Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap tahun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menghimpun dan
membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Penyusunan anggaran merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan banyak pihak,
termasuk semua departemen dan lembaga serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Provinsi/Kota/Kabupaten. Peran
DPR/DPRD dalam penyusunan anggaran menyebabkan penyusunan anggaran lebih
transparan, demokratis, objektif dan akuntabilitas. Salah satu keuangan negara adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencakup seluruh penerimaan
dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut rekening
Bendaharawan Umum Negara (BUN) di Bank Sentral. Di lain pihak, pada tingkat
Pemda, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat
perincian sumber-sumber pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah
dalam waktu satu tahun. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 mengartikan APBD
sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah. Pentingnya perumusan APBN
dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari
bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan
adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini diharapkan dapat mengetahui proses
dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan dan pengajuan
sampai tahap pengesahannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.1.1. Pengertian APBD


APBD adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
APBD dapat diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian sumber-sumber
pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah dalam waktu satu
tahun. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 mengartikan APBD sebagai
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Perda). Adapun landasan hukum penyusunan APBD adalah:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah pasal
25 yang berbunyi: Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang...,
menyusun dan mengajukan Rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 4 yang berbunyi: Penyelenggaraan
urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
didanai APBD. APBD harus disusun Pemerintah Daerah setiap tahun, yang
dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah:
a. Gubernur dan perangkatnya yang memerintah daerah propinsi.
b. Walikota dan perangkatnya yang memerintah daerah kota (dulu
disebut Kota Madya).
c. Bupati dan perangkatnya yang memerintah daerah kabupaten.
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara
Pengawasan, Penyusunan, dan Penghitungan APBD.

APBD disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam


melaksanakan kegiatan pemerintah daerah. Sehingga dengan adanya APBD,
pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang

2
akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus
dikeluarkan, selama satu tahun. Dengan adanya APBD sebagai pedoman,
kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.

2.1.2. Fungsi APBD


Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003, APBD
memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi Otorisasi berarti APBD menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan berarti APBD menjadi pedoman bagi pemerintah
daerah untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan berarti APBD menjadi pedoman untuk menilai
(mengawasi) apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi berarti APBD dalam pembagiannya harus diarahkan
dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi berarti APBD dalam pendistribusiannya harus
memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sesuai dengan pendekatan kinerja
yang diterapkan pemerintah saat ini, maka setiap alokasi APBD harus disesuaikan
dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai. Sehingga kinerja pemerintah daerah
dapat diukur melalui evaluasi terhadap laporan APBD. APBD terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang


meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah,
dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana

3
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.1.3. Prinsip Penyusunan APBD


Penyusunan APBD tahun anggaran harus didasarkan prinsip sebagai
berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
2. APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang APBD;
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

2.1.4. Struktur Penyusunan APBD


Struktur APBD dalam keuangan daerah diklasifikasikan menurut urusan
pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan
pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:
1. Pendapatan daerah yang meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Pendapatan Daerah selanjutnya dikelompokan atas: Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, pendapatan daerah yang sah, dan
lain-lain.
2. Belanja daerah meliputi seluruh pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam

4
satu tahun anggaran dan tidak diperoleh kembali pembayarannya oleh
daerah. Belanja daerah selanjutnya dikelompokan atas: belanja tidak
langsung dan belanja langsung.

3. Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutupi


defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Pembiayaan daerah terdiri dari:
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan

2.1.5. Proses Penyusunan APBD


Pedoman Penyusunan Anggaran seperti tercantum dalam Permendagri
Nomor 26 Tahun 2006 memuat antara lain:
1. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah.
2. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran bersangkutan.
3. Teknis penyusunan APBD.
4. Hal-hal khusus lainnya.
Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas
dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan
patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Proses perencanaan dan
penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.
2. Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran.
3. Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara.
4. Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.
5. Penyusunan rancangan perda APBD.
6. Penetapan APBD.

Dari uraian di atas, maka proses penyusunan APBD dapat digambarkan


sebagai berikut:
1. Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Bila dilihat dari waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah daerah
dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Rencana Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20
tahun; Rencana Jangka Menengah Daerah. (RPJMD) merupakan

5
perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan daerah.
Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari: Rencana Strategi
(Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun.
2. Yang dilibatkan dalam penyusunan APBD adalah rakyat, eksekutif, dan
legislatif. Pada proses penyusunan APBD rakyat hanya dilibatkan pada
tingkat Musyawarah Pembangunan Kelurahan (Musbangkel) dan Unit
Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) saja. Pada tingkat Rapat Koordinasi
Pembangunan (Rakorbang) dan Pengesahan RAPBD rakyat sama sekali
tidak dilibatkan. Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak
boleh ditinggalkan, yaitu adalah
a. Transparansi dan Akuntabilitas
b. Disiplin Anggaran
c. Keadilan Anggaran
d. Efesiensi dan Efektifitas
e. Format Anggaran
f. Rasional dan Terukur
g. Pendekatan Kinerja Dokumen Publik
3. Perubahan APBD merupakan penyesuaian target kinerja dan/atau
prakiraan/rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang telah
ditetapkan sebelumnya untuk dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD serta ditetapkan dengan peraturan daerah.
Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah
(Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan,
pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, kekuasaan tersebut
dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang
daerah di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah.
4. Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD dapat dilakukan apabila
terjadi: Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA.

6
Perkembangan yang tidak sesuai adalah pelampauan atau tidak tercapainya
proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, dan lain-lain.

Jadwal Penetapan APBD


No Uraian Waktu Lama
1 Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei
2 Penyampaian KUA dan PPAS oleh Minggu 1bulan Juni 1 minggu
Ketua TAPD kepada kepala daerah
3 Penyampaian KUA dan PPAS oleh Pertengahan bulan Juni
kepala daerah kepada DPRD 6 minggu
4 KUA dan PPAS disepakati antara Akhir bulan Juli
kepala daerah dan DPRD
5 Surat Edarankepala daerah perihal Awal bulanAgustus
1 Minggu
Pedoman RKA-SKPD
6 Penyusunan dan pembahasan RKA- Awal Agustus sampai
SKPD dan RKA-PPKD dengan akhir September 7 Minggu
serta penyusunan Rancangan APBD
7 Penyampaian Rancangan APBD Minggu pertama bulan
2 Bulan
kepada DPRD Oktober
8 Pengambilan persetujuan Bersama Palinglama 1 (satu) bulan
DPRD dan kepala daerah sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan
9 Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja (bulan
Desember)
10 Penetapan Perda APBD dan Perkada Paling Lambat Akhir
Penjabaran APBD sesuai dengan Desember (31 Desember)
hasil evaluasi

Garis Besar Penyusunan APBD

Pemerintah Menyampaikan kebijakan DPRD


Selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan
Daerah umum APBD tahun
Pemda anggaran
Kebijakan berikutnya
Membahas kebijakan umum
&DPRD umum APBD dalam pembicaraan
membahas APBD pendahuluan RAPBD tahun
prioritas disepakati anggaran berikutnya
Dijadikan acuan bagi
dan plafon
setiap Satuan Kerja
anggaran
Perangkat Daerah
sementara
7
Kepala SKPD Menyusun rencana kerja dan DPRD
anggaran satuan kerja
perangkat daerah tahun
berikutnya, perkiraan belanja
tahun berikutnya
Hasil Pembahasan dalam
Pejabat pembahasan pembicaraan
pengelola rencana kerja pendahuluan RAPBD
keuangan dan anggaran
Bahan penyusunan
daerah
rancangan perda tentang
APBD tahun berikutnya
Gambar 1.1

Garis besar penetapan APBD


Pengajuan minggu I bulan
Pemerintah
oktober Rancangan peraturan oktober tahun sebelumnya
daerah daerah tentang APBD
DPRD
desertai penjelasan &
dokumen2 pendukungnya

APBD
Paling lambat 1 bulan sebelum tahun anggaran
ditetapk APBD Pengambilan Pembahasan
an disetujui keputusan rancangan perda
dengan
tentang APBD
Perda
Gambar 1.2

Sebagai peraturan pelaksanaan dari paket Undang-undang Keuangan


Negara, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 10 menulis ulang kewenangan Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang Daerah yang ada dalam Undang-Undang termasuk
kewenangan melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja dan kewenangan melakukan ikatan perjanjian dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut tidak
mengatur bahwa kewenangan dimaksud dapat dilimpahkan kepada pejabat lain.
Peraturan Pemerintah tersebut hanya mengatur bahwa dalam melaksanakan
program dan kegiatan, PA/KPA dapat menunjuk Pejabat Pengelola Teknis
Kegiatan (PPTK) dengan tugas salah satunya menyiapkan dokumen anggaran atas
beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri

8
Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah Pasal 12 Ayat (6) dijelaskan bahwa dokumen administratif yang disiapkan
oleh PPTK meliputi dokumen administratif kegiatan dan dokumen administratif
yang terkait dengan persyaratan pembayaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri yang menjadi pedoman pengelolaan
keuangan daerah (APBD), tidak digunakan terminologi pembuat komitmen
maupun nama jabatan pejabat pembuat komitmen.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 memberikan
penegasan kedudukan PPK dalam rangka pelaksanaan APBD, tanpa menjelaskan
definisi PPK. Terdapat 2 pasal yang mengatur tentang PPK yaitu Pasal 10A dan 11
Ayat (5) yang menyatakan bahwa dalam pengadaan barang/jasa, Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran bertindak sebagai PPK sesuai Peraturan
Perundang-Undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan
Perundang-Undangan dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010
yang salah satu pengaturannya adalah PPK wajib memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang/Jasa. Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 mengalami hambatan di lapangan apabila Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa, krena Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut tidak memberikan
kewenangan kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk
menunjuk pegawai/pejabat lainnya yang memenuhi persyaratan menjadi PPK
berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

2.2.1. Pengertian APBN


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari-31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN mencakup seluruh

9
penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut
rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di Bank Sentral. Pada dasarnya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. Seluruh penerimaan dan pengeluaran harus dimasukkan dalam rekening
tersebut, kecuali pada alasan berikut :
a. Untuk mengelola pinjaman luar negeri untuk proyek tertentu sebagaimana
disyaratkan oleh pemberi pinjaman.
b. Untuk mengadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu seperti dana
cadangan dan dana penjamin deposito.
c. Untuk mengadministrasikan penerimaan dan pengeluaraan lainnya yang
dianggap perlu untuk dipisah dari rekening BUN, dimana suatu
penerimaan harus digunakan untuk tujuan tertentu.

2.2.2. Fungsi APBN


APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan
negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan
nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi
hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran
harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat
menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun
tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka
negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan
tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun

10
proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa
berjalan dengan lancar.

3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk


menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah
bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang
negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk


mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus


memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi


alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

2.2.3. Prinsip Penyusunan APBN


Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.
2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN


adalah:
1. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan
2. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

11
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator
perekonomian makro, yaitu: Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah,
pertumbuhan ekonomi tahunan (%), Inflasi (%), Nilai tukar rupiah per USD, Suku
bunga SBI 3 bulan (%), Harga minyak indonesia (USD/barel), Produksi minyak
Indonesia (barel/hari).

12
2.2.4. Struktur Penyusunan APBN
1. Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
Penerimaan Perpajakan, Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Pajak Perdagangan
Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas: Penerimaan
SDA (Migas dan Non Migas). Bagian Laba BUMN, Pendapatan
Nasional Bukan Pajak (PNBP) lainnya.
b. Hibah
Hibah mempunyai pengertian bantuan yang berasal dari swasta, baik
dalam negeri maupun luar negeri, dan pemerintah luar negeri
2. Belanja Negara
a. Belanja Pemerintah Pusat: belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi non-BBM,
belanja hibah, belanja sosial (termasuk penanggulangan bencana), dan
belanja lainnya.
b. Belanja Pemerintah Daerah: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana
alokasi khusus, dana otonomi khusus.

3. Pembiayaan
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi pembiayaan perbankan,
privatisasi, surat utang negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi: penarikan pinjaman luar negeri,
terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek.
c. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas jatuh
tempo dan moratorium.

13
2.2.5. Proses Penyusunan APBN

Proses Penyusunan APBN

Gambar 2.1

Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN


dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap pendahuluan, tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN
oleh pemerintah, antara lain: meliputi penentuan asumsi dasar APBN,

14
perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas, dan penyusunan
budget exercise. Tahapan ini diakhiri dengan proses finalisasi penyusunan
RAPBN oleh pemerintah.
2. Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN. Tahapan dimulai
dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota
Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara Menteri
Keuangan dan Panitia Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi
dengan departemen/lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini
adalah UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran. Satuan
anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per
departemen/lembaga, sektor, subsektor, program dan proyek/kegiatan.
3. Tahap ketiga, pengawasan APBN. Fungsi pengawasan terhadap
pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal
maupun internal pemerintah. Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar
Bulan November, pemerintah dalam hal ini Menteri keuangan membuat
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya
dalam bentuk Rancangan Undang-Undang Perhitungan Anggaran Negara
(RUU PAN), yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya
pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan. Laporan ini disusun atas
dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan


negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Rancangan
APBN berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara. Tentang pembiayaan isinya antara lain disebutkan,
dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan
untuk menutup defisit tersebut dalam UU APBN. Dalam hal anggaran
diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan
surplus anggaran kepada DPR. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan Bulan Mei tahun berjalan, kemudian
dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat dengan DPR untuk
membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan anggaran.

15
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/pengguna barang, menyusun rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya, berdasarkan prestasi
kerja yang akan dicapainya. Rencana kerja dan anggaran tersebut disertai
perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun, disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN, dan hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN
tahun berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana
kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pemerintah Pusat mengajukan rancangan UU APBN, disertai Nota
Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR Bulan Agustus
tahun sebelumnya. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN. Pengambilan keputusan
oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak
menyutujui RUU APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

16
2.3. Contoh Kasus

Indonesia Budget Center menemukan fakta adanya usulan proyek oleh DPRD saat
pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta tahun 2015.
Sebanyak 4.399 kegiatan bernilai Rp 10,64 triliun merupakan program kegiatan usulan
baru yang muncul saat pembahasan dengan DPRD. Proses permainan anggaran
pengadaan sarana dan prasarana dimulai saat anggaran berada dibawah pembahasan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dalam penyusunan APBD, Gubernur sebagai eksekutif berhak atau bertindak
sebagai Badan Pengajuan Anggaran. Sedangkan lembaga legislatif atau DPRD
bertanggung jawab pada pembahasan dan persetujuan atas pengajuan anggaran oleh
pemerintah daerah.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Sesuai fungsinya, keberadaan DPRD dalam anggaran hanya bertanggung jawab atas
proses pembahasan dan persetujuan. "Tidak ada kata DPRD boleh mengajukan
anggaran. Faktanya, Indonesia Budget Center menemukan usulan kegiatan oleh oknum
DPRD selama pembahasan di lembaga legislatif ini. Praktek semacam ini yang disebut
sebagai anggaran siluman karena pengusulannya di balik meja.
Oleh karena itu, diduga proses korupsi sudah terjadi sejak perencanaan anggaran
dilakukan. Ia menduga permainan dengan pihak ketiga sudah dilakukkan sejak
penganggaran dalam tahap pembahasan DPRD.
Keduanya saling melempar bola panas berisikan argumen. Ahok menyebut
legislatif telah 'menyunat' anggaran sebesar 10-15 persen dari program-program
unggulan Pemprov hingga muncul Rp 12,1 triliun yang dialokasikan untuk pos yang
dinilainya tidak logis. Adapun kronologi awal mula kekisruhan antara ekeskutif dan
legislatiF adalah sebagai berikut:

1. Pada tanggal 27 Januari 2015


DPRD melalui sidang paripurna menyetujui APBD 2015 sebesar Rp 73,08
triliun. Jumlah tersebut meningkat 0,24 persen dibanding APBD 2014 yang
berjumlah Rp 72,9 triliun. Akan tetapi Wakil Ketua DPRD M Taufik
menyebut, anggaran itu berkurang dari yang diajukan KUA-PPAS oleh Ahok
melalui surat Nomor 2525/-1.173 tanggal 13 November 2014, total RAPBD
2015 mulanya mencapai Rp 76 triliun lebih. Namun setelah melalui

17
pembahasan oleh Badan Anggaran bersama eksekutif akhirnya disepakati
sebesar Rp 73,08 triliun.
DPRD juga memberi 13 catatan untuk program dan kebijakan eksekutif.
Ahok menyebut dana itu akan diprioritaskan untuk penanganan banjir dan
membeli tanah untuk disulap menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH).
2. Pada tanggal 2 Februari 2015
Pemprov DKI pun langsung menyerahkan APBD yang telah disetujui
bersama ke Kemendagri.

3. Pada tanggal 6 Februari 2015


Dokumen APBD 2015 yang diserahkan pada Kemendagri dikembalikan
karena masih ada dokumen yang belum lengkap. Kemendagri sendiri sudah
menerima berkas APBD 2015 Pemprov DKI pada 5 Februari lalu, di mana
dokumen itu sudah dilengkapi surat persetujuan bersama dari DPRD DKI.
Namun, masalah datang dari adanya berkas lampiran yang tak sesuai aturan.
Salah satu penyebabnya adalah kesalahan format yang digunakan Pemprov
DKI karena seluruh penyusunan APBD-nya menggunakan e-budgeting.

4. Pada tanggal 9 Februari 2015


Ahok menduga ada oknum DPRD yang ikut campur tangan dalam
pengajuan format APBD 2015 DKI ke Kemendagri. Menurutnya, ada pihak
legislatif secara diam-diam bersurat ke Kemendagri.

5. Pada tanggal 11 Februari 2015


Ahok murka kepada DPRD karena mempermasalahkan ketiadaan tanda
tangan mereka dalam dokumen APBD yang dikirimnya ke Kemendagri.
Menurutnya, format yang diajukan Pemprov dengan sistem e-budgeting tidak
memerlukan tanda tangan dewan di setiap lembarnya. Sebab, anggaran dalam
e-budgeting angkanya tidak akan mungkin dapat diubah semena-mena.
Bilamana itu terjadi, maka dampaknya adalah bukan tidak mungkin banyak
program Pemprov tertunda.

6. Pada tanggal 23 Februari 2015

18
Setelah Mendagri Tjahjo Kumolo mengirimkan tim untuk membantu
menyelaraskan APBD 2015. Pemprov telah memperbaiki serta melengkapi
dokumen untuk dikembalikan ke Kemendagri. Menurut Sekretaris Daerah,
Saefullah pihaknya hanya terkendala masalah teknis.

7. Pada tanggal 24 Februari 2015


Ahok membeberkan cara DPRD menyelipkan 'dana siluman' dalam APBD
2015 sebesar Rp 12,1 triliun. Menurutnya, anggaran itu muncul setelah sidang
paripurna pada 27 Januari lalu.
DPRD memotong sejumlah anggaran dari program unggulan Pemprov
sebesar 10-15 persen untuk dialihkan ke yang lainnya, seperti pembelian
perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk Kantor Kelurahan Dan
Kecamatan di Jakarta Barat.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
APBD dapat diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian sumber-sumber
pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah dalam waktu satu tahun.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 mengartikan APBD sebagai rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Proses perencanaan dan
penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut: Penyusunan rencana kerja
pemerintah daerah, Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran, Penetapan
prioritas dan plafon anggaran sementara. Penyusunan rencana kerja dan anggaran
SKPD, Penyusunan rancangan perda APBD.
APBN merupakan rencana kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam satuan
uang serta meliputi rencana pengeluaran dan pemenuhan pengeluaran tersebut. Proses
penyusunan hingga penetapannya terdiri atas Pemerintah menyusun rancangan RAPBN
dalam bentuk keuangan dalam sidang kabinet pemerintah yang bersangkutan
pemerintah mengajukan rancangan RAPBN tersebut kepada DPR untuk
dibahas/disidangkan. Dalam RAPBN di depan sidang dewan jika RAPBN tersebut
disetujui maka segera disahkan menjadi RAPBN untuk tahun anggaran ke depan,Jika
rancangan RAPBN yang diajukan tidak disetujui oleh iding anggota dewan maka
pemerintah akan menggunakan pedoman atau APBN tahun sebelumnya.

3.2. Saran
Tugas ini kami buat, agar pembaca khususnya bagi mahasiswa dapat mengetahui
pembelanjaan negaranya dan mengerti tentang hal-hal tersebut atau yang bersangkutan
dengan pembelanjaan negara, sehingga kelak dapat diterapkan di dunia kerja dan juga
bagi para pejabat khusunya pejabat yang bertugas menganggarkan APBD/APBN dapat
memanfaatkan anggaran tersebut sebaik-baiknya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:
Salemba Empat
http://pemerintah.net/fungsi-dan-prinsip-anggaran-daerah/
http://www.budidarma.com/2011/11/anggaran-pendapatan-dan-belanja-daerah.html
https://fileq.wordpress.com/2012/02/20/proses-penyusunan-apbn/
http://www.artikelsiana.com/2014/11/mengenal-sulitnya-cara-penyusunan-
apbn.html
http://metro.tempo.co/read/news/2015/03/10/231648635/begini-cara-masuknya-
dana-siluman-di-apbd-jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai