Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PANCASILA

KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME


KELOMPOK A

disusun oleh :
Galung Edo Gardika
11.02.8081
D3-MI
Dosen pembimbing
Drs. M Kalis Purwanto, MM

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER


AMIKOM
YOGYAKARTA
2011
A. LATAR BELAKANG MASALAH

KKN sebagai suatu implikasi dari sikap hidup lebih besar pasak dari tiang, yang
nampaknya menghinggapi masyarakat Indonesia baik secara nasional, dalam pembangunan
nasional maupun yang lebih mikro lagi, dalam kegiatan perusahaan dan kegiatan perorangan.
Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam
membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis,
dan lebih mandiri.
Dalam tulisan ini saya ingin memusatkan perhatian pada penaggulangan masalah
KKN dengan mengusulkan perlunya kejelasan konsep atau kriteria dari masing-masing tindakan
dalam KKN dan memusatkan penanganannya pada masalah yang lebih jelas, dan lebih pokok,
yaitu korupsi. Dengan cara ini diharapkan program penanganan masalah KKN akan lebih
terarah dan memberikan hasil yang setahap demi setahap dapat dipergunakan untuk dijadikan
basis bagi penaganan seterusnya sampai tuntas.
Dan Korupsi itu sendiri adalah yang dari bahasa latin corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-
hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu
tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang disampaikan maka yang menjadi permasalahan dalam
makalah ini :
Bagaimana dampak bagi Negara jika korupsi, kolusi,nepotisme merajalela ?

C. PENDEKATAN
a. PENDEKATAN SECARA HISTORICAL
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan
tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti
perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut
mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang
telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat
contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money
laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik
perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi
sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi
memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan.
Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara
tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron
seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H.,
1981:310)

b. PENDEKATAN SECARA SOSIOLOGIS


Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-
hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat
beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling
sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk
bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah
kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan
secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian
uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai
contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya
seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah
karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap
nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.

c. PENDEKATAN SECARA YURIDIS


Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit
ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari
pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang
tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana
korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara
dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut
disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau
perekonomian Negara (Pasal 3).
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388,
415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan
maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20
ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,
maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan
kepada orang lain.
4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke
siding pengadilan.
5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
2. Perbuatan melawan hukum;
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan
dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

D. PEMBAHASAN
Disadari bahwa permasalahan korupsi merupakan persoalan nasional yang harus
diprioritaskan penanganannya, karena korupsi diyakini telah merusak sendi sendi kehidupan
masyarakat dan menjadi pemicu kesengsaraan rakyat. Dampak korupsi telah muncul berbagai
persoalan antara lain :
Rendahnya kualitas pelayanan public
Timbulnyabiaya ekonomi yang semakintinggi
Berkurangnya penerimaan negara
Runtuhnya lembaga dan nilai- nilai demokrasi
Meningkatnya kemiskinan dan kesengsaraan rakyat
Bartambahnya masalah social dankriminal
Sebagai manifestasi dari kesadaran tersebut dan adanya kemauan yang kuat untuk
melakukan pemberantasan terhadap segala bentukperilaku korupsi maka pemerintah
telahmenegaskan komitmennya dalam rangka memberantas korupsi tersebut, melalui intruksi
presiden no. 5 tahun 2004 tentang pemberantasan korupsi.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

E. KESIMPULAN
Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa
akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah
sebagai berikut:
1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;
2. Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;
3. Menyusutnya pendapatan Negara;
4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;
5. Perusakan mental pribadi;
6. Hukum tidak lagi dihormati.

F. DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta
Marpaung, Leden, S.H., 1992. Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya Bagian kedua.
Sinar Grafika : Jakarta
Simanjuntak, B, S.H., 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Http://id.wikipedia.org/wiki/kleptokrasi

Anda mungkin juga menyukai