PENDAHULUAN
Penyakit hepatitis sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas
penyebarannya. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat kita
tentang budaya hidup bersih dan sehat, kondisi pemukiman yang semkin padat, tingkat ekonomi
yang rendah, serta budaya masyarakat kita yang sulit berubah. Untuk memberantas penyakit
Hepatitis diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang terus menerus dalam memutuskan
mata rantai penyebaran virus Hepatitis dengan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Upaya
memotivasi masyarakat dilakukan pemerintah melalui kerja sama program dan lintas sektoral
terutama tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian penyakit ini masih terus endemis dan
angka kejadian di berbagai daerah terus meningkat.
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus.
Berdasarkan penyebabnya hepatitis diklasifikasikan menjadi HAV ( Hepatitis A Virus ), HBV
( Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HEV (Hepatitis E Virus). Virus tersebut
menyebabkan peradangan akut pada hati, sehingga menimbulkan timbulnya penyakit klinis
dengan gejala-gejala demam, gejala gastrointestinal (seperti mual dan muntah), serta ikterus.
Selain itu juga dapat menyebabkan lesi histopatologik pada hati selama penyakit akut ( Jawetz
dkk, 1996)
Hepatitis A merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut tetapi tidak menimbulakan
kronisitas.
Berdasarkan data WHO tahun 2008, penyakit hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10
dunia dan endemis di China dan bagian lain Asia termasuk Indonesia. Indonesia menjadi Negara
dengan penderita hepatitis B ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah
penderita 13juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 juta penduduk menderita
penyakit hepatitis B. Sebagaian besar penduduk kawasan ini terinfeksi HBV sejak usia anak-
anak. Sejumlah Negara di Asia, 8-10% populasi orang menderita Hepatitis B kronik
(Sulaiman,2010)
Kelompok pengidap hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90%nya mengalami
infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B bias terjadi sejak masa
kehamilan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi juga bias terjadi saat ibu menyusui karena
terjadi kontak luka pada putting ibu sehingga menjadi jalan masuknya virus hepatitis B
(Budihusodo, 2008)
Penyakit hepatitis menjadi masalah besar di Indonesia karena mengingat jumlah peduduk
Indonesia yang sangat besar , dan jumlah penduduk yang besar ini membawa konsekuensi yang
besar pula. Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi, dan pendidikan rendah dihadapkan pada
masalah kesehatan terkait gizi,penyakit menular, serta kebersihan sanitasi yang buruk.
Sedangakan penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi mengalami
masalah kesehatan terkait gaya hidup dan pola makan. Tak mengherankan jika saat ini penyakit
hepatitis menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian serius di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus.
Berdasarkan penyebabnya hepatitis diklasifikasikan menjadi HAV ( Hepatitis A Virus ), HBV
( Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HEV (Hepatitis E Virus). Virus tersebut
menyebabkan peradangan akut pada hati, sehingga menimbulkan timbulnya penyakit klinis
dengan gejala-gejala demam, gejala gastrointestinal (seperti mual dan muntah), serta ikterus.
Selain itu juga dapat menyebabkan lesi histopatologik pada hati selama penyakit akut ( Jawetz
dkk, 1996)
1. Hepatitis A
Virus Hepatitis A ditularkan melalui transmisi fecal-oral dan bereplikasi dalam
hati. Setelah 10 - 12 hari, virus memasuki peredaran darah dan diekskresikan
melalui sistem biliary ke feses. Puncaknya terjadi selama 2 minggu sebelum awal
timbulnya penyakit.
Meski HAV berada dalam serum, konsentrasinya lebih sedikit dibandingkan yang
ditemukan dalam feses. Penurunan ekskresi virus mulai terjadi pada awal
timbulnya gejala penyakit, dan berkurang secara signifikan 7 - 10 hari setelah
awal timbulnya gejala penyakit. Kebanyakan penderita Hepatitis A tidak lagi
terjadi ekskresi virus ke dalam feses pada minggu ke 3 dari penyakit. Anak
biasanya mengekskresikan virus lebih lama dibandingkan dengan dewasa.
2. Hepatitis B
HBV tidak secara langsung merusak hepatocyte. Respon imun penderita
pada antigen viruslah yang menyebabkan kerusakan hati pada penderita
hepatitis B. Respon imun selular lebih terlibat dalam patogenesis penyakit
dibandingkan respon imun humoral. Induksi dari respon antigen-spesific T-
lymphocyte terjadi ketika T-lymphocyte penderita berinteraksi dengan epitop
virus akibat dari antigen-presenting cells dalam organ lymphoid.
Antigen-spesific T cell matur dan kemudian migrasi ke liver. Pada HBV
akut, sebagian besar HBV DNA dibersihkan dari hepatocyte melalui efek
inflamasi non-cytocidal oleh CD8+ T lymphocytes yang distimulasi oleh CD4+ T
lymphocytes, terutama interferon gamma dan tumor nekrosis faktor alfa. Hal ini
menyebabkan penurunan replikasi virus dan memicu lisis langsung hepatocyte
yang terinfeksi oleh HBV-spesific CD8+ cytotoxic T cells.
Berbeda jauh dengan penderita HBV kronik yang menunjukkan respon
HBV-spesific T cell lemah, jarang dan kurang fokus dan mayoritas sel MN pada
liver penderita HBV kronis adalah antigen non spesifik.
Berdasarkan keberadaan HBV pada extrahepatic juga keberadaan
convalently closed circular DNA ( cccDNA ) dalam hepatocyte, eradikasi virus
adalah tujuan yang tidak realistis berdasarkan ketersediaan obat saat ini.
cccDNA berperan sebagai contoh untuk transkripsi pregenomic messenger RNA,
langha awal yang vital dalam replikasi HBV. Keberadaan cccDNA yang
berkesinambungan dalam hepatocyte dipertimbangkan sebagai tanda virus yang
persisten. Sungguh disayangkan, terapi sekarang belum efektif dalam
mengeradikasi cccDNA dan hanya menurunkan levelnya. cccDNA yang persisten
bahkan dalam jumlah kecil pada hepatocyte nukleus menunjukkan korelasi
terhadap reinfeksi virus setelah terapi dihentikan. Ditambah lagi, integrasi HBV
DNA pada hepatocyte nukleus selama proses replikasi dapat menjelaskan
peningkatan resiko karsinoma hepatoselular.
Riwayat infeksi HBV dibagi menjadi 4 fase yang dipengaruhi oleh umur,
genetik, virus lain juga ada, mutasi HBV dan tingkat imunosupresi.
1. Pada neonatus dengan sistem immune yang imature, 95% penderita merupakan
karier HBV kronis asimptomatik, dibanding 30% anak yang terinfeksi di atas
umur 6 tahun.
2. 70% infeksi primer HBV pada dewasa asimptomatik dan self-limiting, dengan
klirens virus dari darah dan liver, dan imunitas seumur hidup terhadap reinfeksi.
3. Bagaimanapun, 30% dewasa dengan HBV akut dapat memiliki ikterik hepatitis
simptomatik
4. Pasien dengan HBV kronis memiliki 10-30% resiko untuk berkembang
menjadi sirosis, terutama pasien usia lanjut dengan tingkat HBV DNA yang tinggi
atau pasien dengan hepatitis C, hepatitis D atau koinfeksi HIV.
Hepatitis pada neonates dapat ditandai dengan ikterus, muntah, sulit makan, dan
peningkatan kadar enzim hati. Bila infeksi tidak disebabkan oleh satu dari lima virus hepatitis,
biasanya terdapat penyakit difus yang biasanya melibatkan kulit, atau sistem saraf pusat, sistem
kardiorespirasi, dan musculoskeletal. Spectrum keadaaan sakit, berkisar dari yang ringan hingga
penyakit berat mendadak (fulminan), dapat terlihat sesuai dengan agen infeksinya. Hepatitis
fulminan ditandai oleh perburukan penyakit yang cepat hingga kadar enzim hati sangat tinggi,
penurunan produksi protein koagulasi, kenaikan kadar amonia serum, syok, koma, atau
meninggal. Tingginya kadar bilirubin dan aminotransferase serum merupakan peramal buruk
mengenai hasil akhir. (Behrman R E et al, 2000)
Hepatitis fulminan jarang terjadi pada anak-anak. Banyak anak yang tidak menjadi
ikterus dan hal ini mempersulit diagnosis. (David Hull et al, 2008)
Manifestasi klinis infeksi hepatitis bervariasi tiap individu, sesuai dengan virus penyebab
tertentu. Beberapa pasien mungkin sama sekali tanpa timbul gejala atau hanya gejala ringan.
Orang lain mungkin menunjukan gagal hati fulminan atau Fulminan Heart Failure (FHF) dengan
onset yang cepat. Manifestasi klasik dari infeksi hepatitis melibatkan 4 fase, sebagai berikut:
Hepatitis A
Secara klasik, hepatitis A dimulai dengan keluhan sistemis berupa demam, malaise dan
keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, intoleransi makanan, dan tembakau, serta
sejumlah perasaan tidank nyaman pada abdomen. Rasa nyeri tumpul pada kuadran kanan atas
atau rasa penuh di epigastrium diperberat oleh latihan jasmani dan goncangan apapun.
Manifestasi-manifestasi hiperbilirubinemia akan muncul setelah awitan gejala-gejala sistemik.
Manifestasi ini mencakup urine yang berwarna gelap dan kulit, serta mukosa ikterik. Ikterus
yang terjadi dapat berlangsung nyata selama 2-3 minggu. Tinja berwarna pucat, atau seperti
tanah liat terjadi akibat obstruksi aliran empedu. Selama proses penyembuhan dalam beberapa
minggu, maka berangsur-angsur terjadi pemulihan kembali nafsu makan, daya tahan tubuh untuk
malakukan latihan jasmani dan perasaan sehat. (Behrman R E et al, 2000).
Masa inkubasi dari virus hepatitis A (HAV) adalah 2-7 minggu (rata-rata, 28 hari). Gejala
klinis kemudian muncul, manifestasinya mirip dengan gastroenteritis atau infeksi virus
pernapasan. Infeksi HAV biasanya merupakan self-limited disease dengan gejala ringan dan
membuat lifelong imunitas terhadap HAV.Infeksi kronis HAV tidak terjadi. (Adrienne M Buggs,
2012).
Hepatitis B
Hepatitis B diawali dengan artralgia atau sejumlah erupsi pada kulit misalnya urtikaria,
ruam-ruam kulit purpurik, makuler atau makulopapuler. Perjalanan penyakit cenderung
berlangsung terselubung dan berjalan sedikit lebih lama daripada hepatitis A. pada sebagian kecil
penderita dapat terjadi hematuria, atau proteinuria selama proses penyembuhan. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya kulit dan mukosa yang ikterik. biasanya hati
mengalami pembesaran dan menimbulkan rasa nyeri pada perabaan. Sering dijumpai pula
pembesaran limpa dan limfadenopati. (Behrman R E et al, 2000).
Masa inkubasi virus hepatitis B (HBV) adalah 30-180 hari (rata-rata, sekitar 75 hari).
Pasien kemudian memasuki fase prodromal atau preicteric, ditandai dengan anoreksia, malaise,
dan kelelahan dengan onset bertahap. Selama fase ini, liver mengalami inflamasi, enzim hati
mulai meningkat, dan pasien mungkin mengalami nyeri di kuadran kanan atas. Sekitar 15%
pasien mengembangkan penyakit menyerupai serum sickness. Pasien-pasien mungkin
mengalami demam, arthritis, arthralgias, atau ruam urtikaria. Saat penyakit berlangsung ke fase
icteric, hati menjadi lunak, dan terjadi jaundice. Pasien dapat memperhatikan bahwa urin
menjadi gelap dan tinja terlihat pucat. Gejala lain dalam tahap ini termasuk mual, muntah, dan
pruritus. Dari titik ini, perjalanan klinis dapat sangat bervariasi. Beberapa pasien mengalami
perbaikan yang cukup cepat dalam gejala mereka, sedangkan yang lainnya mengalami gejala
klinis yang berkepanjangan dengan resolusi lambat. Yang lain mungkin memiliki gejala yang
membaik secara berkala, namun kemudian menjadi bertambah buruk (relapsing hepatitis). Pada
beberapa pasien, penyakit berkembang dengan cepat menjadi FHF, ini dapat terjadi selama
beberapa hari sampai minggu. (Adrienne M Buggs, 2012)
Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal seperti penyakit
serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau
makulopapular. Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-
keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis,
glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa,
gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. (Medlinux, 2009)
Dari beberapa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan hepatitis B, yang kemudian memperlihatkan
antigenemia serta peningkatan transaminase-transaminase hanya menunjukan sedikit bukti klinis
tentang adanya hepatitis. (Behrman R E et al, 2000).
2.5 Diagnosa
Hepatitis A
Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius hepatitis
A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai
positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum
alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien telah sembuh, antibodi IgM akan
menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan
bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena
hepatitis A maka hasil pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:
Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat.
Hepatitis B
2.6 Penatalaksanaan