PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber pokok yang sangat
fenomental dalam agama Islam, kedudukan keduanya berada diurutan paling atas
dibandingkan dengan sumber hukum yang lainnya. Bahkan dapat kita katakan
bahwa pengaruh Al-Quran dan Hadits sangatlah tinggi terhadap perkembangan
sejarah peradaban manusia.
Al-Quran dari abad-keabad, telah menjadi sumber inspirasi para penuntut
ilmu, pemburu hikmah dan pencari hidayah. Para pujangga bertekuk lutut
dihadapannya, para ulama tak habis-habis membahasnya. Dialah satu-satunya
kitab suci yang menyatakan dirinya bersih dari keragu-raguan (la raiba fih),
dijamin keseluruhan isinya (wa inna lahu la-hafidzun), dan tiada mungkin dibuat
tandingannya (la yatuna bi mitslihi). Ia ibarat kompas pedoman arah penunjuk
jalan, laksana obor penerang dikegelapan. Masih saja mendaptkan cercaan dari
berbagai pihak.
Mungkin dengan alasan inilah para penganut agama Non-Islam khususnya
para Orientalis-missionaris Yahudi dan Kristen iri terhadap kitab suci ummat
Islam sehingga mereka membuat makar terhadap kandungan Al-Quran dan
Hadits Nabi. Atau, sebaliknya mereka tidak puas dengan kitab suci agama mereka
sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan orientalis terhadap Al-Quran?
C. Tujuan
2. Mengetahui bagaimana pandangan orientalis terhadapa Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Orientalis terhadap Al-Quran
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang menjadi dasar bagi segala
segi kehidupan manusia. Ia diyakini sebagai sumber kebenaran yang mutlak kaena
datangnya dari Allah SWT. Karena itulah umat Islam perlu mempelajarinya
sungguh dan akan selalu memperjuangkan agar ajaran-ajarannya dapat diterapkan
di muka bumi sebagai rahmatan lil alamin.1 Seorang Orientalis asal negeri
Matahari Toshihiko Izutsu menyatakan bahwa ditilik dari sudut fakta, ayat al-
Quran itu ditakdirkan tidak hanya sebagai suatu agama belaka tetapi sebagai
kebudayaan dan peradaban. Oleh karena itu, kandungan al-Quran diakui sebagai
suatu yang teramat agung dalam lapangan etika sosial yang berisikan konsep-
konsep yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari bagi orang banyak didalam
masyarakat.2
1 Ahmad Zuhdi, pandangan orientalis barat tehadap Islam, (Surabaya: Karya Pembina Swajaya,
2004), hal. 62
2 Kajian Orientalis Terhadap Al-Quran dan Hadits, Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2013-
2014, hal.79 pdf
lama meragukan otentitas Bile. Mereka terpaksa menerima kenyataan pahit bahwa
bible yang ada di tangan mereka sekarang ini terbukti bukan asli alias palsu. Hal
itu terjadi karena banyaknya campur tangan manusia didalamnya sehingga sulit
untuk dibedakan mana yang benar-benar wahyu tuhan dan mana yang bukan.
Seperti yang disampaikan oleh salah seorang muallaf yang mempunyai latar
belakang sebagai pendeta yaitu Yahya Waloni beliau menyatakan dalam
ceramahnya, ketika beliau membandingkan cetakan kitab injil dari tahun
ketahuan, ternyata banyak perubahan. Beda halnya dengan Al-Quran yang
merupakan kitab suci agama Islam kapan, dan dimanapun Teks Al-Quran
semuanya sama, dengan bukti inilah pendeta waloni mendapatkan hidayah dari
Allah SWT sehingga pada akhiryna ia memantabkan hatinya untuk mengucapkan
syahadatain.
2. Kritik sejarah terhadap Teks Al-Quran
Tidak dapat kita pungkiri bahwa keagamaan memegang peran penting
dalam mewarnai sejarah perkembangan gerakan orientalisme masa-masa awal.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendukung tujuan keagamaan
tersebut melalui metode kritik historis.
