Beranda
About
by widiasari955 in Uncategorized
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan social pada beberapa negara yang berkembang
seperti di asia terutama Indonesia. Prevalensi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang jelek,
status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatkan arus urbanisasi menyebabkan
bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan kasus abses hati amebic lebih sering
berbanding abses hati pyogenik dimana penyebeb infeksi dapat di sebabakan oleh infeksi jamur,
bakteri ataupun parasit.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari system gastrointestinal yang di tandai dengan
proses supurasi dengan pembentukan pus did ala perenkim hati.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang, pernah terinfeksi
entamoeba histolitica tetapi 10% dari yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala. Insidensi
penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Induvidu yang mudah terinfeksi adalah
penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang kedaerah endemik dimana laki-laki
tersering di banding perempuan rasio 3:1 hingga 22:1 dan sering pada dewasa umur tersering
pada dekade IV. Kebanyakan amobiasis yang dikenal adalah pria. Usia yang dikenal berkisar 20-
50 tahun terutama pada pria dewasa dan jarang pada anak-anak. Adapun faktor resiko pada abses
hati adalah komsumsi alkohol, kanker, homoseksual, imunosupresi, mal nutrisi, usia tua,
kehamilan dan penggunaan steroid.
B. Tujuan penulisan
BAB II
ISI
A. Konsep Penyakit
1. Defenisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul
sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati
adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun
nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal. Abses hati dahulu lebih banyak
terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak muda, sekunder pada peradangan appendicitis,
tetapi sekarang abses piogenik sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran
empedu.
2. Etiologi
Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka tusuk atau
luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa
oleh aliran darah. Gejalanya berkurangnya nafsu makan, mual dan demam serta bisa terjadi nyeri
perut.
Pada umumnya abses hati dibagi dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati pyogenik
(AHP). AHA merupakan komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah
tropik/ subtropik, termasuk indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic
abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess.
Pada era pre-antibotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis bersamaan dengan
pylephlebitis. Bakteri phatogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk
ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi
intra abnominal seperti divertikulitis, peritonitis dan infeksi post operasi. Infeksi terutama
disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli.
a. Hepatomegali
c. Efusi pleura
e. Asites
f. Jaundice 5
Gejala dari abses hati amuba perjalanannya lambat dan biasanya baru muncul dalam beberapa
hari atau minggu. Gejala-gejala tersebut dapat berupa:
b. nyeri abdomen (pada kwadran kanan atas, dapat berupa nyeri yang terus menerus atau
tertusuk-tusuk, dapat nyeri yang ringan sampai berat)
Abses pada permukaan superior dari hepar dapat memberi nyeri yang menjalar ke bahu kanan,
sedangkan abses yang terdapat pada bare area yaitu daerah yang tidak mempunyai kontak
dengan organ serosa maka nyeri kadang-kadang tidak terdeteksi. Abses pada lobus sinistra dapat
memberi gambaran sebagai nyeri epigastrium.
4. Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya abses hepar di klasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Abses hepar piogenik, Abses pirogenik hati jarang ditemkan, namun labih sering
ditemukan di Negara maju.
2) Abses hepar amuba, Abses amuba hati paling sering disebabkan oleh Enthamuba
histolitica. Abses hati olh enthamuba histolitica mumnya di temukan di Negara berkembang, di
kawasan tropis dan subtropics akibat sanitasi lingkungan yang buruk.
5. Patofisiologi
c. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola
tidur.
6. Manifestasi klinik
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal
hati.
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura,
kolaps paru dan abses paru.
c. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
d. Ultrasonografi
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.
f. Pemeriksaan serologi
8. Komplikasi
9. Penatalaksanaan
Secara konvensional dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas.
Penatalaksanaan saat ini, dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal
dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi computer, komplikasi yang bisa terjadi
adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi, atau kesalahan penempatan kateter
untuk drainase. Kadang pada AHP multiple dilakukan reseksi hati.
Pengobatan secara perenteral dapat dirubah menjadi oral setelah 10-14 hari, dan kemudian
dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris
dilakukan jika terjadi obstruksi sistem bilaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi.
10. Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur
darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase
terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau
komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga
termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang juendice.
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
2. Diagnosa keperawatan
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral
(proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
6. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.
3. Intervensi Keperwatan
Tujuan : pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
Intervensi:
1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari pengaruh anestasi.
Intervensi:
2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
6) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma ekspander sesuai petunjuk.
Tingkat kecepatan IV jika diperlukan.
4. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma
musculoskeletal/tulang, munculnya saluran dan selang.
Tujuan: rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan beraktifitas
sesuai kemampuan.
Intervensi:
Intervensi:
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi dan prosedur invasif.
Intervensi:
1) Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci tangan yang baik.
2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan) daerah yang terpasan alat
invasif.
3) Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil dan diaphoresis
7. Gangguan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan dan efek
hopitalisasi.
Intervensi:
2) Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik pribadinya contoh :
Sarung, guling
Intervensi:
1) Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa dating.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati
adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun
nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal. Abses hati dahulu lebih banyak
terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak muda, sekunder pada peradangan appendicitis,
tetapi sekarang abses piogenik sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran
empedu.
1) Abses hepar piogenik, Abses pirogenik hati jarang ditemkan, namun labih sering
ditemukan di Negara maju.
2) Abses hepar amuba, Abses amuba hati paling sering disebabkan oleh Enthamuba
histolitica. Abses hati olh enthamuba histolitica mumnya di temukan di Negara berkembang, di
kawasan tropis dan subtropics akibat sanitasi lingkungan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmubedah.info/abses-hepar-20110216.html
http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-hati/
http://www.scribd.com/doc/43509915/ABSES-HATI
https://widiasari955.wordpress.com/2012/11/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-abses-hepar/
Share this:
Terkait
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Penyakit Diare
dan Tifoid
askep ispa
Tinggalkan Balasan
Laman
About
Kategori
Uncategorized (24)
Arsip
Desember 2012
November 2012
Oktober 2012
Blog di WordPress.com.
Ikuti