Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut

juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di

masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah

sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks

sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah

kesehatan.2

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.

Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks

menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam

lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran

tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di

dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat

pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan

immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun

demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem

imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks

kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2

Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun

perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

1
I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

apendisitis?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

apendisitis.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya apendisitis.

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendisitis akut menjadi salah

satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang

menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak

penyebab persisten, progressive abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya

kadang-kadang dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak

ada jalan untuk mencegah perkembangan dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk

menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi sebelum perforasi

ataupun gangrene3.

2. EPIDEMIOLOGI

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara

berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara

bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan

berserat dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari

satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali

pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

3
3. INSIDEN

Insiden apendisitis akut menurun ditandai antara tahun1940 dan 1960,

kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotic secara luas. Saat ini apendiktomi

merupakan salah satu pilihan pembedahan. Apenndisitis jarang terjadi pada bayi,

menjadi semakin sering pada masa anak-anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur

belasan hingga 20 tahunan. Setelah insiden apendisitis menurun, meskipun masih

banyak keingin tahuan mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang

dilaporkan dalam berbagai literature sejak 500 tahun yang lalu3.

Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis disebut

sebagai perityphitis karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan kematian

dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud

adalah apendisitis perforasi.

Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan kebenaran bahwa

purulen iliac tumor pada inflamasi apendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun 1886

setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada awal kasus yang

sebelumnya dianggap sebagai perityphitis. Fitz beranggapan bahwa apendiktomy

penting untuk menyembuhkan pasien.

Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya telah

rupture dan dilakukan apendiktomy, setelah itu pasiennya sembuh dan peneilitian ini

dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, dokter di daerah rural Kanada telah

berhasil melakukan apendiktomy 6 tahun sebelumnya, sayangnya kasus ini tidak

dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889, McBurney menjelaskan temuan klinis

pada apendisitis akut yang sebelumnya telah rupture, termasuk gambaran abdominal

4
tenderness yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya. Irisan lapangan operasi

biasanya dikaitkan dengan McBurney sebenarnya dibuat oleh McArthur3.

4. ANATOMI

Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran

3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnyas.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang

sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis

apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar

umbilicus.

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral.

Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan

mengalami gangrene.

Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :

Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum

5
Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam

pelvis

Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum

Appendix retroileal

Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.

5. ETIOLOGI

a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:

1. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang

mengakibatkan obstruksi

2. Oleh karena sebab lain termasuk:

a. Limfoid hipertrofi

b. Barium

c. Cacing di intestinal

d. Kanker sekum

6
b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan

inflamasi pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi

yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti

oleh obstruksi lumen.

6. PATOFISIOLOGI

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60%

kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35%

menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan

1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi

limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak,

sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi

karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh

kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang cenderung mengkonsumsi makanan

rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka3.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma1.

Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium1.

7
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis

supuratif akut1.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang1.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang

masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi

mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah1.

7. GEJALA

1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama

a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region

umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region kuadrant

kanan bawah.

b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak

muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang

berbeda.

8
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk

beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.

3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti

oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum

nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.

Gambaran klinis apendisitis akut


Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai

mual dan anoreksia

Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum local dititik McBurney

Nyeri tekan

Nyeri lepas

Defans muskuler

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg sign)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas

dalam, berjalan, batuk, mengedan

Dikutip dari buku ajar ilmu bedah wim de Jong hal. 641

8. PEMERIKSAAN FISIK

9
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi

dari apendiks.

1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi

mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.

2. Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina

iliaca anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi

apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan,

dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.

3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap

perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.

4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis

a. Rovsings sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran

kiri bawah.

b. Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi

panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang

menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri2.

c. Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul

kanan, pasien dalam posisi terlentang5.

Pemeriksaan rectal toucher pada


apendisitis

rovsing sign
10

PSOAS sign
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan

predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat menyingkirkan

adanya apendisitis5.

2. Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.

10. PEMERIKSAAN X-Ray

1. Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau fecalith

radiopak.

2. USG abdomen

3. Barium enema mungkin dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi

diagnosis tetap sukar untuk ditegakkan. Barium enema akan mengisi defek pada

sekum, hal ini adalah indicator yang sangat bisa dipercaya pada banyak

penelitian apendisitis.

11. DIAGNOSA BANDING

11
Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut

kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang

sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang

dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2 hari.

Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis

akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian

bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan

dan infeksi urin.

Kehamilan di luarr kandungan hamper selalu ada riwayat terlambat haid

dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus

kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak

difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi

dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal

atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.

Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.

Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke

perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria

sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan

penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri

kostovertebral di sebelah kanan dan piuria2.

12. PENATALAKSANAAN

12
1. Apendiktomi adalah terapi utama

2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:

a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk

mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.

b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa

komplikasi apendisitis

1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus

apendisitis ruptur atau dengan abses.

2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis

rupture dengan peritonitis diffuse.

Apendiktomi

Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara

laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh

ahli bedah.

TEKNIK APENDIKTOMI McBurney

1. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional. Kemudian

dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.

2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (gambar

40.1.a) dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah

serabutnya, berturut-turut m. oblikus abdominis eksternus, m. abdominis

internus, m. transverses abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum

(gambar 40.1.b).

13
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi (gambar 40.2.a)

4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar (gambar 40.2.b)

5. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak

kea rah basis (gambar 40.3.a dan 40.3.b)

6. Semua perdarahan dirawat.

14
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks

kemudian dijahit dengan catgut (gambar 40.4.a)

8. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut (gambar 40.4.b)

9. Puntung apendiks diolesi betadine

10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.

Mesoapendiks diikat dengan sutra (gambar 40.5.a dan 40.5.b)

11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya,

semua perdarahan dirawat.

12. Sekum dikembalikan ke abdomen.

15
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan

untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan

chromic catgut dan otot-otot dikembalikan (gambar 40.6)

13. KOMPLIKASI

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi

Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.

Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut

menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut,

peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.

2. Peritonitis

Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam

bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran

infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan

begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus

kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam

16
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin

syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang,

kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).

3. Massa Periapendikuler

Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi

pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4

sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa

apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum

masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,

lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah

mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi,

tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan

ringan, lekosit dan netrofil normal.

14. PROGNOSIS

Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.

Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi

infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

17
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Etiologi terbanyak

disebabkan oleh adanya fekalit. Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu Tanda awal nyeri mulai di

epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia.

Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local

dititik McBurney: Nyeri tekan, Nyeri lepas dan Defans muskuler

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung: Nyeri kanan bawah pada tekanan

kiri (rovsing sign), Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg sign), Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,

berjalan, batuk, mengedan

18
DAFTAR PUSTAKA

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif,

dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media

Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan

Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.

[3] Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice

fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders

[4] Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international

edition. Edition 9. 1990. Lange medical book.

[5] Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2 nd

edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.

[6] Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta;

Erlangga Medical Series.

[7]Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-

6. Jakarta: EGC.

[8] Koesoemawati, H. dkk. Editor. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta:

EGC.

[9] Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas

Maret University Press.

19
[10] Wibowo,S, dkk. Editor. 1987. Pedoman Teknik Operasi OPTEK hal.75-88.

Surabaya: Airlangga University press.

[11] Putz, R & Pabst, R. 2000. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA jilid 2 edisi 21.

Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai