Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PEMBAHASAN

Sebagian besar sediaan dapat mengalami kerusakan karena mikroorganisme.

Pabrik kosmetik seperti halnya pabrik sediaan lain jika ingin produknya diterima dengan

cepat maka harus mencoba menstabilisasi dan mencegah perubahan pada periode

penyimpanan yang lama dan pada kondisi dengan iklim yang berbeda. Penggunaan

pengawet pada sediaan kosmetik untuk mencegah kerusakan mulai saat pembuatan

sampai saat pemberian pada konsumen. Banyak perubahan yang terjadi dalam suatu
produk misalnya perubahan sistem emulsi, perubahan sistem viskositas, adanya creaming

atau koalesens. Sediaan yang berwarna jernih dapat berubah menjadi berselaput. Wadah

juga dapat bereaksi dengan produk. Warna dari produk dapat berubah karena perubahan

temperatur dan pemaparan cahaya dan fase minyak yang terdapat dalam sediaan

kosmetik menjadi berbau tengik. Mikroorganisme dapat muncul dengan tiba-tiba, tipe

reaksi dan interaksi yang dapat terjadi dimana ahli kimia kosmetik harus mengantisipasi

problem diatas dengan teknik formulasi, produksi dan pewadahan yang baik.

Bakteri bisa tumbuh hampir di semua medium, dan bahkan bisa jadi produk yang

sangat asam atau alkalis bias dirusak dengan perubahan bentuk dari bakteri yang bias

mentolelir keadaan yang sangat asam atau alkalis tersebut. Dalam sistem emulsi sangan

perlu untuk mengawetkan kedua fase air dan fase minyak, dimana organisme yang

tumbuh pada fase air menyebabkan terpisahnya kedua fase tersebut dan yang tumbuh

pada fase minyak atau lemak menyebabkan keadaan yang sering disebut ketengikan. Bau

bisa berubah oleh salah satu kondisi ini.

A. Pengertian Kosmetik

Kosmetik adalah bahan-bahan yang digunakan untuk memberikan dampak


kecantikan dan kesehatan bagi tubuh. Kosmetika dikenal sejak berabad-abad yang lalu.

Pada abad ke-19, pemakaian kosmetika mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk

kecantikan juga untuk kesehatan (Tranggono, 2007). Kosmetika berasal dari kata

kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk

mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya.

Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan

buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997). Menurut Wall

dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad
ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga

untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara

besar-besaran pada abad ke-20 (Tranggono, 2007).

Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu

kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para

tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian,

terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek, efek samping, dan

lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan bahwa kosmetika

adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan,

dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan

atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat

(Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada

bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara
lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi

supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan

untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007).

Menurut Farmakope Indonesia III definisi Cream adalah sediaan setengah padat berupa

emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Dan menurut Farmakope Indonesia IV, Cream adalah bentuk sediaan setengah padat

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Sedangkan menurut Formularium Nasional Cream adalah sediaan setengah padat,

berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk

pemakaian luar.

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih obat

terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah

digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair

diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim terdiri dari

emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol

berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan dapat ditujukan untuk

pemakaian kosmetika dan estetika.

B. Penyebab Kerusakan Kosmetik

1. Segel yang telah terbuka

Sebenarnya kosmetik yang masih tersegel dengan baik dan disimpan dalam suhu

ruangan bisa awet selama beberapa tahun. Tapi begitu kita membuka segel dan kosmetik

segera bersentuhan dengan udara luar, pada saat itulah bahan-bahan yang terkandung di

dalamnya mulai teroksidasi dan mengalami penurunan kualitas.


2. Bakteri dari tangan

Kontaminan tiap kali kita menyentuh kosmetik, maka secara tidak langsung kita

telah mentransfer bakteri ke kosmetik.

3. Temperatur udara

Panas dan udara lembap juga dapat membuat jamur berkembang biak di dalam

kosmetik. Karena itulah, sangat tidak disarankan untuk menyimpan kosmetik di kamar

mandi. Kosmetik disimpan di tempat yang kering dan tidak terekspos oleh sinar matahari
secara langsung.

C. Kerusakan Kosmetik oleh Mikroba

Kosmetik biasanya memiliki sifat mendekati netral yang berisi air dan bahan

organik, bahkan sering mengandung bahan organik nitrogen serta garam - garam

mineral, yang semuanya merupakan bahan - bahan yang diperlukan bagi pertumbuhan

mikroorganisme tertentu. Pada penelitian yang dilakukan oleh FDA dengan

menggunakan 3027 sampel dari 171 tempat didapatkan jamur 10,4%, dan 3,9 %

merupakan jamur yang pathogen (Mary dan Retno Tranggono, 2007). Mikroorganisme

beserta sporanya tidak hanya terdapat pada wadah di mana kosmetik disiapkan dan

kemudian dikemas, namun bisa juga terdapat pada bahan - bahan mentahnya. Hal

tersebut memudahkan mikroorganisme masuk ke dalam produk kosmetik dan

berkembang biak menjadi koloni - koloni selama penyimpanan atau setelah

kemasan dibuka. Oleh karena itu, dibutuhkan metode pembersihan yang higienis

untuk mengurangi frekuensi terkontaminasi dan mencegah berkembangnya

bakteri dan jamur di dalam kosmetik (Retno Tranggono, 2007).

Uraian tentang Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.

Kulit merupakan organ esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan (Djuanda, 1999). Bila suatu sistem obat digunakan secara topikal, maka obat

akan keluar dari pembawanya dan berdisfusi kepermukaan jaringan kulit. Ada tiga jalan

masuk yang utama: melalui daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau

melalui stratum korneum yang terletak diantara kelenjar keringat dan kantung rambut.

Hanya ada beberapa fakta yang kurang meyakinkan bahwa kelenjar endokrin mempunyai

peranan yang berarti pada permeabilitas kulit. Bahan-bahan dapat memasuki pembuluh-
pembuluh dan bahkan kelenjar-kelenjar, tetapi tampaknya tidak ada penetrasi dari daerah

ini (Lachman, 1994).

Sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada

dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan

penggunaan, yang sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada

saat dibuat. Perubahan yang terjadi pada produk kosmetik dapat berupa perubahan

fisika, kimia dan kandungan mikroorganisme. Selain itu, dari penelitian yang pernah

dilakukan kontaminasi mikroorganisme dapat lewat udara, tangan yang sudah

terkontaminasi, cara penggunaan yang kurang baik dan penggunaan bahan

kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam jangka waktu yang lama

(Djajadisastra, 2004; Nasser, 2008).

Sejak tahun 1950, beberapa laporan sudah memuat ditemukannya berbagai

jenis mikroorganisme dalam sediaan kosmetik. Sebagian besar sediaan kosmetik

merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri dan jamur.

Penggunaan kosmetik yang sudah terkontaminasi merupakan salah satu faktor yang

berperan dalam penyebaran penyakit infeksi. Namun demikian adalah hal yang sulit

dalam membedakan insidensi penyakit akibat kontaminasi kosmetik dengan yang

dipengaruhi oleh faktor - faktor lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh FDA dengan
menggunakan 3027 sampel dari 171 tempat didapatkan jamur 10,4%, dan 3,9 %

merupakan jamur yang patogen (FDA, 2007; Nasser, 2008).

Penelitian dengan sampel kosmetik yang telah dibuka dan digunakan dalam

jangka waktu yang berbeda - beda di Saudi Arabia didapatkan berbagai macam

spesies jamur, salah satunya adalah Aspergillus sp. sebanyak 71,2%. Manifestasi akibat

infeksi jamur ini disebut Aspergillosis, dan pernah dilaporkan terjadi pada individu tanpa

faktor risiko, pria 40 tahun yang menghirup sejumlah besar spora Aspergillus yang

bermanifestasi klinis dalam beberapa hari, lalu meninggal (Nasser, 2008).

Beragam bakteri dapat hidup dalam berbagai kondisi, termasuk dalam

kosmetik. Beberapa di antaranya yang tersering adalah Bacillus subtilis,

Escherichia coli, Bacillus mycoides, Aerobacter aerogenes, Pseudomonas,

Sarcina lutae, Proteus vulgaris, dan Staphylococcus (Retno Tranggono, 2007).

Hasil investigasi yang dilakukan BPOM selama beberapa tahun terakhir terhadap

kosmetik yang beredar ditemukan beberapa merek kosmetik yang mengandung bahan

berbahaya seperti merkuri (Hg), hidroquinon, monobenzil dan monometil hidroquinon,

asam askorbat, peroksida, retinoc acid/tretinoin, zat warna rhodamin B/merah K.10

Deithylene Glico (DEG). Penggunaan bahan berbahaya tersebut di atur di dalam

Permenkes no.445/Menkes/Per/V/1998 tentang bahan, zat warna, subtratum, zat

pengawet dan tabir surya pada kosmetik yang ditarik karena mengandung merkuri adalah

krim siang dan malam, krim siang vitamin E herbal, krim malam vitamin E herbal, dan

sebagainya.

Produk kosmetik yang mengandung merkuri jika digunakan akan menyebabkan

iritasi parah pada kulit, kulit menjadi kemerahan dan mengkilap tidak normal, pada

pemakaian dosis tinggi atau pemakaian terus menerus dapat menyebabkan kerusakan

permanen pada susunan syaraf otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin yang dapat
mengakibatkan keguguran bahkan kemandulan.

Merkuri atau raksa, Hg, adalah logam cair yang berwarna putih keperakan pada

suhu biasa dan mempunyai rapatan 13,534 g/ml pada suhu 25 derajat celcius. Merkuri

termasuk kategori logam berat berbahaya yang dalam konsentrasi kecil saja bersifat

racun. Adapun sifat-sifat yang umum dari merkuri adalah berbentuk cair sehingga mudah

menyebar di permukaan air dan sulit dikumpulkan, mudah berubah menjadi gas dan uap

(volatil) sehingga dapat mencemari lingkungan. Uap merkuri sangat beracun sehingga

dalam uji coba di laboratorium pun harus dibatasi dan tidak boleh lebih dari 0,1 gram
(Vogel, buku teks Analisis Anorganik Makro dan Semimakro). Unsur ini juga dapat

diubah oleh mikroorganisme yang terdapat di air menjadi komponen metil merkuri yang

sangat beracun dan dengan adanya rantai makanan dapat terakumulasi di dalam tubuh

hewan dan manusia. Ada tiga bentuk utama merkuri, yakni uap merkuri, garam merkuri

dan merkuri organik. Pada umumnya digunakan dalam bahan campuran kosmetik adalah

garam merkuri. Merkuri memang menjadikan kulit tampak putih mulus, tetapi lama

kelamaan akan mengendap dibawah kulit dan setelah bertahun-tahun kulit akan menjadi

biru kehitaman dan bersifat karsinogenik (memicu tumbuhnya sel kanker). Proses yang

terjadi biasanya adalah flek hitam pada kulit akan memucat (seakan pudar) dan jika

pemakaian dihentikan maka flek itu akan timbul kembali dan semakin parah (melebar).

Hidroquinon juga merupakan bahan pemutih yang biasa digunakan pada cream

kosmetik. Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1965 menunjukkan bahwa

penggunaan krim yang mengandung hidroquinon sebanyak 2-5 % dapat menghilangkan

spot kehitaman pada kulit. Menariknya, 12% subyek penelitian ini adalah warga kulit

hitam yang secara rutin memakai produk uji coba ini selama 3 bulan dan dipakai 2x

sehari. Hasilnya menakjubkan, sebanyak 44 orang dari 56 responden spot kehitaman pada

kulitnya dapat hilang dengan krim ini. Lebih lanjut penelitian ini menyimpulkan bahwa

ada efek samping dari pemakaian krim ini dalam waktu lama. Pemakaian krim yang
mengadung hidroquinon di atas 2% dapat menimbulkan efek samping sedikit iritasi dan

rasa terbakar. Sedangkan kandungan hidroquinon di atas 5% memberikan efek iritasi

cukup parah dan rasa terbakar. Jika krim dengan hidroquinon digunakan dalam jangka

waktu lama dan kulit sering terpapar sinar matahari maka akan timbul spot kecoklatan

pada kulit atau kehitaman bahkan akan mucul bintik kekuningan yang disebut okronosis.

Kerusakan ini bisa bersifat selamanya karena tidak ada yang dapat dilakukan untuk

mengembalikan ke bentuk/warna semula. Di dalam artikel lain dijelaskan bahwa

hidroquinon termasuk obat keras yang hanya boleh digunakan dengan resep dokter.
Bahaya pemakaian obat keras ini dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah

dan seperti terbakar, dapat menyebabkan kelainana pada ginjal (nephropathy), kanker

darah (leukemia), dan kanker sel hati (heaptocellular adenoma).

D. Efek Mikroorganisme pada Kesehatan

Alasan mengapa FDA sangat memperhatikan pengawetan produk - produk

kosmetik yang memadai :

1. Efek langsung mikroorganisme pada kesehaan manusia.

2 Efek tidak langsung pada kesehatan manusia akibat kontaminasi dan kerusakan produk,

pemisahan (separasi) produk,atau terbentuknya metabolit mikroba yang membahayakan

kesehatan.

FDA terutama mengkhawatirkan pengawetan yang kurang memadai dalam

kosmetik yang dipakai untuk daerah mata. kontaminasi Pseudomonas aeruginosa dapat

menyebabkan pembusukkan kornea mata dan kebutaan. kosmetik untuk daerah mata

mencakup produk- produk yang mungkin kontak dengan kornea mata, misalnya krim -

krim wajah, losion, dan cleanser.

E. Kelayakan Kosmetik wajah


Bedak dan semua kosmetik berbahan dasar bubuk seperti eye shadow atau blush

on, bisa digunakan selama 18-24 bulan. Asalkan warna kosmetik ini tidak berubah atau

mengeluarkan aroma aneh, kondisinya masih aman untuk digunakan. Sebaliknya,

kosmetik berbahan dasar cair seperti blush on atau eye shadow cream, dan foundation

berbentuk cair, hanya bisa bertahan sekitar enam bulan. Terutama jika kosmetik dikemas

dalam botol plastik dan bukan tube. Alasannya, tiap kali mencelupkan jari ke dalam

kosmetik cair, maka dapat meningkatkan risiko kosmetik tercemar oleh bakteri yang

pada akhirnya memicu jerawat atau iritasi. Jika menyimpan kosmetik berbahan dasar cair
dalam suhu ruangan normal serta tidak terkena matahari langsung, maka dapat

memperpanjang masa berlakunya hingga satu tahun.

Berdasarkan riset yang dilakukan di Debenhams Inggris, bahwa wanita yang

menyimpan dan menggunakan kosmetik, 89 % wanita tidak mengetahui masa pemakaian

produk kosmetik atau tidak membaca tanggal yang terdapat dalam kemasan karena

hurufnya yang terlalu kecil. Sekitar 68 % wanita mengatakan mereka hanya mengganti

produk kosmetiknya bila sudah habis, tidak peduli sudah berapa lama produk tersebut

telah dipakai. Menurut juru bicara Debenhams, Sara Stern menyatakan bahwa

kebanyakan alat kosmetik sudah tidak bisa lagi digunakan setahun setelah dibuka.

Beberapa produk kosmetik yang dianjurkan seperti maskara atau pelentik bulu

mata memiliki masa pemakaian yang dianjurkan enam bulan setelah kemasan dibuka.

Menurut Stern, produk yang kadaluarsa dapat menyebabkan mata merah, gatal dan iritasi.

Sementara itu, perona pipi (blush on) dan lipstik sebaiknya digunakan tidak lebih dari dua

tahun. Sedangkan parfum boleh digunakan selama tiga tahun karena memiliki tingkat

resiko paling rendah tercemar bakteri karena mengandung alkohol yang dapat membunuh

bakteri.

Pada kuas kosmetik menyimpan bakteri yang bisa menyebabkan herpes serta gatal
pada kulit. Namun survei menunjukkan 72 persen wanita tidak pernah mencuci kuas atau

spons make up mereka. Dianjurkan bagi yang memiliki berbagai produk kosmetik agar

tidak mudah terkena bakteri, disimpan di tempat yang sejuk dan segera tutup setelah

digunakan, dan membuang produk kosmetik yang sudah kadaluarsa, terlebih bila sudah

berubah warna dan berbau.

Anda mungkin juga menyukai