Disusun Oleh:
Nurmalita Caesarlia W (30101206690)
Pembimbing:
dr. Luh Putu Endyah Santi M, Sp. Rad
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
Nama : Nurmalita Caesarlia W
NIM : 30101206690
Mengetahui,
dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad
KATA PENGANTAR
3
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelaisakan Seorang Pasien Laki-Laki
dengan Kolelitiasis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus
dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Lia Sasdesi M., Sp. Rad
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
Nurmalita Caesarlia W
4
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Anatomi Kandung Empedu................................................................................3
2.2 Fisiologi Kandung Empedu................................................................................5
2.2.1.Pengosongan Kandung Empedu.................................................................6
2.2.2.Mekanisme Pengaliran Empedu.................................................................7
2.3 Kolelitiasis..........................................................................................................7
5
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
6
BAB I
PENDAHULUAN
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vesica Fellea adalah sebuah kantong yang berbentuk seperti buah pear
yang terletak pada facies visceralis hepar. Panjang kira-kira 8 cm dan isinya 40-50
cc. Organ ini memiliki beberapa bagian yaitu fundus, corpus, dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan menonjol di margo inferior hepar. Proyeksi fundus terletak
pada perpotongan tepi lateral m. Rectus abdominis dan pertengahan dari arcus
costa dextra di posterior costa IX dextra, ini penting dalam klinis untuk
pemeriksaan Murphy Sign. Corpusnya bersentuhan dengan facies visceralis
hepar yang arahnya ke superior, posterior, dan sinistra dan terletak di anterior dari
duodenum pars descendens dan ujung dextra colon transversum. Collumnya akan
melanjut sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis dan ductus choledochus.
Disebelah lateral dari collum vesica fellea aka membentuk sebuah pelebaran yang
disebut (Kantung Hartman atau Hartman Pouch) yang merupakan tempat
terseringnya terjadi batu empedu. Mukosa pada ductus cysticus membentuk plica
spiralis/ katup heister. Syntopi vesica fellea adalah impressio biliris pada facies
visceralis lobus hepatis dexter.6
Vesica fellea divaskularisasi oleh arteri cystica cabang dari arteri hepatica
dextra, vena cysticaa sendiri akan bermuara pada vena porta. Innervasi vesica
fellea berasal dari trucus vagalis anterior (N.X) yang bersifat parasimpatis,
sedangkan innervasi simpatisnya dari nervus spinalis segment T6-T10 melalui
truncus coeliacus.6
9
Gambar 1. Anatomi Vesica Fellea (diambil dari9)
10
Gambar 3. USG Kandung Empedu (diambil dari3)
11
Gambar 4. Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya (diambil
dari6)
2.2.1. Pengosongan kandung Empedu
12
intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada
keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu
yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
2.3. Kolelitiasis
13
berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen yang berwarna hitam berkaitan
dengan hemolisis kronis. Batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih jarang dijumpai.10
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Hidrolisis bilirubin oleh enzim b-
glucoronidase bakteri akan membentuk bilirubin tak terkonjugasiyang
akan mengendap sebagai calcium bilirubinate.10
Batu kolesterol murni biasanya berukuran besar, soliter,
berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali
mengandung kalsium dan pigmen. Sedangkan batu kolesterol campuran
paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gamabaran batu pigmen
maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Batu empedu
campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan
batu kompisisi murni tidak terlihat.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu
kolesterol yaitu :
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu. Pada penderita batu empedu
kolesterol, hati menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu. Statis empedu dalam kandung emepdu mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur .10
Stasis empedu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi; faktor hormonal
terutama selama kehamilan; infeksi bakteri dalam saluran empedu adalah
beberapa hal yang dapat menyebabkan tinggi kejadian statis empedu.
Namun, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari
14
terbentuknya batu empedu dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya
batu empedu.10
2.3.2. Faktor Resiko
Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelithiasis
dibandingkan dengan pria. Ini karena hormon estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelithiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.1,3
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.1,3
Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.3
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelithiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.7
Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelithiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.7
Penyakit usus halus
15
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelithiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70 % kristal kolesterol, dan
sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium
bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di kandung empedu, dapat berupa soliter atau
multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan
ada yang seperti buah murbei. Kolesterol merupakan unsur normal
pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung
pada asam empedu lesitin (fosfolipid) dalam empedu.1
Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu
penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan
pertumbuhan batu.1
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui
kapaasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid.
