Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

KEAMANAN PROSES DAN PERTIMBANGAN LINGKUNGAN

4.1 Keamanan Proses


Pada plant ini, ada dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja, yaitu
perilaku yang tidak aman atau hati-hati dari staf yang bekerja di pabrik dan kondisi
lingkungan yang tidak aman bagi pekerja. Penyebab kecelakaan yang paling sering
terjadi adalah akibat perilaku yang tidak aman seperti tidak hati-hati, tidak memenuhi
aturan, tidak dapat mengikuti prosedur kerja standar, tidak memakai alat pelindung diri
serta kondisi tubuh yang lemah/kurang sehat. Beberapa peralatan proses memiliki
potensi menyebabkan kecelakaan kerja untuk staf yang bekerja di pabrik. Peralatan yang
digunakan dalam plant ini tergolong memiliki kapasitas dan ukuran yang besar dan
kondisi operasi yang digunakan cukup rendah. Walaupun begitu, jika salah dalam
mengoperasikannya maka dapat berdampak fatal bagi pekerja dan lingkungan. Solusi
atau cara yang efektif untuk mencegah kecelakaan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengenalkan dan menanamkan K3 pada para staf yang bekerja di pabrik,
sehingga diharapkan melalui kegiatan rutin tersebut dapat menghindari perilaku yang
tidak aman dari para staf yang bekerja.
b. Pekerja harus dilatih terlebih dahulu dalam segala hal yang bersangkutan dengan
teknik pemroduksian, dan harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai cara
kerja dan teknis proses produksi.
c. Pekerja harus dilatih dan mendapatkan simulasi terlebih dahulu terhadap
kemungkinan bahaya yang akan terjadi, misalnya simulasi dalam penanganan saat terjadi
ledakan atau kerusakan alat.
d. Hanya sejumlah kecil pekerja saja yang diperbolehkan bekerja dalam area tertentu
sesuai dengan job desknya.
e. Pekerja yang tidak berkepentingan dilarang melewati area dimana sedang ada
penanganan proses lain.
f. Pekerja yang bekerja harus dilengkapi dengan seragam dan sepatu khusus.
g. Tersedia SOP (Standard operating procedures), yaitu prosedur tertulis resmi
terhadap produk atau bahan tertentu (misalnya pemakaian, pemeliharaan, dan
pembersihan peralatan, pembersihan bangunan, pengawasan lingkungan, serta
pengambilan sampel dan pemeriksaan), untuk menjaga seluruh operasi proses (WHO,
1992).

73
Bahaya pada proses juga dapat disebabkan oleh kondisi bangunan dan peralatan
yang tidak sesuai, misalnya jika kondisi ruangan bangunan tidak sesuai SOP, maka dapat
menimbulkan berbagai dampak negative bagi pekerja maupun lingkungan. Untuk
mecegahnya dapat dilakukan hal sebagai berikut:
a. Bangunan dilokasikan dan didesain harus cocok dan sesuai untuk operasi dan
menampung pekerja.
b. Setiap peralatan sesuai dengan fungsi dan keamanannya.
c. Pencahayaan, pemanas, ventilasi, dan AC didesain untuk menyediakan kondisi
temperatur dan kelembapan yang sesuai, dan menyediakan kondisi yang nyaman bagi
pekerja dalam bekerja. Kondisi bangunan harus dicek pada kurun waktu tertentu dan
setiap kerusakan sekecil apapun harus segera diatasi (WHO, 1992).
Pada plant ini, beberapa bahan dapat menimbulkan bahaya pada tingkat tertentu,
yaitu: NaOH, metanol, H2O, FFA, H3PO4 dan Na3PO4. Pencegahan bahaya dilakukan
dengan pemeriksaan setiap alat yang menampung bahan bahan tersebut diatas. Berikut
ini merupakan uraian bahaya dari setiap bahan berbahaya tersebut:
a. NaOH : Reaktif terhadap logam, berbahaya terhadap manusia (iritan) dan
berbahaya jika disimpan diatas 23oC (Science lab, 2013).
b. Metanol : Sangat eksotermis jika dicampur dengan NaOH, tidak kompatibel
dengan magnesium dan potassium, bersifat mudah meledak, iritan terhadap
manusia (Science lab, 2013)
c. H2O : dalam bentuk steam, H2O sangat berbahaya dan korosif terhadap logam
(Science lab, 2013)
d. H3PO4 : Bersifat sangat korosif terhadap stainless steel tipe 304 dan 316,
tembaga, alumunium, logam besi dan alloynya, sangat berbahaya bagi manusia
(Science lab,2013).
e. Na3PO4 :tidak terlalu bahaya bagi manusia, berbahaya jika disimpan diatas 23 oC,
bersifat toksik terhadap biota akuatik (Science lab,2013).
f. Free Fatty Acid : korosif terhadap logam dan kulit manusia (Science lab, 2013)

