Anda di halaman 1dari 9

Investasi Jangka Panjang

2.1 Akuntansi
2.1.1 Definisi
Dana kas menganggur (idle cash) ialah kelebihan kas yang tidak diperlukan dalam
waktu dekat. Biasanya kelebihan dana ini dimanfaatkan dengan cara membeli atau
menanamkannya dalam bentuk surat-surat berharga baik dalam efek utang atau efek ekuitas.
Investasi pada surat-surat efek harus memenuhi syarat-syarat aman, likuid, dan
menghasilkan.
Menurut IAI (2009: 43) dalam SAK-ETAP efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit
penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari
efek. Pengakuan dan pengukuran investasi pada efek utang dapat diklasifikasikan dalam 3
kelompok yaitu:
1. Dimiliki hingga jtuh tempo (held to maturity)
2. Diperdagangkan (trading)
3. Tersedia untuk dijual (available for sale)
Sementara itu, pengakuan dan pengukuran investasi pada efek ekuitas dapat
diklasifikasikan dalam 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut:
i. Aset lancar, yang terdiri atas kelompok investasi ekuitas yang diperrdagangkan
(trading) dan kelompok investasi ekuitas yang tersedia untuk dijual (available sale).
ii. Aset tidak lancar, yang akan dibahas dalam Bab 7 Investasi pada Entitas Asosiasi dan
Entitas Anak.
Obligasi ialah surat utang jangka panjang dengan tingkat bunga tertentu. Obligasi
dapat dibeli seduai dengan nilai atau nilai kurs. Nilai obligasi sebagai investasi sesuai dengan
harga perolehannya. Pembayaran untuk bunga sehubungan dengan obligasi yang diperoleh di
antara tanggal pembayaran bunga harus dinyatakan terpisah dari harga perolehannya.
Perbedaan antara harga perolehan dengan nilai nominal obligasi atau surat berharga semacam
itu harus ditangguhkan dan diamortisasikan selama jangka waktu yang ada.
2.1.2 Efek Dimiliki Hingga Jatuh Tempo (Held to Maturity HTM)
Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007: 840-841) surat berharga utang yang
diklasifikasikan sebagai HTM hanya apabila perusahaan mempunyai niat untuk memiliki
efek tersebut sampai jatuh tempo.
Apabila entitas memiliki investasi utang HTM dan berniat memiliki hingga jatuh
tempo, maka investasi dalam efek utang tersebut harus diklasifikasikan dalam kelompok
investasi dalam utang dan disajikan dalam neraca sebesar biaya perolehan setelah amortisasi
premi/diskonto. Premi/diskonto diamortisasi dengan effective-interest method kecuali
straight-line-method menunjukkan hasil yang sama.
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009: 44-45), entitas mungkin mengubah
maksudnya untuk memiliki investasi utang HTM dengan menjual atau mentransfer investasi
utang tersebut. Penjualan atau transfer investasi utang tidak dianggap sebagai perubahan
dalam tujuan HTM, apabila perubahan maksud tersebut disebabkan oleh kondisi sebagai
berikut:
1. Terdapat bukti mengenai penurunan signifikan risiko kredit entitas penerbit Efek.
2. Terjadi perubahan peraturan perpajakan yang menghapus atau menaikkan tarif pajak
final yang berlaku atas bunga dari efek utang (tidak termasuk perubahan peraturan
perpajakan yang merevisi tarif pajak atas bunga secara umum).
3. Terjadi penggabungan usaha atau penjualan dalam jumlah besar, seperti penjualan
segmen, yang mengakibatkan diperlukannya penjualan atau transfer Efek dalam
kelompok HTM untuk mempertahankan risiko kredit entitas dan posisi risiko bunga
yang ada saat tersebut.
4. Terjadi perubahan dalam persyaratan atau peraturan perundangan yang secara
signifikan mengubah definisi investasi yang diizinkan atau tingkat maksimal investasi
yang diizinkan dalam jenis Efek tertentu, sehingga entitas harus melepaskan efek
dalam kelompok HTM.
5. Terjadi perubahan peraturan pemerintah mengenai modal minimal industri tertentu
yang mengakibatkan entitas mengurangi aktivitas usahanya atau skala operasinya dan
menjual Efek dalam kelompok HTM.
6. Terjadi perubahan dalam peraturan pemerintah yang mengakibatkan bertambahnya
bobot risiko atas investasi Efek utang dalam perhitungan rasio tertentu, misalnya
dalam perhitungan solvabilitas entitas asuransi atau perhitungan rasio kecukupan
modal perbankan.
2.1.3 Efek Diperdagankan (Trading)
Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007: 846, 850) surat berharga dalam bentuk
utang ataupun saham yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali dalam periode singkat
(kurang dari 3 bulan atau mungkin diukur dalam hitungan hari). Perusahaan melaporkan efek
trading pada fair value, dengan unrealized holding gain or losses sebagai bagian dari laba
neto.
holding gain or lossesadalah perubahan neto antara nilai wajar dari satu periode ke
periode lainnya, tidak termasuk dividen maupun bunga yang telah diakui tetapi belum
diterima. Sama seperti kedua jenis investasi utang lainnya, premi/diskonto juga akan
diamortisasi.
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009: 46-47) investasi utang yang akan
dikelompokkan dalam kelompok trading diukur sebesar nilai wajarnya dalam neraca. Efek
yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali dalam waktu dekat, harus diklasifikasikan
dalam kelompok trading. Pengelompokkan ini biasanya ditunjukkandengan frekuensi
pemberian dan penjualan yang sangat sering dilakukan. Tujuan dari investasi utang ini
dimiliki adalah untuk menghasilkan laba dari perbedaan harga jangka pendek. Laba/rugi yang
belum direalisasi atau investasi utang trading harus diakui sebagi penghasilan.
2.1.4 Efek Tersedia untuk Dijual (Available for Sale AFS)
Menurut Kieso, Weygend, dan Warfield (2007: 842-845, 848-850) investasi dalam
bentuk utang maupun ekuitas yang termasuk dalam kategori AFS dialporkan sebesar fair
value dalam neraca. Keuntungan/kerugian yang belum direalisasi terkait dengan perubahan
fair value akan dicatat dalam akun unrealized gain or losses (bagian dari laporan laba rugi
dilaporkan dalam ekuitas). Perubahan fair value tidak akan dilaporkan sebagi bagian dari net
income sampai investasi tersebut dijual.
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009: 47) efek yang tidak diklasifikasikan dalam
kelompok trading dan dalam kelompok HTM, maka harus diklasifikasikan kedalam
kelompok AFS. Laba/rugi yang belum direalisasi harus dimasukkan sebagai komponen
ekuitas yang disajikan secara terpisah dan tidak boleh diakui sebagai penghasilan sampai
pada saat laba/rugi tersebut dapat direalisai.
Untuk ketiga kelompok efek tersebut, dividen dan pendapatan bunga termasuk
amortisasi premi/diskonto yang timbul saat perolehan diakui sebagai penghasilan sedangkan
untuk laba/rugi yang telah direalisasi dalam efek trading dan HTM , juga tetap harus
dilaporkan sebagai penghasilan.
2.1.5 Perubahan Kelompok Investasi
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009: 47-48) pemindahan Efek antarkelompok
dicatat sebesar nilai wajarnya. Pada tanggal perubahan kelompok, laba/rugi yang belum
direalisasi harus dicatat sebagai berikut:
a) untuk Efek yang dipindahkan dari kelompok trading, maka laba/rugi yang belum
direalisasi pada tanggal transfer telah tercatat sebagai penghasilan dan oleh karena itu
tidak boleh dihapus;
b) untuk efek yang dipindahkan ke kelompok trading, maka laba/rugi yang belum
direalisasi pada tanggal pemindahan diakui sebagai penghasilan pada saat tersebut.
c) untuk Efek utang yang dipindahkan ke kelompok AFS dari kelompok HTM, maka
laba/rugi yang belum direalisasi diakui dalam kelompok ekuitas secara terpisah oada
tanggal pemindahan kelompok;
d) untuk Efek utang yang ditransfer dari kelompok AFS ke kelompok HTM, maka
laba/rugi yang belum direalisasi oada tanggal transfer harus tetap dilaporkan dalam
komponen ekuitas secara terpisah, namun harus diamortisasi selama masa manfaat
efek dengan cara yang konsisten dengan amortisasi premi/diskonto. Amortisasi
laba/rugi yang belum direalisasi tersebut akan sepadan dengan pengaruh amortisasi
premi/diskonto terhadap pendapatan bunga dari efek dalam kelompok HTM.

