Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid
yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-
LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL) (PERKI,
2013). Peningkatan prevalensi dislipidemia sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Dunia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko dari
pernyakit seperti, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, stroke yang dapat
dikontrol (Qi et al, 2015). Keadaan social ekonomi yang berkembang secara
cepat, gaya hidup, kultural, maupun etnik sangat berpengaruh terhadap
peningkatan prevalensi dari dislipidemia (Qi et al, 2015).
Pada tahun 2008, terjadi peningakatan kolesterol total dengan prevalensi
perempuan (40%) dan laki-laki (39%). Menurut WHO peningkatan kolesterol
total yang tinggi terjadi di negara Eropa (54%), diikuti negara Amerika (48%),
Asia Tenggara (29%), dan Africa (22.6%). Peningkatan dari total kolesterol
berhubungan dengan peningkatan dari pendapatan di negeri tersebut. Di negara-
negara dengan pendapatan yang relatif tinggi, hampir 50% orang terjadi
peningkatan total kolesterol dibandingkan dengan pendapatan yang rendah.
(WHO, 2017). Di China pada tahun 2014 prevalensi dari dislipidemia mencapai
35,5% pada laki-laki sedangkan pada perempuan 37,6% dengan umur rata-rata 30
tahun hingga 39 tahun. Tipe dislipidemia paling sering dijumpai adalah
hipertrigliceridemia dan Low K-HDL (Qi et al, 2015).
Di Indonesia sendiri prevalensi dislipidemia belum terdaftar dengan baik,
namun diperkirakan prevalensinya terus meningkat. Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyebutkan prevalensi dislipidemia di
Indonesia mencapai 14%. Sedangkan, data di Indonesia yang diambil dari riset
2

kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 %


dari penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun dengan kadar kolesterol
abnormal (berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol 200 mg/dl)
dimana perempuan lebih banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari di
pedesaan. Data RISKEDAS juga menunjukkan 15.9 % populasi yang berusia 15
tahun mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi ( 190 mg/dl), 22.9 %
mempunyai kadar HDL yang kurang dari 40 mg/dl, dan 11.9% dengan kadar
trigliserid yang sangat tinggi ( 500 mg/dl)(4). (Perkeni, 2013).
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat
dimodifikasi dari penyakit kardiovaskular. Terdapat bukti kuat hubungan antara
kolesterol LDL dengan kejadian kardiovaskular berdasarkan studi luaran klinis
sehingga kolesterol LDL merupakan target utama dalam tatalaksana dislipidemia.
Secara global penyakit tidak menular penyebab kematian nomor satu setiap
tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak
17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta
kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah.
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita
penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak
160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah
penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). (DEPKES, 2014)
Mengingat hal di atas, tatalaksana dislipidemia harus dianggap sebagai bagian
integral dari pencegahan.
3

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan penyusunan makalah ini adalah menambah pengetahuan mengenai
Manajemen Dislipidemia di Layanan Primer. Penyusunan makalah ini sekaligus
untuk memenuhi persyaratan kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Makalah


Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta KKS dan menjadi suatu tolak ukur bagi penelitian
selanjutnya.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL
(K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL) (European
Heart Journal, 2011).

2.2 Patogenesis
Lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida (TG), fosfolipid dan
asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lipid lipid ini memerlukan
modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diangkut dalam sirkulasi darah
karena sifatnya yang tidak larut dalam air (Crook, 2012).
Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk
bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang
disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam
sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat
penggunaannya serta dapat didistribusikan ke jaringan tubuh. (Hughes, 2006)
Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang terdiri dari trigliserida dan
ester kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya terdiri dari kolesterol
bebas, fosfolipid, dan apo-protein yang lebih larut air. HDL, LDL, dan Lp (a)
dominan intinya mengandung ester kolesterol, sedangkan pada VLDL dan
kilomikron, TG merupakan komponen yang dominan. (Hughes, 2006)
Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya,
yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density
Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein
(HDL). Lipoprotein ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein
Lipase (LPL), Lechitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic
5

Triglyceride Lipase (HTGL) sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya.


(Crook, 2012)

2.2.1. Kilomikron
Kilomikron ialah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan
merupakan transport lipid eksogen dari usus halus ke dalam jaringan. (Crook,
2012)

2.2.2. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)


VLDL merupakan lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliserida, 10-15%
kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. (Crook,
2012)

2.2.3. Low Density Lipoprotein (LDL)


LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai pengangkut
kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis membran dan hormon
steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50% kolesterol, dipengaruhi oleh
banyak faktor misalnya kadar kolesterol dalam makanan, kandungan lemak jenuh,
dan tingkat kecepatan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh.

2.2.4 High Density Lipoprotein (HDL)


HDL disebut juga -lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang
berdiameter 8-11 nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid
terkecil. Unsur lipid yang paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan
fosfolipid. HDL berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dalam jalur kolesterol
transport dari jaringan ke dalam hepar (reverse cholesterol transport). HDL
berfungsi sebagai penyimpan apoliporotein C dan E yang menjadi bahan dalam
metabolisme kilomikron dan VLDL. HDL dalam plasma memiliki banyak macam
ukuran, bentuk, komposisi dan muatan listrik. HDL memiliki beberapa macam
bentuk yaitu HDL-1, HDL-2 dan HDL-3. (Crook, 2012). HDL merupakan hasil
produksi dari hepar dan usus yang membentuk HDL dalam limfe dan plasma.
6

Katabolisme kilomikron dan VLDL juga menghasilkan HDL, karena HDL


memberikan Apo C dan Apo E untuk kilomikron dan VLDL yang membentuk
HDL nasscent. HDL berperan dalam proses Reverse Cholesterol Transport (RCT)
sehingga HDL dapat meningkatkan pengangkutan kolesterol dari jaringan untuk
dikembalikan ke hepar dan diekskresikan lewat empedu. HDL dibentuk di hepar
dengan pembentukan Apo A-1 yang kemudian berinteraksi dengan hepatic ATP-
Binding Cassette Transporter A1 (ABCA 1) hepar lalu tersekresi dalam plasma
dengan bentuk Lipid poor Apo A1 yang berinteraksi dengan ABCA 1 yang
mengambil kolesterol berlebih dari sel dan membentuk pre- -HDL (nascent).
Fungsi HDL yang lain, HDL diduga dapat memiliki efek antiaterogenik,
seperti menghambat oksidasi LDL, meningkatkan produksi nitrit oksida dalam
endotel, menghambat inflamasi dalam endotel, meningkatkan bioavailabilitas
protasiklin, menghambat koagulasi serta agregasi platelet. Lipoprotein yang
berperan penting dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL dan LDL. Fungsi
HDL yaitu mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme.
Lipoprotein mengalami metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur
metabolisme eksogen, endogen, dan reverse cholesterol transport. (Crook, 2012)
Pertama, jalur eksogen berarti penyerapan trigliserida dan kolesterol dari
sumber makanan yang berasal di usus untuk membentuk kilomikron selanjutnya
masuk ke sirkluasi limfe, sirkulasi darah, dan dihidrolisis oleh LPL menjadi FFA
yang selanjutnya diserap oleh jaringan. Kilomikron yang menjadi kilomikron
remnant karena kehilangan sebagian trigliseridnya masuk ke dalam hepar.
Kedua, metabolisme endogen ialah sintesis K-VLDL dari TG dan
kolesterol dalam hepar. K-VLDL dalam darah mengalami hidrolisis oleh LPL
menjadi K-IDL dan dipecah lagi menjadi K-LDL. Hepar dan jaringan perifer
steroidogenik yang mempunyai reseptor kolesterol LDL (rLDL atau ApoB/E
receptor) akan menangkap cLDL. Kolesterol LDL dioksidasi dan ditangkap oleh
makrofag menjadi sel busa (foam cell). Ketiga, jalur reverse cholesterol transport
ialah membawa kolesterol untuk dikembalikan ke hepar dengan bantuan cHDL
yang merupakan hasil esterifikasi pre - HDL oleh LCAT. Sistem reseptor
scavenger kelas B tipe (SR-B1) atau melalui bantuan Cholesterol Ester Transfer
7

Protein (CETP) menukar kolesterol ester HDL dengan TG pada VLDL dan LDL
untuk kembali ke hepar melalui rLDL. (Crook, 2012)

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Lipoprotein

2.2.5 Apolipoprotein
Apolipoprotein merupakan protein yang mempertahankan struktur
lipoprotein, metabolisme lipid, dan sebagai petanda jenis lipoprotein selain
menurut ukurannya. Ada beberapa jenis lipoprotein
1. Apo B
Apo B berbeda dengan Apo lainnya karena ia tidak berpindah
tempat dari lipoprotein satu ke partikel yang lainnya. Apo B mempunyai 2
asal yaitu dari hepar (Apo B100) dan usus (Apo B48). Apo B100 terdapat
dalam VLDL yang diproduksi oleh hepar, IDL dan LDL, Apo B 48 berada
di kilomikron. (Crook, 2012)
8

2. Apo A
Apo A berada di HDL dan kilomikron. Apo A terdiri dari Apo A-1,
Apo A II dan Apo AIV. Apo A-1 adalah Apo terbanyak pada serum, Apo
utama dalam HDL dan kilomikron, dan juga kofaktor dari LCAT. Apo A-
II merupakan bagian penting dari HDL dan bergabung dengan Apo E
melalui jembatan dimer disulfida. Apo A-IV hanya terdapat di kilomikron
namun tidak pada HDL. (Crook, 2012)
3. Apo C
Apo C ialah kofaktor dari LPL, dan merupakan Apo yang
berpindah di antara lipoprotein. Apo C memiliki 3 spesies yaitu C-1, C-II,
dan C-III.
4. Apo E

2.2.6 Absorbsi dan Transport Lipid


Digesti lipid adalah proses hidrolisis lipid sebelum dapat diserap usus, TG
yang banyak dari sumber bahan makanan harus dipecah jadi asam lemak dan
gliserol dengan bantuan enzim lipase pankreas. Proses emulsifikasi bertujuan
supaya lipid bisa bercampur dengan air dan enzim pencernaan terutama lipase
dapat bekerja. Proses emulsifikasi lipid terjadi dalam usus halus dan dilakukan
oleh garam empedu. Absorbsi lipid dapat terjadi dengan cara difusi pasif yang
terjadi dalam usus halus (duodenum terbanyak / jejenum) dalam bentuk
monogliserida dan FFA dan membentuk misel. Selain proses difusi pasif, absorbsi
lipid dapat terjadi secara aktif untuk TG, kolesterol dan fosfolipida yang dibentuk
dalam usus, kemudian mengikuti aliran darah untuk selanjutnya bergabung
dengan protein (apoprotein) sehingga terbentuk lipoprotein dapat beredar dalam
sirkulasi darah.
9

2.3. Klasifikasi Dislipidemia


Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang
mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia
primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan dislipidemia
yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini penting dalam
menentukan pola pengobatan yang akan diterapkan. (PERKENI, 2015)

2.3.1. Dislipidemia primer


Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien
dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan
dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena
hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia
primer.

2.3.2. Dislipidemia sekunder


Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit
lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma
metabolik . Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang
ada. Dalam hal ini pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi
pada pasien diabetes mellitus pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan,
sebab risiko koroner pasien tersebut sangat tinggi. Pasien diabetes melitus
dianggap mempunyai risiko yang sama (ekivalen) dengan pasien penyakit jantung
koroner. Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang
berat. (PERKENI, 2015)
10

2.4 Diagnosis
Penegakan diagnosis dari dislipidemia berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada :
Usia (laki-laki 45 tahun, wanita 55 tahun)
Riwayat keluarga dengan PJK dini (Infark miokard atau sudden death < 55
tahun pada ayah atau < 65 tahun pada ibu
Perokok aktif
Hipertensi (TD 140/90 mmHg atau dengan pengobatan antihipertensi)
Kadar kolesterol HDL yang rendah (< 40 mg/dl)
Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari
adanya faktor-faktor risiko kardiovaskular terutama yang berkaitan dengan
tingginya risiko penyakit jantung koroner. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
yang direkomendasikan adalah : (IDI, 2014)
Total kolesterol
Kolesterol LDL
Trigliserida
Kolesterol HDL
Penghitungan K-LDL yang menggunakan Friedewald formula
membutuhkan data trigliserida, sehingga harus puasa 12 jam. Sedangkan
pemeriksaan total kolesterol, K-HDL dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa.
(European Heart Journal, 2011)

Adapun rumus Friedewald formula adalah :


Kolesterol LDL (mg/dl) = Kolesterol total Kolesterol HDL
(Trigliserida)
5
Namun, Rumus Friedewald ini tidak dapat diaplikasikan pada keadaan dengan
kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl.
11

Gambar 2.2 Interpretasi Kadar Lipid Plasma Berdasarkan NECP


(National Cholesterol Education Program) 2015

Selain pemeriksaan diatas, ada beberapa pemeriksaan lain dibawah ini


yang dapat dipertimbangkan untuk dikerjakan sebagai marker alternatif. Namun
pemeriksaan ini tidak direkomendasikan sebagai suatu pemeriksaan rutin, oleh
karena masih harus dilakukan standarisasi pemeriksaan
Non K-HDL : dapat dipertimbangkan pada individu yang didapatkan
kombinasi hiperlipidemia, diabetes, sindroma metabolik atau gagal ginjal
kronis.
12

Lipoprotein(a) : dapat dipertimbangkan pada individu dengan riwayat


keluarga yang jelas untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang dini.
Apo B : dapat dipertimbangkan pada individu dengan kombinasi
hiperlipidemia, diabetes, sindroma metabolik atau gagal ginjal kronis.
Rasio apoB/apo A : menggabungkan resiko yang didapatkan dari apo B
dan apo A I dan dipertimbangkan sebagai analisis alternatif untuk
penapisan faktor resiko.
Rasio non HDL-C/HDL- C : analisis alternatif untuk penapisan faktor
resiko.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium maka
dapat dilakukan penghitungan risiko dari penyakit kardiovaskuler. Ada sedikitnya
17 model metode untuk memprediksi kejadian kardiovaskular berdasarkan faktor
resiko yang ada. Skor risiko Framingham termasuk yang paling populer oleh
karena kepraktisannya, selain itu juga ada Pooled Cohort Equation yang menjadi
dasar dari ACC/AHA tahun 2013, Systematic Coronary Risk Evaluation (SCORE)
dan juga United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS). (PERKENI,
2015)
Berdasarkan hasil dari skor tersebut, kita dapat menentukan kapan
dilakukan penapisan ulang dan langkah-langkah pengelolaan selanjutnya serta
sasaran LDL yang harus dicapai. American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) melihat ada beberapa keterbatasan dari skor
risiko Framingham untuk memperkirakan kejadian kardiovaskular (ASCVD)
dalam 10 tahun kedepan. Menurut ACC/AHA 2013, kekurangan skor risiko
Framingham adalah karena pembuatan skor hanya berdasarkan data dari populasi
kulit putih semata dan juga luaran yang dilihat hanya penyakit jantung koroner
semata. Berbeda dengan yang digunakan ACC/AHA 2013 dengan menggunakan
Pooled Cohort Equations dimana selain menggunakan populasi kulit putih, juga
populasi kulit hitam dan luaran yang dilihat meliputi penyakit jantung koroner
yang nonfatal maupun fatal dan juga stroke yang nonfatal dan fatal, sehingga
ACC/AHA 2013 menyarankan untuk menggunakan Pooled Cohort Equations
untuk memperkirakan risiko 10 tahun kedepan dari ASCVD yang menggunakan
13

penghitungan skor risiko berdasarkan komponen jenis kelamin, usia, kolesterol


total, kolesterol HDL, tekanan darah sistolik, ras, terapi untuk hipertensi, riwayat
diabetes dan merokok. (PERKENI, 2015)

2.5 Penatalaksanaan
Dalam pengelolaan dislipidemia, diperlukan strategi yang komprehensif
untuk mengendalikan kadar lipid dan faktor-faktor metabolik lainnya seperti
hipertensi, diabetes dan obesitas. Selain itu faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskuler lainnya seperti merokok juga harus dikendalikan. Pengelolaan
dislipidemia meliputi pencegahan primer yang ditujukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi penyakit-penyakit kardiovaskular pada pasien dislipidemia
seperti penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit aterosklerosis vaskular
lainnya dan pencegahan sekunder yang ditujukan untuk mencegah komplikasi
kardiovaskuler lanjutan pada semua pasien yang telah menderita penyakit
aterosklerosis dan kardiovaskular yang jelas.
Penatalaksanaan dalam dislipidemia dapat dimulai dengan melakukan
penilaian jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien untuk
menentukan kolesterol- LDL yang harus dicapai. (Jacobson et al, 2015)

Gambar 2.3 Faktor Risiko Atherosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD)


14

Gambar 2.4 Target Penatalaksanaan Dislipidemia


15

Setelah penatalaksanaan pada pasien telah ditentukan berdasarkan kategori


risiko, selanjutnya dapat diterapi sesuai kategori pasien.

Gambar 2.5 Risiko Rendah

Gambar 2.6 Risiko Sedang


16

Gambar 2.7 Risiko Tinggi

Terapi pasien dislipidemia terdiri dari terapi non farmakologis dan


farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi perubahan gaya hidup, termasuk
aktivitas fisik, terapi nutrisi medis, penurunan berat badan dan penghentian
merokok. Sedangkan terapi farmakologis dengan memberikan obat anti lipid.
Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai kedua terapi tersebut.

A. Terapi Non-Farmakologis
1. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup
setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7
kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu, dengan pengeluaran minimal 200 kkal/
hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda statis, ataupaun
berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau
beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit). Bagi
beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di selasela aktivitas dapat
meningkatkan kepatuhan terhadap progran aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas
penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu. (PERKENI, 2015)
17

2. Terapi Nutrisi Medis


Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah kalori
yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran ( 5 porsi / hari), biji-bijian ( 6 porsi /
hari), ikan, dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dan
kolesterol harus dibatasi, sedangkan makronutrien yang menurunkan kadar LDL-
C harus mencakup tanaman stanol/sterol (2 g/ hari) dan serat larut air (10-25 g
/hari). (PERKENI, 2015). Diet yang dapat dipakai juga untuk menurunkan
kolesterol LDL adalah diet asam lemak tidak jenuh seperti MUFA dan PUFA
karena faktor diet yang paling berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi
kolesterol LDL adalah asam lemak jenuh.

Penurunan kolesterol LDL yang diakibatkan oleh diet PUFA lebih besar
dibandingkan dengan diet MUFA atau diet rendah karbohidrat. PUFA omega-3
tidak mempunyai efek hipokolesterolemik langsung, tetapi kebiasaan
mengonsumsi ikan (mengandung banyak PUFA omega-3) berhubungan dengan
reduksi risiko kardiovaskular independen terhadap efek pada lipid plasma.
Konsumsi PUFA omega-3 pada dosis farmakologis (>2 gram/hari) mempunyai
efek netral terhadap konsentrasi kolesterol LDL dan mengurangi konsentrasi TG.
Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor menunjukkan bahwa
konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5% hingga 10% dari total energi mereduksi
risiko PJK. Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA berhubungan
dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL sampai 5% dan penurunan TG
sebesar 10-15%.
Asam lemak trans diproduksi dari minyak nabati dengan cara hidrogenasi,
dan dapat ditemukan secara alami di dalam lemak hewani. Asam lemak trans
meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan kolesterol HDL. Sumber asam
lemak trans di dalam diet biasanya berasal dari produk yang terbuat dari minyak
terhidrogenasi parsial seperti biskuit asin (crackers), kue kering manis (cookies),
donat, roti dan makanan lain seperti kentang goreng atau ayam yang digoreng
memakai minyak nabati yang dihidrogenasi.
18

Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL, sehingga


makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu pilihan untuk menggantikan diet
lemak jenuh. Di lain pihak, diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan
dengan penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan konsentrasi TG.
Oleh karena itu, asupan karbohidrat dianjurkan kurang dari 60% kalori total.
Asupan lebih rendah dianjurkan bagi pasien dengan peningkatan konsentrasi TG
dan konsentrasi kolesterol HDL rendah seperti yang ditemukan pada pasien
sindrom metabolik. Diet karbohidrat yang kaya serat dianggap diet optimal
pengganti lemak jenuh yang tujuannya meningkatkan efek diet pada konsentrasi
kolesterol LDL dan mengurangi efek yang tidak dikehendaki dari diet kaya
karbohidrat pada lipoprotein lain. Diet makanan tinggi serat seperti
kacangkacangan, buah, sayur dan sereal memiliki efek hipokolesterolemik
langsung. (PERKI, 2013)

Gambar 2.8 Intervensi gaya hidup yang dapat dilakukan untuk


mengurangi kolesterol LDL, kolesterol HDL dan TG.

3. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner,
penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat pembentukan plak
pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi
orang dengan aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa merokok memiliki efek negatif yang besar pada kadar KHDL dan rasio K-
19

LDL/K-HDL. Merokok juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial,


termasuk trigliserida. Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat
meningkatkan K-HDL secara signifikan. (PERKENI, 2015)

B. Terapi farmakologis
Prinsip dasar dalam terapi farmakologi untuk dislipidemia baik pada ATP III
maupun ACC/AHA 2013 adalah untuk menurunkan risiko terkena penyakit
kardiovaskular. Berbeda dengan ATP III yang menentukan kadar K-LDL tertentu
yang harus dicapai sesuai dengan klasifikasi faktor risiko, ACC/AHA 2013 tidak
secara spesifik menyebutkan angka target terapinya, tetapi ditekankan kepada
pemakaian statin dan persentase penurunan K-LDL dari nilai awal. Hal tersebut
merupakan hasil dari evaluasi beberapa studi besar yang hasilnya menunjukkan
bahwa penggunaan statin berhubungan dengan penurunan risiko ASCVD tanpa
melihat target absolut dari K-LDL. Namun demikian, jika mengacu kepada ATP
III, maka selain statin, beberapa kelompok obat hipolipidemik yang lain masih
dapat digunakan yaitu Bile acid sequestrant, Asam nikotinat, dan Fibrat.

Berikut ini akan dirinci lebih lanjut tentang jenis obat hipolipidemik mengenai
farmakokinetik dan farmakodinamiknya.

1. Statin
Mekanisme kerja statin bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di
liver dengan menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA
reduktase. Pengurangan konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan ekspresi
reseptor LDL pada permukaan hepatosit yang berakibat meningkatnya
pengeluaran LDL-C dari darah dan penurunan konsentrasi dari LDL-C dan
lipoprotein apo-B lainnya termasuk trigliserida.
Umumnya efek sampirng dari statin dapat ditoleransi oleh tubuh. Namun efek
samping yang berat pada stati dapat terjadi miopati yang dapat berprogresif
menjadi rhabdomiolisis dan juga dapat menyebabkan gagal ginjal hingga
kematian. (European Heart Journal, 2011)
Statin sebagai pencegahan primer:
20

Terapi statin direkomendasikan sebagai bagian dari pengelolaan dan strategi


pencegahan primer penyakit kardiovaskular pada dewasa yang memiliki 20% atau
10 tahun risiko lebih besar terkena penyakit. kardiovaskular (skor risiko
Framingham). Tingkat risiko dapat dihitung dengan menggunakan risk calculator.
Pada kelompok tertentu dimana risk calculator tidak mampu menghitung resiko
secara tepat (pasien geriatri, etnis tertentu) maka dilakukan penilaian secara klinis.
Keputusan untuk memulai terapi statin harus didahului dengan pemberian
informasi yang jelas kepada pasien tentang risiko dan manfaat dari statin, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti komorbiditas, harapan hidup
dan aspek ekonomi.
Target untuk kolesterol total dan kolesterol LDL tidak dianjurkan jika indikasi
pemberian statin adalah untuk pencegahan primer
Setelah dimulai pemberian statin untuk pencegahan primer, pengulangan ulangi
pengukuran lipid tidak perlu. Clinical judgement dan keinginan pasien harus
memandu review terapi obat dan apakah untuk meninjau profil lipid.
Jika pemberian statin untuk tujuan pencegahan primer telah diberikan, maka
belum ada rekomendasi kapan untuk melakukan penilaian laboratorium ulangan
untuk kadar lipid. Penilaian klinis dan juga mendengarkan pilihan yang dibuat
oleh pasien dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan penggunaan statin
selanjutnya dan kapan melakukan evaluasi ulang dari profil lipid.

Statin sebagai pencegahan sekunder


Terapi statin direkomendasikan pada pasien dewasa yang disertai dengan bukti
klinis kelainan kardiovaskular
Pilihan untuk memulai pemberian terapi dibuat setelah melakukan pemberian
informasi oleh dokter mengenai risiko dan keuntungan pemberian statin serat
faktor komorbiditas terkait dan juga harapan hidup.
Ketika keputusan telah dibuat untuk meresepkan statin, disarankan untuk
memperhitungkan aspek ekonomi terkait dosis harian yang diperlukan dan harga
obat tersebut
21

Individu dengan sindrom koroner akut harus ditangani dengan menggunakan


statin intensitas tinggi (high intensity statin). Setiap keputusan yang ditawarkan
pada pasien untuk menggunakan statin dengan intensitasyang lebih tinggi harus
mempertimbangkan masukan/keinginan dari pasien, faktor komorbiditas,
kemungkinan terjadinya polifarmasi, manfaat dan juga risiko pengobatan.
(PERKENI, 2015)

2. Asam Fibrat
Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat, dan fenofibrat.
Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis trigliserid di
hati. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang kerjanya
memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar trigliserid, obat ini juga
meningkatkan kadar kolesterol- HDL yang diduga melalui peningkatan apoprotein
A-I, dan A-II. Pada saat ini yang banyak dipasarkan di Indonesia adalah
gemfibrozil dan fenofibrat.

3. Asam Nikotinik
Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan
adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas. Diketahui
bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan
akan menjadi sumber pembentukkan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL
di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga kolesterol-LDL
di plasma. Pemberian asam nikotinik temyata juga meningkatkan kadar
kolesterol- HDL. Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu
perasaan panas pada muka bahkan di badan. (European Heart Journal, 2011;
PERKENI, 2015)

4. Ezetimibe
Obat golongan ezetimibe ini bekerja dengan menghambat absorbsi kolesterol oleh
usus halus. Kemampuannya moderate didalam menurunkan kolesterol LDL (15-
22

25%). Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk menurunkan kadar LDL,


terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian statin. Pertimbangan
lainnya adalah penggunaannya sebagai kombinasi dengan statin untuk mencapai
penurunan kadar LDL yang lebih rendah. (PERKENI, 2015)
23

BAB 3
KESIMPULAN

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang


ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal),
kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-
HDL).
Dislipidemia memiliki dua klasifikasi menurut penyebabnya, yaitu
dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan
dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini
penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan diterapkan. Penegakan
diagnosis dari dyslipidemia dapat berupa anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dalam manajemen dislipidemia, diperlukan strategi yang komperhensif
umtuk mengendalikan kadar lipid dan faktor-faktor metabolik lainnya meliputi
pencegahan hingga terapi farmakologi dan non farmakologi yang dimulai dari
penilaian jumlah faktor risiko jantung koroner menurut European Heart Journal,
2011.
24

DAFTAR PUSTAKA

Crook, Martin A., 2012. Clinical Biochemistry and Metaolic Medicine.8th


Edition. Hodder Arnold. Available at: www.cw.taylorandfrancis.com.
[Accessed 17 February 2017].

Depkes, 2013. Situasi Kesehatan Jantung. Info Datin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

European Heart Journal, 2011. ESC/EAS Guidelines for the Managemnet of


Dyslipidemia. European Society of Cardiology. 32: 1768-1818.

Hughes, Thomas A MD., 2006. Understanding Lipoproteins. Available at:


http://www.uthsc.edu/.endocrinology/documents/understanding-
lipoproteins-old.pdf. [Accessed 17 February 2017].

IDI, 2014. Panduan Praktik Klini Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: Bakti Husada

Jacobson, Terry., et al., 2015. National Lipid Association Recommendation for


Patient- Centered Management of Dyslipidemia: Part 1- Full Report.
Journal of Clinical Lipidology. Available at:
https://www.lipid.rg/ites/default/files/PIIS1933287415000598.pdf
[Accessed 17 February 2017].

PERKENI, 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Perkumpulan


Endokrinologi Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.

PERKI, 2013. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia. Centra Communication.
25

Qi, Li., Ding, Xianbin., Tang, Wenge., et al., 2015. Prevalence and Risk Factors
Associated with Dyslipidemia in Chongqing, China. Int. J. Environ. Res.
Public Health 2015. 12: 13455-13465.

Anda mungkin juga menyukai