Dari bahan-bahan diatas, maka resiko adanya korosi pada setiap alat yang
menampung bahan-bahan tersebut diatas. Berikut ini adalah uraian bahaya korosi pada
setiap alat dan cara menanganinya:

74
4.1.1 Korosi pada Reaktor R-101
Dalam reaktor R-101 terdapat proses adsorbsi Free Fatty Acid dari trigliserida
menggunakan zeolit. Free Fatty Acid bersifat asam karena mengandung gugus asam
karboksilat sedangkan trigliserida dan zeolit memiliki pH yang netral. Korosi yang
mungkin terjadi pada reaktor R-101 adalah Uniform Corrosion dan Crevice Corrosion.
Penyebab terjadinya Uniform Corrosion pada reaktor adalah karena adanya
kandungan asam yang relatif tinggi (Kadar FFA = 4%) dan tingkat kelembaban Kota
Palembang yang cukup tinggi (79%-88%). Uniform corrosion dapat terjadi diseluruh
permukaan dalam maupun luar tangki.
Crevice Corrosion dapat terjadi apabila geometri reaktor yang berdekatan dan
keadaan lingkungan yang tidak mendukung. Walaupun proses adsorbsi berlangsung
pada suhu ambient namun peletakan zeolit secara bed dapat mempercepat crevice
corrosion. Zeolit memiliki bentuk geometri yang tidak beraturan sehingga ketika
diletakkan secara bed, zeolit akan membentuk voids dengan reaktor. Zeolit yang
menyerap FFA (bersifat asam) akan mempercepat crevice corrosion.
Cara mencegah terjadinya uniform corrosion dan crevice corrosion adalah dengan
melakukan beberapa hal berikut:
Meminimalisir adanya kontak antara reaktor dengan zeolit
Penggunaan pipa PVC untuk mengalirkan seluruh refined crude palm oil yang
mengandung FFA
Menggunakan reaktor berbahan stainless steel yang mengandung 4,5% Molibdenum
Melapisi permukaan reaktor dengan epoksi-fenol
Menempatkan reaktor di dalam ruangan untuk mengurangi kontak dengan lingkungan
yang tidak terkontrol

4.1.2 Korosi Pada Heat Exchanger E-101


Dalam heat exchanger terjadi perubahan suhu refined crude palm oil yang masih
mengandung 1% FFA dari suhu ambient (25 oC) menjadi 60oC. Pemanasan
menggunakan saturated steam yang bersuhu 160oC. Korosi yang mungkin terjadi pada
heat exchanger ini adalah Uniform Corrosion. Adanya bahan baku berupa Free Fatty
Acid yang merupakan asam, lingkungan yang bersifat sangat lembab dan perubahan
suhu dari suhu ambient menjadi 60oC membuat korosi uniform terbentuk.
Berikut ini adalah cara pencegahan terjadinya uniform corrosion:
Material heat exchanger adalah carbon steel
Memberikan lapisan epoksi-fenol
Menempatkan heat exchanger di dalam ruangan untuk mengurangi kontak dengan
lingkungan yang tidak terkontrol
75
4.1.3 Korosi Reaktor R-102
Reaktor R-102 adalah tempat terjadinya reaksi esterifikasi. Trigliserida yang
memiliki suhu 60oC akan direaksikan dengan campuran metanol-NaOH. Reaksi
berlangsung pada suhu 60oC dengan waktu tinggal 2 jam. Selain bahan diatas, di dalam
reaktor juga terdapat H2O dan FFA. Air atau H2O didapatkan dari kandungan metanol
95% dan air 5%. Suhu yang tinggi, bahan baku yang bersifat oksidator dan asam serta
terdapat sambungan menuju boiler dan kondensor membuat reaktor R-102 memiliki
resiko terkena uniform corrosion dan caustic corrosion
Penyebab terjadinya Uniform Corrosion pada reaktor adalah karena adanya
kandungan asam (Kadar FFA = 1%) dan tingkat kelembaban Kota Palembang yang
cukup tinggi (79%-88%). Uniform corrosion dapat terjadi diseluruh permukaan dalam
maupun luar tangki.
Caustic corrosion terjadi karena terdapat kandungan NaOH di dalam reaktor.
Walaupun dalam reaksi NaOH hanya sebagai katalis dan tidak bereaksi dengan reaktan,
namun NaOH yang bereaksi pada suhu agak tinggi (60oC) dapat menyebabkan korosi
kaustik. Korosi terjadi karena NaOH dapat menjadi deposit. NaOH yang menjadi
deposit dapat bereaksi dengan reaktor (mengandung Fe) dan membentuk Hidrogen.

Hidrogen yang dihasilkan dapat menyebabkan korosi Hidrogen damage.


Hidrogen akan berdifusi ke reaktor dan grain boundary dan bereaksi material reaktor
membentuk metana.

Korosi kaustik terjadi pada bagian dalam reaktor yang mengalami kontak dengan
NaOH. Berikut ini adalah metode yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
uniform corrosion dan caustic corrosion:
Materi nickel-chromium stainless steel harus dihindari sebagai materi reaktor
Geometri reaktor tidak boleh membuat sudut yang tajam untuk menghindari terjadinya
deposit NaOH
Melapisi permukaan reaktor dengan epoksi-fenol
Menempatkan reaktor di dalam ruangan untuk mengurangi kontak dengan lingkungan
yang tidak terkontrol
Penggunaan pipa PVC untuk mengalirkan input maupun output dari reaktor

4.1.4 Korosi Pada Boiler

76
Fluida dalam boiler adalah air dengan kondisi operasi 120oC dan tekanan 1 atm.
Korosi yang mungkin terjadi: general, pitting corrosion (akibat proses elektrokimia
yang terkonsentrasi pada suatu lokasi secara berkesinambungan), dan embrittlement.
Alasannya adalah air/steam, oksigen terlarut pada air umpan, dan pH air umpan boiler
yang menjadi penyebab korosi.
Pencegahan korosi dapat dilakukan dengan menggunakan penggunaan coating
pada bagian dalam boiler. Pemeriksaan setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui potensi
terjadi korosi juga perlu diperlukan. Selain korosi, adanya kerak yang terbentuk di
dalam boiler juga harus diperhatikan. Pencegahan kerak dilakukan dengan pembersihan
bagian dalam boiler.

4.1.5 Korosi Pada Pipa Kondenser


Fluida yang ada di pipa kondensor adalah campuran uap air + metanol dan air
pendingin. Campuran uap air + metanol adalah sekitar 110 oC sedangkan air pendingin
masuk dalam suhu 25oC. Korosi yang mungkin terjadi adalah general corrosion,
galvanic corrosion, erossion corrosion (disebabkan oleh aliran fluida yang sangat
deras dalam pipa), pitting corrosion (akibat proses elektrokimia yang terkonsentrasi
pada suatu lokasi secara berkesinambungan), dan kavitasi korosi. Cara mencegah
terjadinya korosi dan kebocoran fluida adalah dengan menggunakan pipa PVC dan
melakukan pemeriksaan setiap 6 bulan sekali.

4.2 Dampak Lingkungan dan Pengelolaan Limbah


Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Baku
Mutu Air Sungai dan Baku Mutu Limbah Cair
Pelaku usaha dan atau kegiatan bertanggung jawab atas limbah cair yang dihasilkan
dari setiap usaha dan atau kegiatan berkewajiban untuk:
a) Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke
lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan.
b) Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan limbah cair ke lingkungan
c) Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan
debit harian limbah cair tersebut

77
d) Tidak melakukan pengenceran limbah cair, termasuk mencampurkan buangan air
bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair
e) Memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan air hujan
f) Menyampaikan seluruh laporan mengenai limbah cair kepada Kepala Daerah
melalui Bapedalda setiap 3 (tiga) bulan sekali. Adapun ketentuan ambang batas limbah
cair di Kota Palembang adalah seperti yang tertera pada tabel 1.13 Ambang Batas
Limbah Cair di Kota Palembang.
Pabrik gliserol ini menghasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah padat.
Limbah cair tersebut meliput sisa metanol, air, dan Na 3PO4. Sedangkat limbah padat
berupa zeolit yang mengandung free fatty acid. Metil ester yang merupakan produk
samping dapat dikomersialkan kepada industri biodiesel. Berikut ini adalah penanganan
limbah cair dalam pabrik gliserol:
4.2.1 Metanol + Air
Menurut Purnomo et al (2013), limbah metanol dapat dihilangkan dengan proses
insenerasi dalam suhu 900oC. Sebelum diinsenerasi, metanol yang keluar dari kolom
distilasi akan ditampung di dalam tempat penampungan yang terbuat dari stainless steel
316L. Dari tempat penampungan, metanol + air akan di insenerasi.
4.2.2 Na3PO4
Hasil dari reaksi NaOH dan H3PO4 adalah Na3PO4 dan H2O. Na3PO4 yang keluar
dari sentrifugator V-102 akan ditampung di dalam vessel yang terbuat dari stainless
steel dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu 20oC. Na3PO4 tidak dibuang begitu saja
namun dapat dikomersialkan kepada industri pupuk maupun detergent.

4.2.3 Free Fatty Acid + Air


Campuran Free Fatty Acid + Air yang keluar dari hasil backwashing zeolit dapat
dikomersialkan ke industri biodiesel. Sebelum dikomersialkan, free fatty acid akan
ditampung di dalam vessel yang terbuat dari stainless steel yang telah diberi lapisan
untuk mencegah terjadinya korosi.
4.2.4 Campuran Metil Ester + Sisa Refined Crude Palm Oil
Campuran metil ester dan sisa RCPO yang keluar dari sentrifugator V-102 akan
ditampung di dalam drum bervolume 208 Liter sebelum akhirnya dikomersialkan.
Sifatnya yang tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia serta tidak korosif dan
tidak flammable membuat campuran metil ester dan sisa RCPO tidak memerlukan
penanganan khusus.

78

Anda mungkin juga menyukai