Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS ANAK

SEORANG ANAK DENGAN MORBILI DISERTAI


BRONKOPNEUMONIA, DIARE AKUT DAN KONGJUNGTIVITIS

Pembimbing :
dr. Hery Susanto Sp.A

Disusun oleh :
Ary Titis Rio Pambudi
030.11.045

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 19 Desember 2016 24 Februari 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


Seorang Anak Laki-laki dengan Kejang Demam Kompleks dan Bronkopneumonia

Penyusun:
Ary Titis Rio Pambudi
030.11.045

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 19 Desember
24 Februari 2017

Tegal, 7 Februari 2017

dr. Hery Susanto, Sp.A


BAB I
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama : Ary Titis Rio Pambudi Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A.
NIM : 030.11.045 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ibu Ayah
Nama An.N Ny.N Tn. A
Umur 5 tahun 28 tahun 28 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki
Alamat Warungpring RT 1 RW 1 Tegal

Agama Islam Islam Islam


Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMP SD
Pekerjaan - IRT Security
Penghasilan - - Rp.800-900.000/hari
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS PBI
No. RM 861595
Tanggal masuk RS 23 Januari 2017

II. ANAMNESIS

Data anamnesis diperoleh secara auto dan alloanamnesis kepada orang tua pasien
(Ny.N 28 th dan Tn.A 28 th) pada tanggal 24 Januari 2017 di Ruang Wijaya Kusuma RSU
Kardinah pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama
Demam
Keluhan Tambahan
Batuk,BAB Cair,Mual&Muntah ,sakit kepala,bintik-bintik merah,dan Mata merah serta perih

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang dengan keluarga ke IGD
RSUD Kardinah pada tanggal 24 Januari 2017 dengan keluhan utama Panas sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Panas dirasakan naik turun, jika diberi obat penurun
panas panas turun kemudian naik kembali. Panas disertai batuk tidak berdahak, mual dan
muntah 2x isi cairan. OS juga mengeluh sakit kepala dan sakit perut disertai bab cair 4x,
lendir ada, ampas tidak ada, darah tidak ada. Menurut orang tua OS, OS juga terdapat bintik-
bintik merah yang berawal dari belakang telinga kemudian ke kepala dan seluruh tubuh. Mata
OS juga merah dan perih tetapi tidak masih dapat jelas melihat. OS menyangkal ada mimisan
dan gusi berdarah serta menyangkal terdapat alergi obat dan makanan

Riwayat Penyakit Dahulu


Os tidak pernah mengalami hal serupa. Tidak riwayat alergi obat maupun
makanan tertentu. Riwayat penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung, dan sebagainya
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa, tidak ada yang memiliki
asma, dan jantung.
Riwayat Lingkungan Rumah
Pasien tinggal bersama dengan keluarga bibinya (paman, bibi dan 1 orang sepupu)
dirumah pribadi. Rumah berada di kawasan yang padat penduduk dengan luas 6 meter x 3
meter. Tempat tinggal pasien memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Rumah
memiliki 2 jendela yang selalu dibuka setiap pagi. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari
air sumur. Jarak septic tank kurang lebih 10 meter dari sumber air. Air limbah rumah tangga
disalurkan melalui selokan di depan rumah.
Kesan : keadaan rumah dan ventilasi cukup baik, keadaan lingkungan rumah cukup
baik.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah os bekerja sebagai security dan berpenghasilan 800.000-900.000/bulan.
Pendidikan terakhir ayahnya adalah SD sedangkan pendidian terakhir ibunya adalah SMP.
Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang baik.

Riwayat Kehamilan dan Prenatal


Ibu os berusia 32 tahun saat mengandung pasien. Ibu os rutin memeriksakan
kehamilannya secara teratur sesuai buku panduan di bidan. Selama hamil, os tidak pernah
memeriksakan kehamilannya di dokter spesialis kandungan. USG (-) Riwayat tekanan darah
tinggi, kencing manis, perdarahan selama hamil, kejang, trauma maupun infeksi saat hamil
disangkal.
Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik.

Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : RSUD Kardinah
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Per vaginam, secara spontan
Masa gestasi : 38 minggu pada G2P1A0
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Keadaan lahir : Langsung menangis kuat, tidak pucat, dan tidak biru
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
Air ketuban : jernih
Suntik vit K : Tidak tahu
Kesan: neonatus aterm, dengan lahir secara per vaginam, bayi dalam keadaan bugar.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu secara teratur dan anak dalam
keadaan sehat.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.

Corak Reproduksi Ibu


Ibu P2A0, pasien merupakan anak pertama berjenis kelamin laki-laki.

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien mengaku saat ini hanya menggunakan kontrasepsi pil sejak tahun 2011.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan:
Berat badan lahir 2800 gram. Panjang badan lahir 48 cm.
Berat badan sekarang 17 kg. Panjang badan 105 cm.
Perkembangan:
Psikomotor
Senyum : 2 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 12 bulan
Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia

Riwayat Makan dan Minum Anak


Ibu memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan PASI dan bubur
susu 3x sehari. Usia 6 bulan mulai diberikan makanan lunak dan buah pisang. Usia 1
tahun sudah diberikan nasi, sayur dan lauk pauk. Ibu os mengatakan pasien sulit makan,
makan tidak banyak dan tidak pernah habis.
Kesan: kualitas makanan cukup baik, kuantitas makanan buruk.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -

Kesan : Imunisasi dasar pasien tidak lengkap sesuai usia, belum dilakukan imunisasi
campak dan ulangan
Silsilah Keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Wijaya Kusuma RSU Kardinah Tegal pada tanggal
25 Januari 2017 pukul 15.30 WIB.
A. Kesan Umum : Compos Menti,E4V5M6, TSS
B. Tanda Vital
Nadi : 100 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Laju nafas : 36 x/menit, reguler.
Suhu : 38C
Tekanan darah :-

C. Data Antropometri
Berat badan : 17 kg
Tinggi badan : 105 cm
D. Status Generalis
Kepala : mesosefali, LK : 50 cm
Rambut : berwarna hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : simetris
Leher : kaku kuduk (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+. Injeksi
Konjungtiva(+)
Hidung : bentuk simetris, septum deviasi (-), sekret (-/-), nafas cuping

hidung (-),
Telinga: bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Kulit : berwarna kecoklatan, Ruam (+)
Thorax :
Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi


(-)
Palpasi : Tidak ada hemitoraks yang tertinggal.
Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks.
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah halus (+/+),
wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-),


gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, datar, distensi (-), turgor kulit melambat.
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Genitalia : jenis kelamin Perempuan, tidak ada kelainan.
Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan,
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2 <2
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
Ref. Fisiologis + +
Ref. Patologis - -
Ruam + +

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 23/01/2017 Pukul 11.20 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 11,5 g/dL 10,6 15,6
Leukosit 13,9 () 103/uL 4,5 13,5
Hematokrit 34,8 () % 35 45
Trombosit 294 103/uL 150 521
Eritrosit 4.2 106/uL 3,8 5,8
RDW 13,3 % 11,5 14,5
MCV 83,3 U 80 96
MCH 27,5 () Pcg 28 38
MCHC 33,6 g/dl 33 36
Hitung Jenis (Diff)
Eosinofil 0 () % 2-4
Basofil 0.1 % 0-1
Netrofil 86,7 () % 50-70
Limfosit 8,9 () % 25-40
Monosit 4.2 % 2-8

Kesimpulan : Leukositosis

V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri Pemeriksaan Status Gizi
Anak perempuan usia 5 Pertumbuhan persentil anak menurut CDC sebagai berikut:
tahun 1. BB/U= 17/18 x 100% = 94,4% (berat badan menurut
Berat badan 17 kg umur gizi normal)
Panjang badan 105 cm
Lingkar kepala 50 cm 2. PB/U = 105/108 x 100% = 97,2 % ( normal)
3. BB/PB = 17/17 x 100% = 100 % (gizi baik menurut berat
badan per tinggi badan)
Kesan: Anak Perempuan usia 5 tahun, status gizi baik

Pemeriksaan Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Kesan : LK 50 cm Normocephali

Pemeriksaan Status Gizi


Kesan: status gizi baik
VI. RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang dengan keluarga ke IGD
RSUD Kardinah pada tanggal 24 Januari 2017 dengan keluhan utama Panas sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Panas dirasakan naik turun, jika diberi obat penurun
panas panas turun kemudian naik kembali. Panas disertai batuk tidak berdahak, mual dan
muntah 2x isi cairan. OS juga mengeluh sakit kepala dan sakit perut disertai bab cair 4x,
lendir ada, ampas tidak ada, darah tidak ada. Menurut orang tua OS, OS juga terdapat bintik-
bintik merah yang berawal dari belakang telinga kemudian ke kepala dan seluruh tubuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien compos mentis,E4V5M6,
tampak ruam makulopapular diseluruh tubuh, tampak sesak, dan tampak sakit sedang,
pemeriksaan tanda vital dengan nadi : 100 x/menit, reguler, kuat, isi cukup, laju nafas: 36
x/menit, regular, suhu : 38C, berat badan : 17 kg, panjang badan : 105cm dengan status gizi
normal, pada pemeriksaan didapatkan ronkhi basah halus di kedua paru. Pada pemeriksaan
penunjang laboratorium darah didapatkan.

VII. MASALAH
Demam
Batuk
BAB Cair
Mual & Muntah
Sesak
Mata Perih
Injeksi konjungtiva
Ronkhi basah halus
Ruam Makulopapular diseluruh tubuh
Leukositosis
VIII. DIAGNOSA KERJA
Panas Tinggi, Batuk, Mata Merah, Ruam MakuloPapular : Morbili
Panas Tinggi, Batuk, Sesak, Ronkhi basah halus : Bronkopneumonia
Mata merah, Mata Perih, injeksi conjungtiva : Conjungtivitis
BAB cair 3x , Nyeri perut : Diare Akut

IX. DIAGNOSIS BANDING

Panas Tinggi, Ruam Morbili


makulopapular, batuk Rubella
HMFD
Panas Tinggi, Batuk, dan Sesak Bronkopneumonia
TB paru
Ronkhi Basah Halus ISPA
Mata Merah, Mata Perih, Injeksi Konjungtivitis
Skleritis
Conjungtiva Subkonjungtiva bleeding

BB 17 kg, Panjang badan 105 cm BB Normal


BB Lebih
BB Kurang

X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
IVFD RL 120 cc/jam
Cefotaxim 3 x 500 mg
Ondansentron 3 x 1/3
Gentamisin tetes mata 3 x 1 tetes
Paractamol 3 x 11/2 cth
Interzinc 1x1 Cth
Lasal Syrup Ekspektoran 3 x Cth
Non-medikamentosa
Rawat inap
Awasi keadaan umum, dan tanda vital
Edukasi : menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.

XI. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
PERJALANAN PENYAKIT
26 Januari 2017 pkl. 21:00 WIB (IGD)
Hari Perawatan ke-0
Os datang dengan keluhan demam tinggi 4 hari SMRS, disertai batuk tidak berdahak, nyeri perut, sesak(-). Muntah (+) 1x isi makanan
BAB cair 4x, ampas (+), lendir (-), darah (-). Bintik merah di kepala dan badan.
KU: CM, Tampak sakit sedang, tampak sesak
TTV: HR 112x/m,RR 24x/m, T 39 0C
Status generalis:
Kepala: mesosefali, LK = 48 cm, rambut berwarna hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut..
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
Hidung & THT : dbn
Mulut : dbn
Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)N, hepar lien ttb
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT<2 detik
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-) CRT < 2 detik
Morbili
Hyperpirexia
ISPA
Rawat inap di PICU, konsultasi Sp.A
Sanmol 3 x 200 mg
RL loading 200 cc -> 18-20 tpm
Ondancentron 4 mg 2 x
Amoxicilin 3 x 500 mg
Ambroxol 3 dd 1 cth
Lasal Exp 3 x
Interzink 1 x 1 cth
PCT 3 x 1 cth
Vit A 200.000 IV
Cefotaxim 3 x 500 mg
ODR 3 x 1/3
Tanggal 24-1-17 (Wijaya Kusuma) 25-1-17 (Wijaya Kusuma) 26-1-17 (Wijaya Kusuma) 27-1-17 (Wijaya Kusuma)
H1 H2 H3 H4
S Demam (+) sejak 5 hari, Batuk Demam (+), Batuk berdahak Demam (-)Batuk berdahak Demam (-)Batuk berdahak
berdahak warna putih, Sesak, warna putih, Sesak berkurang, warna putih, Sesak(-), nyeri warna putih, Sesak(-), nyeri
nyeri perut, BAB cair (+) 4x nyeri perut(+), BAB cair (+) 3x perut(+), BAB cair (+) 3x perut(-), BAB cair (-) Makan
ampas (+), lendir (-), darah (-) ampas (+), lendir (-), darah (-) ampas (+), lendir (-), darah (-) minum banyak, bercak merah
Pilek (-) Sesak(+) Makan Pilek (-) Sesak(+) Makan Pilek (-) Sesak(-) Makan (+) menghitam di badan dan
minum Sulit, bercak merah minum Sulit, bercak merah(+) minum banyak, bercak merah kepala , mata perih
diseluruh tubuh kecuali dikaki, diseluruh tubuh, mata perih (+)diseluruh tubuh, mata perih
mata perih
O KU : kesadaran CM, tampak KU : baik, kesadaran CM KU : baik, kesadaran CM KU : baik, kesadaran CM
sesak, tampak sakit sedang TTV : TTV : TTV :
TTV : T : 37,8 HR :100 RR : 28 T : 37,4 HR :100 RR : 28 T : 37,2 HR :96 RR : 20
T : 38,5 HR :100 RR : 36 Status generalis: Status generalis: Status generalis:
SpO2 Kepala: mesosefali, LK = 48 cm, Kepala: mesosefali, LK = 48 cm, Kepala: mesosefali, LK = 48 cm,
Status generalis: rambut berwarna hitam, tersebar rambut berwarna hitam, tersebar rambut berwarna hitam, tersebar
Kepala: mesosefali, LK = 48 cm, merata, tidak mudah dicabut.. merata, tidak mudah dicabut.. merata, tidak mudah dicabut..
rambut berwarna hitam, tersebar Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem
merata, tidak mudah dicabut.. palpebra (-/-),injeksi palpebra (-/-),injeksi palpebra (-/-),injeksi
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem konjungtiva(+) konjungtiva(+) konjungtiva(+)
palpebra (-/-), injeksi Hidung & THT : dbn Hidung & THT : dbn Hidung & THT : dbn
konjungtiva(+) Mulut : dbn Mulut : dbn Mulut : dbn
Hidung & THT : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+),
Mulut : dbn rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m
Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), (-), g (-) (-), g (-) (-), g (-)
rh (+/+), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, Abdomen: Supel, BU (+) Abdomen: Supel, BU (+) Abdomen: Supel, BU (+)N, hepar
m (-), g (-) meningkat , hepar lien ttb meningkat, hepar lien ttb lien ttb
Abdomen: Supel, BU (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE Ekstremitas atas: AH (+/+), OE Ekstremitas atas: AH (+/+), OE
meningkat , hepar lien ttb (-/-) CRT<2 detik. (-/-) CRT<2 detik (-/-) CRT<2 detik
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE
(-/-) CRT<2 detik.
A Morbili Morbili Morbili Morbili
Bronkopneumonia Bronkopneumonia Bronkopneumonia Bronkopneumonia
Diare akut Diare akut Diare akut Diare akut
Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis
P Infus RL 60 cc/jam Infus RL 60 cc/jam Infus RL 60 cc/jam Infus RL 60 cc/jam
Lasal Ekspektoran 3x3/4 Lasal Ekspektoran 3x3/4 Lasal Ekspektoran 3x3/4 Lasal Ekspektoran 3x3/4
Interzinc 1 x 1 cth Interzinc 1 x 1 cth Interzinc 1 x 1 cth Interzinc 1 x 1 cth
PCT 3 x 1 cth PCT 3 x 1 cth PCT 3 x 1 cth PCT 3 x 1 cth
Gentamisin Tetes Mata 3 x 1 Gentamisin Tetes Mata 3 x 1 Gentamisin Tetes Mata 3 x 1 Gentamisin Tetes Mata 3 x 1
Cefotaxim 3 x 500 Cefotaxim 3 x 500 Cefotaxim 3 x 500 Cefotaxim 3 x 500
Ondansentron 3 x 1/3 Ondansentron 3 x 1/3 Ondansentron 3 x 1/3 Ondansentron 3 x 1/3
BAB II
ANALISA KASUS

Pasien anak laki-laki usia 5 tahun, dengan diagnosis Morbili, Konjungtivitis, dan
Bronkopneumonia. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didiagnosis Morbili berdasarkan gejala awal yang
berupa demam tinggi 3 hari SMRS,batuk-batuk, dan ruam-ruam merah yang dimulai dari
belakang telinga ke kepala hingga ke seluruh tubuh. Diagnosis Bronkopneumonia diperoleh
dari anamnesis berupa os batuk berdahak disertai sesak dan demam tinggi. Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan ronkhi basah halus dikedua lapang paru. Diagnosis Diare akut diperoleh dari
anamnesis berupa os bab cair 4x/ hari disertai lendir selama 4 hari dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri perut dan bising usus meningkat. Dan diagnosis konjungtivitis diperoleh
dari anamnesis berupa os mengeluh mata perih dan merah disertai adanya sekret pada ketika
bangun tidur dibulu mata.
Penatalaksanaan untuk pasien adalah dilakukan bad rest, terapi cairan yang cukup serta
suplementasi vitamin A untuk mengatasi Morbili dikarena tidak ada terapi spesifik untuk
Morbili serta diberikan symptomatik berupa obat penurun panas. Selain itu pemberian
antibiotic yang sesuai untuk mengatasi radang paru dan radang selaput mata yang disebabkan
oleh adanya infeksi. Suplementasi zinc perlu diberikan untuk mengatasi diare akut yang
terjadi serta antibiotik untuk mengatas penyebab diare.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Campak (morbili)


Definisi

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,

dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran

pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah

dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.

Etiologi

Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)

Patofisiologi

Penularan virus yang infeksius sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat

menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara,

terjadi antara 1 2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Lesi

utama tampak ditemukan pada kulit penderita, mukosa nasofarink, bronkus, saluran cerna dan

konjungtiva serta masuk ke dalam limfatik lokal. Virus memperbanyak diri dengan sangat

perlahan dan di situ mulai penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Sel mono

nuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak. Virus masuk

ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitil orofarink, konjungtiva, saluran

nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke 9 10 fokus infeksi yang berada di epitel

saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Virus yang

masuk ke pembuluh darah menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas adalah

batuk, pilek, disertai konjungtivitis, demam tinggi, ruam menyebar ke seluruh tubuh, timbul

bercak koplik.
Pada hari ke-14 sesudah awal infeksi akan muncul ruam makulopopular dan saat itu

antibodi humoral dapat dideteksi. Daya tahan 3 tubuh akan menurun sebagai akibat respon

terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring

dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa

bronkopnemoni, otitis dan lain-lain

Gejala klinis

Gejala Klinis Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:

Stadium kataral (prodormal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk,

fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum

timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar

ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan

menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh

mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis

sebagai influenza.

Stadium erupsi

Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan

batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang

terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula

disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas

tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan

ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan

abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan

menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-

kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering

ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal

kecuali bila ada komplikasi.

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin
Isolasi Virus
Serologi virus

Diagnosis

Diagnosis Banding

Rubella (campak Jerman)

Scarlet Fiver

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)

Roseola Infantum (Exanthem Subitum)

Molluscum Contagiosum.

Komplikasi

Ensefalitis
Otitis Media
Konjungtivitis
Pneumonia
Diare

Tatalaksana

Supportif
Tirah Baring

Disarankan rawar inap jika :

Hiperpireksia
Dehidrasi
Kejang
Asupan oral sulit
Dengan komplikasi

Tanpa Komplikasi

Pemberian Cairan yang cukup


Vitamin A
Tanpa malnutrisi : 100.000 IU
Dengan Malnutrisi : +1500 IU/ hari

Dengan Komplikasi

Ensefalopati
Kloramfenikol : dosis 75 mg/KgBB/hari dan Ampisilin 100 mg/KgBB/hari selama 7-

10 hari
Kortikosteroid : dosis 1mg/kgBB/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5g/KgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik kemudian jika sudah 5 hari di

tapering off.
Bronkopneumonia
Kloramfenikol : dosis 75 mg/KgBB/hari dan Ampisilin 100 mg/KgBB/hari selama 7-

10 hari
Oksigen 2 Liter/menit
2.2 Pneumonia

2.2.1 Definisi
Infeksi akut pada parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan intertisiel.
2.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan umur
Menurut IDAI
1. Usia kurang dari 2 bulan
Pneumonia Berat :
nafas cepat atau retraksi yang berat atau tarikan dinding bagian dalam ke
bawah
Pneumonia Sangat Berat :
tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau hipotermia,
bradipnea atau pernafasan ireguler.

