Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Pengeringan


Pengeringan (drying) merupakan proses perpindahan panas dan uap air secara
secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air
yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering
yang biasanya berupa panas (Thaib, dkk 1999).
Pengeringan dapat diartikan memindahkan atau mengambil kandungan zat
cair dari benda padatnya, zat cair yang biasa kita pindahkan dari zat padat adalah
air. Sedangkan zat padat biasanya bermacam-macam, contohnya pada saat kita
selesai mencuci pakaian, maka kita hendak melakukan proses pengeringan pada
pakaian kita, maka yang bertindak sebagai zat padat adalah kain baju kita,
sedangkan yang menjadi zat cairnya adalah air yang berada dalam pakaian
tersebut.
Metode yang dikembangkan untuk pengeringan ini amat beraneka ragam,
dengan berbagai karakteristiknya. Keragaman karakteristik ini mencakup ukuran
bahan yang dapat dikeringkan, waktu pengeringan, biaya, tekanan saat operasi,
panas yang dapat dipindahkan dan karakteristik lainnya. Mujumdar dan
Devahastin dalam bukunya mengatakan bahwa tidak ada satu prosedur
perancangan khusus yang mungkin diterapkan untuk seluruh atau beberapa jenis
mesin pengering sekalipun. Karena itu saat mencoba untuk merancang mesin
pengering atau menganalisa mesin pengering perlu mengacu kembali pada dasar-
dasar pindahan panas, massa serta proses termodinamika yang dikaitkan dengan
pengetahuan tentang sifat bahan. Secara matematis dapat dikatakan bahwa seluruh
proses yang terlibat, meski pada mesin pengering yang paling sederhana sekalipun
adalah sangat tidak linier dan karenanya pembesaran skala mesin pengering
umumnya sulit.
Ada beberapa masalah yang seringkali ditemui dalam proses pengeringan.
Yang pertama adalah masalah yang berkaitan dengan mutu hasil pengeringan.
Operasi yang dijalani dalam pengeringan adalah operasi yang cukup rumit yang

Universitas Sumatera Utara


meliputi perpindahan panas dan massa serta mungkin beberapa laju proses lain,
seperti perubahan fisik atau kimia dari produk, yang mana hal hal tersebut dapat
saja menimbulkan perubahan mutu hasil. Perubahan fisik yang mungkin terjadi
antara lain adalah pengerutan dan penggumpalan. Selain perubahan fisik, dapat
pula terjadi perubahan kimia yang merubah aroma, warna, tekstur atau sifat
padatan lain yang dihasilkan. Yang kedua adalah masalah kapasitas dari proses
pengeringan itu sendiri, dimana kebutuhan pada saat ini yang cukup tinggi,
sehingga perlu juga dipikirkan mengenai bagaimana membuat mesin pengering
yang memiliki kapasitas besar. Kemudian masalah selanjutnya adalah yang
berkaitan dengan kondisi dan sifat dari bahan yang dikeringkan cukup bervariasi,
dan terkadang menuntut adanya modifikasi dari proses pengeringan tradisional
(dengan cara menjemur atau sekedar memanaskan) menjadi proses - proses
pengeringan dengan karakter dan kemampuan yang lebih spesifik dan dengan
kebutuhan masing masing produk.

2.1.1 Pengeringan Buatan


Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana suhu,
kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan Pengeringan Buatan:
Tidak tergantung cuaca.
Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan.
Tidak memerlukan tempat yang luas.
Kondisi pengeringan dapat dikontrol.
Pekerjaan lebih mudah.

2.1.2 Jenis Jenis Pengeringan Buatan


Berdasarkan media panasnya,
Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas, fungsinya udara memberi panas dan
membawa air.
Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung
dengan alat atau plat logam yang panas.

Universitas Sumatera Utara


Proses pengeringan :
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air.
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas
disekeliling bahan.
Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas sensible
dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan ke pusat bahan.
Proses perpindahan massa; proses pengeringan (penguapan), terjadi
panas laten, dari permukaan bahan ke udara.
Panas sensible; panas yang dibutuhkan atau dilepaskan untuk menaikkan
atau menurunkan suhu suatu benda.
Panas laten; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari padat
ke cair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengeringan


Pada pengeringan selalu diinginan kecepatan pengeringan yang maksimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan usaha - usaha untuk mempercepat pindah panas
dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari
bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum, yaitu :
(a) Luas permukaan
(b) Suhu
(c) Kecepatan udara
(d) Kelembapan udara
(e) Tekanan atm dan vakum
(f) Waktu
Dalam rancang mesin ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kecepatan pengeringan maksimum adalah :
Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan
bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung

Universitas Sumatera Utara


sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau


semakin tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar
energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses
pindahan panas semakin cepat sehingga pindah massa akan
berlangsung juga dengan cepat.
Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air
dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah
udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi, berguna untuk
mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari permukaan bahan
yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh
yang dapat memperlambat penghilangan air.
Kelembaban Udara (Relative Humidity)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka
akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap
air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH
keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak
akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat
dikeringkan.
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik
uap air dari udara.
Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin
cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan
konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat
menekan biaya pengeringan. (Voigh,Rudolf.2008).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pomp
pa Kalor
Pomppa kalor (hea
at pump) addalah suatu perangkat yang
y mentraansfer panaas dari
media suhhu rendah ke suhu tinggi. Seb
bagian besar teknologgi pompa kalor
memindahhkan panas dari sumbber panas yang berteemperatur reendah ke lokasi
l
bertemperratur lebih
h tinggi. Contoh yang paling umum
m adalah lemari
es, freezer, pendingin
n ruangan, ddan sebagaiinya.
Pomppa kalor merupakan
m pperangkat yang
y samaa dengan m
mesin pend
dingin
(Refrigeraator), perbeedaannya hhanya padaa tujuan akhirnya.
a M
Mesin pend
dingin
bertujuan menjaga ru
uangan padda suhu rend
dah (dingin
n) dengan m
membuang panas
p
dari ruanggan. Sedang
gkan pomppa kalor berrtujuan men
njaga ruanggan berada pada
suhu yangg tinggi (pan
nas). Hal inii diilustrasik
kan seperti pada gambaar 2.1.

Gamb
bar 2.1 Refriigerator dan
n pompa kalor (heat puump)
Sum
mber: (Cenngel & Boless Fifth Editiion Hal.6088)

Pomppa kalor mem


manfaatkann sifat fisik dari penguaapan dan peengembunan
n dari
suatu fluidda kerja yan
ng disebut ddengan refrrigeran. Pad
da aplikasi sistem pem
manas,
ventilasi, dan pendin
ngin ruangaan, pompa kalor meru
ujuk pada aalat pendinginan

Universitas Sumatera Utara


kompresi uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas sehingga arah
aliran panas dapat dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari
udara atau dari permukaan. Beberapa jenis pompa kalor dengan sumber panas
udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah -5oC/23oF
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pompa_kalor)

2.3 Siklus Kompresi Uap


Siklus Kompresi Uap (SKU) adalah siklus termodinamika yang digunakan
untuk memindahkan panas dari medium yang bertemperatur rendah ke medium
yang bertemperatur lebih tinggi. Fluida kerja yang mengalir selama siklus disebut
fluida kerja atau refrigeran. Pada SKU, selama siklus, refrigeran mengalami
perubahan fasa, yaitu menjadi uap (evaporation) dan menjadi cair (condensation).
Berdasarkan proses perubahan fasa inilah, maka pada SKU kita kenal beberapa
komponen seperti Evaporator dan Kondensor. Saat ini mesin pendingin yang
menggunakan SKU sangat mudah dijumpai, seperti pada pendingin/pemanas yang
digunakan untuk pengkondisian udara (AC-Split/Heat Pump) di perumahan atau
perkantoran dalam skala kecil.
Sistem kompresi uap mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor,
kondensor, katup ekspansi (Throttling Device) dan evaporator seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2. Keempat komponen tersebut melakukan proses
yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap. [Ref.
Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II, hal. 54]
Pada gambar dapat dilihat bahwa dengan menggunakan evaporator panas
diserap dari ruangan yang dikondisikan. Kemudian kompresor menerima kerja
mekanik. Setelah melalui kompresor, refrigeran masuk ke kondensor. Di sini
refrigeran membuang panas ke lingkungan dan akhirnya mencair. Setelah
mencair, tekanan refrigeran diturunkan sampai tekanan evaporator dengan
menggunakan katup ekspansi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar
G 2.2 Siklus Kom
mpresi Uap sederhana