Dasar Dampak Perpindahan pada Dampak


Pengukuran Akun Ekuitas Perpindahan
pada Laba Neto
Trading AFS Sekuritas Laba/rugi yang belum Laba/rugi yang
atau sebaliknya ditransfer sebesar direalisasi pada tanggal belum direalisasi
nilai wajar pada transfer akan pada tanggal
tanggal transfer. meningkatkan/menurunkan transfer akan
ekuitas. diakui dalam
pendapatan.
HTM AFS Sekuritas Sebagian komponen dari Tidak ada
ditransfer sebesar ekuitas akan
nilai wajar pada meningkat/menurun sebesar
tanggal transfer. laba/rugi yang belum
direalisasi pada tanggal
transfer.
AFS HTM Sekuritas Laba/rugi yang belum Tidak ada.
ditransfer sebesar direalisasi pada tanggal
nilai wajar pada transfer dicatat sebagi
tanggal transfer. komponen dari ekuitas
diamortisasi selama sisa umur
sekuritas

Untuk pengungkapan setiap penjualan/transfer efek dalam kelompok HTM harus


diungkapkan:
(a) jumlah akumulasi amortisasi diskonto/premium untuk efek yang dijual/dipindahkan
ke kelompok lain;
(b) laba/rugi penjualan efek, yang telah direalisasi maupun yang belum direalisasi;
(c) kondisi yang mengakibatkan diambilnya keputusan menjual/memindahkan kelompok
efek tersebut.
2.1.6 Penyajian dan Pengungkapan Investasi pada Efek Tertentu
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009: 49-51) entitas menyajikannya dengan neraca
yang asetnya dikelompokkan menjadi aset lancar dan aset tidak lancar, kewajibannya
dikelompokkan menjadi kewajibn jangka pendek dan jangka panjang (classified balance
sheet) harus melaporkan semua Efek dalam kelompok trading sebagai aset lancar.Efek
dalam kelompok HTM dan Efek dalam kelompok AFS disajikan sebagai ast lancar atau aset
tidak lancar berdasarkan keputusan manajemen. Khusus untuk Efek utang dalam kelompok
HTM dan kelompok AFS yang jatuh tempo pada tahun berikutnya haruss dikelompokkan
sebagai aset lancar.
Sementara itu, pengungkapan untuk Efek dalam kelompok AFS dan kelompok HTM,
informasi berikut ini harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan untuk setiap
kelompok utama Efek, yaitu:
(a) nilai wajar agregat;
(b) laba yang belum direalisasi dari pemilikan efek;
(c) rugi belum direalisasi dari pemilikan efek; dan
(d) biaya perolehan, termasuk jumlah premium dan diskonto yang belum diamortisasi.
Untuk Efek dalam kelompok AFS dan kelompok HTM, informasi mengenai tanggal jatuh
tempo efek utang tersebut harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan tahun
terakhir disajikan. Informasi tentang tanggal jatuh tempo dapat dikelompokkan menurut
jangka waktunya sejak tanggal neraca. lembaga keuangan harus mengungkapkan nilai wajar
dan biaya perolehan efek utang, termasuk diskonto dan premium yang belum diamortisasi
berdasarkan , sedikitnya 4 (empat) kelompok tanggal jatuh tempo, yaitu:
jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 tahun;
jatuh tempo waktu antara 1 sampai 5 tahun;
jatuh tempo waktu antara 5 sampai 10 tahun; dan
jatuh tempo waktu lebih dari 10 tahun.
Efek yang tidak jatuh tempo pada tanggal tertentu, seperti efek yang pembayaranyya
dijamon hipotik, dapat diungkapkan secara terpisah (tidak dialokasikan ke dalam beberapa
kelompok jatuh tempo tersebut). Jika penggolongan jatuh temponya dialokasikan, maka dasar
alokasinya harus diungkapkan.
Untuk setiap periode akuntansu, entitas harus mengungkapkan:
(a) penerimaan dari penjualan efek dalam kelompok AFS, laba dan rugi yang direalisasi
dari penjualan tersebut;
(b) dasar penentuan biaya perolehan dalam menghitung laba/rugi yang direalisasi
(misalnya, identifikasi khusus, rata-rata, atau metode lain);
(c) laba dan rugi yang dimasukkan sebagai penghasilan dari pemindaham
pengelompokkan efek dari kelompok AFS ke kelompok trading;
(d) perubahan laba/rugi pemilikan yang belum direalisasi untuk efek dalam kelompok
AFS yang telah dimasukkan ke dalam komponen ekuitas secara terpisah selama
periode yang bersangkutan; dan
(e) perubahan dalam laba/rugi pemilikan efek yang belum direalisasi dari efek untuk
tujuan trading yang telah diakui sebagai penghasilan dalam periode pelaporan.
Penilaian investasi pada Efek tertentu menurut perpajakan didasarkan pada nilai
perolehannya sesuai dengan penjelasan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (6)
ditentukan bahwa penilaian sekuritas hanya boleh menggunakan harga perolehan. Sedangkan
keuntungan atau kerugian karena penjualan/pengalihan saham hendaknya berpegang pada
ketentuan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1), yaitu sebesar selisih antara harga
jual dengan harga perolehan. Investasi surat berharga dalam valuta asing, sesuai dengan
ketentuan perpajakan, harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah. Penjabarannya dilakukan
dengan menggunakan kurs tanggal neraca atau kurs tetap yang dilakukan secara taat asas.
2.2 Perpajakan
Obligasi merupakan surat pinjaman uang yang akan dilunasi setelah jangka waktu
tertentu. Umumnya obligasi memberikan penghasilan bunga dengan jumlah tetap kepada
investor. Ada kalanya obligasi juga mempunyai hak atas pembagian keuntungan. Penjelasan
Pasal 4 ayat (1) bagian (g) UU PPh menganggap bagian keuntungan tersebut sebagai
penghasilan.
Pada UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa: Yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima/diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun. Hal ini juga mencakup penghasilan yang
diterima/diperoleh dari transaksi investasi utang.
Jika dalam pembelian obligasi termasuk unsur bunga berjalan, maka bunga tersebut
harus diperhitungkan sebagai penghasilan. PPh yang dipungut atas bunga obligasi yang tidak
dijual di bursa efek tidak boleh dikapitalisasi, tetapi harus dicatat sebagai pajak yang dibayar
di muka (PPh 23 dengan tarif 15% x penghasilan bruto). Sementara itu, bunga obligasi di
bursa efek dikenakan PPh final (PPh Pasal 4 ayat 2) sesuai dengan peraturan pemerintah
(PP).
Selain bunga tetap, penghasilan obligasi dapat berupa capital gain dan realisasi
diskonto (selisih antara nilai nominal dengan nilai perolehan) pada saat pelunasan obligasi.
Hanya bunga obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek yang diterima WP orang pribadi di
mana tidak melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun dibebaskan dari
pajak.
Surat Utang Negara
Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara RI sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri dari Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara.
(1) Penghasilan berupa diskonto SPN sesuai dengan PP 27 Tahun 2008 jo. PMK-
63/PMK.03/2008 yang mulai berlaku 4 April 2008.
SPN berjangka waktu paling lama 12 bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto. Diskonto SPN merupakan selisih lebih antara:
a) nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana/di
Pasar Sekundr; atau
b) harga jual di Pasar sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana/Pasar
Sekunder.
Besarnya PPh adalah 20% dari diskonto SPN bagi WP dalam negeri dan BUT;
atau sesuai tarif ketentuan P3B yang berlaku bagi WP luar negeri. Pemotongan
PPh tersebut dilakukan oleh:
penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar,
atas diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
perusahaan Efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku
pembeli, atas diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.
Tetapi apabila diskonto SPN diterima /diperoleh WP:
bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
reksadana terdaftar pada Bapepem (Badan Pengawasan Pasar Modal) selama 5
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
tidak dilakukan pemotongan pajak final.
(2) Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan PP 16 Tahun 2009 jo. PMK-
85/PMK.03/2011 tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi; yang mulai
berlaku 1 Januari 2009.
Besarnya PPh adalah sebagai berikut:
a. Bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
20% atau sesuai dengan tarif P3B bagi Wp luar negeri selain BUT;
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
obliasi.
b. Diskonto dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT: dan
20% atau sesuai tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi
tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
c. Disnkonto obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT: dan
20% atau sesuai tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
d. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP
reksadana yang terdaftar pada Bapepem dan Lembaga Keuangan sebesar:
0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Atas penghasilan yang diterima dan/ataau diperoleh WP berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi WP tertentu yaitu:
i. dana pensiun yang pendirian/pembentukannya disahkan oleh Menteri
Keuangan; dan
ii. bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri d Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai