Kadar bitumen pada Lapisan aspal yang baik haruslah memenuhi 4 syarat yaitu stabilitas,
durabilitas, fleksibilitas dan tahanan geser. Tetapi jika memakai gradasi rapat (dense graded)
akan menghasilkan kepadatan yang baik atau stabilitas yang baik sebaliknya jika
menggunakan gradasi terbuka, akan diperoleh kelenturan yang baik tetapi stabilitasnya kecil.
Kadar aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lapisan pengikat antar butir agregat
berkurang, hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat aspal cepat lepas dan durabilitas
berkurang, sedangkan kadar aspal yang tinggi akan mengakibatkan kelenturan yang baik
tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang.
Kadar Aspal
Secara teknis, kadar aspal dalam campuran perkerasan ada 2 macam, yaitu kadar aspal total
dan kadar aspal efektif. Kadar aspal total adalah jumlah aspal yang harus diberikan agar
menghasilkan campuran yang baik, sedangkan kadar aspal efektif merupakan sejumlah aspal
yang tidak diserap agregat dan membentuk selimut pada permukaan agregat. Perencanaan
campuran perkerasan dengan jumlah aspal sedikit untuk menekan biaya, akan menghasilkan
campuran dengan keawetan rendah, karena dengan kondisi ini, selimut aspal pada permukaan
agregat menjadi tipis sehingga mengurangi ikatan antar agregat yang berakibat agregat
mudah terlepas. Campuran dengan jumlah aspal berlebih, selain tidak ekonomis juga tidak
awet. Pada kondisi ini, agregat kehilangan interlocking karena seolah-olah terapung dalam
aspal, selain itu, ada bagian yang kekurangan aspal dan bagian yang kelebihan aspal, karena
aspal mudah mengalir. Perencanaan yang baik, memberikan aspal yang cukup dalam
Pengaruh penambahan asbuton butir terhadap karakteristik campuran beraspal panas adalah
sebagai berikut:
- Makin tinggi kadar asbuton butir akan menyebabkan makin tinggi kadar aspal
optimum campuran.
- Makin tinggi kadar Asbuton Butir akan menyebabkan makin tinggi nilai Stabilitas Marshall
campuran beraspal (optimum pada 7 % asbuton butir) yang berarti makin tahan terhadap
- Kadar Asbuton Butir 7 % menghasilkan nilai Hasil Bagi Marshall campuran beraspal
Kepadatan
Nilai kepadatan campuran dipengaruhi oleh bahan susun, gradasi agregat dan cara
pemadatan. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar kadar asbuton butir maka semakin
tinggi kepadatannya sampai pada titik tertentu kepadatan tersebut akan turun. Kepadatan
meningkat disebabkan oleh bertambahnya kadar bitumen sehingga memudahkan pemadatan
campuran tetapi bertambahnya kadar bitumen yang berlebihan menyebabkan campuran sulit
untuk padat karena tambahan bitumen akan menghasilkan selaput tipis pada masing-masing
agregat yang memberikan jarak antar agregat sehingga menyebabkan kepadatan menurun.
Dalam Asbuton butir semakin besar asbuton butir semakin besar pula mineral yang
terkandung didalamnya, tentunya hal ini akan mempengaruhi kepadatan apabila jumlah
terhadap proses oksidasi dan kelekatan yang lebih baik terhadap campuran
s Menghasilkan kelekatan yang lebih baik antara lapisan SMA sebagai wearing coursen
agregat yang mempunyai gradasi menerus dengan material penyusun agregat kasar, agregat
halus, filler dan aspal. Sifat-sifat dari Aspal Beton antara lain: tahan terhadap keausan lalu
lintas, kedap air dan mempunyai nilai structural, mempunyai stabilitas yang tinggi dan peka
terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan. Oleh karena itu untuk menghasilkan
bermutu baik maka campuran aspal beton tersebut harus memenuhi sifat-sifat campuran
antara lain:
Workabilitas yang cukup untuk memudahkan pengerjaan dan tidak terjadi segresi.
Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis film perkerasan yang
Laston yang direncanakan di Indonesia setara dengan spesifikasi Laston Bina Marga
( Spesifikasi Bina Marga 13 / PT/B/1983). Dan digunakan untuk jalan-jalan dengan lalu lintas
berat, tanjakan, pertemuan jalan dan daerah-daerah lainnya dimana permukaan menanggung
dirancang campuran aspal panas antara lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Kadar aspal relatif tinggi dengan tujuan agar film aspal relatif tebal sehingga tahan
oksidasi.
flow pada kadar tinggi dan tidak peka terhadap cuaca panas/temperature.
Kadar air
Berbeda dengan asbuton campuran panas, kadar air asbuton pada asbuton
melaporkan pengaruh kadar air besar terhadap sifat Marshall campuran asbuton. Hal ini
dapat dimengerti karena air dalam asbuton akan menghalangi kontak antara bitumen
asbuton dan bahan peremaja sehingga menghambat proses peremajaan bitumen yang
Pendahuluan
Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa asbuton campuran panas memiliki
karakteristik yang tidak kalah dibandingkan dengan karakteristik campuran beraspal panas
dengan bahan pengikat aspal minyak (Hot Mix). Namun untuk pelaksanaannya, masih ada
daerah yang tidak memiliki peralatan Unit Pencampur Beraspal (AMP) yang memadai
sehingga tidak dapat melaksanakan pencampuran dengan cara panas. Salah satu alternatif
penggunaan campuran asbuton untuk daerah- daerah tersebut adalah asbuton campuran
dingin. Asbuton campuran dingin adalah campuran yang terdiri dari asbuton, peremaja, dan
agregat yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan tanpa menggunakan pemanasan tambahan.
Campuran ini digunakan untuk lapis permukaan pada jalan dengan lalulintas rendah. Pada
percobaan ini digunakan asbuton konvensional. Seperti umumnya penggunaan Natural Rock
Asphalt, butir asbuton konvensional terlebih dahulu dikondisikan dengan bahan peremaja
(flux oil) tertentu. Agar bitumen keras yang dikandung asbuton akan melunak sedemikian dan
termobilisasi. Setelah pengondisian tersebut diharapkan sifat bitumen asbuton akan setara
dengan sifat aspal minyak standar. Sifat-sifat positif tersebut diharapkan dapat bertahan
selama masa pelayanan perkerasan. Artinya, pemberian bahan pelunak diharapkan akan
Ada empat faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Lasbutag yaitu :
kadar air, variasi kadar aspal, ukuran butir asbuton, dan ketepatan jenis bahan peremaja.
Faktor kadar air adalah faktor yang paling sulit dikendalikan terutama bagi asbuton
konvensional dalam bentuk curah karena tidak adanya upaya yang memadai sejak dari
tersebut perlu dicarikan jalan keluarnya diantaranya dengan penambahan emulgator untuk
menanggulangi kada air dan lateks untuk meningkatkan stabilitas awal. Saat ini produk
asbuton sudah bervariasi dan di pasaran terdapat berbagai pilihan yang pada umumnya
produk asbuton tersebut relatif lebih baik dibanding asbuton konvensional. Namun walaupun
demikian, pada makalah ini hanya dikaji mengenai asbuton konvensional dengan anggapan
apabila campuran dingin dengan asbuton Konvensional ini memiliki karakteristik yang baik,
sudah dapat dipastikan campuran dingin dengan asbuton jenis lainnya pun akan baik pula dan
Asbuton campuran dingin adalah campuran yang terdiri atas asbuton, agregat,
campuran yang dipadatkan pada 2 x 125 tumbukan dan pengujian dilakukan pada
temperatus 50
ternyata tidak mudah menguap setelah campuran dingin dihampar dan dipadatkan,
maka akibatnya aspal dalam campuran terlalu lembek dan campuran mudah mengalami
kerusakan deformasi plastis. Dilain pihak, sering pila terjadi di lapangan, setelah sekian
lama dan kerosin menguap dari campuran dingin asbuton, tampak caampuran menjadi
Selain hal yang telah diuraikan tersebut, masih banyak kendala lain pada
asbuton campuran dingin diantaranya sulitnya penanggulangan kadar air, kadar bitumen
yang terlalu rendah atau terlalu bervariasi, ukuran butiran maksimum yang terlalu besar,
1. Kadar air
Berbeda dengan asbuton campuran panas, kadar air asbuton pada asbuton campuran dingin
kadar air besar terhadap sifat Marshall campuran asbuton. Hal ini dapat dimengerti karena air
dalam asbuton akan menghalangi kontak antara bitumen asbuton dan bahan peremaja
sehingga menghambat proses peremajaan bitumen yang seharusnya terjadi (Gambar 1).
Ketidaksempurnaan proses peremajaan berpengaruh pada daya lekat dan kekenyalan bitumen
yang pada akhirnya akan menyebabkan Terjadinya retak-retak dan lepas-lepas pada
Gambar 1. Kontak antara bahan peremaja dan bitumen asbuton terhambat oleh lapisan air
kadar air asbuton maksimum 6%. Kadar air asbuton konvensional di stockpile dapat
mencapai 20% atau lebih. Penurunan kadar air dengan menjemur asbuton merupakan
alternatif yang termurah, akan tetapi pada saat pelaksanaan, sangat tergantung pada
cuaca. Hal ini dapat menimbulkan keterlambatan pelaksanaan yang pada akhirnya
dapat mendorong kontraktor pelaksana menggunakan asbuton dengan kadar air di atas
Selain kadar air asbuton, kadar air agregat yang tinggi juga akan berpengaruh
terhadap kinerja campuran lasbutag/ latasbusir. Kadar air agregat untuk campuran
2. Kadar Bitumen
bitumen namun kadar bitumen asbuton konvensional sangat bervariasi hingga sekitar
5% pada saat pengapalan dan sekitar 3,8% di stockpile. Seperti diketahui, variasi kadar
bitumen dalam campuran yang diijinkan adalah maksimum 0,5%. Namun di lapangan
tidak jarang ditemui variasi kadar aspal jauh di atas angka ini. Misalnya, Atmanto dan
Brook (1983) melaporkan bahwa di jalur percobaan Ciawi dari rencana kadar bitumen
6% diperoleh kadar bitumen di lapangan yang bervariasi antara 6,8% hingga 13,6%.
Karena tingginya variasi kadar bitumen maka spesifikasi campuran lasbutag dan
moblisasi bitumen asbuton. Proses penyerapan bahan pelunak oleh butir asbuton
berukuran besar memakan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan asbuton
butir maksimum 12,7 mm dan ukuran nominal maksimum 4,75 mm dengan jumlah yang
berukuran 0,600 mm dan lebih kecil tidak kurang dari 35%. Dengan ukuran butir yang
relatif kasar maka untuk mendapatkan penyerapan bahan peremaja yang optimal,
campuran asbuton konvensional harus diperam hingga enam hari sebelum dihampar
4. Bahan Peremaja
Bahan peremaja merupakan komponen penting dalam campuran asbuton.
Bahan peremaja diharapkan tidak sekedar melunakkan asbuton, tetapi dituntut pula
untuk dapat mempertahankan sifat peremaja bitumen asbuton selama masa pelayanan
perkerasan. Penggunaan kerosin atau solar saja jelas tidak mendukung tujuan tersebut
karena bahan ini akan menguap dalam waktu yang tidak terlalu lama dan meninggalkan
peremaja yang dapat terdiri dari minyak berat (BO), aspal minyak, dan cutter yang dapat
berupa kerosin (minyak tanah). Cutter berfungsi sebagai pelunak awal dan pengencer
bahan peremaja sehingga dapat dicampur dengan mudah. Aspal minyak akan
memberikan ikatan awal yang diperlukan sebelum bitumen asbuton termobilisasi secara
penuh. Minyak berat berfungsi sebagai pelunak bitumen asbuton yang bersifat
permanen.
komersial dapat dibeli dari beberapa produsen. Produk-produk tersebut dapat digunakan
Campuran ini paling dikenal namun sekaligus paling sulit dilaksanakan karena
2.2 Asbuton
Asbuton adalah batuan kapur yang mengandung aspal. Kadar bitumen yang
terkandung di dalamnya bervariasi antara 10%-40%. Partikel asbuton terdiri dari bahan
mineral, bitumen dan air, dan berwarna hitam kecoklat-coklatan, dan bersifat porous
25
C adalah 0-6 (cm), bila ditambahkan peremaja (bahan peremaja) penetrasi bitumen
akan naik, berbanding lurus dengan waktu. Pemeriksaan kimia bitumen asbuton
menunjukkan fraksi aspalten yang relatif tinggi. Fraksi malten mengandung basa
nitrogen yang relatif tinggi namun sangat bervariasi, dan kandungan parafin yang
rendah. Komposisi kimiawi tipikal bitumen asbuton ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini.
Unsur Kadar
Aspalten,% 51-62
Malten, %
Acidafin-1 5-26
Acidafin-2 2-11
Parafin 4-7
daripada 0,5 dan Durability Parameter lebih besar daripada 1,00. Kedua besaran ini
tinggi.
Seperti telah ditunjukkan pada Tabel 1, kadar Aspalten bitumen asbuton sangat
tinggi yaitu lebih dari 50%. Ini membuat bitumen asbuton menjadi sangat keras. Namun
dilihat dari segi komposisi Malten, bitumen asbuton memiliki komposisi yang baik karena
memiliki kadar Nitrogen Bases empat kali lebih besar dan kadar parafin tiga kali lebih
kecil dibanding aspal minyak pen 80/100 ex Cilacap. Berdasarkan literatur, Nitrogen
Bases adalah senyawa pembawa sifat lekat yang baik sedangkan parafin, khususnya
Sifat asbuton pada umumnya akan melunak (plastis) jika terkena panas, namun
hal ini tergantung pada kadar bitumen yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan
pengamatan di lapangan terdapat dua jenis asbuton ditinjau dari kekerasannya, yakni
yang keras dan mudah pecah (brittle) yang umumnya terdapat di Kabungka dan Winto,
kemudian asbuton yang bersifat plastis dan liat terdapat di Lawele, Lapangan B dan
P.Kabungka. Perbedaan sifat ini disebabkan perbedaan pada batuan asalnya (batuan
tempat bitumen terimpregnasi) dan penetrasi dari bitumennya sendiri (Qamar. S, 1996).
Persyaratan kadar air asbuton yang ada pada spesifikasi campuran dingin
agregat dan bahan peremaja. Persyaratan ini tidak banyak dipenuhi di lapangan karena
penempatan asbuton di tempat yang tidak terlindung menyebabkan kadar air asbuton
umumnya lebih besar dari 10%. Tentu saja hal ini mempengaruhi stabilitas campuran
yang dihasilkan. Tertahannya peremaja untuk diserap oleh butir asbuton menyebabkan
dengan cara mengeksraksi, merecovery dan kemudian menguji bitumen asbuton tsb.
Secara umum, karakter bitumen asbuton ditunjukkan pada Tabel 2. Pada Tabel yang
sama ditunjukkan pula karakteristik aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi
perkerasan.
No Jenis Pengujian
Bit As-
buton
1 Penetrasi 25
2 Titik lembek,
C 89 - - -
Download
of 17
by madi-hermadi
Report
Category:
Documents
Download: 0
Comment: 0
388
views
Share
Comments
Description
Transcript
Penggunaan Emulgator dan Lateks untuk menanggulangi kadar air tinggi dan meningkatkan
stabilitas pada asbuton campuran dingin Oleh : Greece Maria Lawalataa Madi Hermadib b
Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi Peneliti di Pusat Penelitian
campuran asbuton pada konstruksi perkerasan jalan bagi daerah yang tidak memiliki Unit
Pencampuran Aspal (AMP) adalah menggunakan campuran asbuton dingin. Namun kendala
yang dihadapi diantaranya : stabilitas awal yang rendah serta sulit mengendalikan kadar air
campuran. Hal ini mengakibatkan deformasi plastis dan retak dini pada campuran setelah
dihampar. Salah satu pemecahan permasalahan pada asbuton campuran dingin adalah dengan
menambah lateks alam dan emulgator. Penambahan lateks alam (KKK-60) akan
memiliki stabilitas yang cukup hingga bitumen asbuton teremaja dan berfungsi sebagai
air. Sehingga peremaja dapat diserap dan meremajakan bitumen asbuton walaupun asbuton
dan agregat masih mengandung air. Untuk mengkaji sejauhmana pengaruh lateks dan
asbuton konvensional dengan peremaja AC 60/70, Fluks Oil dan kerosin dengan pemeraman
sampai dengan 10 hari dan dengan penambahan 3% lateks alam. Perbandingan penggunaan
peremaja dengan penambahan 2% emulgator dan non emulgator pada asbuton dengan variasi
kadar air sampai dengan 12%. Hasil percobaan laboratorium menunjukkan bahwa
penambahan lateks alam akan meningkatkan stabilitas awal campuran. Demikian halnya
dengan penambahan emulgator. Kata Kunci : campuran dingin, asbuton, lateks, emulgator
for area that have no Asphalt Mixing Plant (AMP) is using cold mix asbuton. But the problem
are less pre stability and hard to control mixture water content . These problem would affect
mixture to have plastic deformation and pre cracking after spreading on the old construction.
One of the solution to asbuton cold mix are adding the nature rubber (KKK-60) and
emulsifier. The adding of nature rubber will affect the pre bounding of mixture so that
mixture have enough stability until asbuton bitumen activated as a bounding. The adding of
emulsifier to modifier affects the mixture resistance to water. So that modifier will be
absorbed and modified the asbuton bitumen even asbuton and aggregates still contain of
water. To know the effect of latex and emulsifier to the characteristic of asbuton cold mix,
this paper will show the use of conventional asbuton with modifier of asphalt concrete 60/70,
Flux Oil and kerosene by keeping the mixture until 10 days and the adding of 3% nature
latex. The comparison of a mixture with 2% emulsifier to non emulsifier to the asbuton cold
mix which contained water unto 12%. The laboratory result showed that the adding of nature
latex to the mixture will increase the mixture pre stability. And so the adding of emulsifier
will increase the stability of asbuton cold mix comparing to mixture with no emulsifier. Key
note: Cold mix,Asbuton, Lateks, Emulgator I. Pendahuluan Hasil penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa asbuton campuran panas memiliki karakteristik yang tidak kalah
dibandingkan dengan karakteristik campuran beraspal panas dengan bahan pengikat aspal
minyak (Hot Mix). Namun untuk pelaksanaannya, masih ada daerah yang tidak memiliki
peralatan Unit Pencampur Beraspal (AMP) yang memadai sehingga tidak dapat
melaksanakan pencampuran dengan cara panas. Salah satu alternatif penggunaan campuran
asbuton untuk daerahdaerah tersebut adalah asbuton campuran dingin. Asbuton campuran
dingin adalah campuran yang terdiri dari asbuton, peremaja, dan agregat yang dicampur,
digunakan untuk lapis permukaan pada jalan dengan lalulintas rendah. Pada percobaan ini
digunakan asbuton konvensional. Seperti umumnya penggunaan Natural Rock Asphalt, butir
asbuton konvensional terlebih dahulu dikondisikan dengan bahan peremaja (flux oil) tertentu.
Agar bitumen keras yang dikandung asbuton akan melunak sedemikian dan termobilisasi.
Setelah pengondisian tersebut diharapkan sifat bitumen asbuton akan setara dengan sifat
aspal minyak standar. Sifat-sifat positif tersebut diharapkan dapat bertahan selama masa
kembali bitumen asbuton yang keras. Ada empat faktor utama yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan Lasbutag yaitu : kadar air, variasi kadar aspal, ukuran butir asbuton,
dan ketepatan jenis bahan peremaja. Faktor kadar air adalah faktor yang paling sulit
dikendalikan terutama bagi asbuton konvensional dalam bentuk curah karena tidak adanya
upaya yang memadai sejak dari penambangan hingga penyimpanan di lokasi proyek. Faktor-
faktor penyebab kegagalan tersebut perlu dicarikan jalan keluarnya diantaranya dengan
penambahan emulgator untuk menanggulangi kada air dan lateks untuk meningkatkan
stabilitas awal. Saat ini produk asbuton sudah bervariasi dan di pasaran terdapat berbagai
pilihan yang pada umumnya produk asbuton tersebut relatif lebih baik dibanding asbuton
konvensional. Namun walaupun demikian, pada makalah ini hanya dikaji mengenai asbuton
konvensional dengan anggapan apabila campuran dingin dengan asbuton konvensional ini
memiliki karakteristik yang baik, sudah dapat dipastikan campuran dingin dengan asbuton
jenis lainnya pun akan baik pula dan tingga melakukan beberapa penyesuaian. II. Kajian
Pustaka 2.1 Asbuton Campuran Dingin Asbuton campuran dingin adalah campuran yang
terdiri atas asbuton, agregat, dan peremaja yang dicampur tanpa menggunakan pemanasan
tambahan. Pada pengkajian ini, perencanaan asbuton campuran dingin di laboratorium masih
merujuk pada Petunjuk Pelaksanaan Asbuton No. 15/PT/B/89. Berdasarkan rujukan tersebut,
pengujian stabilitas Marshall asbuton campuran dingin dilakukan terhadap briket campuran
yang dipadatkan pada 2 x 125 tumbukan dan pengujian dilakukan pada temperatus 50oC.
Namun walaupun jumlah tumbukan cukup tinggi dan temperatur pengujian stabilitas hanya
50oC, ternyata stabilitas awal campuran masih rendah. Hal ini dikarenakan adanya pelarut
(kerosin) yang dimaksudkan berfungsi sebagai cutter, membanto mobilisasi bitumen asbuton.
Namun karena kerosin dalam campuran ternyata tidak mudah menguap setelah campuran
dingin dihampar dan dipadatkan, maka akibatnya aspal dalam campuran terlalu lembek dan
campuran mudah mengalami kerusakan deformasi plastis. Dilain pihak, sering pila terjadi di
lapangan, setelah sekian lama dan kerosin menguap dari campuran dingin asbuton, tampak
caampuran menjadi kering dan getas sehingga mudah mengalami kerusakan berupa retak-
retak. Selain hal yang telah diuraikan tersebut, masih banyak kendala lain pada asbuton
campuran dingin diantaranya sulitnya penanggulangan kadar air, kadar bitumen yang terlalu
rendah atau terlalu bervariasi, ukuran butiran maksimum yang terlalu besar, dan jenis
peremaja yang kurang sesuai. 1. Kadar air Berbeda dengan asbuton campuran panas, kadar
air asbuton pada asbuton campuran dingin sangat berpengaruh terhadap kinerja campuran.
Salim et al (1984) melaporkan pengaruh kadar air besar terhadap sifat Marshall campuran
asbuton. Hal ini dapat dimengerti karena air dalam asbuton akan menghalangi kontak antara
bitumen asbuton dan bahan peremaja sehingga menghambat proses peremajaan bitumen yang
daya lekat dan kekenyalan bitumen yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya retak-
retak dan lepas-lepas pada perkerasan. Lapis Air Peremaja Bitumen Asbuton Gambar 1.
Kontak antara bahan peremaja dan bitumen asbuton terhambat oleh lapisan air Spesifikasi
Lasbutag (Spesifikasi Umum-Buku III Seksi 6.4 th.) mensyaratkan kadar air asbuton
maksimum 6%. Kadar air asbuton konvensional di stockpile dapat mencapai 20% atau lebih.
Penurunan kadar air dengan menjemur asbuton merupakan alternatif yang termurah, akan
tetapi pada saat pelaksanaan, sangat tergantung pada cuaca. Hal ini dapat menimbulkan
menggunakan asbuton dengan kadar air di atas batas yang diijinkan dengan dalih mengejar
jadwal pelaksanaan. Selain kadar air asbuton, kadar air agregat yang tinggi juga akan
berpengaruh terhadap kinerja campuran lasbutag/ latasbusir. Kadar air agregat untuk
campuran dingin disyaratkan untuk tidak lebih dari 5%. 2. Kadar Bitumen Walaupun ada
usaha untuk mengelompokkan asbuton berdasarkan kadar bitumen namun kadar bitumen
asbuton konvensional sangat bervariasi hingga sekitar 5% pada saat pengapalan dan sekitar
3,8% di stockpile. Seperti diketahui, variasi kadar bitumen dalam campuran yang diijinkan
adalah maksimum 0,5%. Namun di lapangan tidak jarang ditemui variasi kadar aspal jauh di
atas angka ini. Misalnya, Atmanto dan Brook (1983) melaporkan bahwa di jalur percobaan
Ciawi dari rencana kadar bitumen 6% diperoleh kadar bitumen di lapangan yang bervariasi
antara 6,8% hingga 13,6%. Karena tingginya variasi kadar bitumen maka spesifikasi
berdasarkan Klas atau Penggolongan Kadar bitumen sebagai dasar perencanaan campuran.
Dengan demikian kadar bitumen harus diukur di laboratorium. 3. Ukuran butir asbuton
Ukuran butir asbuton mempengaruhi efektifitas proses peremajaan atau moblisasi bitumen
asbuton. Proses penyerapan bahan pelunak oleh butir asbuton berukuran besar memakan
waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan asbuton yang berbutir halus. Spesifikasi
lasbutag /latasbusir konvensional mensyaratkan ukuran butir maksimum 12,7 mm dan ukuran
nominal maksimum 4,75 mm dengan jumlah yang berukuran 0,600 mm dan lebih kecil tidak
kurang dari 35%. Dengan ukuran butir yang relatif kasar maka untuk mendapatkan
penyerapan bahan peremaja yang optimal, campuran asbuton konvensional harus diperam
hingga enam hari sebelum dihampar dan dipadatkan di lapangan. 4. Bahan Peremaja Bahan
diharapkan tidak sekedar melunakkan asbuton, tetapi dituntut pula untuk dapat
Penggunaan kerosin atau solar saja jelas tidak mendukung tujuan tersebut karena bahan ini
akan menguap dalam waktu yang tidak terlalu lama dan meninggalkan campuran dengan
bitumen asbuton yang kering dan getas. Spesifikasi lasbutag/ latasbusir memberikan petunjuk
tentang pembuatan bahan peremaja yang dapat terdiri dari minyak berat (BO), aspal minyak,
dan cutter yang dapat berupa kerosin (minyak tanah). Cutter berfungsi sebagai pelunak awal
dan pengencer bahan peremaja sehingga dapat dicampur dengan mudah. Aspal minyak akan
memberikan ikatan awal yang diperlukan sebelum bitumen asbuton termobilisasi secara
penuh. Minyak berat berfungsi sebagai pelunak bitumen asbuton yang bersifat permanen. Di
samping peremaja yang diracik di proyek, bahan peremaja berupa produk komersial dapat
dibeli dari beberapa produsen. Produk-produk tersebut dapat digunakan asalkan dapat
persyaratan yang tercantum dalam spesifikasi. Campuran ini paling dikenal namun sekaligus
Agregat dicampur hingga merata Siapkan peremaja (tambahkan aditif jika ada) Tambahkan
peremaja hingga permukaan agregat terselimuti Masukkan asbuton dan dicampur hingga
merata Masukkan sisa peremaja dan panaskan hingga temperatur pencampuran 49oC
Padatkan dengan 2x125 tumbukan 2.2 Asbuton Asbuton adalah batuan kapur yang
mengandung aspal. Kadar bitumen yang terkandung di dalamnya bervariasi antara 10%-40%.
Partikel asbuton terdiri dari bahan mineral, bitumen dan air, dan berwarna hitam kecoklat-
coklatan, dan bersifat porous yang relatif ringan. Umumnya penetrasi asbuton pada 25oC
adalah 0-8 (dmm) dan daktilitas pada 25 C adalah 0-6 (cm), bila ditambahkan peremaja
(bahan peremaja) penetrasi bitumen akan naik, berbanding lurus dengan waktu. Pemeriksaan
kimia bitumen asbuton menunjukkan fraksi aspalten yang relatif tinggi. Fraksi malten
mengandung basa nitrogen yang relatif tinggi namun sangat bervariasi, dan kandungan
parafin yang rendah. Komposisi kimiawi tipikal bitumen asbuton ditunjukkan dalam Tabel 1
berikut ini. o Tabel 1 Komposisi Kimiawi Unsur Aspalten,% Malten, % Basa Nitrogen
Acidafin-1 Acidafin-2 Parafin Kadar 51-62 5-20 5-26 2-11 4-7 Komposisi kimiawi
tersebut di atas memberikan Compatibility Ratio lebih besar daripada 0,5 dan Durability
Parameter lebih besar daripada 1,00. Kedua besaran ini mengindikasikan bahwa bitumen
asbuton mempunyai kompatibilitas dan keawetan yang tinggi. Seperti telah ditunjukkan pada
Tabel 1, kadar Aspalten bitumen asbuton sangat tinggi yaitu lebih dari 50%. Ini membuat
bitumen asbuton menjadi sangat keras. Namun dilihat dari segi komposisi Malten, bitumen
asbuton memiliki komposisi yang baik karena memiliki kadar Nitrogen Bases empat kali
lebih besar dan kadar parafin tiga kali lebih kecil dibanding aspal minyak pen 80/100 ex
Cilacap. Berdasarkan literatur, Nitrogen Bases adalah senyawa pembawa sifat lekat yang baik
sedangkan parafin, khususnya parafin lilin, adalah senyawa pembawa sifat lekat yang buruk.
Sifat asbuton pada umumnya akan melunak (plastis) jika terkena panas, namun hal ini
lapangan terdapat dua jenis asbuton ditinjau dari kekerasannya, yakni yang keras dan mudah
pecah (brittle) yang umumnya terdapat di Kabungka dan Winto, kemudian asbuton yang
bersifat plastis dan liat terdapat di Lawele, Lapangan B dan P.Kabungka. Perbedaan sifat ini
disebabkan perbedaan pada batuan asalnya (batuan tempat bitumen terimpregnasi) dan
penetrasi dari bitumennya sendiri (Qamar. S, 1996). Persyaratan kadar air asbuton yang ada
pada spesifikasi campuran dingin Lasbutag dan Latasbusir adalah maksimum 6% pada saat
pencampuran dengan agregat dan bahan peremaja. Persyaratan ini tidak banyak dipenuhi di
lapangan karena penempatan asbuton di tempat yang tidak terlindung menyebabkan kadar air
asbuton umumnya lebih besar dari 10%. Tentu saja hal ini mempengaruhi stabilitas campuran
yang dihasilkan. Tertahannya peremaja untuk diserap oleh butir asbuton menyebabkan tidak
terjadinya proses peremajaan asbuton oleh peremaja. Karakteristik bitumen asbuton yang
digunakan pada penelitian ini diketahui dengan cara mengeksraksi, merecovery dan
kemudian menguji bitumen asbuton tsb. Secara umum, karakter bitumen asbuton ditunjukkan
pada Tabel 2. Pada Tabel yang sama ditunjukkan pula karakteristik aspal minyak yang
Titik lembek, oC Daktilitas, cm Berat Jenis, g/ml Kelarutan dalam TCE, % Kehilangan berat
(TFOT), % Penetrasi setelah TFOT, % Titik Lembek setelah TFOT, oC Daktilitas setelah
40-59 min.47 min.100 min. 1 min. 99 max. 0,8 min.58 AC 60/70 60-79 min.47 min.100 min.
1 min. 99 max.0,8 min.54 min.50 AC 80/100 80-100 min.48 min.100 min. 1 min. 99 max.1,0
min.50 min.75 Dari Tabel 2 di atas ditunjukkan bahwa bitumen asbuton yang memiliki nilai
penetrasi 4 dmm dan nilai daktilitas 2 cm. Ini berarti bahwa bitumen asbuton sangat keras dan
rapuh, sehingga untuk dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada perkerasan beraspal
terlebih dahulu harus diremajakan dengan menambahkan bahan peremaja yang tepat agar
mendekati karakteristik aspal minyak. 2.3 Bahan Aditif Lateks Karet adalah salah satu
polymer-alam yang dapat digunakan sebagai bahan pencampur aspal minyak. Di Indonesia,
umumnya digunakan karet alam dengan kadar karet kering 60% (KKK-60). Selama
pencampuran lateks alam, gaya mekanis saat pencampuran akan menyebabkan lateks alam,
yang merupakan monomer Isoprena, terpolimerisasi membentuk molekul karet yang besar
dan menyebabkan viskositas peremaja meningkat dengan segera sekalipun bahan pelarut
lambat menguap. Dengan meningkatnya viskositas peremaja dalam campuran maka asbuton
campuran dingin diharapkan dapat segera dihampar, tanpa memerlukan pemeraman terlebih
dahulu. Pada saat pemadatan, gaya mekanis dari alat pemadat juga membantu polimerisasi
lateks alam, begitupun gaya mekanis dari lalulintas. Dengan demikian maka campuran
diharapkan akan memiliki stabilitas awal yang tinggi tetapi tidak menjadi kering di kemudian
hari. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan lateks KKK-60 sebanyak 3% ke dalam aspal
60/70 dapat meningkatkan mutu campuran beraspal. Berdasarkan pada hasil tersebut
penggunaan 3% lateks pada peremaja dapat menghasilkan campuran dengan stabilitas yang
tinggi. 2.4 Emulgator Emulgator atau bahan pengemulsi adalah bahan yang dibutuhkan untuk
mendispersikan suatu bahan yang bersifat nonpolar ke dalam air yang bersifat polar. Molekul
emulgator memiliki bagian nonpolar dan bagian polar. Bagian nonpolar dari emulgator akan
larut atau masuk ke dalam bahan yang akan didispersikan, sedangkan bagian polar akan larut
atau masuk ke dalam air. Kendala utama dalam pelaksanaan asbuton dingin adalah tingginya
kadar air asbuton maupun agregat yang terdapat pada lapangan. Lapisan air ini menghambat
diharapkan penyerapan akan tetap berlangsung dengan kadar air asbuton yang tinggi.
Berdasarkan sifat mineral asbuton yang sebagian besar berupa mineral kapur yang bersifat
elektro positif, maka emulgator yang digunakan adalah jenis anionik (elektro negatif) dengan
senyawa kimia R-COONa. Jumlah emulgator ditambahkan pada peremaja yaitu sebesar 2%
terhadap peremaja. Penetapan kadar emulgator ini merujuk pembuatan aspal emulsi anionik
maksimum 2%. R-COONa R COO- + Na+ Non Polar dapat bercampur dengan peremaja
(minyak) Polar dapat bercampur dengan air Peremaja dapat melewati air yang menyelimuti
asbuton Gambar 2 Skema Senyawa kimia peremaja dengan emulgator dalam menyelimuti
asbuton III. Metodologi 3.1 Pendekatan Masalah Usaha memperkecil kendala pengaruh kadar
air asbuton terhadap kinerja campuran dilakukan dengan pendekatan sbb. : 1. melakukan
membuat bahan peremaja yang lebih toleran terhadap kadar air asbuton Pengeringan asbuton
dapat dilakukan dengan mesin pengering (dryer) atau dengan memanfaatkan energi surya
(menjemur). Mesin pengering yang tersedia di lapangan ternyata tidak dapat berfungsi secara
efektif terutama karena silinder pemanas yang terbatas dan tingginya kadar air asbuton di
memerlukan waktu, ketekunan, dan sangat tergantung pada cuaca atau sinar matahari.
Pendekatan kedua, yaitu dengan proses pencampuran dengan cara panas atau hangat. Pada
proses ini praktek yang pernah dilakukan adalah dengan cara : 1. agregat dipanaskan
dicampur dengan agregat (menggunakan loader) selanjutnya melalui satu cold bin disalurkan
ke dryer AMP. Upaya ini tidak selalu berhasil antara lain karena tingginya kadar air asbuton.
Selain itu, pendekatan ini memerlukan AMP yang tidak selalu tersedia di setiap proyek dan
memerlukan biaya yang lebih besar sehingga sulit bersaing dengan aspal beton konvensional
(dengan aspal minyak). Pendekatan ketiga adalah dengan membuat bahan peremaja yang
toleran terhadap air. Ini dapat dilakukan dengan membuat bahan peremaja yang diemulsikan,
diharapkan bahan peremaja akan mampu menembus film air yang menutupi bitumen
asbuton. Dengan pendekatan ini batas kadar air asbuton yang diijinkan diharapkan dapat
ditingkatkan sehingga biaya pengeringan di lapangan dapat ditekan. Pendekatan ini akan
efisien bila biaya pengemulsian atau penambahan emulgator dapat bersaing dengan metode
mutu bahan peremaja sehingga menjadi bahan yang toleran dengan air. Untuk mengetahui
pengaruh dari penggunaan asbuton konvensional dengan cara dingin maka dilakukan urutan
langkah sebagai berikut : Pengujian sifat bahan yang digunakan, Penentuan kadar
optimum aspal dengan pengujian Marshall. Pengujian ini diperlukan agar pengujian Marshal
yang menggunakan berbagai variasi berikutnya menggunakan komposisi bahan yang sama.
Pengujian Marshall dengan memvariasikan kadar air pada asbuton sampai dengan 12%
dengan penggunaan 2% emulgator. Hal ini ditujukan agar pelaksanaan di lapangan dengan
kondisi kadar air asbuton dan agregat yang tinggi dapat diantisipasi. IV. Hasil Pengujian 4.1
pada Tabel 3 s.d. Tabel 6. Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap bahan yang
Karakteristik Asbuton No 1 2 3 4 5 Jenis Pengujian Kadar aspal (Cara Reflux) Berat jenis
bitumen Penetrasi bitumen Berat jenis mineral Gradasi mineral (% lolos) 12,5 mm (1/2") 9,5
mm (3/8") 4,75 mm (no 4) 2,36 mm (no 8) 0,60 mm (no 30) 0,300 mm (no 50) 0,075 mm (no
200) Gradasi Asbuton(% lolos) 12,5 mm (1/2") 4,75 mm (no 4) 0,6 mm (no 30) Metode
SNI 0319681990 Hasil Pengujian 21,18 1,1 4 2,53 99,4 99,0 96,7 95,0 94,2 92,8 48,5 100
90 35,5 Spesifikasi 18 22 Min. 1 0 10 100 90-100 35-100 Satuan t/m3 t/m3 % 6 SNI 03
19681990 % Tabel 4 Karakteristik Agregat No 1 2 Jenis Pengujian Abrasi LA, 500 putaran,
% Berat Jenis Ag. Ksr, gr/cc : Bulk Jenuh Apparent Berat Jenis Ag. Hls, gr/cc : Bulk Jenuh
Apparent Penyerapan, % - Ag. Kasar - Ag. Halus Analisa Saringan, % Lolos 25 mm (1) 19
mm (3/4") 12,5 mm (1/2") 9,5 mm (3/8") 4,75 mm (no 4) 2,36 mm (no 8) 0,60 mm (no 30)
0,300 mm (no 50) 0,075 mm (no 200) Spesifikasi < 40 2,5 Split 17,96 2,604 2,760 Abu
Batu - 3 2,5 71 Satuan cSt cSt % berat semula % berat semula gr/cc % % % %, Terhadap %
untuk diuji Penambahan 3% lateks seperti yang ditunjukkan pada Tabel diatas meningkatkan
anionik tidak menimbulkan perubahan viskositas yang berarti. 4.2 Karakteristik Gradasi
Campuran Gradasi agregat yang digunakan adalah gradsi senjang yang ditunjukkan pada
Gambar 2 di bawah ini. Mineral asbuton sudah diperhitungkan pada gradasi tsb. Diharapkan
asbuton dapat mengisi rongga kesenjangan yang ada sehingga gradasi campuran menjadi
gradasi rapat dan kedap. 100,0 90,0 Prosen Lolos (%) 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0
0,0 0,075 0,3 0,6 2,36 Fuller 4,75 gradasi 9,5 12,7 19,0 Ukuran Saringan (mm) Gambar 3
Konvensional Campuran Lasbutag diuji adalah campuran asbuton dengan peremaja normal
yaitu peremaja tanpa bahan tambah. Pada campuran dengan kadar peremaja optimum,
campuran lasbutag diperam dengan beberapa variasi lama pemeraman. Hal ini dilakukan pula
pada campuran dengan peremaja dengan bahan tambah 3% lateks. Pemeraman dilakukan
untuk mengetahui seberapa lama penyimpanan yang dapat dilakukan dan seberapa besar
stabilitas campuran tsb. Pada kadar optimum pula, dilakukan pencampuran dengan
penambahan 2% emulgator pada campuran yang divariasikan kadar air asbuton. Pemadatan
campuran dilakukan 2x125 tumbukan dan diuji stabilitas Marshall pada temperatur 50oC,
sesuai rekomendasi ASDP. Karakteristik Marshall campuran dingin asbuton normal pada
kadar peremaja optimum 4,2% ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Karakteristik
pada 50oC, kg Pelelehan, mm Nilai bagi Marshall, kN/mm Rongga Potensial, % Persyaratan
350-1250 1,5-3,0 10-13 Karakteristik Campuran 962,3 2,47 4,02 10,37 4.4 Karakteristik
komposisi tersebut di atas, dilakukan pengujian karakteristik Marshall pada berbagai variasi
peremaja dapat bekerja meremajakan bitumen asbuton sebelum campuran dipadatkan. Hasil
Lasbutag dengan Peremaja Normal dengan pemeraman Persyaratan 350-1250 1,5-3,0 10-13
Waktu Pemeraman (hari) 0 962 2,4 4,02 10 3 786 2,0 2,82 11 6 732 2,6 2,80 12 7 1022 3,2
3,13 11 8 1052 2,4 4,18 10 9 1119 2,8 3,97 9 10 1020 3,2 3,13 10 Jenis Pengujian Stabilitas
50oC, kg Pelelehan, mm Nilai Bagi Marshall,kN Rongga Potensial, % 1200 Stabilitas (kg)
1000 800 600 400 200 0 962 786 732 1022 1052 1119 1020 0 3 6 7 8 9 10 Pemeraman (Hari)
(a) 5 4 3 2 1 0 0 3 6 7 8 9 10 Pemeraman (Hari) 4,18 2,82 2,8 3,13 Nilai Bagi Marshall
(kN/mm) 4,02 3,97 3,13 (b) Gambar 4 (a) Stabilitas dan (b) Nilai bagi Marshall pada
campuran Lasbutag dengan variasi pemeraman Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 4 (a) di
atas, stabilitas Marshall campuran lasbutag setelah mengalami pemeraman dari 0 sampai
dengan 10 hari tetap memenuhi persyaratan. Stabilitas maksimum dicapai pada campuran
setelah mengalami pemeraman 9 hari. Namun dari nilai bagi Marshall, ditunjukkan bahwa
kekakuan campuran terlalu tinggi, hal ini mungkin disebabkan karena minyak tanah yang
dikandung oleh peremaja telah menguap sehingga campuran menjadi kaku. Dari Gambar 4
(a) dan (b), Nilai Bagi Marshall di atas terlihat bahwa pemeraman maksimum yang dapat
dilakukan adalah sampai dengan campuran berumur 6 hari. Pada campuran dengan umur 7
sampai dengan 10 hari, campuran memiliki stabilitas yang cukup tinggi namun hasil bagi
Marshall menunjukkan campuran sangat keras dan kaku. Secara visual, campuran dengan
pemeraman lebih dari 3 hari memiliki karakteristik bergumpal dan keras, sehingga sulit
Peremaja Normal dengan Penambahan 3% lateks pada saat pencampuran pada kadar
berumur 0 dan 3 hari. Hal ini didasarkan pada fraksi cair lateks yang menguap dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Data karakteristik Marshall campuran disajikan pada Tabel berikut
ini. Tabel 9 Karakteristik Campuran Lasbutag dengan Peremaja dengan penambahan Lateks
Jenis Peremaja /Waktu Pemeraman (hari) P-N/ 0hari P+Lt/ 0 hari P+Lt/ 3 hari 962,3 1091
703 2,47 2,24 2,38 4,02 4,78 2,93 2,14 10,37 2,14 10,83 2,13 11,11 Stabilitas (kg) 962,3 Nilai
Bagi Marshall (kN/mm) 1200 1000 800 600 400 200 0 1091 703 6 5 4 3 2 1 0 4,02 4,78 2,93
P-N/ 0hari P+Lt/ 0 hari P+Lt/ 3 hari Jenis Pere maja/pemeraman P-N/ 0hari P+Lt/ 0
hariP+Lt/ 3 hari Jenis Peremaja/pemeraman (a) (b) Gambar 5 (a) Stabilitas dan (b) Nilai Bagi
Marshall campuran dengan peremaja Normal dan penambahan 3% lateks Dari Tabel 9 dan
campuran umur 0 hari. Pada saat pencampuran penambahan 3% Lateks secara visual terjadi
gumpalan campuran yang bila di peram 3 hari gumpalan tersebut menjadi keras dan
campuran menjadi sulit dipadatkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai stabilitas campuran
menurun begitu pula dengan Nilai Bagi Marshall pada pemeraman 3 hari. 4.6 Karakteristik
dengan Asbuton yang digunakan dalam percobaan pembuatan Lasbutag yang diuraikan di
atas adalah asbuton dengan kadar air kurang dari 2,5% sesuai spesifikasi lasbutag yang kini
berlaku. Namun kenyataan di lapangan, kadar air asbuton sangat tinggi. Sehingga kadar air
asbuton yang digunakan dalam percobaan berikut dinaikkan hingga 12%. Pengaruh
penambahan emulgator terhadap karakteristik campuran dapat dilihat dalam Tabel berikut ini.
Tabel 10 Karakteristik Campuran Lasbutag dengan Peremaja Non Emulgator dan +Emulgator
Jenis Pengujian Jenis Peremaja P-N P+E P-N P+E P-N P+E P-N P+E P-N P+E Kadar Air
Asbuton (%) / Karakteristik Campuran 0 3 6 9 12 1055 941 981 844 649 1157 1005 898 900
899 3,35 3,25 3,77 3,48 2,33 2,95 2,80 2,47 2,50 2,57 3,09 2,92 2,59 2,38 2,76 3,91 3,54 3,61
3,54 3,59 2,15 2,17 2,19 2,20 2,20 2,15 2,16 2,16 2,19 2,20 9,88 9,35 8,54 7,90 7,99 10,00
9,58 9,68 8,59 7,79 Stabilitas, kg Pelelehan, mm Nilai Bagi Marshall,Kn/mm Kepadatan
[gr/cc] Rongga Pot 1200 1100 Stabilitas (kg) 1000 900 800 700 600 1157 1055 1005 941 981
898 P-N P+E 900 844 899 649 0 3 6 Kadar Air (%) 9 12 (a) 4,5 Nilai Bagi Marshall (kN/mm)
4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 0 3 3,9 3,5 3,1 2,9 2,6 3,6 P-N P+E 3,5 3,6 2,8 2,4 6 Kadar Air (%) 9 12
(b) Gambar 6 (a) Stabilitas dan (b) Nilai Bagi Marshall campuran dengan peremaja Normal
dengan dan tanpa penambahan 2% Emulgatorpada variasi kadar air asbuton Dari Tabel 10
dan Gambar 6 di atas terlihat bahwa 1. Pada campuran dengan peremaja normal pada kadar
air asbuton 12% dengan penambahan emulgator menunjukkan stabilitas yang relatif lebih
dengan 2% emulgator menunjukkan pada kadar air 6% s.d. 12% relatif tidak menunjukkan
perbedaan yang berarti. Hal ini bertolak belakang dengan campuran yang tidak menggunakan
emulgator, yang menunjukkan stabilitas campuran semakin menurun. 3. Hasil bagi Marshall
campuran menunjukkan bahwa campuran berkurang kekakuannya, yang ditandai dengan nilai
pelelehan yang relatif kecil. Hal ini dimungkinkan karena kehadiran emulgator melunakkan
kekakuan campuran. 4.7 Karakteristik campuran bahan peremaja dengan emulgator Untuk
melihat pengaruh campuran bahan peremaja lebih jauh karena penggunaan emulgator, maka
benda uji disiapkan dengan mencampur bitumen asbuton dengan residu bahan peremaja
(dengan dan tanpa aditif). Hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 7 di
bitumen yang diremajakan seperti diindikasikan dari turunnya nilai penetrasi pada suhu 25oC
dan naiknya titik lembek. Sedangkan pemberian emulgator memberikan efek melunakkan
bitumen. Tabel 11 Pengaruh Emulgator terhadap titik lembek dan penetrasi terhadap bitumen
asbuton. Rasio Peremaja/Bit. Asb. Jenis Campuran Bahan Tambah 1,2 1 Titik Lembek Bit.
Asb + Peremaja Bit. Asb + Peremaja + EF Bit. Asb + Peremaja + EF+LT Bit. Asb + Peremaja
+LT Non Adt +EF +EF, +Lt +Lt 43,2 42,9 51,6 50,8 47,2 46,7 52,6 53,2 52,7 50,6 56 57 155
168 62 87 0,8 Rasio Peremaja/Bit. Asb. 1,2 1 Penetrasi 115 107 59 65 56 68 38 46 0,8 Bit.
Asb. = bitumen asbuton 60 Titik Lembek (C) 55 50 45 40 1,2 1 0,8 +Lt Rasio
Peremaja/Bitumen Asbuton Non Adt +EF +EF, +Lt (a) 200 175 Penetrasi (dmm) 150 125 100
75 50 25 0 1,2 1 Rasio Perem aja/Bitum en Asbuton Non Adt +EF +EF, +Lt +Lt 0,8 (b)
Gambar 7 Pengaruh pemulgator terhadap (a) titik lembek dan (b) penetrasi bitumen Dengan
demikian, pada perbandingan peremaja/bitumen-asbuton dan kadar air yang sama, pengaruh
terhadap kadar air asbuton. Untuk itu dilakukan pengujian campuran lasbutag dengan kadar
air 0% dan 12% dengan peremaja normal dan peremaja dengan emulgator. VI. Kesimpulan
dan Saran 1. Dari hasil pengujian stabilitas campuran yang diperam hingga 10 hari, data
menunjukkan stabilitas campuran relatif tidak berbeda. Sehingga dalam pekerjaan campuran
meningkatkan toleransi campuran bahan peremaja terhadap kadar air asbuton dapat
campuran dengan kadar air asbuton hingga 12%. 3. Penggunaan Lateks 3% terhadap berat
campuran dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas awal campuran tanpa dilakukan
karakteristik campuran beraspal panas. Oleh karena itu perlu selalu diingat bahwa asbuton
campuran dingin tidak boleh diterapkan pada perkerasan dengan lalulintas berat. Yang lebih
cocok adalah lalulintas ringan, lalulintas padat tapi ringan atau untuk pemliharaan.
Kadar Bitumen
bitumen namun kadar bitumen asbuton konvensional sangat bervariasi hingga sekitar
5% pada saat pengapalan dan sekitar 3,8% di stockpile. Seperti diketahui, variasi kadar
bitumen dalam campuran yang diijinkan adalah maksimum 0,5%. Namun di lapangan
tidak jarang ditemui variasi kadar aspal jauh di atas angka ini. Misalnya, Atmanto dan
Brook (1983) melaporkan bahwa di jalur percobaan Ciawi dari rencana kadar bitumen
6% diperoleh kadar bitumen di lapangan yang bervariasi antara 6,8% hingga 13,6%.
Karena tingginya variasi kadar bitumen maka spesifikasi campuran lasbutag dan
Hal lain yang disyaratkan pada aspal ialah kelekatanya terhadap agregat, dimana tidak boleh
kurang dari 95% (Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, April 2005) Kadar aspal
yang sesungguhnya dari campuran beraspal ditentukan berdasarkan metoda Marshall dengan
memasukkan faktor faktor lain seperti stabilitas, kelelehan ( flow), rongga dalam campuran,
rongga terisi aspal. Agar aspal dalam campuran bekerja efektif, maka disyaratkan penyerapan
air terhadap agregat tidak lebih dari 3% (Departemen Pekerjaan Umum (3) ;2005).
Selanjutnya aspal dari jenis produksi ini disesuaikan tingkatannya dengan kebutuhan suatau
jenis perkerasan dan iklim dimana bahan tersebut akan digunakan, misalnya dicampur dengan
aspal minyak dengan perbandingan tertentu, mengingat sifat aspal dari asbuton inibervariasi.
4 dari 13
Nominal Maksimum
19 mm
C,
- Titik lembek;
- Daktilitas pada 25
Sebagaimana diuraikan pada Butir 4.2, bahwa Asbuton memiliki kelebihan, yaitu:
kandungan Nitrogen dan Parameter Maltene yang relatif tinggi serta kandungan
mineral kapur dan silika. Pengaruh dari sifat tersebut maka secara teknik apabila
terhadap harga aspal keras pada suatu wilayah. Di bawah ini diuraikan kelebihan
secara teknik penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal panas dan
diuraikan contoh penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal panas
di daerah Jawa Barat yang mana secara finansial masih kompetitif (cukup
menggunakan Asbuton.
1.
Penetrasi, 25
SNI 06-2456-1991 40 - 60
2. Titik Lembek,
3. Titik Nyala,
4. Daktilitas; 25