Peningkatan eksresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat
yang mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan
menurun pada penderita dengan gangguan absorpsi di ileum atau
gangguan daya pengosongan primer kandung empedu.1
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk
batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan
kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir,
protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi
suatu nidus, akan terjadi pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi
16
karena pengendapan Kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan
kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan
pengendapan. Stasis kandung empedu juga berperan dalam pembentukan
batu, selain faktor yang disebut diatas. Puasa yang lama akan
menimbulkan empedu yang litogenik akibat stasis tadi.1
Batu bilirubin
Penampilan batu bilirubin yang berisi kalsium bilirubinat dan
disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu
ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah
banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu
membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat
ditemukan di dalam saluran empedu. Batu pigmen adalah batu yang kadar
kolesterolnya kurang dari 25 persen. Batu pigmen hitam terbentuk di
dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan
17
metabolic seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului
infeksi.1
Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin
berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, stasis, dekonyugasi
bilirubin dan eksresi kalsium merupakan faktor kausal. Pada bakteribilia
terdapat bakteri gram negatif, terutama E. Coli. Pada batu kolesterol pun,
E. Coli yang tersering ditemukan dalam biakan empedunya.1
Beberapa faktor yang disangka adalah faktor geografis, hemolisis,
dan sirosis hepatis. Sebaliknya, jenis kelamin, obesitas dan gangguan
penyerapan di dalam ileum tidak mempertinggi risiko batu bilirubin.1
Untuk kurun waktu puluhan tahun, jenis batu empedu yang
predominan di wilayah Asia Timur adalah batu bilirubin, yang dapat
primer terbentuk dimana saja di dalam saluran empedu, termasuk
intrahepatik (hepatolitiasis). Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi.1,8
Pigmen (bilirubin) tidak terkonjugasi dalam empedu
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glukuronil transferase
Presipitasi/pengendapan
Terbentuk batu empedu
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi
Anamnesis1
Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu
adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang
kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri lainnya
18
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbulnya tiba-
tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasida.
Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, merupakan tanda
rangsangan periotenum setempat atau Murphys Sign.
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam
dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin
berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda
dengan ikterus karena hepatitis.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai
syok dan gangguan kesadaran.
Pemeriksaan Fisik1
Batu kandung empedu
Jika ditemukan kelaianan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut, dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum
maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Murphy Sign
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang hepar teraba agak membesar dan sklera
19
ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin kurang dari 3 mg / dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, maka akan timbul ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umunya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai
sedang biasanya kolangitis bacterial nonpiogenik yang ditandai
dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah
hepar, dan ikterus.
Pemeriksaan Laboratorium1
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan
akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila ada Sindrom Mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu, dinding yang oedem di daerah kantong
Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat setiap
kali ada serangan akut
Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen
20
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan
USG punctum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas dari pada dengan palpasi biasa.
21
Gambar 5. Batu radioopaque pada foto polos abdomen (diambil dari3)
Kolesistografi
22
Gambar 7. Batu kandung empedu (diambil dari3)
2.3.6. Penatalaksanaan1
23
untuk mengarahkan gelombang ke arah batu yang terletak di
kandung empedu. Gelombang akan melewati jaringan lunak
dengan sedikit absorbsi sedangkan batu akan menyerap enersi dan
terpecahkan. Biasanya tehnik ini disertai pemberian asam empedu
oral CDCA atau UDCA.
Penatalaksanaan Bedah
Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien
dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomtik ialah,
pasien dengan batu empedu >2cm, pasien dengan kandung empedu
yang kalsifikasi dan mempunyai resiko tinggi keganasan, pasien
dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut. Komplikasi
yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien
yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka
kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65
tahun angka kematian mencapai 0,5 %.
Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih
minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik,
menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih
murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak
dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus
biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik
24
laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri,
kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja
kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan
untuk aktifitas olahraga.
2.3.7. Komplikasi2
Kolesistisis
Kolangitis
Hidrops
Empiema
25
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama :Tn. S
26
Usia : 34 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
3.2. Anamnesis
27
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Sosioekonomi
Status Generalisata
GCS : 15 (E4M5V6)
Tanda-tanda Vital
- Suhu : 36,5C
Pemeriksaan Sistematis
28
- Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat,
isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
- Jantung
- Paru-paru
- Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak ada bekas luka, tidak ada tanda
peradangan.
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas, hepar dan lien
tidak teraba pembesaran
29
Kulit : Normal
- Hematokrit : 38.10%
Kimia klinik
- SGPT : 17 u/L
- CKMB : H 26 u/L
Pemeriksaan Radiologi
- USG Abdomen
30
31
32
- HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatika
tak melebar. Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.
- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tk tampak massa.
KESAN
3.5. Terapi
- Bed rest
- Buscopan 3x1
- Ranitidin 2x1
3.6. Prognosis
BAB IV
PEMBAHASAN
34
Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu kolesterol
mengandung paling sedikit 70 % kristal kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya
lebih bervariasi dibandingkan batu pigmen. Batu dapat berupa soliter atau
multipel. Batu dalam kandung empedu dapat menimbulkan manifestasi
klinis berupa nyeri yang dirasakan di bagian perut kanan atas dan biasanya
menjalar ke bahu kanan. Pada kasus ini pasien memiliki riwayat sering
mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada regio hypokondriaka dextra yang menjalar
hingga punggung dan bahu, nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk
dan berlangsung terus menerus. Pasien juga mengeluh ada mual dan
muntah.
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Syamsuhidajat, M, dan Wim De Jong,2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Kedua, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC:p 674-678.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima ,Jakarta : Penerbit
InternaPublishing. p721-725.
3. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. (online).(2016 Agustus 22)(cited 2011
Juni 6). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/175667-
overview
4. Sherwood lauralee. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta. p533-545.
5. Ganong W. F. 2001. Fisiologi Manusia (Review of Medical Physiologi).
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. p656-659.
6. Diktat anatomi,2012. Situs Abdominis, Semarang : Penerbit FK
UNISSULA.p 10-12.
7. Doherty GM. Billiary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery
13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55
8. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwarts Princsiples of Surgery 8 th
editon. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
9. Putz, R et al. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA.2010.EGC: Jakarta.
p203-204.
10. Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed.
6. Jakart: EGC.p 255-259.
36