Anda di halaman 1dari 17

Bab 2: Gambaran Umum Wilayah

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik


Kabupaten Ponorogo terletak di wilayah barat propinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.371,78 km 2 yang
secara administratif terbagi dalam 21 kecamatan dan 307 desa/ kelurahan. Menurut kondisi geografisnya,
Kabupaten Ponorogo terletak antara 111 17 - 111 52 Bujur Timur (BT) dan 7 49 - 8 20 Lintang Selatan (LS)
dengan ketinggian antara 92 2.563 meter di atas permukaan laut yang dibagi menjadi 2 sub area yaiyu area
dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pudak, Ngebel dan 17 kecamatan lainnya merupakan
daerah daratan rendah.
Jarak ibukota Kabupaten Ponorogo dengan ibukota Propinsi Jawa Timur kurang lebih 200 km ke arah timur
laut dan jarak dengan ibukota negara 800 km ke arah barat. Adapun batas-batas wilayah kabupaten Ponorogo
adalah sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk
Timur : Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek
Selatan : Kabupaten Pacitan
Barat : Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)
Secara administratif wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi 21 kecamatan, 307 desa/kelurahan, 947
dusun/lingkungan. Untuk menjalankan roda pemerintahan didukung oleh segenap pegawai ditingkat kabupaten
sampai desa/kelurahan. Kabupaten Ponorogo juga memiliki kandungan bahan tambang. Berdasarkanwilayah
kecamatan jenis bahan tambang adalah : Kecamatan Ngrayun memiliki kandungan mangaan, oker dan tras (17.792
m2, Kecamatan Slahung memiliki kandungan seng, mangaan, batu gamping (6.273 m2), kaolin bentonit (437 m2),
zeolit (797 m2), gypsum (26.000 ton), tras (1.305 m2). Kecamatan Bungkal memiliki kandungan seng, Kecamatan
Sambit memiliki kandungan tras, Kecamatan Sawoo memiliki kandungan batu gamping, Kecamatan Sooko memiliki
kandungan tras, emas. Kecamatan Pulung memiliki kandungan emas, mangaan, tras dan sirtu. Kecamatan
Sampung memiliki kandungan batu gamping dan tras. Kecamatan Jenangan memiliki kandungan sirtu. Kecamatan
Ngbel memiliki kandungan emas dan tras. Sedangkan 10 kecamatan lainnya belum ada penelitian sehingga belum
diketahui sumber daya alam berupa bahan tambang.

Tabel 2.1: Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten/Kota


No Nama DAS Luas (Ha)
1 Sungai Asin 25,76
2 Sungai Cemer 25,2
3 Sungai Gendol 23,24
4 Sungai Keyang 34,3
5 Sungai Bedingin 2,0
6 Sungai Nambang 3,0
7 Sungai Slahung 25,1
8 Sungai Mayong 9,6
9 Sungai Pelem 12,6
10 Sungai Munggu 3,9
11 Sungai Domas 6,2
12 Sungai Ireng 3,5
13 Sungai Sungkur 40,7
14 Sungai Galok 20,8
15 Sungai Gonggang 25,2
16 Sungai Pucang 7,5
Sumber: Ponorogo Dalam Angka 2012
Tabel 2.2: Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah kelurahan
Jumlah Luas Wilayah
No Nama Kecamatan Kelurahan
/Desa Administrasi Terbangun
(Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total
1 Kec. Ponorogo 19 2.231. 2% 909 4,2%
2 Kec. Jetis 14 2.241 2% 276 1,3%
3 Kec. Kauman 16 3.661 3% 575 2,7%
4 Kec. Mlarak 15 3.720 3% 825 3,8%
5 Kec. Siman 18 3.795 3% 1.108 5,1%
6 Kec. Babadan 15 4.393 3% 874 4,0%
7 Kec. Pudak 6 4.892 4% 492 2,3%
8 Kec. Badegan 10 5.235 4% 671 3,1%
9 Kec. Bungkal 19 5.401 4% 1022 4,7%
10 Kec. Sooko 6 5.533 4% 979 4,5%
11 Kec. Balong 20 5.696 4% 972 4,5%
12 Kec. Jambon 13 5.748 4% 1.006 4,6%
13 Kec. Jenangan 17 5.944 4% 1.395 6,4%
14 Kec. Ngebel 8 5.950 4% 1.225 5,6%
15 Kec. Sukorejo 18 5.958 4% 1.584 7,3%
16 Kec. Sambit 16 5.983 4% 698 3,2%
17 Kec. Sampung 12 8.061 6% 1230 5,7%
18 Kec. Slahung 22 9.034 7% 1.290 5,9%
19 Kec. Sawoo 14 12.471 9% 1.891 8,7%
20 Kec. Pulung 18 12.755 9% 1.505 6,9%
21 Kec. Ngrayun 11 18.476 13 % 1.156 5,3%
21 307 137.180 100 % 21.683 100 %
Sumber: Ponorogo Dalam Angka 2012
Peta 2.1: Peta Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kabupaten Ponorogo

Sumber: PU Cipta Karya Kab. Ponorogo, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan diolah
Peta 2.2: Peta Administrasi Kabupaten/Kota dan Cakupan Wilayah Kajian

Sumber : RTRW Kab. Ponorogo


2.2 Demografi
Penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan, sehingga data penduduk sangat penting
sebagai salah satu data pokok. Data pokok ini dapat diperoleh dari hasil sensus penduduk, Survey SosialEkonomi
Nasional (Susenas) dan registrasi penduduk.Dari sudut pandang ekonomi, penduduk/ manusia merupakan salah
satu faktor utama pembangunan, karenanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) diperlukan untuk mencapai
pembangunan nasional yang maksimal. Perencanaan dan pengelolaan SDM harus tepat dan terarah, untuk itu
diperlukan adanya data kependudukan yang up to date. Data pokok kependudukan yang dibutuhkan antara lain
jumlah, kepadatan, rasio jenis kelamin dan komposisi penduduk menurut umur.
Jumlah penduduk menurut hasil sesnsus dengan menurut hasil registrasi registrasi sedikit ada perbedaan,
hal ini dikarenakan perbedaan pola dan teknik untuk mendapatkan data. Pada model sensus merupakan cara
memperoleh data penduduk dengan menggunakan pendekatan De Jure dan De Facto. De Jure berarti seseorang
dicacah berdasarkan tempat tinggal resmi/ tetap. Sedangkan De Fakto artinya seseorang dicacah berdasarkan
dimana mereka ditemukan petugas pencacah lapangan. Bagi seseorang yang mempunyai tempat tinggal tetap
tetapi sedang bertugas di luar wilayah lebih dari enam (6) bulan akan dicacah di wilayah tugasnya. Sebaliknya jika
seseorang atau keluarga menempati suatu bangunan belum mencapai enam (6) bulan tetapi bermaksud menetap
maka akan dicacah di tempat tersebut.
Sedangkan registrasi penduduk merupakan kegiatan pencatatan secara rutin kejadian vital kependudukan
seperti kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk yang terjadi disetiap desa/ kelurahan. Registrasi penduduk
menggunakan konsep De Jure artinya pengumpulan data bersifat pasif yakni tergantung tingkat kesadaran
masyarakat untuk melaporkan dan aktifnya aparat desa/ kelurahan untuk mencatat kejadian vital kependudukan.
Tabel 2.3: Jumlah penduduk dan kepadatannya 3 - 5 tahun terakhir

Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2012, Kecamatan Dalam Angka dan diolah
Tabel 2.4: Jumlah penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun

Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2012 dan Diolah


Metode proyeksi penduduk yang digunakan dalam tabel tersebut diatas adalah Metode Geometrik
( bunga berganda) , dengan formula sebagai berikut :

Pn = Po ( 1 + r )n

Keterangan rumus:
Pn = jumlah penduduk tahun tertentu / akhir
Po = jumlah penduduk tahun awal
R = rata-rata pertumbuhan penduduk
n = selisih tahun

Asumsi : laju pertumbuhan adalah sama untuk tiap tahun, yang artinya pertambahan absolut tiap tahun
semakin besar
2.3 Keuangan dan Perekonomian Daerah
Berdasar Undang-Undang no. 17 Tahun 2003 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD terdiri dari
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala/ pimpinan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan Kepala/ Pimpinan SKPD selaku pejabat pengguna
anggaran/ barang daerah. Gambaran tentang perkembangan APBD Kab. Poorogo dapat dilihat di tabel tersaji di bawah ini.

Tabel 2.5: Rekapitulasi Realisasi APBD Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 2013

Pendapatan Asli Daerah Tahun 2012 sebesar Rp. 109.224.060.739,21 sedangkan untuk rata-rata pertumbuhan dari Pendapatan Asli Daerah yaitu 29,31%. Untuk dana perimbangan tahun 2012 yaitu Rp. 918.491.008.709,00 sedangkan
untuk rata-rata pertumbuhannya 9,20%. Untuk pendapatan lain-lain yang sah pada Tahun 2012 yaitu Rp. 243.197.050.884,00, sedangkan rata-rata pertumbuhannya 53,26% . Sehingga untuk pendapatan Total Daerah pada Tahun 2012 yaitu
Rp. 1.270.912.120.332,21 dengan rata-rata pertumbuhan 5 tahun terakhir yaitu 14,33%.
Tabel 2.6: Rekapitulasi Realisasi Belanja Sanitasi SKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2009 - 2013

Sumber : Realisasi APBD tahun 2009 - 2013, diolah


Keterangan : investasi termasuk di dalamnya pembangunan sarana prasarana, pengadaan lahan, pelatihan, koordinasi, advokasi, kampanye dan studi-studi yang terkait dengan sanitasi
Tabel 2.7 Belanja Sanitasi Perkapita Kabupaten Ponorogo Tahun 2009 - 2013

Sumber : APBD dan BPS, diolah

Dari tabel diatas dapat mengambarkan adanya fluktuatif belanja sanitasi selama kurun waktu 5 tahun (tahun 2009 sampai dengan 2013).Belanja sanitasi
perkapita tertinggi di tahun 2012 dengan nilai Rp 3.143,00 dan terendah di tahun 2009 sebesar Rp 783,00. Maka dengan ini d iperlukan komitmen yang kuat dari
para pemangku kepentingan di Kabupaten Ponorogo agar bisanya mengejar ketinggalan belanja sanitasi perkapita sehingga bisa mencapai posisi ideal yakni
sebesar Rp. 47.000,-
Tabel 2.8 Tabel Peta Perekonomian Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2013
Tahun
No Deskripsi
2009 2010 2011 2012 2013
PDRB harga konstan (struktur Terlaporkan
1 3.148.980.000 3.331.060.000 3.537.870.000 Proses
perekonomian) (Rp.) akhir tahun
Pendapatan Perkapita Terlaporkan
2 7.527.489.840 8.710.219.580 9.772.135.250 Proses
Kabupaten/Kota (Rp.) akhir tahun
3 Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,06 % 5,78 % 6,21 % - -
Sumber : Ponorogo Dalam Angka 2012

Dilihat dari tabel tersebut diiketahui bahwa berdasarkan tiga komponen indikator perekonomian, Kabupaten
Ponorogo merupakan kabupaten yang memiliki perekonomian yang mengalami tertumbuhan , hal ini dibuktikan dengan
adanya ketiga indikator perekonomian yang mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun.

2.4 Tata Ruang Wilayah


Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten ditetapkan untuk mewujudkan tujuan
kabupaten penataan ruang wilayah Kabupaten.
Yang dimaksud dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut, udara termasuk ruang
dalam bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang
tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem
jaringan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi.
Rencana struktur ruang kabupaten mengakomodasi rencana struktur ruang wilayah nasional, rencana struktur
ruang wilayah provinsi dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten sekitgar yang berbatasan.
Rencana struktur ruang kabupaten berfungsi sebagai:
arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada dalam wilayah kabupaten;
dan
sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta memberikan
layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah kabupaten, terutama pada pusat-pusat
kegiatan/perkotaan yang ada.

Sistem perkotaan adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam
wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki
pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.

Sistem pedesaan adalah sistem pengaturan ruang pelayanan pada wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi
Peta 2.3: Rencana pusat layanan Kabupaten/Kota

Sumber :RTRW Kab. Ponorogo


Peta 2.4: Rencana pola ruang Kabupaten/Kota

Sumber:RTRW Kab.Ponorogo
2.5 Sosial dan Budaya
Salah satu faktor penunjang keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tersediannya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sesuai amanat Undang-
Undang Dasar 1945 beserta amandemenya pasal 31 ayat 2, maka melalui jalur pendidikan, pemerintah khususnya pemerintah daerah secara konsisten berupaya meningkatkan
SDM penduduk Kab. Ponorogo. Peningkatan SDM sekarang ini lebih di fokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada
penduduk untuk mengenyam pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah.

Tabel 2.9: Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kabupaten/Kota


Jumlah Sarana Pendidikan
Nama Kecamatan
Umum dan Agama Agama
SD SLTP SMA SMK MI MTs MA
Kec. Ponorogo 34 11 7 11 5 7 9
Kec. Jetis 22 4 2 2 5 5 4
Kec. Kauman 25 4 1 2 3 3 3
Kec. Mlarak 22 5 1 2 4 4 3
Kec. Siman 26 1 1 - 9 3 3
Kec. Babadan 31 7 3 4 10 5 2
Kec. Pudak 8 1 - - - - -
Kec. Badegan 20 2 - 1 3 3 -
Kec. Bungkal 28 4 1 - 1 4 3
Kec. Sooko 22 2 1 - 1 1 -
Kec. Balong 28 3 2 1 2 3 3
Kec. Jambon 23 2 1 - 4 2 3
Kec. Jenangan 33 5 1 3 10 6 5
Kec. Ngebel 18 3 - - - 1 1
Kec. Sukorejo 36 2 - - 6 3 1
Kec. Sambit 24 3 1 1 5 2 1
Kec. Sampung 33 4 1 - 3 2 1
Kec. Slahung 40 5 1 2 4 6 3
Kec. Sawoo 40 6 - 1 1 6 1
Kec. Pulung 39 5 1 1 6 2 1
Kec. Ngrayun 49 10 2 1 1 7 2
Jumlah 601 98 27 32 83 75 49
Sumber : Ponorogo Dalam Angka 2012

Tabel 2.10: Jumlah penduduk miskin per kecamatan

Sumber: Ponorogo Dalam Angka 2012 dan Olahan Pokja


Bertolak belakang dengan apa yang didefinisikan pada konsep tentang kesejahteraan adalah konsep mengenai kemiskinan yang diartikan sebagai kekurangmampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara umum. Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs).
Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Hasil
pengukuran kemiskinan yang baik dapat menjadi instrumen yang tangguh dalam mengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kebijakan yang ditujukan untuk
menurunkan tingkat kemiskinan. Penghitungan penduduk miskin dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu metode tidak langsung dan metode langsung. Perhitungan penduduk miskin
dengan metode tidak langsung melalui survey rumah tangga dengan ukuran pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Batas kemiskinan ditentukan dan ketidakmampuan
penduduk dalam memenuhi kebutuhan minimal makanan setara 21.000 kalori per kapita per hari ditambah kebutuhan non makanan. Data yang dihasilkan bersifat makro yang
hanya menunjukkan jumlah namun tidak dapat menunjukkan lokasi keberadaan penduduk miskin.
Penghitungan penduduk miskin dengan metode langsung dilakukan dengan pendataan penduduk miskin secara keseluruhan. Data yang dihasilkan bersifat mikro dan
dapat menunjukkan alam penduduk miskin. Pendataan langsung dilakukan dengan kegiatan PSE (Pendataan Sosial Ekonomi). Tingginya jumlah penduduk miskin di
Kab.Ponorogo merupakan masalah yang harus diupayakan penanggulanggannya. Berdasarkan hasil pendataan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS 2008) jumlah rumah
tangga miskin keadaan 30 Oktober 2008 adalah 76.294 RTM dengan kualisifikasi Rumah Tangga Sangat Miskin berjumlah 15.093 RTSM, Rumah Tangga Miskin berjumlah
28.038 RTM dan Rumah Tangga Hampir Miskin berjumlah 33.163 RTHM. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan. Pemberdayaan
masyarakat miskin ini akan menjadi penting karena akan mendudukkan mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat miskin diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan. Selain itu diperlukan partisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (liabilities) menjadi
potensi (asset). Managemen program-program kemiskinan dan pengangguran harus dilakukan dengan lebih baik. Banyak program kemiskinan dan pengangguran milik
pemerintah pusat, Propinsi dan Kabupaten. Bantuan dibidang kesehatan diwujudkan melalui jaring Pengaman Sosial berupa jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang
dibiayai oleh Pemerintah pusat dan didukung dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesmasda). Pada tahun 2009 kuota jumlah penduduk miskin Kabupaten
Ponorogo yang memperoleh Jamkesmas berjumlah 340.056 orang dan non kuota yang dibiayai oleh Kabupaten Ponorogo dan Propinsi Jawa Timur melalui Jamkesmasda
berjumlah 10.000 orang. Pemberian kartu pada rumah tangga yang tergolong dalam karakteristik miskin. Kartu sehat tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan keringanan
biaya/ bebas biaya pada saat berobat, periksa kehamilan, melahirkan dan keperluan KB.
Dengan berbagai program dan bantuan yang telah dilakukan maupun yang proses, kondisi masyarakat miskin di Kab. Ponorogo disajikan seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2.11: Jumlah rumah per kecamatan


Nama Kecamatan Jumlah Rumah
Kec. Ponorogo 16.550
Kec. Jetis 8.239
Kec. Kauman 9.492
Kec. Mlarak 8.491
Kec. Siman 4.730
Kec. Babadan 10.084
Kec. Pudak 2.235
Kec. Badegan 8.314
Kec. Bungkal 8.892
Kec. Sooko 7.061
Kec. Balong 10.685
Kec. Jambon 11.313
Kec. Jenangan 10.061
Kec. Ngebel 5.968
Kec. Sukorejo 12.731
Kec. Sambit 3.538
Kec. Sampung 3.700
Kec. Slahung 3.412
Kec. Sawoo 1.904
Kec. Pulung 5.470
Kec. Ngrayun 15.203
Sumber : DINKES Kab. Ponorogo
Dari Tabel 2.11 terlihat bahwa jumlah rumah terbanyak berada di Kecamatan Ngrayun sebanyak 15.203 rumah dan Kecamatan Ponorogo sebanyak 16.550 rumah.
Dari data yang dikelola Dinkes Kab. Ponorogo kondisi rumah dibedakan antara rumah sehat dan rumah tidak sehat.
2.6 Kelembagaan Pemerintah Daerah

Gambar 2.1: Struktur organisasi pemerintah daerah Kabupaten/Kota


Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam struktur organisasi, sebagaimana tersebut di bawah ini :

Sekretaris Daerah (Sekda) di Kabupaten Ponorogo dibantu oleh 4 Asisten diantaranya (1)Asisten Administrasi Pemerintahan, (2)Asisten Administrasi
Perekonomian Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, (3)Asisten Administrasi Informasi dan Kerjasama, (4) Asisten Administrasi Umum

Anda mungkin juga menyukai