Diagrram T-s (T adalah tem


mperatur daan s adalah entropi) dditampilkan pada
Gambar 2.3.
2 Diagram
m P-h (P aadalah tekan
nan dan h adalah
a entroopi) ditamp
pilkan
pada graffik pada Gaambar 2.4. Proses-pro dinamika yaang terjadi pada
oses termod
SKU ini dapat
d dibagi atas empatt proses ideaal, yaitu:
1. Proses 1 2s: ad
dalah prosess kompresi isentropik dari tekanaan evaporattor ke
tekanann kondensorr. Pada titikk 1, idealnyaa refrigeran berada padda fasa cair jenuh
j
setelah menyerap panas
p pada suhu rendaah dari evaporator.
2. Proses 2s 3: adalah peerpindahan panas yan
ng diikuti kondensasi dari
kondennsor pada tekanan
t konnstan. Padaa bagian awal sisi m
masuk kond
densor
refrigerran masih dalam konndisi superh
heat dan ak
kibat pendinngin akan turun
suhunyya hingga mencapai
m teemperatur kondensasi,
k dan akhirnnya menjad
di cair
jenuh pada
p sisi kelluar kondennsor.

Universitas Sumatera Utara


3. Proses 3 4: adalah ekspansi adiabatik dari tekanan kondensor ke tekanan


evaporator. Akibat penurunan tekanan, temperatur akan turun. Pada sisi masuk
evaporator sebagian fluida berada pada fasa cair dan sebagian lagi menjadi uap.
4. Proses 4 1: adalah penguapan pada tekanan konstan. Di sini fluida menyerap
panas dari medium agar dapat menguap. Refrigeran akan, seluruhnya menguap
di sisi keluar evaporator dan siklus akan berulang ke langkah 1.

Pada diagram T-s dan diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan
pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2.3 Diagram T-s siklus standar Gambar 2.4 Diagram P-h siklus ideal

Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut:

2.3.1 Proses Kompresi (1 2s)


Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Tugas
utama kompresor adalah menaikkan tekanan refrigeran, sekaligus juga menaikkan
temperaturnya lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Tujuannya adalah agar
dapat melepaskan panas pada temperatur tinggi ke lingkungan.
Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh
bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi.



Universitas Sumatera Utara

Oleh karena proses ini dianggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor
pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa
dihitung dengan rumus :

Wc = = ..............................................................................(2.1)

Dimana :
= besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada


kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat
juga ditentukan dengan rumus:

Wc
..........................................................................................(2.2)
Dimana :
Wc = daya listrik kompresor (Watt)
= tegangan listrik (Volt)
= kuat arus listrik (Ampere)
= 0,6 0,8

2.3.2 Proses Kondensasi (2 3)


Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan
temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya

Universitas Sumatera Utara


berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor
antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara
pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
Besarnya kalor per satuan massa refrigeran yang di lepaskan di kondensor
dinyatakan sebagai:

..............................................................................(2.3)

Dimana :
= besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

2.3.3 Proses Ekspansi (3 4)


Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi
penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses
penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau
orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.
=
Dimana :
h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)

2.3.4 Proses Evaporasi (4 1)


Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigeran
dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang
didinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.
Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah :

Universitas Sumatera Utara


............................................................ ................(2.4)

Dimana :
= kalor yang di serap di evaporator ( kW )
= efek pendinginan (efek refrigerasi) (kJ/kg)
= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi


kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.

2.4 Performansi Siklus Kompresi Uap (SKU)


Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan performansi
sebuah SKU. Parameter ini antara lain :

2.4.1 Koefisien Performansi (COP)


Kinerja dari pompa kalor dinyatakan dalam Coefficient Of Performance
(COP), yang didefenisikan sebagai perbandingan antara kalor yang dilepaskan
oleh kondensor dengan kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan kompresor.
(Oktay and Hepbasli 2003) [Ref. Australian Journal Of Sciene, hal.596] :
Qe
COP = ...............................................................................................(2.5)
Wc
Dimana :
= Kalor yang diserap oleh evaporator (kW)
= Kerja yang masuk dalam kompresor (kW)

Universitas Sumatera Utara


COP diperlukan untuk menyatakan performansi unjuk kerja dari siklus


refrigerasi. Parameter ini digunakan apabila yang dimanfaatkan adalah laju
penyerapan panas pada evaporator. Pada siklus Sistem Kompresi Uap (SKU)
bentuk energi yang dihasilkan adalah panas yang diserap evaporator dan energi
yang dimasukkan adalah kerja kompressor. [Ref. Buku kuliah Termodinamika
Teknik II, hal. 56].

2.4.2 Faktor Prestasi (FP)


Sebuah Sistem Kompresi Uap (SKU) dapat dimanfaatkan sebagai sumber
panas, dengan memanfaatkan panas buangan kondensornya. Jika hal ini yang
terjadi, maka performansinya dinyatakan dengan Faktor Prestasi (FP), yang
didefinisikan sebagai laju pelepasan kalor di kondensor dibagi dengan kerja
kompresor.

(2.6)

Dimana :
= Kalor yang dilepas oleh kondensor (kW)
= Kerja yang masuk dalam kompresor (kW)

2.4.3 Total Performance (TP)


Sebuah sistem kompresi uap dengan memanfaatkan evaporator dan
kondensor sekaligus disebut dengan sistem kompresi uap hibrid. Kinerja dari
sebuah sistem kompresi uap hibrid dinyatakan dengan Total Performance (TP),
yang dirumuskan dengan:

........................................................................................... (2.7)

Dimana:
Qe = Kalor yang diserap oleh evaporator (kW)
QK = Kalor yang dilepaskan oleh Kondensor (kW)
Wc = Kerja yang masuk dalam Kompresor (kW)

Universitas Sumatera Utara


2.5 Pengertian Laju Pengeringan


Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan
tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan
kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.8 (Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut,
2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical Engineering; Oct
2010, Vol. 4 Issue 4, hal. 220]

. . . . 2.8

Dimana :
We = Berat pakaian sebelum pengeringan (kg)
Wf = Berat pakaian setelah pengeringan (kg)
t = Waktu pengeringan (jam)

Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan


dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya
kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah
kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan
waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006).

2.6 Periode Laju Pengeringan


Menurut Henderson dan Perry (1955), proses pengeringan memiliki 2 (dua)
periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan
periode laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar
air kritis (critical moisture content) (Taib, G. et al., 1988).
Simmonds et al. (1953) menyatakan bahwa kadar air kritis adalah kadar air
terendah saat mana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan
laju pengambilan uap air maksimum dari bahan. Pada pakaian umumnya kadar air
ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis. Dengan demikian
pengeringan yang terjadi adalah pengeringan dengan laju pengeringan menurun.
Perubahan dari laju pengeringan tetap ke laju pengeringan menurun terjadi pada

Universitas Sumatera Utara


berbagai tingkatan kaadar air yangg berbeda untuk


u setiap bahan. (Brrooker, D.B, et al
1992).
Henderrson dan Perry
P (1955 ) menyatak
kan bahwa pada perioode pengeringan
dengan laaju tetap, bahan
b menggendung aiir yang cu
ukup banyak
ak, dimana pada
permukaann bahan berlangsung ppenguapan yang lajuny
ya dapat dissamakan deengan
laju pengguapan pad
da permukaaan air beb
bas. Laju penguapan sebagian besar
tergantungg pada kead
daan sekelilling bahan, sedangkan pengaruh bbahannya seendiri
relative keecil. (Taib, G.
G et al. 19888).
Laju peengeringan akan menuurun seiring
g dengan penurunan
p kkadar air seelama
pengeringgan. Jumlah air terikat makin lam
ma semakin berkurang.. Perubahan
n dari
laju pengeringan tettap menjaddi laju peng
geringan menurun
m unt
ntuk bahan yang
berbeda akkan terjadi pada
p kadar air yang berbeda pula.
Pada periode
p laju kaan partikkel bahan yang
u pengerinngan menurrun permuk
dikeringkaan tidak lag
gi ditutupi ooleh lapisan ma periode llaju pengeringan
n air. Selam
menurun, energi pan
nas yang dipperoleh bah
han digunak
kan untuk m
menguapkan
n sisa
air bebas yang
y sedikitt sekali jum
mlahnya.
Laju pengeringan menurun tterjadi seteelah laju peengeringan konstan diimana
kadar air bahan
b lebih kecil daripaada kadar air
a kritis (Gaambar 2.5).
Periodde laju peng
geringan m
menurun meliputi dua proses,
p yaittu : perpind
dahan
dari dalam
m ke permu
ukaan dan permindah
han uap air dari permu
mukaan bahaan ke
udara sekiitarnya.

Gamb
bar 2.5 Graffik hubungaan kadar air dengan waaktu.

Universitas Sumatera Utara


Keterangan :
AB = Periode pemanasan
BC = Periode laju pengeringan menurun pertama
CD = Periode laju pengeringan menurun pertama
DE = Periode laju pengeringan menurun kedua

2.7 Kadar Air


Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis) (Safrizal, 2010).
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Wa Wt-Wk
Kabb = x 100%= x 100% .... (2.9)
Wt Wt

Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Wa = Berat air dalam bahan (gram)
Wk = Berat kering mutlak bahan (gram)
Wt = Berat total (gram) = Wa + Wk

Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam
bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:

Wa Wt-Wk
Kabk = x 100%= x 100%...................................................(2.10)
Wk Wt-Wa

Universitas Sumatera Utara


Dimana:
Kabk = Kadar air basis kering (%)
Wa = Berat air dalam bahan (g)
Wk = Berat kering mutlak bahan (g)
Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan
dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air
yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun
demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani,
2011).

2.8 Moisture Ratio (Rasio Kelembaban)


Sama halnya dengan laju kadar air, rasio kelembaban juga mengalami
penurunan selama proses pengeringan. kenaikan suhu udara pengeringan
mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio
kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang pengeringan meningkat.
Sedangkan, pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat dan
kadar air bahan akan semakin berkurang (Garavand et al., 2011).
Rasio kelembaban (moisture ratio) pada pakaian selama pengeringan dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
Mt - Me
MR= ...(2.11)
Mo - Me

Dimana MR merupakan moisture ratio (rasio kelembaban), Mt merupakan


kadar air pada saat t (waktu selama pengeringan, menit), Mo merupakan kadar air
awal bahan, dan Me merupakan kadar air yang diperoleh setelah berat bahan
konstan. Nilai satuan Mt, Mo dan Me merupakan persentase dari kadar air basis
kering bahan (Garavand et al., 2011).

2.9 Refrigran
Refrigeran adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang
bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang
panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigeran mengalami
perubahan fasa dalam satu siklus.

Universitas Sumatera Utara


2.9.1 Pengelompokan Refrigran


Refrigeran dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang
tidak diinginkan, maka refrigeran akan keluar dari sistem dan bisa saja terhirup
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklassifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun
(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability).
Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A
bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di
lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya.
Berdasarkan flammability, refrigeran dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2,
dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm
(101 kPa) temperature 18,3C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang
rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.1C atau kalor
pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar.
Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3
atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai
standard 34-1997, refrigerans diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar
2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah
3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar
4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar
5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah
6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Pembagian Refrigeran berdasarkan keamanan


Refrigerant Safety group
Chemical Formula
Number Old New
10 CCl4 2 B1
11 CCl3F 1 A1
12 CCl2F2 1 A1
13 CClF3 1 A1
13B1 CBrF3 1 A1
14 CF4 1 A1
21 CHCl2F 2 B1
22 CHClF2 1 A1
23 CHF3 A1
30 CH2CL2 2 B2
32 CH2F2 A2
40 CH3Cl 2 B2
50 CH4 3a A3
113 CCl2FCClF2 1 A1
114 CClF2CClF2 1 A1
115 CClF2CF3 1 A1
116 CF3CF3 A1
123 CHCl2CF3 B1
124 CHClFCF3 A1
125 CHF2CF3 A1
134a CF3CH2F A1
142b CClF2CH3 3b A2
143a CF3CH3 A2
152a CHF2CH3 3b A2
170 CH3CH3 3a A3
218 CF3CF2CF3 A1

Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook HVAC Systems and


Equipment. SI Edition. Atlanta.

Universitas Sumatera Utara


2.9.2 Persyaratan Refrigeran


Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigeran adalah sebagai berikut:
1. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi
Tekanan evaporasi refrigeran sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal
ini menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor.
Tekanan kondensasi refrigeran sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang tinggi
pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan kondensor harus
dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan menambah biaya.
2. Sifat ketercampuran dengan pelumas (oil miscibility)
Refrigeran yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu
melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor,
evaporator, dan part lainnya. Refrigeran yang tidak baik justru melemahkan sifat
pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju
perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari.
3. Tidak mudah bereaksi (Inertness)
Refrigeran yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya
untuk menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya.
4. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection)
Kebocoran refrigeran sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan
mengurangi performansinya. Umumnya refrigeran tidak berwarna (colorless) dan
tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigeran:
a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi
dengan api methyl alcohol, uap dari refrigeran akan berdekomposisi dan
mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan
mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar.
b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigeran
yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara
mengandung zat yang mudah terbakar.
c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada
bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran.
d. ODP, singkatan dari Ozone Depletion Potential, potensi penipisan lapisan
ozon. Faktor yang dijadikan pembanding adalah kemampuan CFC-11 (R-11)

Universitas Sumatera Utara


merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigeran X mempunyai 6 ODP, artinya


refrigeran itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon.

Tabel 2.2 Nilai ODP beberapa Refrigeran


Refrigerant Chemical Formula ODP Value
CFC-11 CCl3F 1.0
CFC-12 CCl2F2 1.0
CFC-13B1 CBrF3 0
CFC-113 CCl2FCClF2 0.8
CFC-114 CClF2CClF2 1.0
CFC-115 CClF2CF4 0.6
CFC/HFC-500 CFC-12(73.8%)/HFC-152a(26.2%) 0.74
CFC/HCFC-502 HCFC-22(48.8%)/CFC-115(51.2%) 0.33
HCFC-22 CHClF2 0.05
HCFC-123 CHCl2CF3 0.02
HCFC-124 CHCClF3 0.02
HCFC-142b CH3CClF2 0.06
HCFC-125 CHF2CF3 0
HFC-134a CF3CH2F 0
HFC-152a CH3CHF2 0

Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook HVAC Systems and


Equipment. SI Edition. Atlanta

e. GWP merupakan global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang
biasa digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama
HGWP (halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi
pemanasan global suatu refrigeran dibandingkan dengan R-11. GWP yang
menggunakan CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22
mempunyai efek pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada
20 tahun pertama dilepas ke atmosfer. Dan turun menjadi 1500 lb CO2 setelah
100 tahun.



Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai