Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH :

HUKUM LAUT

NAMA : AVIZAR HIDAYAT

STAMBUK : D 101 13 065

RUANG : BT 10

PEMBAHASAN :
1. SEJARAH HUKUM LAUT
Dalam perkembangannya sekarang ini para ahli hukum
menyadari pentingnya hukum laut bagi kehidupan bangsa
Indonesia. Kiranya tidak berlebihan apabila dikatakan
bahwa dibandingkan dengan bidang-bidang hukum lainnya,
perkembangan hukum laut (publik) jauh lebih pesat.
Walaupun demikian hukum laut internasional baru yang
sedang dalam proses pembentukannya dewasa ini tidak
dapat sama sekali dilepaskan daripada hukum laut
internasional yang dasar-dasarnya diletakkan dalam abad
XVI di Eropa Barat. Hal ini disebabkan karena
bagaimanapun juga perkembangan-perkembangan yang
kini sedang terjadi dalam bidang hukum laut internasional
publik tidak bisa sama sekali dipisahkan dari apa yang ada
dan terjadi sebelumnya. Perkembangan yang kini sedang
terjadi di bidang hukum internasional merupakan lanjutan
daripada suatu proses perubahan yang telah dimulai sejak
akhir perang dunia ke-II. Ada tiga sebab yang mendorong
terjadinya perubahan-perubahan dalam hukum laut
tradisional yang mengatur tata hukum laut internasional
dewas itu yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Hugo Grotius
dan ahli-ahli hukum masa dulu. [1] Pertama, makin tambah
bergantungnya penduduk dunia yang makin bertambah
jumlahnya pada laut dan samudera sebagai sumber
kekayaan alam baik ayati maupun mineral termasuk minyak
dan gas bumi. Kedua, kemajuan teknologi yang
memungkinkan penggalian sumber kekayaan alam di laut
yang tadinya tidak terjangkau manusia. Ketiga,perubahan
peta bumi politik sebagai akibat bangunnya bangsa-bangsa
merdeka yang menginginkan perubahan dalam tata hukum
laut internasional yang dianggapnya terlalu menguntungkan
negara-negara maritim maju. Gerakan-gerakan ini yang
melahirkan konsepsi-konsepsi hukum laut baru seperti
continental shelfdan fisheries zone (jalur perikanan)
mengakibatkan diadakannya Konperensi-konperensi Hukum
Laut Jenewa tahun 1958 yang berhasil merumuskan
perkembangan-perkembangan baru dalam perpaduan
dengan hukum laut tradisionil, sehingga terbentuklah
Hukum Laut Internasional Modern (Modern International
Law of the Sea) sebagaimana tercantum dalam Konvensi-
konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958. Kemudian
ternyata bahwa Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 yang
berhasil mengkodifikasikan sebagian daripada
perkembangan di atas tidak dapat membendung semua
perkembangan yang terus berlangsung, baik yang
merupakan gerakan horizontal yakni laut yang berwujud
dalam klaim-kalim atas zona 200 mil maupun gerakan-
gerakan vertikal klaim-klaim atas daerah laut (termasuk
dasar laut dan tanah di bawahnya), yang makin lama makin
dalam dan jauh kearah samudera dalam. Dengan perkataan
lain hukum laut internasional modern (Modern International
Law Of The Sea) yang diciptakan oleh Konperensi Hukum
Laut Jenewa tahun 1958 sebagai pengganti hukum laut
internasional tradisionil (Traditional Law Of The Sea) yang
dirumuskan oleh Konperensi Kodifikasi Den Haag tahun
1930, dalam waktu kurang lebih 10 tahun sudah tidak lagi
dapat memenuhi kebutuhan bidang pengakuan hukum laut
internasional yang terus berkembang dengan cepatnya
menuju suatu hukum laut internasional baru (A New
International Law Of The Sea) yang sekarang telah
terbentuk dalam Konperensi Hukum Laut III. Dari uraian di
atas jelas kiranya bahwa untuk dapat memahami proses
pembentukan hukum internasional laut baru (A New
International Law Of The Sea) ini kita perlu terlebih dahulu
mengetahui sejarah latar belakang hukum laut
internasional, baik hukum laut internasional Jenewa maupun
hukum laut internasional tradisionil.

ZAMAN ROMAWI
Pada masa kejayaan Imperium Roma seluruh Lautan
Tengah (Mediteranian) berada di bawah kekuasaannya.
Sebagai suatu Imperium (kekaisaran) yang menguasai
seluruh tepi Lautan Tengah, persoalan penguasaan laut
tidak menimbulkan persoalan hukum, karena tidak ada yang
menentagg atau menggugat kekuasaan mutlak Roma atau
Lautan Tengah. Lautan Tengah pada masa itu tidaklah lain
daripada suatu danau dalam wilayah kekaisaran Roma.
Keadaan akan berlainan sekiranya pada waktu itu ada
kerajaan-kerajaan lain di sekitar Lautan Tengah yang dapat
mengimbangi kekuasaan Roma. Tujuan daripada
penguasaan Romawi atas laut ini adalah untuk
membebaskannya dari bahaya ancaman bajak-bajak laut
yang mengganggu keamanan pelayaran di laut. Hal ini yang
sangat penting bagi berkembangnya perdagangan dan
kesejahteraan hidup orang-orang yang hidup di daerah yang
berada di bawah kekuasaan Roma ini. Kenyataan bahwa
Imperium Roma menguasai Tepi Lautan Tengah dan
karenanya menguasai seluruh Lautan Tengah secara
mutlak, dengan demikian menimbulkan suatu keadaan
dimana Lautan Tengah menjadi lautan yang bebas daripada
gangguan bajak-bajak laut, sehingga semua orang dapat
mempergunakan Lautan Tengah dengan aman dan
sejahtera. Pemikiran hukum yang melandasi sikap demikian
daripada bangsa Romawi terhadap laut adalah bahwa laut
merupakan suatu res communis omnium yang berarti
bahwa laut merupakan hak bersama seluruh ummat.
Menurut konsepsi ini penggunaan laut bebas atau terbuka
bagi setiap orang. Azas res communis ommnium dalam
arti hak bersama (seluruh) manusia untuk menggunakan
laut yang mula-mula berarti hak semua orang untuk
melayari laut bebas dari gangguan perampok (bajak laut),
dengan bertambahnya penggunaan-penggunaan laut (uses
of the sea) lain di samping pelayaran, seperti perikanan,
menjadi dasar pula dari kebebasan menangkap ikan.
Kebebasan laut di dalam arti demikian yakni kebebasan dari
ancaman atau bahaya bajak laut dalam menggunakan atau
memanfaatkan laut dengan demikian tidak bertentangan
dengan penguasaan laut secara mutlak oleh Imperium
Roma. Dalam kerangka pikir ini Roma melihat dirinya
sebagai pihak yang menjamin kepentingan umum dalam
laut dan penggunaannya sehingga tidak ada pertentangan
antara kekuasaan atas laut dan kebebasan dalam
penggunaannya. Ajaran res comunis omnium ini dalam
dirinya mengandung benih-benih daripada doktrin
kebebasan laut yang akan berkembang kemudian. Untuk
dapat memahami perkembangan ini terlebih dahulu perlu
dijelaskan adanya pemikiran lain tentang laut yang
menganggapnya sebagai suatu res nullius[2]. Menurut
pandangan ini laut dapat dimiliki apabila yang berhasrat
memilikinya bisa menguasai dengan mendudukinya, suatu
paham yang didasarkan atas konsepsi occupatio dalam
hukum perdata Romawi.[3] Keadaan yang dilukiskan di atas
berakhir dengan runtuhnya Imperium Roma dan munculnya
pelbagai kerajaan dan negara di sekitar Lautan Tengah yang
masing-masing merdeka dan berdiri sendiri yang satu lepas
daripada yang lainnya. Dengan berakhirnya penguasaan
mutlak Laut Tengah oleh suatu negara timbul persoalan
siapakah yang memiliki atau menguasai lautan diantara
sekian negara dan kerajaan yang saling bersaing itu?.
Mengingat kenyataan bahwa pemikiran tentang hukum
dikuasai oleh konsepsi-konsepsi dan azas-azas yang
ditinggalkan oleh bangsa Romawi, maka konsepsi-konsepsi
tentang hubungan antara negara di tepi dan laut
dituangkan dalam konsepsi-konsepsi atau azas-azas hukum
Romawi hidup terus walaupun Imperium Roma sendiri telah
hancur lenyap.

MASA ABAD PERTENGAHAN


Negara-negara yang muncul setelah runtuhnya
Imperium Roma disekitar tepi Laut Tengah masing-masing
menuntut bagian dari laut yang berbatasan dengan
pantainya berdasarkan alasan bermacam-macam.
Kekuasaan yang dilaksanakan oleh negara-negara tersebut
dengan laut yang berbatasan dengan pantainya
dilaksanakan dengan tujuan yang bermacam-macam yang
di zaman sekarang barangkali dapat disebut kepentingan :
(1) karantina (perlindungan kesehatan), terutama terhadap
bahaya penyakit pes (black plague); (2) bea cukai
(pencegahan penyelundupan); (3) pertahanan dan
netralitas. Sering terjadinya peperangan antara negara-
negara pada masa itu menyebabkan perlunya negara yang
tidak ingin terlibat dalam pertikaian antara tetangga-
tetangganya untuk menentukan suatu derah bebas dari
tindakan permusuhan. Daerah netralitas ini biasanya
ditentukan besarnya tergantung dari kemampuan negara
pantai untuk menguasainya dengan senjata dari darat.
Penguasaan laut dengan meriam dari benteng-benteng di
darat inilah yang merupakan asal mula dari pada teori
tembakan meriam yang akan dikembangkan kemudian.
Adanya klaim-klaim dari negara-negara pantai untuk
keperluan-keperluan yang secara singkat diuraikan di atas
menimbulkan suatu keadaan dimana laut tidak lagi
merupakan suatu daerah milik bersama. Tindakan-tindakan
sepihak negara-negara pantai Laut Tengah untuk
menyatakan bagian dari laut yang berbatasan dengan
pantainya ini secara eksklusif menjadi haknya paling sedikit
untuk mengaturnya, menimbulkan kebutuhan untuk
mencari kejelasan serta batas-batasnya dalam hukum.
Kebutuhan untuk menyusun suatu teori hukum tentang
status antar negara daripada laut menyebabkan ahli-ahli
hukum Romawi yang lazim disebut Post-Glossator atau
komentator mencari penyelesaian hukum didasarkan atas
azas-azas dan konsepsi-konsepsi hukum Romawi.
Kebutuhan untuk memberikan dasar teoritis bagi klaim
kedaulatan atas laut oleh negara-negara ini antara lain
menimbulkan beberapa teori, diantaranya yang paling
terkenal adalah yang dikemukakan oleh Bartolus dan
Baldus, dua ahli hukum terkemuka di abad pertengahan.
Bartolus meletakkan dasar bagi pembagian dua daripada
laut yakni bagian laut yang berada di bawah kekuasaan
kedaulatan negara pantai dan di luar itu berupa bagian laut
yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatan siapapun. Teori
ini kelak akan merupakan dasar bagi pembagian dua
daripada laut yang klasik dalam laut teritorial (laut wilayah)
dan laut lepas. Konsepsi Baldus agak berlainan dan
sebenarnya lebih maju. Ia membedakan tiga konsepsi
bertalian dengan penguasaan atas laut yakni: (1) pemilikan
daripada laut, (2) pemakaian daripada laut dan (3)
yurisdiksi atas laut dan wewenang untuk melakukan
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan di laut.
Apabila kita analisis tindakan-tindakan sepihak negara-
negara di abad pertengahan ini maka tindakan-tindakan
yang bertalian dengan laut yang dilakukan itu dapat
dikembalikan atau digolongkan dalam tindakan-tindakan
penggunaan laut sebagai berikut: (1) tindakan yang
dilakukan untuk melindungi laut sebagai sumber kekayaan,
terutama perikanan; (2) tindakan yang menganggap laut
sebagai jalur proteksi, baik ia yang bertujuan melindungi
kepentingan keamanan dan pertahanan, bea cukai,
kesehatan dan lain-lain; (3) tindakan yang bertujuan
melindungi laut sebagai sarana komunikasi.[4] Di dalam
masa pembentukan hukum laut internasional ini dengan
demikian terjadi perjuangan untuk menguasai lautan yang
berdasarkan berbagai alasan dan kepentingan yang
berlainan. Pada waktu yang bersamaan terjadi pula adu
pendapat di antara penulis-penulis atau ahli hukum yang
masing-masing mengemukakan alasan atau argumentasi
untuk membenarkan tindakan (sepihak) yang diambil oleh
pemerintah atau negaranya. Kehebatan adu pendapat
antara ahli-ahli hukum yang masing-masing
mempertahankan laut bebas dan laut yang dikuasai oleh
negara pantai ini bertambah meningkat dengan
meningkatnya kemampuan manusia untuk mengarungi
lautan dan mengambil kekayaan dari laut dengan
bertambahnya besar kapal-kapal yang digunakan. Dengan
demikian sejak permulaan sejarah hukum laut internasional
di samping faktor-faktor politik berlaku pula faktor-faktor
ekonomi dan teknologi dalam menentukan sikap dan
kebijaksanaan negara-negara terhadap laut.

2. PEMBAGIAN HUKUM LAUT


. Hukum Laut Nasional
Hukum Laut Nasional adalah sekumpulan aturan yang
mengatur tentang wilayah-wilayah perairan Indonesia yang
didalamnya terdapat:

a. Hak berdaulat atas eksplorasi, eksploitasi, dan


pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam).
b. Hak yurisdiksi yang berkaitan dengan pembangunan
dan penggunaan pulau-pulau buatan, penelitian ilmiah
kelautan, pelestarian lingkungan hidup laut, bea cukai,
dan imigrasi.

. Hukum Laut Internasional

Hukum Laut Internasional adalah sekumpulan asas-asas


dan aturan yang mengatur tentang batas-batas wilayah
perairan antar Negara.

3. DOKTRIN HUKUM LAUT

Pada masa penguasaan laut oleh Imperium Roma tumbuh


dan berkembang 2 doktrin, yaitu :

. Res Communis yang menyatakan bahwa laut itu adalah


milik bersama masyarakat dunia, dan karena itu tidak dapat
diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara.

. Res Nulius yang menyatakan bahwa laut tidak ada yang


memiliki, dan karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh
masing-masing negara.

Anda mungkin juga menyukai