2. Usia 2 bulan 5 tahun


Pneumonia Ringan :
Nafas Cepat
Pneumonia Berat :
Retraksi atau tarikan dinding bagian dalam ke bawah
Pneumonia Sangat Berat :
Tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi
Berdasarkan lokasi
Pneumonia Lobaris
Bronkopneumonia
Berdasarkan Etiologi
Pneumonia Bakterial
Pneumonia Virus
Pneumonia Aspirasi

2.3 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara terutama di
negara berkembang termasuk di Indonesia. Insidens pneumonia anak <5 tahun di negara maju
adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun. Sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di
negara berkembang.
2.4 Etiologi

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus, jamur, dan
bakteri. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang daari 5 tahun.
Pneumonia dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, maupun jamur :
Virus :
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada
balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat
dan kadang menyebabkan kematian. Virus lain yang menyebab pneumonia adalah
adenovirus, dan parainfluenza virus .

Bakteri :
Pneumonia yang disebabkan bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae yang normalnya berada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan
tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat,
napas cepat dan denyut jantungnya meningkat cepat. Selain streptococcus pneumoniae
bakteri lain yang menyebabkan pneumonia adalah Mycoplasma Pneumoniae dan Chlamidya
Pneumoniae.
Jamur:
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana
spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah
Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.

2.5 Patogenesis
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh melemahnya mekanisme pertahan paru. Sebagian besar pneumonia
terjadi akibat aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari saluran pernafasan
atas hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia/bakteremia.
2.6 Manifestasi klinis

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis biasanya berat
yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus.
Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik),
gejala pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam,
menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan
gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru timbul
setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan
batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu.
Otot bantu napas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya
dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk.3 Frekuensi napas merupakan
indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk
mendukung diagnosis dan memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas
dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk
menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi
napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan), dan harus memerlukan
perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai nilai
diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar; suara redup pada perkusi
biasanya karena adanya efusi pleura.
Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus
yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan
balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit
untuk diidentifikasi.3 Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial
awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada
seluruh kasus.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, untuk menunjang diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan lab darah untuk membedakan apakah pneumonia ini disebabkan oleh
bakteri ataupun virus. Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri umumnya hasil
pemeriksaan berupa leukositosis sedangkan pada pneumoa yang disebabkan oleh virus
didapaktan leukopenia. Pada pemeriksaan foto rontgen toraks perlu dibuat untuk menunjang
diagnosis, selain untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto torak
antero proterior (AP) dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru,
luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, dan efusi pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama
pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia karena H.
influenzae dan S. aureus, tapi jarang pada pneumonia S. pneumoniae. Adanya gambaran
pneumatokel pada foto toraks mengarahkan dugaan ke S. aureus.
Kecurigaan ke arah infeksi S. aureus apabila pada foto rontgen dijumpai adanya
gambaran pneumatokel dan usia pasien di bawah 1 tahun. Foto rontgen toraks umumnya akan
normal kembali dalam 3-4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin
kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi pleura, pneumotoraks atau komplikasi lain.3
Sebagaimana manifestasi klinis, demikian pula pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan
perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Apabila dijumpai adanya gambaran
butterfly di sekitar jantung /parakardial maka kemungkinan infeksi oleh virus. Pada sebagian
besar kasus, pemeriksaan ekstensif tidak perlu dilakukan, tapi pemeriksaan laboratorium
mungkin membantu dalam memperkirakan kuman penyebab. Leukositosis hingga >15.000/ul
seringkali dijumpai.3 Dominasi neutrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri
menununjukkan bakteri sebagai penyebab. Leukosit >30.000/ul dengan dominasi neutrofil
mengarah ke pneumonia streptokokus.3,7 Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP)
indikator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit membantu. Adanya CRP yang
positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Biakan darah merupakan cara yang spesifik
untuk diagnosis namun hanya positif pada 10%-15% kasus terutama pada anak kecil. Adanya
efusi pleura menguatkan dugaan bakteri sebagai penyebabnya. Empiema lebih banyak
dijumpai pada anak.

2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis
maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.9 Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama
berdasarkan manifestasi klinis, dibantu pemeriksaan penunjang lain. Tanpa pemeriksaan
mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman penyebab; bakteri,
virus, atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering mengenai bayi dan balita dibanding
anak yang lebih besar. Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik,
demam tinggi disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan cepat. Pneumonia viral
biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak tinggi, gejala batuk
dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus biasanya melibatkan banyak organ
bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin banyak organ tersebut terlibat makin
besar kemungkinan virus sebagai penyebabnya. Pneumonia bakterial bersifat khas yaitu
hanya organ paru yang terkena.Tabel dibawah ini dapat membantu dalam membedakan
kuman penyebab pneumonia :

Pemeriksaan Pneumonia Bakteri Virus Mikoplasma


Anamnesis :
Umur Berapapun, Berapapun Usia sekolah
Awitan Perlahan Tidak nyata
bayi
Sakit serumah Mendadak Ada, ya,
Batuk Tidak bersamaan berselang
Gejala Produktif Non-produktif kering
penyerta Toksik Mialgia, ruam nyeri kepala,
nyeri otot,
neri
tenggorokan
Pemeriksaan Fisik :
Demam Umumnya 39o C Umumnya 39o C Umumnya 39o C
Auskultasi Ronkhi kurang Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,
terengar, suara nafas difus, mengi. mengi.
melemah

