Abstract
Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, disusun rumusan masalah pada penelitian ini
adalah apakah ada perbedaan hasil hitung retikulosit metode manual pada
pengamatan per 1.000 E dengan pengamatan per 500 E dibanding pemeriksaan baku
emas dengan flow cytometri.
Tinjauan Pustaka
Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang telah kehilangan inti sel, dan
mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat
mensintesis hemoglobin.(Brown, 1973: 111-116)
Retikulosit di dalam perkembangannya melalui 6 tahap: pronormoblast, basofilik
normoblas, polikromatofilik normoblas, ortokromik normoblas, retikulosit, dan eritrosit.
Dalam keadaan normal keempat tahap pertama terdapat pada sumsum tulang.
Retikulosit terdapat baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam
sumsum tulang memerlukan waktu kurang lebih 2 3 hari untuk menjadi matang,
sesudah itu lepas ke dalam darah. (Rodak dan Bell, 2002: 202)
Hitung retikulosit dalam persen menunjukkan jumlah retikulosit yang ada atau
tampak (dihitung) per 100 eritrosit. Nilai normal hitung retikulosit adalah 1 % (dengan
kisaran 0,5 1,7 %) apabila diperiksa dengan pengecatan new methylene blue dan 1
2 % dengan metode flow cytomerty. (Brown, 1973: 111-116)
Landasan Teori
Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang telah kehilangan inti sel, dan
mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat
mensintesis hemoglobin.(Brown, 1973: 111-116)
Retikulosit didalamnya masih mengandung sitoplasma yang dapat menyerap
beberapa pewarna tertentu seperti azure B, brilliant cresyl blue, atau new methylene
blue. Apabila darah diinkubasi bersama larutan pewarna tadi dalam keadaan
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksprimental di laboratorium patologi klinik,
dengan cross sectional, dimana sampel diambil hanya satu kali. Sampel yang dipakai
adalah whole blood/darah segar.
Jalannya Penelitian
Subjek
Kesediaan
Keluar
Gambar 1
Skema alur penelitian
Semua sampel darah diambil dari probandus yang telah menyetujui mengikuti
penelitian ini, dengan menandatangani informed concern. Sampel darah diambil 2 cc.
Langkah awal menentukan anemia atau tidak . Penetapan anemia dilakukan
pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb). Masing-masing diambil 30 sampel, kemudian
diperiksa retikulosit metode manual serta dibandingkan hasilnya pengamatan 1.000 E
dengan 500 E. Penelitian dilakukan di laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta antara bulan April hingga Mei 2004.
Pembacaan dilakukan dengan mikroskop cahaya, dengan tahap pertama
pembacaan dilakukan dengan lensa objektif pembesaran 10 x untuk mencari daerah
ideal, daerah dimana eritrosit terdisitribusi dengan baik, saling bersentuhan serta tidak
saling tumpang tindih, dan selanjutnya pembacaan dilakukan pada pembesaran lensa
objektif 100 x dimana sediaan dihapus sebelumnya telah ditetesi dengan minyak emersi.
Lebar lapangan penglihatan dipersempit dengan pemasangan potongan kertas yang
telah dilubangi didalamnya dengan ukuran 4 x 4 mm di dalam lensa okuler. Hitung
retikulosit diperoleh dari jumlah retikulosit yang ditemukan per 1.000 eritrosit dan per
500 eritrosit dari sediaan hapus
Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan adalah sampel darah dengan antikoagulan EDTA. Bahan
pewarna berupa larutan Brilliant Cresyl Blue (BCB) dengan komposisi BCB sebanyak
1 gram dan dilarutkan pada 100 ml cairan fisiologis (NACl 0,9 %). Larutan pewarna
tadi diambil dengan pipet pastur sebanyak lebih kurang 2 tetes lalu dicampur pada
sebuah botol dengan 2 4 tetes darah EDTA dari penderita, kemudian botol ditutup
dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan akuades (untuk tetap memberikan
kelembaban yang cukup pada saat inkubasi), lalu didiamkan selama 20 30 menit
pada suhu kamar. Kemudian dari campuran ini diambil satu tetes untuk dibuat sediaan
hapus pada sebuah objek glas. Setelah didiamkan selama 15 menit atau ditunggu
sampai kering, maka preparat siap untuk dibaca.
Tabel 1
Karakteristik subyek penelitian
Laki-laki lebih sedikit terkena anemia bila dibanding dengan jenis kelamin
perempuan. Hal ini dapat dipahami karena hampir tiap bulan perempuan mengeluarkan
darah lewat siklus menstruasi sehingga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin. Kondisi
anemia pada jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2. Laki-laki tidak ada yang menderita
anemia berat, hanya anemia ringan 4 (10%). Jenis kelamin perempuan yang menderita
anemia berat 2 (5%) dan anemia ringan 16 (40%).
Penurunan kadar hemoglobin akan mengakibatkan tubuh mengalami hipoksia
karena kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang. Manifestasi
gejala dan keluhan anemia tergantung beberapa faktor: 1) penurunan kapasitas daya
angkut oksigen dari darah serta kecepatan penurunannya; 2) derajat dan kecepatan
perubahan volume darah; 3) penyakit dasar penyebab anemia, dan 4) kapasitas
kompensasi sistem kardiopulmonal (Supandiman, 1994).
Tabel 2
Klasifikasi Anemia berdasar jenis kelamin
Jenis kelamin
Klasifikasi anemia Laki-laki Perempuan
n % n %
Tidak Anemia 18 45 0 0
Anemia
Anemia Ringan 4 10 16 40
Anemia Berat 0 0 2 5
TOTAL 22 55 18 45
Anemia ringan yang terjadi pada individu sehat biasanya asimtomatik dikarenakan
kemampuan tubuh mengkompensasi keadaan ini. Gejala yang muncul berupa palpitasi,
sesak napas yang terjadi saat beraktivitas, kelemahan, dan letargi.
Dari tabel 2 didapatkan nilai minimal pada metode manual 0,4 sedang pada metode
manual 500 eritrosit dan 1000 eritrosit masing-masing 0,5 dan 0,5. Mean pada ketiga
pemeriksaan didapatkan 2,44, 2,06 dan 2,25. Nilai normal retikulosit 0,5-1,5% (Rodak
dan Bell, 2002).
Tabel 5
Penampilan diagnostik metode manual 500 eritrosit
Metode automatik
(Flow cytometri)
+ - Jumlah
Metode manual + 21 4 25
(500 e) - 6 9 15
27 13 40
Metode manual 500 eritrosit bila dibanding dengan metode automatik (flow
cytometri) diperoleh Sensitivitas Diagnostik 500 eritrosit 78% dan Spesifisitas Diagnostik
500 eritrosit adalah 9/13 = 69%. Nilai Ramal Positif metode 500 eritrosit 84% serta
Nilai Ramal Negatif metode 500 eritrosit adalah 9/15 = 60%
Tabel 6
Penampilan diagnostik metode manual 1000 eritrosit
Metode automatik
(Flow cytometri)
+ - Jumlah
Metode manual + 21 5 26
(1000 e) - 6 8 14
27 13 40
Nilai sensitivitas diagnostik pada metode manual 500 eritrosit dan 1000 eritrosit
terlihat belum mendekati 100%. Metode manual 500 eritrosit dan 1000 eritrosit memiliki
nilai sensitifitas yang sama yaitu 78%. Untuk nilai spesifisitas lebih tinggi yaitu 69%
sedang metode manual 1000 eritrosit yaitu 61%. Hal ini dapat dipahami karena
perhitungan 500 eritrosit tidak membutuhkan pengamatan lebih lama bila harus
menghitung hingga 1000 eritrosit.
Hitung retikulosit secara manual memiliki kemungkinan ketidaktepatan mencapai
25% dan ketidaktepatan ini akan berkurang secara signifikan sesuai peningkatan jumlah
retikulosit yang ada. (Stiene dan Koepke, 1998)
Hasil yang diperoleh pada metode manual sangat tergantung dari teknik pembuatan
sediaan apus dan cara pengecatan yang benar. Untuk mendapatkan sediaan apus
yang baik, rasio campuran antara pewarna dan sampel yang dianjurkan adalah sama
banyak (Hillman, 1996). Sumber variasi hitung retikulosit manual adalah variasi antar
pemeriksa dalam mengidentifikasi retikulosit, besar populasi eritrosit dan area
pehitungan sel (Stiene dan Koepke, 1998). Faktor subjektivitas pemeriksa juga sangat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Metode automatik dapat terhindar dari unsur
subjektivitas pemeriksa.
Penelitian Winarno AA, 2002 menunjukkan ketelitian pemeriksaan hitung retikulosit
secara manual di laboratorium patologi klinik RS Dr Sardjito Yogyakarta baik dengan
ICC (Inter Class Correlation) 0,7. Demikian pula penelitian Sumardhika, 1999. Kelompok
peneliti di Amerika menyebutkan variasi hitung retikulosit secara manual antar
laboratorium cukup besar yaitu 25-48% (Stiene dan Koepke, 1998).
Keterbatasan metode manual dapat dijumpai pada preparasi sampel dan
pembuatan preparat hapus, serta penggunaan alat untuk mereduksi area perhitungan
yang ditempatkan pada lensa okuler mikroskop yaitu Miller Disk lebih terstandarisasi
dibanding jendela manual (Stiene dan Koepke, 1998).
Hal tersebut dapat diatasi dengan pemeriksaan oleh lebih dari satu orang secara
tersamar dimana hasilnya tidak boleh berbeda lebih dari 20%. Bila ternyata terdapat
perbedaan demikian, pemeriksaan harus diulang oleh orang ketiga juga secara tersamar.
Untuk pemeriksaan retikulosit yang kurang dari 10%, seharusnya pemeriksan dilakukan
sampai dengan ditemukan minimal 100 retikulosit (kecuali bila hitung retikulosit sangat
rendah sehingga tidak praktis dilakukan (Brown, 1993).
Beberapa kelemahan yang juga sering dijumpai pada praktek pemeriksaan hitung
retikulosit manual adalah waktu dan suhu inkubasi serta mutu cat dan reagensia lain
(new methylen blue bersifat lebih stabil dibanding BCB), demikian pula proporsi darah
dan cat harus disesuaikan dengan kadar hematokrit (Dacie, 1991).
Metode baku emas pada penelitin ini adalah metode automatik yaitu dengan prinsip
kerja flow cytometri. Alat ini mempunyai kemudahan dan keunggulan dibandingkan
dengan cara manual. Keberadaan alat ini sangat membantu pemeriksaan rutin karena
jumlah pemeriksaan sudah sangat banyak dan diperlukan penghematan waktu
pemeriksaan, ketepatan hasil serta presisi yang baik dan mempunyai reproduksibilitas
yang tinggi (Koeswardani., et al, 2004).
Keuntungan yang diperoleh dari pemeriksaan retikulosit dengan metode automatik
flow cytometri adalah dapat membedakan antara retikulosit awal dan lanjut. Retikulosit
muda biasanya dilepaskan selama episode hemolitik, mengandung lebih banyak RNA
dan menunjukkan intensitas yang lebih besar daripada retikulosit tua. Perbedaan
intensitas fluoresen memungkinkan perhitungan indeks maturasi lekosit atau fraksi
retikulosit imatur. Fraksi retikulosit imatur terbukti berguna dalam klinik tidak hanya
pada anemia hemolitik, tetapi juga monitor transplantasi sumsum
Kesimpulan
1. Pemeriksaan retikulosit metode manual 500 eritrosit memiliki korelasi yang kuat
dengan metode automatik dibanding metode 1000 eritrosit
2. Penampilan diagnostik pemeriksaan retikulosit metode manual 500 eritrosit
yaitu sensitivitas diagnostik 78% dan spesifisitas diagnostik 69%
3. Penampilan diagnostik pemeriksaan retikulosit metode manual 1000 eritrosit
yaitu sensitivitas diagnostik 78% dan spesifisitas diagnostik 61%
4. Pemeriksaan retikulosit metode manual 500 eritrosit dapat menggantikan
Pemeriksaan retikulosit metode manual 1000 eritrosit .
5. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan kondisi retikulosit
yang bervariasi
Daftar Pustaka
Bell & Rodak. 2002. Hematology: Clinical Principles And Applications. Philadelphia: W.
B. Saunders Company.
Brown, M. and Wittwer, C., Flow cytometry: principles and Clinical application in He-
matology, Clinical Chemistry, 2000, 46:8(B)
Fraser, AR. FIBMS No. 1: Haematology. SP Series for Medical Laboratory Technology.
First Edition 1995, 1 (Feb): 34.
th
Hilman Robert S, Finch Clement A 1995. Red Cell Manual, 1996. 7 Edition Philadel-
phia: F.A. Davis Company.
th
Henry Jhon Bernard, MD. 1995. Clinical Diagnosis & Management. 18 Edition W.B.
Saunders Company.
Hutchison R.E., Davey F.R., Hematopoesis in Henry J.B. (ed) Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods, Philadelphia, W.B. Saunders, 1996.
Koeswaedani. R., et al, 2004. Flow Cytometri dan Aplikasi alat hitung Sel Darah Otomatik
Technicon H1 dan H3 (Online) Available at http;//www.tempo.co.id/medika.
Louie, J., Parker, J.W., Flow cytometry, dalam Steine-Martin EA., Letspeich-Stringer
CA., and Koepke, JA., Clinical Hematology
Mc. Sharry, J.J., Uses of Flow cytometer in Virology, Clinical Microbiology Reviews,
1994.
Peng L., et al, 2001. Automated reticulocyte counting using the Sysmex RAM. Clin
Lab Haematol. 2001 Apr;23(2):97-102.
Winarno, AA., Setyawati. IPR (Indeks Produksi Retikulosit) pada Berbagai Klasifikasi
Anemia. Makalah Bebas Nasional, 2002.