Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kegiatan surveilans epidemiologi merupakan komponen penunjang penting dalam setiap


program pengendalian infeksi nosokomial. Informasi epidemiologi yang dihasilkan oleh
kegiatan surveilans berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan surveilans yang baik dan benar
dapat dibuktikan bahwa program dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

Studi di AS menunjukkan bahwa program pengendalian dan pencegahan infeksi dengan


kegiatan surveilans mampu menurunkan kejadian infeksi sebanyak 32 % sedangkan program
pengendalian dan pencegahan infeksi tanpa surveilans kejadian infeksi nosokomial meningkat
18 %. Oleh karena itu selain menerapkan cara pencegahan infeksi yang benar dan tersedianya
sarana ( alat dan bahan ) yang memenuhi standar minimal kegiatan surveilans epidemiologi
mutlak ada pada setiap program pencegahan dan pengendalian infeksi.

Beberapa kegiatan surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit Budi Rahayu yang termasuk
dalam tindakan invasif meliputi phlebitis, Infeksi Saluran Kemih ( ISK ), dan pneumonia akibat
pemakaian ventilator ( VAP ) . Tindakan invasif bila tidak dilakukan secara benar dan tepat
dapat menambah kejadian infeksi di rumah sakit ini. Untuk menurunkan angka kejadian infeksi
sangat penting untuk melakukan tindakan pencegahan sebelum, saat dan sesudah melakukan
tindakan invasif. Akibat yang timbul bila tidak melakukan pencegahan pada tindakan invasif
dapat meningkatkan mortalitas, morbiditas, biaya perawatan dll.

Dari data-data tersebut diatas Rumah Sakit menaruh perhatian terhadap hal ini dengan
melakukan tindakan pencegahan sebelum, saat maupun sesudah melakukan tindakan invasif
dan juga melakukan monitoring, umpan balik serta melakukan pendekatan kinerja sehingga
dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.

II. Tujuan

a Tujuan umum

-Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

- Menurunkan kejadian infeksi nosokomial

- Mengurangi kontribusi terhadap timbulnya wabah

b Tujuan khusus
- Petugas bisa menjaga sikap dan perilaku yang benar sehingga dapat mencegah /
meminimalkan resiko terjadinya infeksi

- Mengetahui resiko-resiko yang ditimbulkan akibat tidak melakukan pencegahan


terhadap tindakan invasif

- Memahami dan melakukan tindakan pencegahan terhadap tindakan invasif

- Mampu menerapkan kewaspadaan untuk keselamatan petugas maupun pasien dan


keluarga

III. Pengertian
1.Phlebitis adalah merupakan keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum
infus dirumah sakit dan timbul setelah 3x24 jam dirawat di rumah sakit atau kurang dari
waktu tersebut bila infus terpasang.
2.Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Pemasangan Catheter Urine / Cathete Associated Urinary
Treact Infections (CaUTI) adalah merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih akibat
pemasangan kateter urine menetap 2x24 jam setelah pemasangan urine dan 2x24 jam hari
setelah kateter urine dilepas dan pasien tidak dalam masa inkubasi
3.Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) adalah merupakan jenis bakteri yang terjadi akibat
masuknya mikroba melalui peralatan yang kita masukkan langsung ke sistem pembuluh
darah. Ditemukannya kuman pathogen pada pemeriksaan kultur darah dan infeksi tersebut
tidak berhubungan dengan infeksi di tempat lain.
4. Pneumonia.
- Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi saluran napas bawah yang
mengenai parenkim paru setelah ventilasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak
ditemukan tanda tanda infeksi saluran napas.
- Hospital Associated Pneumonia (HAP) adalah seseorang yang setelah lebih dari 48 jam
dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala,demam (>38C), batuk dan sesak napas,
disertai dahak purulen dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan lekositosis ( >
12.000/mm3) atau lekopenia (<4000/mm3), dan pada pemeriksaan badan didapatkan
ronkhi dan pada gambaran radiologi toraks ditemukan inflitrat baru. Tidak dalam masa
inkubasi.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pencegahan infeksi pada pemasangan alat invasif meliputi :


1. Phlebitis
2. Infeksi Saluran Kemih ( ISK )
3. Ventilator Associated Pneumonia ( VAP )
BAB III
TATA LAKSANA

1. Phlebitis
2. 1 Tabel Kriteria Diagnosis Plebitis
SKO VISUAL ASSESMENT PENATALAKSANAAN
R
0 Tidak tampak tanda radang Tidak terjadi phlebitis Observasi area insersi
pada daerah insersi
1 Terdapat salah satu tanda Kemungkinan tanda Observasi area insersi
berikut : plebitis
Nyeri di daerah insersi
Kemerahan di daerah
insersi
2 Terdapat dua tanda berikut Tahap awal plebitis Ganti posisi insersi
:
Nyeri
Kemerahan
Bengkak
3 Terdapat semua tanda Tahap medio plebitis Ganti posisi insersi,
berikut : Pertimbangkan perawatan
Nyeri sepanjang tempat
insersi
Kemerahan
Bengkak
4 Terdapat semua tanda Stadium lanjut Ganti posisi insersi,
berikut dan luas : phlebitis gejala awal Pertimbangkan perawatan
Nyeri sepanjang tempat thrombophlebitis
insersi
Kemerahan
Bengkak, vena teraba
Mengeras

5 Terdapat semua tanda Stadium lanjut Lakukan perawatan


berikut thrombophlebitis Ganti tempat insersi
dan luas :
Nyeri sepanjang tempat
insersi
Kemerahan
Bengkak, vena teraba
mengeras
Keluar pus
Demam
1. 2 Pencegahan Phlebitis.
1 Cuci tangan sebelum dan sesudah palpasi, insersi, penggantian alat dan setiap
mengganti IV-dressing
2 Memastikan cairan yang akan digunakan dalam kondisi yang terjamin kesterilannya
dan tidak ada partikel dalam cairan.
3 Melakukan kewaspadaan aseptik yaitu :
- Cuci tangan / disinfeksi tangan
- Disinfeksi lokasi insersi dengan alkohol 70 % dan tunggu kering
- Tidak memegang kembali area yang sudah didisinfeksi
- Menutup area insersi dengan sterile transparant dressing.
4 Pemasangan kanula pada vena dianjurkan pada ekstremitas atas dan hindarkan
melakukan pencukuran, gunakan clipper sebagai pengganti razor bila harus mencukur
5 Memantau setiap setiap hari dan ganti sterile transparant dressing segera bila kotor,
lembab dengan selalu menerapkan teknik aseptik.
6 Jangan menggunakan antimicrobialointments pada area insersi, disinfeksi dengan
alkohol 70% pada port injeksi sebelum digunakan dan tutup segera dengan stop cock
steril bila tidak diperlukan.
7 Penggantian IV kateter perifer dalam waktu 3x24 jam
8 Mengganti set infus tidak lebih dari 72 jam dan untuk lipid dalam 24 jam secara
aseptik.
9 Kateter sentral tidak dianjurkan penggantian secara rutin.
10 Petugas cukup memakai sarung tangan non steril digunakan pada pemasangan infus
perifer untuk menghindarkan paparan darah saat penusukan.
11 Dekontaminasi injection port menggunakan alkohol 70% sebelum melakukan injeksi
12 Memantau kateter setiap hari dan segera cabut bila ditemukan tanda infeksi (hangat,
merah, nyeri, bengkak, pengerasan vena)
13 Edukasi :
- Segera memberitahu perawat bila terasa nyeri pada tempat pemasangan infus
- Tidak dianjurkan meraba/memegang tempat pemasangan infus

2. Infeksi Saluran Kemih Pada Pemasangan Kateter Urine


a. Tanda dan Gejala :
1) Dewasa
- Demam
- Urgency
- Frekuensi
- Disuria
- Nyeri suprapubik
2) Anak 1 tahun
- Demam
- Hipotermi
- Apnea
- Bradikardia
- Letargia
- Muntah muntah

b. Tes Urine Lengkap


- Leukositoria,
- WBC >10 lpb
c. Dokter mendiagnosis sebagai ISK dan memberikan terapi yang sesuai untuk ISK

2.1 Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Pemasangan Kateter Urine.
1 Memastikan semua peralatan yang akan dipakai dalam kondisi steril dan sesuai dengan
kondisi pasien.
2 Melakukan prosedur cuci tangan atau disinfeksi (alcohol hand rub).
3 Prosedur pemasangan sesuai SOP di keperawatan.
4 Melakukan fiksasi dengan benar untuk menghindarkan mobilisasi / pergerakan kateter
di urethra.
5 Kantong urine harus diletakkan lebih rendah dari kandung kemih pasien, close system
dan jangan tergeletak dilantai.
6 Mengosongkan kantong urine setiap shift dengan menggunakan gelas penampung yang
bersih, jangan digunakan lebih dari satu pasien dan segera lakukan dekontaminasi.
7 Pengambilan spesimen untuk kultur dilakukan bila ada tanda atau gejala infeksi
sistemik (panas,hipotensi).
8 Sampel dilakukan secara aseptik.
9 Bila irigasi diperlukan untuk membersihkan gumpalan darah harus dilakukan secara
aseptik.
10 Penggantian kateter dilakukan berdasarkan indikasi dan diikuti oleh penggantian
kantong urine
11 Memelihara personal hygiene terutama area periurethral satu kali sehari, penggunaan
antiseptik tidak diperlukan.
12 Jangan menutup kateter (klem) karena dapat meningkatkan risiko bakteriuria dan
mungkin bakteriemia.
13 Bila tanda infeksi sistemik ditemukan yang diduga kateter sebagai sumber infeksi maka
ketika terapi antibiotika dimulai kateter harus dilepas.
14 Untuk pengeluaran urine jangka pendek, gunakan kondom kateter dan mengganti
setiap 24 jam dan lakukan perawatan penis (untuk pasien laki-laki).
15 Pemakaian pampers dapat dilakukan sebagai alternative pada pasien yang gelisah dan
tidak kooperatif
16 Edukasi :
- Beritahu perawat bila terasa demam, nyeri supra pubik atau nyeri waktu BAK
(setelah kat. Urine dilepas)
- Kateter harus difiksasi dengan baik, dipindah kanan kiri setiap hari
- Perineal hygiene dilakukan setiap kali mandi

3. Pneumonia
a. Tanda Klinis ;
- Panas / demam (>380C)
- Batuk
- Perubahan sputum menjadi purulen
- Ronchi basah / suara napas bronchial
b. Data penunjang :
- Hasil radiologi / foto thorax dengan infiltrat baru atau progresif yang menetap, kavitasi,
konsolidasi
- Hasil laboratorium : leukositosis, leukopenia,
- Kultur bila memungkinkan ; pertumbuhan pada kultur sputum, cairan pleura, kultur darah
c. Diagnosa dokter pneumonia

3. 1 Pencegahan pneumonia akibat pemasangan Endo Tracheal Tube ( ETT )


1. Cegah Kontaminasi Silang :
- Cuci tangan sebelum dan setelah suctioning, menyentuh peralatan ventilator
- dan kontak dengan secret.
- Bersihkan secret subglotis secara terus menerus.
- Gunakan satu sarung tangan untuk satu kali suction.
- Gunakan air steril untuk humidifikasi.
2. Mencegah gasterrefluk :
- Posisi semi recumbent 300-450 kecuali ada kontraindikasi
- Oral feeding lebih direkomendasikan dan nasal feeding
3. Perawatan Jalan nafas :
- Lepas ETT sesegera mungkin
- Hindari re-intubasi
- Jika memungkinkan gunakan non invasive positif pressure ventilation secara
kontinous melalui face/nose mask sebagai pengganti intubasi.
- Suction bila diperlukan.
- Gunakan cairan steril untuk membersihkan suction kateter jika akan dimasukkan
kembali ke ETT.
- Oral hygiene 3-4 kali sehari. (chlorhexidin 0,12%)
4. Perawatan peralatan :
- Ganti segera sirkuit bila tampak kotor
- Segera buang kotoran yang terkumpul pada tubing ventilator.
- Pengelolaan peralatan sesuai dengan protocol desinfeksi dan sterilisasi.
5. Pemberian obat-obatan
- Hindari penggunaan anti mikroba yang tidak perlu, gunakan anti mikroba pada
pasien yang beresiko tinggi
- Batasi penggunaan stress ulcer prophylaxis, berikan pada pasien yang beresiko tinggi
perdarahan lambung
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Lembar monitoring pasien yang terpasang alat invasif


2. Laporan infeksi
3. Status pasien

BAB IV
PENUTUP

Panduan Pencegahan Pemasangan Alat Invasif ini disusun sebagai acuan untuk petugas
yang sedang menjalankan tugasnya sehari-hari. Diharapkan melalui Panduan Pencegahan
Pemasangan Alat Invasif dapat tercipta keseragaman pemahaman dan persepsi, dalam tata laksana
pencegahan terhadap pemasangan alat invasif di rumah sakit secara nyata.

Dengan perkembangan ilmu pula buku ini akan direvisi secara berkesinambungan, untuk
itu mohon masukan dari semua pihak demi terwujudnya Buku Panduan Pencegahan Terhadap
Pemasangan Alat Invasif yang bermutu. Setiap masukan demi perbaikan buku ini akan diterima
secara terbuka untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas.
PANDUAN PENCEGAHAN INFEKSI

PADA PEMASANGAN ALAT INVASIF

RSU AULIA BLITAR


Disusun oleh :
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

_____________________________________________________________________
RUMAH SAKIT UMUM AULIA LODOYO BLITAR
JL. RAYA UTARA LODOYO KEMBANGARUM NO. 3
KECAMATAN SUTOJAYAN KABUPATEN BLITAR
Telp. 0342- 444168 Fax. 444289
Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai