Anda di halaman 1dari 11

KEBERADAAN OJK SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL

DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

MOHAMMAD MUSTAANUL KHUSNI

ARTIKEL ILMIAH DEBAT UBAYA LAW FAIR 2016

UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER2016
PENDAHULUAN

Pencucian uang merapakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan


dan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang
kerap dilakukan olehCriminal organization, maupun individu yang melakukan
tindakan korupsi, perdagangan narkotika, kejahatan lingkungan hidup dan tindak
pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan
asal usul harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga
dapat digunakan seperti uang atau harta kekayaan yang sah tanpa terdeteksi bahwa
aset tersebut berasal dari kegiatan yang illegal. Undang - Undang Nomor 15 tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 dan telah dilakukan
penyempurnaan lagi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman menjadi
UU No. 8 tahun 2010 telah memberikan batasan dan penanggulangan pencegahan
atas tindak pidana pencucian uang.
HINDARI KATA BATASAN MENN.
Tindak pidana pencucian uang menjadi sangat berbahaya dikarenakan
dengan adanya tindak pidana pencucian ini membuat para pelaku kejahatan
dengan mudah menyembunyikan aset-aset hasil dari kejahatan sehingga tindak
kejahatannya sulit untuk di buktikan. Sjahdeini dalam bukunya mengemukakan
bahwa tindak pidana pencucian uang berpotensi merusak perekonomian,
keamanan, dan memberi dampak sosial.1
Pada kasus tindak pidana pencucian uang ini berdasarkan pasal 74 UU
No.8 tahun 2010 tentang TPPU Penyidikan tindak pidana pencucian uang
dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara
dan ketentuan peraturan perundang-undangan. kecuali ditentukan lain menurut
undang-undang ini. di sini jelas dapat di tarik pengertian kalau proses
penyidikan pada TPPU adalah penyidik pidana asal yakni pihak kepolisian,
namun hal ini memunculkan polemik dengan munculnya OJK sebagai suatu
badan instansi pemerintahan yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengawas
dan pengatur sistem keuangan dan perbankan di Indonesia memiliki wewenang
yang sama untuk melakukan penyidikan terhadap pidana asal pada TPPU.
Pada dasarnya penyidik yang ada di Negara saat ini adalah ada dari
kalangan Polri sebagai petugas penyidik umum atas segala tindak pidana umum
lalu ada juga penyidik kejaksaan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang dalam kategori penyidikannya sendiri lebih bersifat khusus pada
tindak pidana korupsi. Munculnya OJK sebagai penyidik dalam tindak pidana
perbankan dan keuangan memunculkan polemik bahwasannya dengan sudah
1
Sjahdeiny, Sutan Remy, seluk beluk tindak pidana pencucian uang dan
pembiayaan terorisme,pustaka utama gravity, Jakarta, 2004

2
adanya Polri sebagai penyidik umum tindak pidana termasuk tindak pidana dalam
dunia (KATA DUNIA GANTI KATA BIDANG) perbankan dan keuangan lalu
dengan munculnya OJK ini muncullah banyak anggapan akan terjadinya tumpang
tindih penugasan dalam penyidikan antara Polri dengan OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki fungsi untuk menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dengan keseluruhan kegiatan
dalam sektor jasa keuangan. OJK bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan jasa
keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Kegiatan OJK yang bersifat
mengatur (regulative) dan mengawasi (controlling) jasa keuangan pada lembaga
perbankan terutama berkaitan dengan :

Perizinan untuk mendirikan bank, Kegiatan usaha bank

Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi


likuiditas dan Pengaturan dan pengawasan terhadap penerapan prinsip
kehati-hatian

menetapkan peraturan pelaksanaan dari UU No. 21 Tahun 2011 tentang


OJK

Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa


keuangan

Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan


konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan

Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan


pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, memberikan dan/atau mencabut izin usaha

Sebagai latar belakang munculnya OJK sebagai penyidik dalam tindak


Pidana perbankan dan keuangan adalah dimulai pada 1 November 1997 terdapat
16 bank yang dilikuidasi. Pada tanggal 31 Desember 1997 Bank Indonesia mulai
membuka dan mengucurkan aliran dana besar-besaran ke bank-bank yang
saat itu mengalami masalah keuangan yang nilainya mencapai kurang lebih
600 triliun. BLBI senilai kurang lebih 600 triliun itu ternyata oleh bank penerima
bantuan malah diselewengkan, sehingga menjadi masalah pidana, menjadi
perkara tindak pidana korupsi yang penanganannya dilakukan oleh Kejaksaan
Agung Republik Indonesia. Ada beberapa perkara BLBI ini yang melibatkan
Bank besar yang perkaranya telah diputus dan dinyatakan para pimpinan
bank tersebut terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Akan tetapi perkara
yang lainnya yang melibatkan konglomerat kakap ternyata perkaranya oleh

3
Kejaksaan Agung dihentikan penyidikannya. Akan tetapi terhadap penghentian
penyidikan tersebut, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia mengajukan
praperadilan. Pada tanggal 6 Mei 2008 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
mengabulkan permohonan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
terhadap surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan
Kejaksaan Agung atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Syamsul Nursalim. Kejaksaan Agung langsung menyatakan banding.
Persoalannya terus menjadi polemik di antara para aparat penegak hukum
(Kejaksaan, Kepolisian dan KPK), pemerintah dan para politisi di Dewan
Perwakilan Rakyat. Kondisi yang tidak menentu ini jelas merugikan
masyarakat konsumen pengguna jasa keuangan (perbankan) dan negara.
Untuk menjawab, menyelesaikan dan mencegah kasus-kasus tersebut tidak
terulang kembali. Pemerintah dan negara telah mengambil langkah-langkah
pencegahan, antara lain dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai pelengkap atau
menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mempunyai fungsi dan
tujuan yang sama dengan undang-undang OJK yaitu undang-undang tentang Bank
Indonesia.
PEMBAHASAN
2.1. PRO KEBERADAAN OJK SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA
ASAL DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang mempunyai


fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan di sektor perbankan, pasar modal, pengasuransian, dana pensiun,
lembaga pembayaran dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian
termasuk penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, perdagangan obat bius,
perdagangan senjata dan manusia, penyelundupan, kejahatan di bidang
perpajakan, pasar modal dan kejahatan di industri asuransi. Itu dapat disidik
oleh penyidik OJK apabila terindikasi adanya kejahatan.
Dengan demikian penyidik OJK mempunyai kewenangan yang besar
selain berwenang melakukan penyidikan yang tidak dipunyai oleh penyidik lain.
Dalam hal penyidikan terhadap tindak pidana jasa keuangan undang-undang OJK
mengaturnya dalam Pasal 49 yang berbunyi :
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor

4
jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.

Ketentuan diatas diperkuat oleh Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-


Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK),
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
OJK sampai saat ini telah terbukti mampu dalam menangani beberapa
kasus yang menyangkut tindak kejahatan di dunia perbankan dan keuangan ada
kurang lebih 64 kasus yang sudah masuk dalam badan OJK termasuk diantaranya
adalah kasus pengaduan adanya dugaan Pencucian uang guna Pembiayaan Teroris
(APU PPT) di Makasar pada tanggal 16 april 2016 lalu, OJK mengaku ada 3
kasus pengaduan akan hal itu, selain itu juga OJK juga menangani kasus dugaan
pencucian uang oleh aparat kepolisian yang turut serta dalam perdagangan
Narkoba di Belawan pada tanggal 23 april lalu dan yang masih segar dalam
ingatan kita kasus korupsi Kondensat oleh SKK Migas dan PT TPPI pada April
tahun kemarin yang ternyata terdapat kecurigaan pencucian uang di dalamnya
Polri bekerjasama dengan OJK dalam mengusut adanya dugaan pencucian uang .
Hingga saat ini OJK memang mengakui bahwasannya mereka tidak
memiliki penyidik sendiri dan akhirnya melibatkan penyidik kepolisian dan PPNS
yang telah dilantik secara independent oleh OJK untuk melaksanakan proses
penyidikan, terbukti dengan adanya OJK yang mempunyai wewenang penyidikan
pada kasus kejahatan di dunia perbankan dan keuangan secara independent OJK
lebih leluasa dalam menyelesaikan dan menuntaskan kasus kejahatan di dunia
keuangan bahkan apabila kasus tersebut menyeret para aparat penegak hukum
OJK juga tetap bisa menyelesaikan secara tuntas karena tidak terintervensi oleh
pihak manapun sehingga tujuan didirikannya OJK untuk melakukan pengawasan
dan pembentukan sistem keuangan yang sehat semakin jelas dapat tercipta, selain
itu ketakutan akan tumpang tindih tugas penyidikan juga tidak terbukti karena
nyatanya OJK mampu bekerjasama oleh aparat penegak hukum lainnya seperti
Polri, Kejaksaan dan juga KPK untuk melakukan penyidikan.
Dengan adanya OJK sebagai penyidik tindak pidana perbankan dan
keuangan di harapkan nantinya dapat menghindari terulangnya kasus tahun 1997
dimana ketika adanya permasalahan penyelewengan dana oleh pihak bank dan
tidak terusut secara tuntasnya kasus-kasus kejahatan di perbankan dan akhirnya
menimbulkan kegaduhan antar penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan oleh
karenanyalah pentingnya OJK sebagai Penyidik yang bersifat mandiri dan
independent tanpa di pengaruhi atau dibawahi oleh pihak manapun akan membuat

5
penyelesaian kasus pidana keuangan bisa dapat diselesaikan secara tuntas dan
selain itu pemaksimalan tugas OJK juga dapat tercipta karena tugas utama OJK
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan serta menciptakan sistem
keuangan yang bersifat transparan, adil dan bermanfaat.

2.2. KONTRA KEBERADAAN OJK SEBAGAI PENYIDIK TINDAK


PIDANA ASAL DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Sudah di jelaskan dalam kitab undang-undang hukum acara pidana
(KUHAP) pasal 1 angka 1 dan 2 bahwasannya yang berhak dalam melakukan
penyidikan terhadap kasus pidana adalah kepolisian Republik Indonesia dan
Pegawai Negeri Sipil yang telah di tunjuk untuk melakukan penyidikan, dalam hal
ini pada kasus tindak pencucian uang memunculkan polemik bahwasannya OJK
di berikan hak dalam melakukan penyidikan pada kasus tindak pidana asal dalam
tindak pidana pencucian uang dan kasus-kasus pidana yang bersangkutan masalah
keuangan dan perbankan lainya.
Hal ini akan menimbulkan pertanyaan akankah terjadi penyidikan oleh
penyidik OJK di dalam tindak pidana yang sama, dimana hak dan kewenangan
penyidikan pada tindak pidana OJK dipunyai juga oleh penyidik lain yang
telah ada. Keadaan ini nampaknya akan tidak selaras dengan integrated
criminal justice system. Integrated criminal justice system mempunyai pengertian
adanya keterpaduan penyidik bidang tindak pidana. Salah satu pilar dari sistem
penanganan terpadu, adalah harus adanya koordinasi dari para penyidik.2
Dengan adanya penyidik OJK, hal ini akan menimbulkan rebutan perkara
dalam penyidikan tindak pidana OJK dan akan terjadi tumpang tindih
kewenangan yang berujung kepada adanya nebis in idem, hal inilah yang di
khawatirkan apabila OJK diberikan otoritas dalam melaksanakan penyidikan
terhadap tindak pidana terhadap tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian
uang, selain itu hal ini juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerancuan dalam
pelaksanaan tugas penyidik.
Polisi sebagai penyidik tindak pidana perbankan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 6 ayat (1) huruf a.

2
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Kesatu,
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 61.

6
Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia, selain itu Polisi sebagai
penyidik diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian RI Pasal 14 ayat (1) huruf a yang berbunyi :
Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan
lainnya.

Dengan demikian Polisi sebagai penyidik termasuk penyidik mempunyai hak


dan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana,
termasuk tindak pidana di sektor jasa keuangan (Perbankan dan lain-lain). Begitu
juga Kejaksaan. Jaksa sebagai penyidik mempunyai kewenangan melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu seperti tindak pidana korupsi, ini
diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia Pasal 30 ayat (1) huruf d. Di bidang Pidana Kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Jadi apabila terindikasi adanya tindak pidana korupsi di sektor jasa
keuangan (sektor perbankan dan lain-lain) maka Jaksa berwenang melakukan
penyidikan. Begitu juga penyidik KPK, selaku penyidik mempunyai kewenangan
penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, seperti diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal 6 huruf
c, yang berbunyi : Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :
Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi. Dengan demikian penyidik KPK mempunyai kewenangan pula di
sektor perbankan dan sektor-sektor otoritas jasa keuangan lainnya, apabila di
sektor-sektor itu terindikasi adanya tindak pidana korupsi. Dengan adanya
kewenangan penyidikan dari penyidik OJK, maka akan terjadi diverifikasi
penyidik dan akan membuat makin tumpang tindihnya penyidikan dalam
tindak pidana tertentu yaitu tindak pidana yang diatur di luar KUHAP.
Pada saat ini sendiri memang OJK telah melakukan penanganan
penyidikan akan beberapa kasus kejahatan keuangan seperti halnya tindak
pencucian uang namun OJK sendiri mengakui bahwasannya OJK tidak memiliki

7
penyidik sendiri dan akhirnya OJK melantik penyidik dari kalangan Polri dan hal
ini bukanlah hanya akan menjadi suatu hal yang sia-sia dan hanya akan menjadi
angan-angan semata untuk menciptakan penyidik OJK yang independent kalau
pada kenyataannya penyidik OJK juga berasal dari Polri atau Jaksa.
Pengoptimalan kinerja aparat negara sangat diinginkan oleh masyarakat
Indonesia karena dengan begitu maka efektifitas dan efisiensi anggaran negara
juga dapat tercapai selain itu sistem penyidikan yang tidak saling tindih antara
Kepolisian Republik Indonesia dengan Pegawai Negeri sipil juga dapat
menciptakan proses penyidikan yang tidak berbelit, sehingga proses penyidikan
benar-benar harus diatur sehingga tidak adanya saling rebut dalam penyidikan
suatu kasus pidana termasuk kasus tindak pidana asal dalam tindak pidana
pencucian uang.

1. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1.KESIMPULAN DAN SARAN PRO KEBERADAAN OJK SEBAGAI
PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG
Otoritas Jasa Keuangan yang bersifat Independet/mandiri dan tidak terikat
oleh lembaga manapun membuat OJK memiliki kekuatan lebih dalam
menciptakan suatu sistem peraturan dan pengawasan terhadap tindak pidana yang
bersangkutan dalam hal keuangan dan perbankan, selain itu dengan adanya hak
dan wewenang OJK dalam melakukan penyidikan terhadap kasus pidana
keuanagan juga merupakan langkah OJK dalam menciptakan sistem dan
mengawasi sistem keuangan yang bersih serta dapat melakukan penyidikan
terhadap aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana dalam hal
keuangan, selain itu wewenang OJK dalam melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang juga dapat mempermudah
dalam melakukan rekam jejak akan transaksi keuangan hasil dari tindak pidana
asal karena OJK yang sudah terintegrasi dengan seluruh bank baik bank BUMN
maupun swasta baik dalam maupun luar negeri, maka dari itu kami dalam
kesempatan kali ini akan mengajukan saran sebagai berikut:
1. Dalam tataran substansi hukum dalam undang-undang nomer 21 tahun 2011
tentang otoritas jasa keuangan untuk melakukan pengkajian ulang serta
pembuatan suatu sistem perundang-undangan penyidikan oleh OJK terhadap
badan penyidik lain seperti halnya POLRI dan KPK sehingga tidak terjadi
saling tindih.

8
2. Dalam tataran struktur hukum adanya suatu lembaga yang memang
membawahi penyidik dari kalangan pegawai negeri sipil yang bersifat
independent dan mandiri serta dibentuknya penyidik OJK yang terintegrasi
dengan POLRI dan KPK.
3. Dalam tataran budaya hukum pemerintah memberikan kepercayaan serta
keyakinan dan wewenang terhadap OJK sehingga kinerja OJK dalam
melakukan penyidikan dapat di lihat di kemudian hari.

3.2.KESIMPULAN DAN SARAN KONTRA KEBERADAAN OJK


SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL DALAM TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
Proses penyidikan dan penyelidikan dalam suatu pembuktian tindak
pidana memang harus mutlak adanya untuk menelusuri kejadian secara nyata dan
fakta, dibentuknya badan penyidik oleh Kepolisian Republik Indonesia dalam
menangani kasus pidana adalah wujud nyata dari dalam membasmi dan mencegah
terjadinya tindak pidana, sudah adanya aparatur negara seperti Polri dalam
melakukan penyidikan dinilai cukup adanya karena penyidik Polri telah dibentuk
secara profesional dalam melakukan penyidikan tindak pidana, munculnya OJK
sebagai penyidik pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang di nilai akan
menimbulkan kerancuan serta saling tindih antar para penyidik oleh karena itu
efektifitas dan efisiensi penyidikan perlu adanya karena proses penyidikan sendiri
juga dapat menyerap anggaran negara juga, selain itu di khawatirkan muncul aksi
saling lempar tanggung jawab antar lembaga apabila terjadi masalah di kemudian
hari maka dari itu perlu adanya ketegasan dalam pemerintah untuk menentukan
penyidik yang tepat dan efisien, oleh karena itu kami akan menyampaikan
beberapa saran kami sebagai berikut :
1. Dalam tataran substansi hukum akan dilaksanakan revisi UU no.21 tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pasal 49 tentang penyidikan supaya
tidak adanya aksi saling tindih dan menghindari kasus nebis in idem.
2. Dalam tataran struktur hukum aparat penyidik kepolisian haru
bekerjasama dengan OJK dan pihaklain yang bersangkutan untuk
menangani penyidikan tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian
uang guna menciptakan proses penyidikan yang efisien.
3. Dalam tataran budaya hukum pemerintah memberikan suatu sarana
terhadap OJK untuk berturut serta dalam proses penyidikan bersama Polri
secara bekerja sama dan bukan dengan berdiri secara masing-masing untuk
menghindari aksi saling lempar tanggung jawab.

9
EVALUASI:
Maaf sebelumnya.
Tulisanmu di atas gak ada yang salah, semuanya bener dan sudah ada di
undang2, jadi gak ada yang perlu disalahkan.
Cuman gak tepat bro.
Mulai dari pendahuluan, paragraf pertama udah bener, cuman gak pas
letaknya. Kenapa?
Jadi kalau kamu buat pendahuluan, buat cerita seperti segitiga terbalik,
jadi awalnya general sampai ke permasalahan yang akan di bahas. Kamu
gak perlu merinci kegiatan ojk di pendahuluan, itu buka argumentasimu,
itu copy paste dari uu kan? Itu gak menarik dan gak dapet poinnya untuk
membuka dan menjelaskan duduk atau inti masalahnya.
Seharusnya bisa kamu mulai dari perkembangan tppu, lalu penanganan
kasus, pihak yang berwenang melakukan penyidikan, dan mmunculkan ojk
sbg lembaga baru yg keberadaannya untuk apa, dan ojk ini juga menurut
uu ojk juga diberi wewenang untuk melakukan penyidikan, namun apakah
untuk tppu juga berlaku? Dan secara sosiologis dibutuhkan? Oleh karena
itu mari bersama sama menakar urgensi ojk untuk melakukan penyidikan
tppu.
Menarik kan alurnya kalau gitu? Hmm.
Banyak tanyak ke yg laen dan banyak belajar, aku yakin kelak kamu bisa
jadi penulis yang handal.

Untuk pembahasan:
Coba km baca lagi pembahasanmu baik pro maupun kontra. Adakah
pertentangan argumentasi baik secara filosofis, historis, yuridis, dan
sosiologis tentang kewenangan ojk untuk melakukan penyidikan tppu?
Gak ada bro.
Coba kamu baca uu ojk dan uu tppu, carik pasal yg bertentangan.
Lalu kewenangan ojk untuk melakukan penyidikan itu hanya berlaku pada
lex genaralis atau lex specialis juga? Sebab uu tppu itu lex specialis.
Jika berlaku di tppu tapi ingat, pasal 74 uu tppu tidak menyebutkan ojk sbg
penyidik tppu.
Nah dari sini kan kamu sudah bisa nangkep pertentangan.

Diskusi kan sama yang lain dan dosen yang lain.


Aku bersedia membantu kalian, tapi tidak seperti ini. Kalian juga harus
belajar. Tanyak ke dosen, diskusi sama beliau2.
Aku juga mau belajar dari kalian, sebab masih banyak hal yang gak aku
tau.

10
Sorry ya baru aku balas, lupa aku. Semangat!!!!!
Banyak yg harus dirubah ya, diskusi kan ini dengan yang lain. Oke?
Salam Fk2h.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU ATAU JURNAL:


Sjahdeiny, Sutan Remy, seluk beluk tindak pidana pencucian uang dan
pembiayaan terorisme,pustaka utama gravity, Jakarta, 2004

Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Bharata, Jakarta,1972, hal. 14.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Kesatu,
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 61.

Saleh, Roeslan, Mengadili Sebagai Pergaulan Kemanusiaan. Jakarta : Aksara


Baru, 1983.

Sitorus, P., 1998, Pengantar Ilmu Hukum (dilengkapi tanya jawab, Pasundan Law
Faculty. Bandung. Alumnus Press.

Undang-Undang :
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan.

11

Anda mungkin juga menyukai