2.10 DIAGNOSIS BANDING


TB PARU
ASMA BRONKIALE
Bronkiolitis
Bronkitis akut
2.11 KOMPLIKASI

Effusi pleura
Pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag alveolar
yangakan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang peningkatan permeabilitas
vaskular.Permeabilitas vaskular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari
vaskular menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan effusi pleura eksudat.
Empiema
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura. Empiema dapat
terjadiapabila infeksi di parenkim paru menyebar hingga ke rongga pleura. Pembentukan
empiemadapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap eksudatif, fibropurulent, dan
organisational. Padatahap eksudatif terjadi akumulasi cairan di rongga pleura yang
disebabkan oleh inflamasi dan peningkatan permeabilitas di pleura viseral. Tahap
fibropurulen dimulai dengan invasi bakteri dirongga pleura dan ditandai dengan deposisi
fibrin pada membrane pleura viseral dan parietalserta pembentukan septa fibrin, lokulasi dan
adhesi. Aktivitas metabolic yang tinggimenyebabkan rendahnya konsentrasi glukosa dan
penurunan kadar pH, dan lisis neutrofilmenyababkan peningkatan kadar LDH. Apabila
infeksi terus berlanjut, empiema menjaditerorganisir dengan pembentukan lapisan
pleura yang tebal dan nonelastis serta septa fibrin yang padat yang dapat menghambat
pergerakan paru.

Abses paru
Abses paru adalah nekrosis jarinyan pulmoner dan pembentukan kavitas yang berisi
debrisnekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.
Gagal nafas
Gagal nafas adalah ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi fundamental pernafasan
yaituuntuk membawa oksigen ke darah dan untuk mengeliminasi karbondioksida.

2.12 TATA LAKSANA


Pasien pneumonia mempunyai indikasi untuk perawatan di rumah sakit. Kriteria rawat inap
tersebut adalah
Bayi :
Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi Nafas >60x/menit
Distress Pernafasan, apnea, grunting.
Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah.
Anak :
Saturasi Oksigen <92%, Sianosis
Frekuensi Nafas >50x/menit
Distress Pernafasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat bernafas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk mempertahankan saturasi
oksigen >92%. Selain itu pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat. Antipiterik diperlukan jika pasien mengalami
demam. Nebulasi dengan b2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary Clearance. Pasien yang mendapat terapi oksigen harus diobservasi setiap 4 jam
sekali untuk melihat saturasi oksigen.

Tatalaksana Khusus/Etiologi
Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian antibiotik.
Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai
kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara
empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberi
antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri; di samping
kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Streptokokus dan
pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat dicakup oleh ampisilin, sedangkan
hemofilus suatu kuman gram negatif dapat dicakup oleh kloramfenikol. Dengan demikian
keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik lini pertama untuk pneumonia anak tanpa
komplikasi. Secara umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari,
namun dapat sampai 14 hari. Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas
demam. Pada pasien pneumonia community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol
masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin atau makrolid. Tabel 3
memperlihatkan anjuran pilihan antibiotik. Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia
telah banyak dilaporkan. Penggunaan azitromisin dan klaritromisin pada IRBA sama
efektifnya dengan pemberian co-amoksiklav.
Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila
dibandingkan dengan co-amoksiklav. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari
efektifitasnya setara dengan pemberian co-amoksiklav selama 10 hari. Penggunaan
klaritromisin secara multisenter pada pneumonia mendapatkan hasil yang cukup baik dalam
hal efektifitas dan efek sampingnya. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual,
nyeri abdomen didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan
antibiotik lain. Antibiotik intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima obar
per orala atau termasuk pneumonia berat , dan yang dianjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol, ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime. Pemberian antibiotik oral harus
dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat terapi antibiotik intravena.

2.14 PROGNOSIS
Pneumonia Ringan
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Pneumonia Berat
Ad Vitam : Dubia Ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia Ad Malam
Ad Sanationam : Dubia Ad Malam
Pneumonia Sangat Berat
Ad Vitam : Ad Malam
Ad Fungsionam : Ad Malam
Ad Sanationam : Dubia Ad Malam

Kongjungtivitis

Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu.
Epidemiolgi
Klasifikasi
1. Penyebab
Bakteri
Virus
Alergi
2. Waktu
Akut
Subakut
Kronik
Etiologi
Bakteri
Konjungtivitis bakteri akut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae,
Neisseria kochii, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.
Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut
adalah H influenza dan Escherichia coli
Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan
herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70,
Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus.
Alergi
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan
yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,
keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan
faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya.
Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai
dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal
konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis
atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau
mata buatan dari plastic

Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai
injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada
kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan
pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman
penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun
mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata
yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang
dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis
setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan
atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada
konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut
yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis
nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema
palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis.
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya.
Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama
adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan
kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata
sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan
banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan
keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian
palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat
ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa
dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal.

Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme
pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat
menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya
kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran
darah.Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik.
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem
imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang
terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip.
Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan
infeksi pada konjungtiva
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
Tatalaksana
Bakteri :
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas.
Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-
negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva.
Virus :
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun
antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea.
Alergi :
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal
dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
untuk meredakan gejala lainnya

Diare
Definisi
buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertaiperubahan
konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
Epidemiologi
Diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada anak di negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia. Beberapa upaya menurunkan angka kematian selama
beberapa dekade terakhir, diare dan kurang gizi yang saling berhubungan sebab akibat masih
merupakan penyebab tersering disability adjusted life years (DALYs). Diare menyebabkan 1-
2,5 milyar kesakitan dan 1,5-2,5 juta kematian per-tahun pada anak kurang dari lima tahun di
negara yang sedang berkembang. Berdasarkan data survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 penyebab secara umum kematian bayi dan anak di bawah usia lima tahun (balita)
adalah diare, secara berturut-turut 41,4% dan 25,2%.4 Diare persisten dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan, defisiensi mikronutrien, gangguan tumbuh kembang, dan
meningkatan angka kesakitan dan kematian dari penyakit lain. Saat ini data epidemiologi
diare persisten di Indonesia belum ada, namun data prevalensi diare persisten di rumah sakit,
antara lain RSCM, dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2010 sebesar 19%.
Klasifikasi
Diare Akut
Diare < 14 hari
Diare Kronik
Diare >14 hari dan berhubungan dengan sindrom malabsorbsi dan tidak
infeksius.
Diare Persisten
Diare >14 hari yang bersifat infeksius.

Etiologi
Infeksi
Makanan
Psikis
Malabsorbsi

Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2) sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit; 5) Motilitas
dan waktu transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi dinding usus,
disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi. Diare osmotik
disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang hiperosmotik, malabsorbsi umum dan
defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa
atau galaktosa. Diare sekretorik disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis ditemukan
diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia colli. Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi
micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier hati. Defek sistem pertukaran
anion/transpor elektrolit aktif di enterosit; diare tipe ini disebabkan adanya hambatan
mekanisme transport aktif NA+ K + ATP ase di enterosit dan diabsorbsi Na+ dan air yang
abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas
dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan
eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi air-elektrolit. Inflamasi
mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau noninfeksi (kolitis
ulseratif dan penyakit Chron) . Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab
tersering dari diare. Dilihat dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif
(tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan
diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera.

Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau eltor merupakan protein yang
dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF
siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion
bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium melalui
mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion, kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi
secara aktif oleh dinding sel usus. Progresivitas diare akut menjadi persisten akibat interaksi
kompleks beberapa mekanisme patofisiologi yang mempengaruhi status nutrisi. Di antaranya
bakteri tumbuh lampau akibat kolonisasi usus halus oleh mikroflora dapat memberikan
dampak yang besar. Fenomena patofisiologi tersebut, yang erat hubungannya dengan bakteri
anaerob seperti Veillonella dan spesies Bacteroides, merupakan predisposisi terjadinya
kerusakan usus.18 Perubahan patologik yang terjadi akibat kemampuan bakteri anaerob
menginduksi dekonyugasi dan 7-dehidroksilasi dari asam empedu primer kolat dan asam
keno-deoksikolat, mengkonversinya menjadi asam empedu sekunder (deoksikolat dan asam
litokolat), yang menyebabkan kerusakan mukosa jejunum. Jika terjadi di lumen usus halus,
asam empedu sekunder yang tidak terkonyugasi akan menginduksi sekresi natrium dan air,
serta malabsorpsi glukosa; dan dapat menyebabkan kerusakan barier permeabilitas usus halus
yang selanjutnya akan memfasilitasi masuknya makromolekul yang berpotensi menyebabkan
alergi. Selain itu adanya garam empedu sekunder dan tidak terkonyugasi di usus halus. akan
mencegah terbentuknya campuran micelles yang memegang peran penting pada solubilisasi
lemak pada diet.
Hal ini akan berakibat berkurangnya fungsi digesti dan malabsorpsi lemak,
menyebabkan stetorrhea. Selanjutnya akan terjadi malabsorpsi makromolekul dan
mikronutrien, serta peningkatan permeabilitas usus terhadap bakteri antigen / protein asing.
Pasien akan mengalami komplikasi klinis, seperti alergi terhadap protein dalam diet atau
intoleransi terhadap beberapa makanan, terutama laktosa bahkan terhadap monosakarida.
Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan usus lebih lanjut dan lingkaran setan antara diare,
malabsorpsi, dan malnutrisi energi-protein (MEP). Hal tersebut merupakan gambaran
kegagalan perbaikan mukosa jejunum dan defisiensi mikronutrien spesifik.19 Salah satu
akibat malabsorpsi nutrien akan terjadi peningkatan volume tinja yang dapat menyebabkan
balans zinc negatif.22,23 Zinc sangat dibutuhkan untuk menjaga integritas dan fungsi status
imunitas tubuh.24 Hal tersebut terjadi melalui mekanisme limfo-proliperatif dan efek anti-
oksidan. Efek anti-oksidan tersebut akan meningkatkan mekanisme protektif tubuh dan
dikombinasikan dengan peningkatan pembelahan sel, maka zinc akan berperan pada
perbaikan kerusakan jaringan dan penyembuhan luka. Defisiensi zinc akan menyebabkan
penurunan percepatan tumbuh, perbaikan jaringan dan imunokompeten pada anak.

Gejala klinis
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir. ataupun darah. Warna tinja
bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubunubun besar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik
- Mata : Normal
- Rasa haus : Normal,
- minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat
Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Anamnesis
volume,
konsistensi
dan frekuensinya.
terakhir.
lain
Tindakan
ke tinja,
yangMakanan
menyertai
Puskesmas
yang
imunisasinya warna,
Kencing:
dan
telah
atau bau,
seperti:
dilakukan
Rumahbiasa,
keminuman ada
batuk, berkurang,
/ tidak
yang
ibu pilek,
Sakit lendir
diberikan
selama otitis
dananak jarang
dan memberi
media,
selama
obat-obatan
diare: darah.
atau tidak
campak.
diare.
yang Bilakencing
disertai
Adakah
diberikan
oralit, dalam
muntah:
panas atau
membawa
serta 6berobat
volume
8 jam
penyakit
riwayat

Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Pada darah rutin perlu diperhatikan jumlah sel darah putih untuk menentukan apakah diare
disebabkan adanya infeksi atau non-infeksi. Pada diare yang disebabkan infeksi bakteri
didapatkan leukositosis.
Analisis Feses
Digunakan untuk menemukan bakteri, protozoa, atau parasit lainnya.

Tatalaksana
Resusitasi segera
terapi antibiotik dan stabilisasi Eksaserbasi akut dan keluhan muntah persisten memerlukan
penanganan segera menggunakan cairan intra vena. Gangguan elektrolit, seperti hipokalemia,
dan asidosis metabolik berat memerlukan koreksi. Sebanyak 30-50% anak dengan diare
persisten dan malnutrisi terbukti menderita infeksi sistemik (bakteremia, pneumonia, dan
infeksi saluran kemih), dan kondisi ini sering menyebabkan kematian pada anak dengan diare
persisten.26 Pada anak dengan infeksi berat sebaiknya diberikan antibiotik intra vena sambil
menunggu hasil biakan.21 Terapi antibiotik diindikasikan pada infeksi Salmonella, Giardia,
Cyclospora Strongyloides,enteroaggregative E coli (terutama bila pasien berusia kurang dari
3 bulan, malnutrisi, imunosupresif, atau terbukti terinfeksi oleh penyakit invasif),27
Shigella,28 dan enteropathogenic E coli.

Terapi rehidrasi oral


Kehilangan yang terus menerus melalui tinja atau muntahan paling ideal digantikan oleh
cairan rehidrasi oral bila anak dengan diare persisten mengalami dehidrasi ringan-sedang.
Pemberian terapi cairan secara intravena bila anak mengalami dehidrasi berat ataupun syok
hipovolemia. Pemilihan diet dan nutrisi enteral Anak dengan diare persisten dan malnutrisi
akan mengalami perubahan struktur usus yang menyebabkan menurunnya kemampuan enzim
di brush-border usus, yang berakibat kepada kondisi malabsorpsi. Kebanyakan mereka tidak
terbukti mengalami intoleransi laktosa, namun konsumsi laktosa melebihi 5g/kg per-hari akan
menyebabkan kehilangan tinja yang banyak sehingga terjadi gagal terapi. Strategi alternatif
untuk mengurangi beban laktosa pada anak dengan diare persisten dan malnutrisi adalah
dengan cara menambahkan susu pada sereal ataupun mengganti susu dengan produk
fermentasi (misal: yoghurt). Jika terjadi intoleransi terhadap makanan, pemberian formula
atau susu sapi masih dapat diberikan; walaupun pemberian diet yang bebas susu sapi sangat
dianjurkan, misalnya: diet dengan bahan dasar ayam cincang atau diblender, ataupun formula
elemental.

Suplementasi Mikronutrien
Kebanyakan anak dengan diare persisten dan malnutrisi mengalami defisiensi mikronutrien,
di antaranya zinc, selenium, besi dan vitamin A. Hal ini akibat masukan yang kurang dan
kehilangan melalui saluran. Mikronutrien tersebut perlu diberikan sebagai bagian tata laksana
diare persisten, yaitu pemberian dosis inisial 100.000 U vitamin A dan 3-5mg/kg per-hari
elemental zinc. Pemberian zinc 10mg/hari selama 2-3 bulan setelah diare berhenti dan
defekasi menjadi normal dapat mencegah terulangnya episode diare. Manfaat pemberian zinc
dengan cara meningkatkan reabsorpsi air dan elektrolit di usus, serta meningkatkan kapasitas
regenerasi epitel usus.Peningkatan jumlah disakaridase di brush-border usus menunjukkan
peningkatan efek transporter khusus elektrolit tersebut dan respons imun yang berpotensi
untuk pertahanan usus tersebut.6 Pemberian zat besi sebaiknya setelah diare berhenti dan
asupan makanan membaik.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1 http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-

2012.pdf
2 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20116/4/Chapter%20II.pdf

3 Furuse Y, Suzuki A, Oshitani H. Origin of measles virus: divergence from

rinderpest virus between the 11th and 12th centuries. Virology Journal.

2010; 7:52-5.
4 2WHO/UNICEF: WHO/UNICEF Joint Annual Measles and Rubella Report

2011. 2011. Diunduh http://www.measlesrubellainitiative.org/wp

-content/uploads/2013/06/MRI-2011- Annual-Report.pdf

5 Mursinah, Jekti RP, Subangkit. Pengaruh Usia dan Waktu Pengambilan

Sampel pada Surveilans Campak Berbasis Kasus (CBMS) di Pula Sumatra

dan DKI Jakarta Tahun 2009. Suplemen Media Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. 2010(XX): S25-9.

6 WHO. Measles. 2015. Diakses dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheet s/fs286/en/

7 Munasir Z. Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Campak. Sari

Pediatri, Vol , no 2, Agustus 2000 : 72-76

8 http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/bagaimana-menangani-diare-pada-

anak

Anda mungkin juga menyukai