Menelusuri kemunculan pemakaian metode kritik historis dalam kajian
orientalisme masa awal terhadap Al-Quran, maka kali ini kita akan mencoba
mengulas pemikiran Abraham Geiger (1810-1874) ia merupakan pelopor kajian
Historis-Kritis terhadap Al- Quran yang cukup berpengaruh dan menjadi sumber
aspirasi bagi orientalisme setelahnya, seperti Sigmund Freankel, Hartwing
Hirschfeld, Theodor Noldeke dan lain sebagainya.
Abraham Geiger
Terlebih dahulu sebelum kita membahas pemikiran Abraham Geiger, kami
akan mulai dari auto biografinya. Abraham Geiger, lahir pada tanggal 24 Mei
1810 di Frankfurt dan meninggal pada tanggal 23 oktober 1874 di Berlin. Pada
usia belia, ia telah banyak mempelajari isi Bible, Mishnah, dan Talmud dari
ayahnya. Semasa remaja ia telah mempelajari sejarah klasik dan melahirkan
keraguan atas paham tradisional Yudaisme. Ia menemukan pertentangan antara
sejarah klasik dan bible mengenai otoritas ilahi (divone otority). Dilatarbelakangi
oleh keraguannya, serta analisis-kritisnya terhadap tradisi Yahudi, ia
mengidentifikasikan dirinya sebagai tokoh sekaligus pendiri Yahudi liberal di
jerman yang cukup berpengaruh.
Abraham Geiger memliki peran sentral diantara pemikir Yahudi-jerman
dalam melawan resistensi colonial. Wissenchalf Des Judentums3 telah memberi
peran besar di dalam mengembangkan dan memperluas ide-idenya serta
membentuk suatu pandangan dunia di dalam dirinya (weltanschauung). Dan pada
akhirnya, weltanschauung inilah yang menggiringnya kepada formulasi
metodologi dalam mengkaji teks-teks agama. Termasuk idenya mengenai
reformasi (liberalisasi) agama Yahudi.
Didalam essainya yang berjudul Was hat Mohammed aus dem Judentume
aufgenomen? (apa yang telah Muhammad pinjam dari Yahudi) ia berkesimpulan
bahwa hukum fiqih Islam merupakan hasil derivasi dari agama Yahudi. lebih jauh
lagi ia berkesimpulan bahwa Islam dan Kristen merupakan penjelmaan dari agama
Yahudi tanpa menegasikan dirinya menjadi agama baru (Christianity and Islam
posses the manifestation of Judaism without establishing a new religion). Dari
sini dapat kita saksikan pengaruh yang sangat besar dari Wissenchaft des
Judentums Abraham Geiger terhadap kesimpulan-kesimpulan akhir yang
dihasilkan ketika ia mengkaji teks-teks keagamaan. Dan dari sini juga dapat kita
saksikan secara jelas motivasi keagamaan Yahudi yang muncul dari kepercayaan
Abraham Geiger ketika mengkaji Islam, dan menegaskan pengaruh dominan
semitik terhadap agama yang datang sesudahnya.
3Wissenchalf Des Judentums Merupakan sebuah gerakan intelektual pada abad ke-19 yang
mengkaji secara kritis agama, sastra dan budaya Yahudi
Adapun mengenai ayat-ayat al-Quran yang mengecam Yahudi, Geiger
berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyimpang salah mengerti
terhadap doktrin-doktrin Yahudi. Geiger mendapatkan kesimpulan diatas setelah
ia melakukan kajian Historis-Kritis terhadap al-Quran dengan analisis-kompratif
antara Yahudi dan Islam. Dalam analisisnya ini, Geiger memposisikan Yahudi
sebagai otoritas yang lebih tinggi untuk menilai Islam, sehingga tidak
mengherankan jika setiap doktrin Islam mengenai Yahudi dianggap sebagai
penyimpangan dikarenakan salah paham Nabi Muhammad SAW terhadap doktrin
Agama Yahudi.5
Lain halnya dengan Sadrasky Ia mengatakan bahwa cerita-cerita atau
sejarah dan beritaberita yang dikemukakan dalam al-Quran atau kitab-kitab
tafsir itu mengacu pada karya-karya Yahudi. 6
Theodor Noldoke
Noldoke merupakan dedengkot Orientalis asal Jerman yang tidak ada
bandingannya, sebab dia mencurahkan segala kemampuan intlektualitasnya untuk
mengkaji al-Quran. Dia juga termasuk salah seorang orintalis yang menggugat
Orisinilitas dan Otentisitas al-Quran tidak lain tujuannya untuk mengurangi
pengaruhnya didalam masyarakat Islam.
