Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hepatitis sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas
penyebarannya. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat kita
tentang budaya hidup bersih dan sehat, kondisi pemukiman yang semkin padat, tingkat ekonomi
yang rendah, serta budaya masyarakat kita yang sulit berubah. Untuk memberantas penyakit
Hepatitis diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang terus menerus dalam memutuskan
mata rantai penyebaran virus Hepatitis dengan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Upaya
memotivasi masyarakat dilakukan pemerintah melalui kerja sama program dan lintas sektoral
terutama tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian penyakit ini masih terus endemis dan
angka kejadian di berbagai daerah terus meningkat.
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus.
Berdasarkan penyebabnya hepatitis diklasifikasikan menjadi HAV ( Hepatitis A Virus ), HBV
( Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HEV (Hepatitis E Virus). Virus tersebut
menyebabkan peradangan akut pada hati, sehingga menimbulkan timbulnya penyakit klinis
dengan gejala-gejala demam, gejala gastrointestinal (seperti mual dan muntah), serta ikterus.
Selain itu juga dapat menyebabkan lesi histopatologik pada hati selama penyakit akut ( Jawetz
dkk, 1996)
Hepatitis A merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut tetapi tidak menimbulakan
kronisitas.
Berdasarkan data WHO tahun 2008, penyakit hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10
dunia dan endemis di China dan bagian lain Asia termasuk Indonesia. Indonesia menjadi Negara
dengan penderita hepatitis B ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah
penderita 13juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 juta penduduk menderita
penyakit hepatitis B. Sebagaian besar penduduk kawasan ini terinfeksi HBV sejak usia anak-
anak. Sejumlah Negara di Asia, 8-10% populasi orang menderita Hepatitis B kronik
(Sulaiman,2010)
Kelompok pengidap hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90%nya mengalami
infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B bias terjadi sejak masa
kehamilan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi juga bias terjadi saat ibu menyusui karena
terjadi kontak luka pada putting ibu sehingga menjadi jalan masuknya virus hepatitis B
(Budihusodo, 2008)
Penyakit hepatitis menjadi masalah besar di Indonesia karena mengingat jumlah peduduk
Indonesia yang sangat besar , dan jumlah penduduk yang besar ini membawa konsekuensi yang
besar pula. Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi, dan pendidikan rendah dihadapkan pada
masalah kesehatan terkait gizi,penyakit menular, serta kebersihan sanitasi yang buruk.
Sedangakan penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi mengalami
masalah kesehatan terkait gaya hidup dan pola makan. Tak mengherankan jika saat ini penyakit
hepatitis menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian serius di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


- Bagaimanakah gambaran hepatitis?
- Bagaimana cara mendiagnosa penyakit hepatitis?
- Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hepatitis?

1.3. Tujuan Penelitian


- Untuk mengetahui gambaran penyakit hepatitis
- Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit hepatitis
- Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hepatitis

1.4. Sistematika Penulisan


1. DEFINISI HEPATITIS
2. ETIOLOGI HEPATITIS
3. PATOGENESIS HEPATITIS
4. GAMBARAN KLINIS
5. DIAGNOSA
6. PENATALAKSANAAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Hepatitis adalah penyakit sistemik yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus.
Berdasarkan penyebabnya hepatitis diklasifikasikan menjadi HAV ( Hepatitis A Virus ), HBV
( Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HEV (Hepatitis E Virus). Virus tersebut
menyebabkan peradangan akut pada hati, sehingga menimbulkan timbulnya penyakit klinis
dengan gejala-gejala demam, gejala gastrointestinal (seperti mual dan muntah), serta ikterus.
Selain itu juga dapat menyebabkan lesi histopatologik pada hati selama penyakit akut ( Jawetz
dkk, 1996)

2.2 Etiologi Hepatitis

2.3 Patofisiologi Hepatitis

1. Hepatitis A
Virus Hepatitis A ditularkan melalui transmisi fecal-oral dan bereplikasi dalam
hati. Setelah 10 - 12 hari, virus memasuki peredaran darah dan diekskresikan
melalui sistem biliary ke feses. Puncaknya terjadi selama 2 minggu sebelum awal
timbulnya penyakit.
Meski HAV berada dalam serum, konsentrasinya lebih sedikit dibandingkan yang
ditemukan dalam feses. Penurunan ekskresi virus mulai terjadi pada awal
timbulnya gejala penyakit, dan berkurang secara signifikan 7 - 10 hari setelah
awal timbulnya gejala penyakit. Kebanyakan penderita Hepatitis A tidak lagi
terjadi ekskresi virus ke dalam feses pada minggu ke 3 dari penyakit. Anak
biasanya mengekskresikan virus lebih lama dibandingkan dengan dewasa.
2. Hepatitis B
HBV tidak secara langsung merusak hepatocyte. Respon imun penderita
pada antigen viruslah yang menyebabkan kerusakan hati pada penderita
hepatitis B. Respon imun selular lebih terlibat dalam patogenesis penyakit
dibandingkan respon imun humoral. Induksi dari respon antigen-spesific T-
lymphocyte terjadi ketika T-lymphocyte penderita berinteraksi dengan epitop
virus akibat dari antigen-presenting cells dalam organ lymphoid.
Antigen-spesific T cell matur dan kemudian migrasi ke liver. Pada HBV
akut, sebagian besar HBV DNA dibersihkan dari hepatocyte melalui efek
inflamasi non-cytocidal oleh CD8+ T lymphocytes yang distimulasi oleh CD4+ T
lymphocytes, terutama interferon gamma dan tumor nekrosis faktor alfa. Hal ini
menyebabkan penurunan replikasi virus dan memicu lisis langsung hepatocyte
yang terinfeksi oleh HBV-spesific CD8+ cytotoxic T cells.
Berbeda jauh dengan penderita HBV kronik yang menunjukkan respon
HBV-spesific T cell lemah, jarang dan kurang fokus dan mayoritas sel MN pada
liver penderita HBV kronis adalah antigen non spesifik.
Berdasarkan keberadaan HBV pada extrahepatic juga keberadaan
convalently closed circular DNA ( cccDNA ) dalam hepatocyte, eradikasi virus
adalah tujuan yang tidak realistis berdasarkan ketersediaan obat saat ini.
cccDNA berperan sebagai contoh untuk transkripsi pregenomic messenger RNA,
langha awal yang vital dalam replikasi HBV. Keberadaan cccDNA yang
berkesinambungan dalam hepatocyte dipertimbangkan sebagai tanda virus yang
persisten. Sungguh disayangkan, terapi sekarang belum efektif dalam
mengeradikasi cccDNA dan hanya menurunkan levelnya. cccDNA yang persisten
bahkan dalam jumlah kecil pada hepatocyte nukleus menunjukkan korelasi
terhadap reinfeksi virus setelah terapi dihentikan. Ditambah lagi, integrasi HBV
DNA pada hepatocyte nukleus selama proses replikasi dapat menjelaskan
peningkatan resiko karsinoma hepatoselular.
Riwayat infeksi HBV dibagi menjadi 4 fase yang dipengaruhi oleh umur,
genetik, virus lain juga ada, mutasi HBV dan tingkat imunosupresi.
1. Pada neonatus dengan sistem immune yang imature, 95% penderita merupakan
karier HBV kronis asimptomatik, dibanding 30% anak yang terinfeksi di atas
umur 6 tahun.
2. 70% infeksi primer HBV pada dewasa asimptomatik dan self-limiting, dengan
klirens virus dari darah dan liver, dan imunitas seumur hidup terhadap reinfeksi.
3. Bagaimanapun, 30% dewasa dengan HBV akut dapat memiliki ikterik hepatitis
simptomatik
4. Pasien dengan HBV kronis memiliki 10-30% resiko untuk berkembang
menjadi sirosis, terutama pasien usia lanjut dengan tingkat HBV DNA yang tinggi
atau pasien dengan hepatitis C, hepatitis D atau koinfeksi HIV.

2.4 Gambaran Klinis

Hepatitis pada neonates dapat ditandai dengan ikterus, muntah, sulit makan, dan
peningkatan kadar enzim hati. Bila infeksi tidak disebabkan oleh satu dari lima virus hepatitis,
biasanya terdapat penyakit difus yang biasanya melibatkan kulit, atau sistem saraf pusat, sistem
kardiorespirasi, dan musculoskeletal. Spectrum keadaaan sakit, berkisar dari yang ringan hingga
penyakit berat mendadak (fulminan), dapat terlihat sesuai dengan agen infeksinya. Hepatitis
fulminan ditandai oleh perburukan penyakit yang cepat hingga kadar enzim hati sangat tinggi,
penurunan produksi protein koagulasi, kenaikan kadar amonia serum, syok, koma, atau
meninggal. Tingginya kadar bilirubin dan aminotransferase serum merupakan peramal buruk
mengenai hasil akhir. (Behrman R E et al, 2000)

Hepatitis fulminan jarang terjadi pada anak-anak. Banyak anak yang tidak menjadi
ikterus dan hal ini mempersulit diagnosis. (David Hull et al, 2008)

Manifestasi klinis infeksi hepatitis bervariasi tiap individu, sesuai dengan virus penyebab
tertentu. Beberapa pasien mungkin sama sekali tanpa timbul gejala atau hanya gejala ringan.
Orang lain mungkin menunjukan gagal hati fulminan atau Fulminan Heart Failure (FHF) dengan
onset yang cepat. Manifestasi klasik dari infeksi hepatitis melibatkan 4 fase, sebagai berikut:

Tahap 1 (fase replikasi virus)


Pasien tidak menunjukkan gejala selama tahap ini, penelitian laboratorium
menunjukkan penanda serologis dan enzim marker hepatitis
Tahap 2 (prodromal fase)
Pasien mengalami anoreksia, mual, muntah, perubahan rasa, arthralgias, malaise,
kelelahan, urtikaria, dan pruritus, dan beberapa merasakan tidak menyukai asap
rokok; jika diperhatikan maka selama fase ini , pasien sering didiagnosis
mengalami gastroenteritis atau infeksi virus
Tahap 3 (fase icteric)
Pasien bisa mangalami urin yang gelap, diikuti oleh tinja berwarna pucat; di
samping gejala gastrointestinal (GI) dan malaise yang dominan, pasien menjadi
icteric dan dapat terjadi nyeri di kuadran kanan atas dengan hepatomegali
Tahap 4 (fase penyembuhan)
Gejala klinis dan ikterus mulai teratasi, dan enzim hati kembali normal.
(Adrienne M Buggs, 2012)

Hepatitis A

Secara klasik, hepatitis A dimulai dengan keluhan sistemis berupa demam, malaise dan
keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, intoleransi makanan, dan tembakau, serta
sejumlah perasaan tidank nyaman pada abdomen. Rasa nyeri tumpul pada kuadran kanan atas
atau rasa penuh di epigastrium diperberat oleh latihan jasmani dan goncangan apapun.
Manifestasi-manifestasi hiperbilirubinemia akan muncul setelah awitan gejala-gejala sistemik.
Manifestasi ini mencakup urine yang berwarna gelap dan kulit, serta mukosa ikterik. Ikterus
yang terjadi dapat berlangsung nyata selama 2-3 minggu. Tinja berwarna pucat, atau seperti
tanah liat terjadi akibat obstruksi aliran empedu. Selama proses penyembuhan dalam beberapa
minggu, maka berangsur-angsur terjadi pemulihan kembali nafsu makan, daya tahan tubuh untuk
malakukan latihan jasmani dan perasaan sehat. (Behrman R E et al, 2000).

Masa inkubasi dari virus hepatitis A (HAV) adalah 2-7 minggu (rata-rata, 28 hari). Gejala
klinis kemudian muncul, manifestasinya mirip dengan gastroenteritis atau infeksi virus
pernapasan. Infeksi HAV biasanya merupakan self-limited disease dengan gejala ringan dan
membuat lifelong imunitas terhadap HAV.Infeksi kronis HAV tidak terjadi. (Adrienne M Buggs,
2012).

Anak-anak cenderung memperlihatkan lebih sedikit ketidakmampuan akibat hepatitis A;


masa penyembuhannya juga berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. Anoreksia, mual,
nyeri abdomen, malaise dan demam ditemukan dalam derajat yang berbeda-beda. Konstipasi
akibat pemasukan cairan yang buruk, lebih sering dijumpai daripada diare. Muntah dapat terjadi
akibat paksaan orang tua untuk makan pad anak-anak yang tidak mempunyai nafsu mkan dan
mual. Pada bayi, penghentian pertambahan berat badan terjadi selama berlangsungnya hepatitis.
(Behrman R E et al, 2000).
Infeksi ini sering menyebar di lingkungan keluarga atau menyebar pada anak-anak lain di
sekolah atau taman kanak-kanak. Pada keadaan ini, tingkat hygiene perlu diperiksa. (David Hull
et al, 2008)

Hepatitis B

Hepatitis B diawali dengan artralgia atau sejumlah erupsi pada kulit misalnya urtikaria,
ruam-ruam kulit purpurik, makuler atau makulopapuler. Perjalanan penyakit cenderung
berlangsung terselubung dan berjalan sedikit lebih lama daripada hepatitis A. pada sebagian kecil
penderita dapat terjadi hematuria, atau proteinuria selama proses penyembuhan. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya kulit dan mukosa yang ikterik. biasanya hati
mengalami pembesaran dan menimbulkan rasa nyeri pada perabaan. Sering dijumpai pula
pembesaran limpa dan limfadenopati. (Behrman R E et al, 2000).

Masa inkubasi virus hepatitis B (HBV) adalah 30-180 hari (rata-rata, sekitar 75 hari).
Pasien kemudian memasuki fase prodromal atau preicteric, ditandai dengan anoreksia, malaise,
dan kelelahan dengan onset bertahap. Selama fase ini, liver mengalami inflamasi, enzim hati
mulai meningkat, dan pasien mungkin mengalami nyeri di kuadran kanan atas. Sekitar 15%
pasien mengembangkan penyakit menyerupai serum sickness. Pasien-pasien mungkin
mengalami demam, arthritis, arthralgias, atau ruam urtikaria. Saat penyakit berlangsung ke fase
icteric, hati menjadi lunak, dan terjadi jaundice. Pasien dapat memperhatikan bahwa urin
menjadi gelap dan tinja terlihat pucat. Gejala lain dalam tahap ini termasuk mual, muntah, dan
pruritus. Dari titik ini, perjalanan klinis dapat sangat bervariasi. Beberapa pasien mengalami
perbaikan yang cukup cepat dalam gejala mereka, sedangkan yang lainnya mengalami gejala
klinis yang berkepanjangan dengan resolusi lambat. Yang lain mungkin memiliki gejala yang
membaik secara berkala, namun kemudian menjadi bertambah buruk (relapsing hepatitis). Pada
beberapa pasien, penyakit berkembang dengan cepat menjadi FHF, ini dapat terjadi selama
beberapa hari sampai minggu. (Adrienne M Buggs, 2012)

Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal seperti penyakit
serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau
makulopapular. Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-
keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis,
glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa,
gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. (Medlinux, 2009)

Dari beberapa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan hepatitis B, yang kemudian memperlihatkan
antigenemia serta peningkatan transaminase-transaminase hanya menunjukan sedikit bukti klinis
tentang adanya hepatitis. (Behrman R E et al, 2000).

2.5 Diagnosa

Hepatitis A

Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius hepatitis
A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai
positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum
alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien telah sembuh, antibodi IgM akan
menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan
bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena
hepatitis A maka hasil pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:

Serum IgM anti-VHA positif


Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST meningkat.

Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat.

Hepatitis B

Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:

HBsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) merupakan material


permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati
yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut
terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg
bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila
hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi
kronis atau pasien menjadi karier VHB.
Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg.
Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B. Jika tes anti-HbsAg
bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun
immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan
dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat
imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi
VHB.
HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah. HbeAg
bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila
hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B
kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat
menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang
diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam
keadaan fase non-replikatif.
HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein
yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif
menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap
HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc.
IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM
anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut
penah terinfeksi VHB.

2.6 Penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai

  • Portofolio Varicella
    Portofolio Varicella
    Dokumen4 halaman
    Portofolio Varicella
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hepatitis Anak
    Makalah Hepatitis Anak
    Dokumen10 halaman
    Makalah Hepatitis Anak
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Kyoto Rute
    Kyoto Rute
    Dokumen2 halaman
    Kyoto Rute
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Sistem Konduksi Jantung
    Sistem Konduksi Jantung
    Dokumen3 halaman
    Sistem Konduksi Jantung
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan DM
    Penyuluhan DM
    Dokumen25 halaman
    Penyuluhan DM
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Kyoto Rute
    Kyoto Rute
    Dokumen2 halaman
    Kyoto Rute
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • BAB I Revisi-1
    BAB I Revisi-1
    Dokumen3 halaman
    BAB I Revisi-1
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Hormon - Tugas
    Hormon - Tugas
    Dokumen17 halaman
    Hormon - Tugas
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Kerangka Konsep ISPA Bab III
    Kerangka Konsep ISPA Bab III
    Dokumen3 halaman
    Kerangka Konsep ISPA Bab III
    Primarthaswari Prayastuti
    50% (2)
  • Asma
    Asma
    Dokumen4 halaman
    Asma
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Fishbone Fix
    Fishbone Fix
    Dokumen1 halaman
    Fishbone Fix
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Prak Trematoda Usus Hati Paru
    Prak Trematoda Usus Hati Paru
    Dokumen20 halaman
    Prak Trematoda Usus Hati Paru
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • CMKDDN
    CMKDDN
    Dokumen9 halaman
    CMKDDN
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • 4.HISTOPATOLOGI KULIT L 2007 (Compatibility Mode) PDF
    4.HISTOPATOLOGI KULIT L 2007 (Compatibility Mode) PDF
    Dokumen6 halaman
    4.HISTOPATOLOGI KULIT L 2007 (Compatibility Mode) PDF
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan-Dm Ima
    Penyuluhan-Dm Ima
    Dokumen25 halaman
    Penyuluhan-Dm Ima
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Arbo P
    Arbo P
    Dokumen29 halaman
    Arbo P
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Varicella
    Varicella
    Dokumen23 halaman
    Varicella
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Hematemesis
    Hematemesis
    Dokumen18 halaman
    Hematemesis
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Bordetella Pertussis
    Bordetella Pertussis
    Dokumen9 halaman
    Bordetella Pertussis
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Defisiensi Imun
    Defisiensi Imun
    Dokumen11 halaman
    Defisiensi Imun
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Corynebacterium Diphtheriae
    Corynebacterium Diphtheriae
    Dokumen44 halaman
    Corynebacterium Diphtheriae
    pinky melinda
    Belum ada peringkat
  • Defisiensi Imun
    Defisiensi Imun
    Dokumen11 halaman
    Defisiensi Imun
    elyoka
    Belum ada peringkat
  • Campylobacter
    Campylobacter
    Dokumen6 halaman
    Campylobacter
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Arbo P T
    Arbo P T
    Dokumen29 halaman
    Arbo P T
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • CMKDDN
    CMKDDN
    Dokumen9 halaman
    CMKDDN
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis Hendra DX
    Hepatitis Hendra DX
    Dokumen3 halaman
    Hepatitis Hendra DX
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Bordetella Pertussis
    Bordetella Pertussis
    Dokumen7 halaman
    Bordetella Pertussis
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Anak-Dermatitis Atopi
    Anak-Dermatitis Atopi
    Dokumen17 halaman
    Anak-Dermatitis Atopi
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat
  • Campylobacter
    Campylobacter
    Dokumen6 halaman
    Campylobacter
    Lukas Anjar Krismulyono
    Belum ada peringkat
  • Manifestasi Klinis Alfred
    Manifestasi Klinis Alfred
    Dokumen5 halaman
    Manifestasi Klinis Alfred
    Primarthaswari Prayastuti
    Belum ada peringkat