberapa daerah pusat di Roma (Italia), atau daerah Arc
de Triumph di Paris (Prancis), serta daerah Monas Jakarta (Indonesia). Daerah
fokus tersebut sering memiliki juga fungsi dan arti khusus di dalam kotanya karena
bersifat lebih dominan dan menonjol daripada lingkungannya.

Lima elemen lingkage visual


Selanjutnya akan diperkenalkan lima elemen lingkage visual yang menghasilkan
hubungan secara visual, yakni garis, koridor, sisi, sumbu, dan irama. Setiap elemen
memiliki ciri khas atau suasana tertentu yang akan digambarkan satu per satu.
Bahan-bahan dan bentuk-bentuk yang dipakai dalam sistem penghubungnya dapat
berbeda. Namun, perlu ditekankan bahwa dengan merancang lanskap (yang sering
hanya dianggap sebagai dekorasi perkotaan), akan sangat efektif bila
menghubungkan fragmen dan bagian kota dengan cara lingkage visual.

Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu


deretan massa. Untuk massa tersebut bisa dipakai sebuah deretan bangunan
ataupun sebuah deretan pohon yang memiliki rupa assif. Elemen koridor yang
dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) membentuk sebuah
ruang. Elemen sis sama dengan elemen garis, menghubungkan dua kawasan
dengan satu massa. Walaupun demikian, perbedaanya dibuat secara tidak
langsung, sehingga tidak perlu dirupakan dengan sebuah garis tidak langsung,
sehingga tidak perlu dirupakan dengan sebuah garis yang massanya agak tipis,
bahkan hanya merupakan sebuah wajah yang massanya kurang penting. Elemen
tersebut bersifat massif di belakan tampilannya, sedangkan di depan bersifat
spasial. Elemen sumbu mirip dengan elemen koridor yang bersifat spasial. Namun,
perbedaan ada pada dua daerah yang dihubungkan oleh elemen tersebut, yang
sering mengutamakan salah satu daerah tersebut. Elemen irama, menghubungkan
dua tempat dengan variasi massa dan ruang. Elemen tersebut jarang diperhatikan
dengan baik, walaupun juga memiliki sifat yang menarik dalam menghubungkan dua
tempat secara visual.

Elemen-elemen tersebut akan digambarkan dengan berbagai contoh yang


menegaskan sifat elemen masing-masing. Perlu ditegaskan di sini bahwa cara
pemakaian lanskap di dalam kota akan sangat mendukung dan memperjelas sistem
hubungan yang ada di dalam kota. Sayangnya, potensi penanaman pohon-pohon
jarang dipakai sesuai kebutuhan lingkungan, baik secara visual maupun fungsiaonal
(sudah deketahui bahwa pohon-pohon besar adalah paru-paru kota dan
mengurangi kepanasan dan udara kotor di dalam kota!). Pohon-pohon hanya
dianggap sebagai penghias kawasan kota saja. Sudah saatnya bahwa pendekatan
terhadap lanskap dan secara khusus mengenai pohon-pohon diganti dengan
suatu pendekatan yang lebih berarti di dalam kota, lebih-lebih di dalam kota tropis.

3.3 Lingkage struktural


Sebuah kota memiliki banyak kawasan. Beberapa kawasan mempunyai bentuk dan
ciri khas yang mirip, tapi ada juga kawasan yang sangat berbeda. Sering pula terjadi
perbedaan antara kawasan yang letaknya saling berdekatan sehingga terlihat agak
terpusan dan berdiri sendiri. Hal ini disebabkan karena kurangnya bentuk jaringan.
Dalam kota sering terlihat tidak adanya hubungan antara satu daerah dan yang lain.
Permasalahan tersebut telah dicoba untuk diatas dengan pendekatan lingkage yang
visual. Tetapi solusi visual tersebut sering kurang tepat, sehingga perlu ditambahkan
bahwa masalah kurangnya bentuk jaringan kawasan perkotaan juga penting dibahas
secara struktural. Di dalam realitasnya, kota tidak hanya mementingkan masalah
yang bersifat visual saja, tetapi juga hubungan strukturalnya, yang jarang sekali
diperhatikan dengan baik dalam perancangan perkotaan. Colin Rowe sebagai tokoh
perancang kota secara struktural melihat masalah tersebut sebagai suatu krisis
objek-objek perkotaan dengan kondisi struktrur yang sangat disayangkan. Ia
menggambarkan bahwa kawasan-kawasan yang tidak terhubungkan secara
struktural, atau terhubungkan tapi secara kurang baik, akan menimbulkan suatu
kualitas kota yang diragukan.

Lingkage struktural dengan sistem kolase


Lalu bagaimana perancang kota dapat mengatasi secara arsitektural masalah
perbedaan kawasan-kawasan yang nyata ini? Colin Rowe memakai sebuah sistem
perancanaan yang mampu mengatasi masalah tersebut dengan menyatukan
kawasan-kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih dikenal sebagai
sistem kolase. Istilah kolase (dari bahasa inggris; collage) biasanya dipakai di
bidang seni lukis yang bersifat tekstural saja, di mana sebuah gambar ditempel
dengan beberapa bahan tekstur (yang sering berbeda-beda) menjadi satu kesatuan
di dalam tatanannya. Pada tingkat kota, Rowe mengamati bahwa sistem kolase ini
juga dapat dipakai secara efektif sebagai berikut:
Dalam lingkage yang struktural dua atau lebih bentuk struktur kota digabungkan
menjadi satu kesatuan dalam tatanannya.

Sama seperti lingkage yang visual, dalam lingkage yang struktural pada dasarnya
dapat diamati dua perbedaan pokok sebagai berikut:
- Menggabungkan dua darah secara netral;
- Menghubungkan dua darah dengan mengutamakan satu daerah.
Pemakaian kedua cara terseebut juga tergantung pada fungsi kawasan di dalam
konteks masing-masing. Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural yang sama di
dalam kota, sehingga cara hubungannya secara hierarkis juga dapat berbeda
(menyamakan dua kawasan atau mengutamakan salah satunya).

Anda mungkin juga menyukai