T. Noldoke menggambarkan al-Quran sebagai duplikasi dari kitab-kitab
yang sudah ada sebelumnya dengan melacak hubungan dan analisis semantic
mufradat al-Quran dan kitab-kitab sebelumnya.7 Baginya Muhammad itu sebagai
impostor bukan sebagai Nabi, al-Quran itu hasil karangan Muhammad serta tim
4 Ibid.,
5 Ibid.,
7 Nasrudin Umar, Al-Quran di Mata Mantan Intelektual Muslim: Ibn Warq dan Mark A. Gabriel.
H. 91-93
redaksi sesudahnya.8 Noldeke pernah mengemukakan pendapatnya mengenai al-
Quran sebagai berikut:9
Ketika tidak hanya mempunyai tanggapan-tanggapan yang penuh
keseluruhan dari watak Muhammad itu, bahkan ia mempunyai karya yang otentik
yaitu al-Quran, yang disampaikan atas nama Allah. Sekalipun demikian tokoh
yang luar biasa dan menarik dan mengerikan itu dalam banyak hal tetap
merupakan teka-teki. Ia banyak sekali mendalami agama Yahudi dan agama
Kristen, tetapi hanya melalui laporan lisan belaka dan pasti kita tidak akan puas
dengan banyaknya hayalan (the grossness of imagination), kekurangnan logika
(the undenibable proverty of thought) dan lain sebagainya
Arthur Jeffery
Dalam mengkaji al-Quran Jeffery menggunakan metode kritik sejarah al-
Quran dengan mengeksplorasi naskah-naskah yang ada. Dengan kata lain, ia
memakai pendekatan filologis.10 Jeffery mulai menggeluti gagasan kritishistoris
al-Quran sejak tahu 1926. Dalam usahanya Jeffery mencurahkan segala
kemampuannya utnuk mengumpulkan manunskrip keIslaman baik itu kitab,
kamus , kitab Qiraah dan lain sebagainya, hal ini dilakukan utnuk merealisasikan
gagasan ambisiusnya yaitu membuat al-Quran edisi kritik (a critical edition of
the koran). Dalam fikiran Jeffery, gagasan ambisius ini bisa direalisasikan dengan
dua hal; pertama, menampilkan Hadits-Hadits mengenai teks al-Quran; kedua,
menghimpun dan menyususun segala iformasi yang tersebar disalam seluruh
kesustraan Arab, yang berkaitan dengan varian bacaan (varratio lection) yang
resmi dan tidak resmi tentang kritik-historis al-Quran.
Dalam pemikiraannya Jeffery ia mengatakan Kita membutuhkan tafsir
kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern
sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-
8 Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta : Gema Insani, 2008, hal. 24
10Metode filologi, sebagaimana yang paling sering diterapkan oleh orientalis, mencakup
beberapa fase : penelitian dan pengkriktikan nilai naskah (textual criticism), bentuk karya tulis
(form criticism) dan penelusuran sumber karya (source criticism)
Quran. Ia juga menganggap bahwa al-Quran yang ada sekarang ini sebenarnya
telah mengalami berbagai tarif yang dibuat Utsman bin Affan, al-Hajjaj ibn
Yusuf al-Thaqafi dan ibn Mujahid. Menurut Jeffery, Utsman ra. tidak sepatutnya
menyeragamkan berbagai mushhaf yang sudah beredar diberbagai wilayah
kekuasaan Islam. Ia beranggapan bahwa utsman telah melakukan tahrif pertama
al-Quran dengan melakukan kononisasi. 11
Saya tinggalkan dua perkara untuk kalian, kalian tidak akan sesat jika kalian
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Quran dan as-Sunnah