Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN UJI TARIK

Pembimbing : Drs. Sidiq R,S.T,M.Si

Disusun Oleh 4-B Produksi:


1. Rizka Heryani (1215010041)

2. Satir Nursihab (1215010087)

3. Siti Maryam Unaharti (1215010044)

4. Soma Wijaya (1215010061)

5. Sophian Hakim (1215010089)

6. Taufik Ramadhan (1215010091)

7. Thoriq Abdul Wahid (1215010092)

8. Zefania Tiominar (1215010048)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Teori

Uji tarik adalah kegiatan pengujian bersifat destruktif, terhadap suatu bahan
dengan cara memberikan beban tarikan secara terus menerus. Bertambah beban
sampai akhirnya putus. Kemampuan tarik suatu bahan diperlihatkan dalam
suatu perbandingan antara besar beban tarik terhadap luas bidang bahan yang
mengalami tarikan.

1. Prinsip Pengujian Tarik

Sampel bentuk ukuran dan bentuk tertentu (dalam standart SII atau JIS
atau ASTM ) diberikan beban tarik yang continue sampai bahan atau logam
tersebut mengalami perpatahan. Perpatahan beban tarik ini akan
menimbulkan perubahan regangan. Hubungan antara penambahan beban
dengan perubahan regangan dapat digambarkan dalam suatu kurva yang
dikenal dengan kurva stress strain.

2. Ruang Lingkup Pengujian Tarik

Pengujian ini memakai benda uji atau sampel dari bahan logam baik itu
ferrous atau non ferro. Ukuran sampel telah disesuaikan dengan standar SII
(dalam percobaan ini ), atau JIS atau ASTM. Variable variable yang
mempengaruhi adalah besarnya beban tarik dan diameter awal dari sampel.
Sifat sifat mekanis yang diharapkan didapat dari percobaan ini adalah
kekuatan luluh, tegangan maksimum, tegangan patah dan harga modulus
young.

3. Teori literatur Pengujian Tarik

Setelah memahami tujuan yang telah diuraikan oleh pengujian tarik, ada
beberapa sifat yang dapat diketahui dari percobaan ini yaitu,

a. Batas proporsionalitas (Proportionality Limit)


Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mem-
punyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap pe-
nambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara
proporsional dalam hubungan linier = E (bandingkan dengan hubungan
y = mx; Dimana y mewakili tegangan x me-wakili regangan dan m
mewakili slope kemiringan dari (modulus kekakuan).

Gambar 1

Titik P pada di atas ini menunjukkan batas proporsionalitas dari


kurva tegangan-regangan.

b. Batas elastis (elastic limit)

Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada


panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas
merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus
diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan
terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada
ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis
merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan
menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya.
Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir
berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus


mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan
(stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini
disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y
pada Gambar 1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh
logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan FCC yang
membentuk interstitial solid solution dari atom- atom carbon, boron,
hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut
menyebabkan baja ulet eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah
(lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya


tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan
kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang
dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield
strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan
batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan
regangan . Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel
dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan
memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX
diambil 0.1 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
Gambar 2

Kurva diatas merupakan kurva tegangan-regangan dari sebuah


benda uji terbuat dari bahan getas.

Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan


yang tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural, Harus dilewati
dalam proses manufaktur logam.

d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)

Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh


material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik
maksimum uts ditentukan dari beban maksium F maks dibagi luas
penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan maksimum ini
ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1) dan selanjutnya bahan akan terus
berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan
perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan
perpatahan (titik B pada Gambar 2). Dalam kaitannya dengan
penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan
maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.

e. Kekuatan Putus (breaking strength)


Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda
uji putus (F breaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan
yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan
terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme
penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang
terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada
kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.

f. Keuletan (ductility)

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan


kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan.
Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin
dibentuk (forming) melalui prosesrolling,bending,stretching, drawing,
hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua
metode pengukuran keuletan bahan yaitu:

Persentase perpanjangan(elongation)

Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap


panjang awalnya.

Elongasi, (%) = (Lf-Lo)/Lo x 100%

dimana Lf adalah panjang akhir dan Lopanjang awal dari benda uji.
UTS = F maks/Ao

Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction)

Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah


perpatahan terhadap luas penampang awalnya. Reduksi penampang,R
(%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% dimana Af adalah luas penampang akhir
dan Ao luas penampang awal.
g. Modulus elastisitas (E)

Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran


kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka
semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat
pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin
kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1 dan 2), modulus
kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang
linier, diberikan oleh:

E = / atau E = tan

dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-
regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat
antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah
oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh
diberikan oleh Gambar 3 di bawah ini yang menunjukkan grafik
tegangan-regangan beberapa jenis baja.

Gambar 3
Grafik tegangan- regangan beberapa baja yang memperlihatkan ke-
samaan modulus kekakuan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui sifat sifat mekanik suatu bahan atau logam terhadap
pembebanan tarik. Sehingga Mahasiswa dapat melakukan percobaan ini
karena mengetahui karakteristik benda.

C. Sasaran Praktikum

1. Memahami kurva tegangan-regangan hasil uji tarik dari beberapa jenis


logam (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium)

2. Mendeskripsikan titik-titik penting (batas proporsionalitas, batas


elastis, titik luluh, daerah necking dan sebagainya) dalam kurva
tegangan-regangan yang menjelaskan perilaku mekanis logam-logam
tersebut.

3. Menerapkan beberapa formulasi dasar dan menganalisis kurva beban-


perpanjangan untuk memperoleh nilai-nilai kekuatan tarik, titik luluh,
persentase elongasi, modulus elastisitas, modulus ketangguhan untuk
beberapa jenis logam.

4. Menjelaskan perbedaan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan


kurva tegangan regangan sesungguhnya.

5. Menerapkan dasar pengamatan kerusakan untuk menganalisis bentuk


perpatahan (fraktografi) hasil uji tarik beberapa jenis logam serta
mengkaitkannya dengan kurva tegangan-regangan yang telah dicapai.
BAB II

PROSEDUR PENGUJIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat percobaan
a. Jangka sorong
b. Mesin uji tarik Tarno Crocki
2. Bahan percobaan
a. 1 batang baja
b. 1 batang besi cor
c. 1 batang aluminium

d. 1 batang tembaga

B. Prosedur Pengujian Tarik

1. Sampel uji yang dibentuk sudah standar dilakukan pengukuran


diameter awal (D0 ), panjang ukur awal ( L0 ), panjang proporsional
(Pd).
2. Kemudian batang uji diletakkan pada alat uji tarik.
3. Pengaturan beban: untuk batang baja, beban maksimum yang
diletakkan sebesar 100.000 N.
4. sedangkan untuk alumunium,besi cor dan tembaga, beban maksimum
yang digunakan sebesar 40.000N.
5. Jarum skala di nolkan terlebih dahulu.
6. Pada waktu dilakukan penarikan diadakan pembacaan:
a. Setiap 100 N untuk baja ST 37
b. Setiap 50 N untuk setiap Al,besi cor dan tembaga
7. Dilakukan penarikan samapai benda uji putus dan pertambahan
panjang dibaca pada jangka sorong sebagai pengganti extensiometer.
8. Dari data dibuat grafik stress strain.
9. Setelah putus batas uji disambung kembali untuk pengukuran panjang
dan diameter akhir.
BAB III

DATA PENGUJIAN

A. Aluminium
L0 = 40.5 mm A0 = 51,56mm2 A1 =12,56mm2
D0 = 8.1 mm D1 = 4.0 mm A=38,99mm2

No F (newton) L (mm) (N/mm2)


1 3050 1 78,22519 0,024691

2 6700 2 171,8389 0,049383

3 7950 3 203,8984 0,074074


4 8550 4 219,287 0,098765

5 8700 5 223,1341 0,123457

6 7950 6 203,8984 0,148148

7 6850 7 175,6861 0,17284

B. Tembaga
L0 = 40,75 mm A0 = 52,16mm2 D1 = 3.2 mm
D0 = 8.15mm A1 = 8.04mm2 A=44,12mm2

No F (newton) L (mm) (N/mm2)

1 900 2 20,39891 0,04908

2 2000 3 45,33092 0,07362

3 5000 4 113,3273 0,09816

4 10000 5 226,6546 0,122699

5 15000 6 339,9819 0,147239


6 17700 7 401,1786 0,171779

7 16500 8 373,9801 0,171779

8 15500 9 351,3146 0,196319

9 13500 10 305,9837 0,220859

10 10500 11 237,9873 0,245399

11 1500 12 33,99819 0,269939

C. Baja ST 37
L0 = 40,5 mm A0 = 51,52 mm2 A1 =17,34 mm2
D0 = 8.1 mm A= 34,18 mm2 D =4,7 mm
1

No F (newton) L (mm) (N/mm2)

1 7500 1 219,4266 0,024691

2 17000 2 497,3669 0,049383

3 19200 3 561,732 0,074074

4 22600 4 661,2054 0,098765

5 24400 5 713,8678 0,123457

6 25600 6 748,976 0,148148

7 26300 7 769,4558 0,17284


8 26800 8 784,0843 0,17284

9 27100 9 792,8613 0,197531

10 27200 10 795,787 0,222222

11 26900 11 787,0099 0,246914

12 25800 12 754,8274 0,271605

13 23300 13 681,6852 0,296296

14 19700 14 576,3604 0,320988

D. Besi Cor
L0 = 38,5 mm A0 = 46,56 mm2 D1=4,5 mm
A1=15,90 mm2 D0 = 7,7 mm A=30,66mm2

No F (newton) L (mm)
1 8600 1 280,4958 0,025974

2 11000 2 358,7736 0,051948

3 12600 3 410,9589 0,077922

4 14100 4 459,8826 0,103896

5 15100 5 492,4984 0,12987

6 15700 6 512,0678 0,155844

7 15900 7 518,591 0,181818

8 16000 8 521,8526 0,181818

9 14600 9 476,1905 0,207792


10 12300 10 401,1742 0,233766

Anda mungkin juga menyukai