Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

SEORANG PASIEN LAKI-LAKI DENGAN KOLELITIASIS

Disusun Oleh:
Nurmalita Caesarlia W (30101206690)

Pembimbing:
dr. Luh Putu Endyah Santi M, Sp. Rad

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
PERIODE 08 AGUSTUS- 03 SEPTEMBER 2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

2
Nama : Nurmalita Caesarlia W

NIM : 30101206690

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung

Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan : 08 Agustus - 03 September 2016

Judul : Seorang Paien Laki-Laki dengan Kolelitiasis

Diajukan : 26 Agustus 2016

Pembimbing : dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan tanggal: ...........................................

Mengetahui,

Pembimbing Ketua SMF

dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad

KATA PENGANTAR

3
Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelaisakan Seorang Pasien Laki-Laki
dengan Kolelitiasis ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik


Ilmu Radiologi di RSUD Semarang pada periode 08 Agustus - 03 September
2016, dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang
diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.

Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan, sehingga selama


menyelesaikan laporan kasus ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,
dorongan, semangat dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus

dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Lia Sasdesi M., Sp. Rad

Pimpinan dan staff RSUD Semarang

Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Radiologi di RSUD Semarang

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan mahasiswa kedokteran pada khususnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 26 Agustus 2016

Nurmalita Caesarlia W

4
DAFTAR ISI

LEMBAR
PENGESAHAN.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Anatomi Kandung Empedu................................................................................3
2.2 Fisiologi Kandung Empedu................................................................................5
2.2.1.Pengosongan Kandung Empedu.................................................................6
2.2.2.Mekanisme Pengaliran Empedu.................................................................7
2.3 Kolelitiasis..........................................................................................................7

2.3.1. Definisi dan Patogenesis ...........................................................................7


2.3.2. Faktor
Resiko.............................................................................................9
2.3.3. Jenis Batu............ ....................................................................................10
2.3.4. Gejala Klinis............................................................................................13
2.3.5. Pemeriksaan Penunjang,,.........................................................................15
2.3.6. Penatalaksanaan.......................................................................................18
2.3.7.
Komplikasi...............................................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................19
3.1 Identitas............................................................................................................21
3.2 Anamnesis........................................................................................................21
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................23
3.4 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................24
3.5 Terapi...............................................................................................................27
3.6 Prognosis..........................................................................................................28

5
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

6
BAB I

PENDAHULUAN

Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu


atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan
protein). Batu empedu merupakan penyakit yang pada awalnya sering ditemukan
di negara barat dan jarang di negara berkembang. Tetapi dengan membaiknya
keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet ala barat serta perbaikan sarana
diagnosis khususnya ultrasonografi, penyakit empedu di negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung meningkat.1

Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku indian di Amerika


mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%, sedangkan di Asia
prevalensinya berkisar antara 3-15%, tetapi di afrika prevalensinya rendah yaitu
<5%. Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu ini diduga
tidak jauh berbeda dengan angka negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya
saja belum mendapat perhatian klinis dan penelitian batu empedu masih terbatas.1

Batu empedu terbentuk secara perlahan-lahan, dan bisa asimtomatik


selama bertahun-tahun. Perpindahan batu empedu ke duktus sistikus, dapat
menyumbat empedu selama kandung empedu berkontraksi. Sehingga akan
meningkatkan tekanan di dinding kandung empedu dan menyebabkan kolik bilier.
Selain itu, obstruksi yang ditimbulkan di duktus sistikus jika bertahan lebih dari
beberapa jam dapat menimbulkan peradangan di kandung empedu, yang disebut
kolesistitis.2
Kholedokolithiasis adalah istilah dimana terdapat satu atau lebih batu
empedu di duktus biliaris. Biasanya, ini terjadi ketika batu empedu melewati batu
empedu menuju duktus biliaris.3
Batu empedu di duktus biliaris, bisa ditemukan di distal Ampula Vatteri,
tempat dimana duktus biliaris dan duktus pankreatikus bertemu, untuk selanjutnya
menuju duodenum. Obstruksi yang ditimbulkan batu empedu merupakan salah
satu fase kritis, karena dapat mengakibatkan nyeri abdomen dan jaundice. Batu
empedu yang terdapat dalam duktus biliaris ini dapat mengakibatkan infeksi hebat
7
saluran empedu atau kolangitis yang diakibatkan oleh obstruksi. Adanya infeksi
ini dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu. Infeksi biasanya
disebabkan kuman yang berasal dari makanan yang menjalar dari usus hingga
bermuara di kantong empedu dan menimbulkan reaksi peradangan.1,3

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kandung Empedu (Vesica Fellea)

Vesica Fellea adalah sebuah kantong yang berbentuk seperti buah pear
yang terletak pada facies visceralis hepar. Panjang kira-kira 8 cm dan isinya 40-50
cc. Organ ini memiliki beberapa bagian yaitu fundus, corpus, dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan menonjol di margo inferior hepar. Proyeksi fundus terletak
pada perpotongan tepi lateral m. Rectus abdominis dan pertengahan dari arcus
costa dextra di posterior costa IX dextra, ini penting dalam klinis untuk
pemeriksaan Murphy Sign. Corpusnya bersentuhan dengan facies visceralis
hepar yang arahnya ke superior, posterior, dan sinistra dan terletak di anterior dari
duodenum pars descendens dan ujung dextra colon transversum. Collumnya akan
melanjut sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis dan ductus choledochus.
Disebelah lateral dari collum vesica fellea aka membentuk sebuah pelebaran yang
disebut (Kantung Hartman atau Hartman Pouch) yang merupakan tempat
terseringnya terjadi batu empedu. Mukosa pada ductus cysticus membentuk plica
spiralis/ katup heister. Syntopi vesica fellea adalah impressio biliris pada facies
visceralis lobus hepatis dexter.6
Vesica fellea divaskularisasi oleh arteri cystica cabang dari arteri hepatica
dextra, vena cysticaa sendiri akan bermuara pada vena porta. Innervasi vesica
fellea berasal dari trucus vagalis anterior (N.X) yang bersifat parasimpatis,
sedangkan innervasi simpatisnya dari nervus spinalis segment T6-T10 melalui
truncus coeliacus.6
9
Gambar 1. Anatomi Vesica Fellea (diambil dari9)

Gambar 2. Vesica Fellea (diambil dari6)

10
Gambar 3. USG Kandung Empedu (diambil dari3)

2.2. Fisiologi Kandung Empedu (Vesica Fellea)

Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar


50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu, dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaannya tampak seperti sarang
tawon. Sel-sel thorak yang membatasinya juga mempunya banyak mikrovili.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagain tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.4

11
Gambar 4. Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya (diambil
dari6)
2.2.1. Pengosongan kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan


parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya
makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan
pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon
kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung
distal duktus choledocus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu kental kedalam duodenum. Garam-garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus
dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua
aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:4,5

a) Hormonal: zat lemak yang terdapat pada makanan setelah


sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon
cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik
dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-

12
intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada
keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu
yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

2.2.2. Mekanisme Pengaliran Empedu

Sel-sel hepatosit canaliculi biliaris pada lobus hepar canalis


portaductus hepaticus dextra et sinistra ductus hepaticus communis
ductus cysticusvesica fellea (empedu disimpan dan dipekatkan)jika
ada makanan berlemak dalam duodenum hormon CCK
(Colesistokinin)kontraksi vesika fellea dan relaksasi sphincter
oddiductus cysticusductus choledochus bergabung dengan ductus
pancreaticus mayor (ductus wirsungi) ampula vaterpapila duodeni
mayor dinding posteromedial pars dencendens duodeni.6

2.3. Kolelitiasis

2.3.1. Definisi dan Patogenesis Kolelitiasis

Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan


satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid .
Kejadian kolelitiasis biasanya diikuti dengan kemunculan gejala
peradangan kandung empedu atau disebut kolesistitis.10
Batu empedu menurut komposisinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu
batu pigmen, batu kolesterol, dan batu campuran .10
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak
rantai panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan

13
berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen yang berwarna hitam berkaitan
dengan hemolisis kronis. Batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih jarang dijumpai.10
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Hidrolisis bilirubin oleh enzim b-
glucoronidase bakteri akan membentuk bilirubin tak terkonjugasiyang
akan mengendap sebagai calcium bilirubinate.10
Batu kolesterol murni biasanya berukuran besar, soliter,
berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali
mengandung kalsium dan pigmen. Sedangkan batu kolesterol campuran
paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gamabaran batu pigmen
maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Batu empedu
campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan
batu kompisisi murni tidak terlihat.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu
kolesterol yaitu :
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu. Pada penderita batu empedu
kolesterol, hati menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu. Statis empedu dalam kandung emepdu mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur .10
Stasis empedu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi; faktor hormonal
terutama selama kehamilan; infeksi bakteri dalam saluran empedu adalah
beberapa hal yang dapat menyebabkan tinggi kejadian statis empedu.
Namun, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari

14
terbentuknya batu empedu dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya
batu empedu.10
2.3.2. Faktor Resiko

Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelithiasis
dibandingkan dengan pria. Ini karena hormon estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelithiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.1,3
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.1,3
Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.3
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelithiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.7
Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelithiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.7
Penyakit usus halus

15
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelithiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

2.3.3. Jenis Batu

Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70 % kristal kolesterol, dan
sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium
bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di kandung empedu, dapat berupa soliter atau
multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan
ada yang seperti buah murbei. Kolesterol merupakan unsur normal
pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung
pada asam empedu lesitin (fosfolipid) dalam empedu.1
Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu
penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan
pertumbuhan batu.1
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui
kapaasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid.
Peningkatan eksresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat
yang mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan
menurun pada penderita dengan gangguan absorpsi di ileum atau
gangguan daya pengosongan primer kandung empedu.1
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk
batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan
kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir,
protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi
suatu nidus, akan terjadi pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi

16
karena pengendapan Kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan
kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan
pengendapan. Stasis kandung empedu juga berperan dalam pembentukan
batu, selain faktor yang disebut diatas. Puasa yang lama akan
menimbulkan empedu yang litogenik akibat stasis tadi.1

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati



Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Malabsorbsi garam empedu penurunan sintesis (pembentukan) asam
empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu supersaturasi
(kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol

Peradangan dalam peningkatan sekresi kolesterol kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu

Penyakit kandung empedu (kolesistitis)

Pengendapan kolesterol

Batu empedu

Batu bilirubin
Penampilan batu bilirubin yang berisi kalsium bilirubinat dan
disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu
ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah
banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu
membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat
ditemukan di dalam saluran empedu. Batu pigmen adalah batu yang kadar
kolesterolnya kurang dari 25 persen. Batu pigmen hitam terbentuk di
dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan

17
metabolic seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului
infeksi.1
Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin
berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, stasis, dekonyugasi
bilirubin dan eksresi kalsium merupakan faktor kausal. Pada bakteribilia
terdapat bakteri gram negatif, terutama E. Coli. Pada batu kolesterol pun,
E. Coli yang tersering ditemukan dalam biakan empedunya.1
Beberapa faktor yang disangka adalah faktor geografis, hemolisis,
dan sirosis hepatis. Sebaliknya, jenis kelamin, obesitas dan gangguan
penyerapan di dalam ileum tidak mempertinggi risiko batu bilirubin.1
Untuk kurun waktu puluhan tahun, jenis batu empedu yang
predominan di wilayah Asia Timur adalah batu bilirubin, yang dapat
primer terbentuk dimana saja di dalam saluran empedu, termasuk
intrahepatik (hepatolitiasis). Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi.1,8
Pigmen (bilirubin) tidak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glukuronil transferase

Presipitasi/pengendapan

Terbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi

2.3.4. Gejala Klinis

Anamnesis1
Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu
adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang
kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri lainnya

18
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbulnya tiba-
tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasida.
Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, merupakan tanda
rangsangan periotenum setempat atau Murphys Sign.
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam
dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin
berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda
dengan ikterus karena hepatitis.

Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai
syok dan gangguan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik1
Batu kandung empedu
Jika ditemukan kelaianan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut, dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum
maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Murphy Sign
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang hepar teraba agak membesar dan sklera

19
ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin kurang dari 3 mg / dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, maka akan timbul ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umunya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai
sedang biasanya kolangitis bacterial nonpiogenik yang ditandai
dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah
hepar, dan ikterus.

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium1
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan
akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila ada Sindrom Mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu, dinding yang oedem di daerah kantong
Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat setiap
kali ada serangan akut
Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen

USG mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang


tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan USG juga
dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yanng diakibatkan oleh peradangan maupun

20
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan
USG punctum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas dari pada dengan palpasi biasa.

Gambar 5. USG batu empedu (dimbil dari3)

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran


yang khas karena hanya sekitar 10-20% batu kandung empedu
bersifat radioopaque. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

21
Gambar 5. Batu radioopaque pada foto polos abdomen (diambil dari3)

Kolesistografi

Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan


utama, namun untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup
akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung
empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang
mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan
dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat
batu empedu, bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi
pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara ini juga memerlukan
lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi.

22
Gambar 7. Batu kandung empedu (diambil dari3)

2.3.6. Penatalaksanaan1

Terapi Litosis Sistemik


Terapi asam empedu oral yang dianjurkan adalah kombinasi
antara chenodeoxy cholic acid (CDCA) dan Ursodeoxycholic acid
(UDCA). Mekanisme kerja UDCA adalah mengurangi penyerapan
kolesterol intestinal sedangkan CDCA mengurangi sintesis hepatik.
Kombinasi CDCA dan UDCA 8-10 mg/kg/hari menurunkan kadar
kolesterol empedu secara bermakna tanpa gejala samping. Syarat
untuk terapi litolisis oral meliputi kepatuhan untuk berobat selama
dua tahun, tipe batu kolesterol, kandung empedu harus berfungsi
pada kolesistografi oral, dan batu tidak terlalu besar.
Litolisis Lokal
Methil ter-butyl ether (MTBE) adalah eter alkil yang
berbentuk liquid pada suhu badan dan mempunyai kapasitas tinggi
untuk melarutkan batu kolesterol.
Extracorporeal Shock-wave-lithotripsy (ESWL)
Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan
yang dihasilkan di luar badan oleh alat elektrohidrolik,
elektromagnetik atau elektrik-Pieza. Biasanya USG digunakan

23
untuk mengarahkan gelombang ke arah batu yang terletak di
kandung empedu. Gelombang akan melewati jaringan lunak
dengan sedikit absorbsi sedangkan batu akan menyerap enersi dan
terpecahkan. Biasanya tehnik ini disertai pemberian asam empedu
oral CDCA atau UDCA.
Penatalaksanaan Bedah
Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien
dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomtik ialah,
pasien dengan batu empedu >2cm, pasien dengan kandung empedu
yang kalsifikasi dan mempunyai resiko tinggi keganasan, pasien
dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut. Komplikasi
yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien
yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka
kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65
tahun angka kematian mencapai 0,5 %.
Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih
minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik,
menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih
murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak
dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus
biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik

24
laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri,
kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja
kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan
untuk aktifitas olahraga.
2.3.7. Komplikasi2

Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung


empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.

Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena


infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil
setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.

Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops


kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut
dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya
disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi
lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi
bersifat kuratif.

Empiema

25
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama :Tn. S

26
Usia : 34 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Status Pernikahan : Sudah menikah

Tanggal Masuk : 13 Agustus 2016

3.2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2016 pukul 07.00


WIB bangsal nakula 3 secara autoanamnesa dan aloanamnesa.

Keluhan Utama :Nyeri perut kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Semarang pada tanggal 13 Agustus


2016 pukul 16.00 WIB, dengan keluhan nyeri perut kanan atas.
Nyeri dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri yang dirsakan
timbul mendadak. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus
menerus dirasakan sepanjang hari. Durasi saat nyeri timbul 1
jam. Keluhan memberat apabila pasien beraktivitas, dan terasa
berkurang saat pasien berbaring. Pasien juga mengeluh badan
lemas, mual (+), muntah (+), demam (-), BAB dan BAK normal.
Pasien sudah berobat di klinik dan minum obat nmun keluhan tidak
membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

27
Riwayat DM : disangkal

Riwayat Keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Sosioekonomi

Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Pekerjaan pasien sebagai


karyawan swasta. Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan
berkolesterol tinggi, pasien jarang berolahraga. Pasien merokok
sejak usia 20 tahun, sehari pasien menghabiskan 1 bungkus
rokok. Riwayat konsumsi alkohol (-). Pembiayaan kesehatan pasien
menggunakan BPJS non PBI kesan ekonomi cukup.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

Keadaan Umum : Normal

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4M5V6)

Tanda-tanda Vital

- Tekanan Darah : 110/60 mmHg

- Frekuensi Nadi : 80x/menit

- Frekuensi Nafas : 18x/menit

- Suhu : 36,5C

Pemeriksaan Sistematis

- Kepala : Bentuk normal

28
- Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat,
isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

- Hidung : Bentuk normal, tidak ada sekret

- Telinga: Bentuk normal, tidak ada sekret

- Mulut : Bibir tidak kering, mukosa merah muda, mukosa tidak


kering, lidah tidak berselaput

- Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis ICS V LMCS, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur -

- Paru-paru

Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinami

Palpasi : Stem fremitus kiri dan kanan sama kuat

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

- Abdomen

Inspeksi : bentuk datar, tidak ada bekas luka, tidak ada tanda
peradangan.

Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas, hepar dan lien
tidak teraba pembesaran

Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)

Ekstremitas : Edema (-), deformitas (-)

29
Kulit : Normal

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hematologi (13 agustus 2016)

- Hemoglobin : 17,2 g/dL

- Hematokrit : 38.10%

- Jumlah leukosit : H 11.4/uL

- Jumlah trombosit : 232rb/mmk

Kimia klinik

- Glukosa sewaktu : 101 mg/dl

- Ureum : 20.5 mg/dl

- Kreatinin :0.8 mg/dl

- SGOT :13 u/L

- SGPT : 17 u/L

- CKMB : H 26 u/L

Pemeriksaan Radiologi

- USG Abdomen

30
31
32
- HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatika
tak melebar. Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.

- VESIKA FELEA tak membesar, dinding menebal disertai pericystic fluid


pada dindingnya,tampak batu multiple ukuran terbesar sekitar 1,8 cm
disertai sludge.

- LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V.lienalis tidak melebar, tak


tampak nodul.

- PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak


melebar.

- GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,


PCS tsk melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.

- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tk tampak massa.

- AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran nodul limfatic


paraaorta.

- VESICA URINARIA dinding tak menebal, reguler, tak tampak batu/


massa

- REGIO MCBURNEY tak tampak struktur tubuler blind end


noncompresible, nyeri tekan (+)

Tak tampak efusi pleura, Tak tampak ciran bebas intraabdomen.

KESAN

- Kholelithiasis multiple ukuran terbesar sekitar 1,8 cm disertai kholesistitis


dan sludge.

- Regio MCBURNEY tak tampak struktur tubuler blind end


noncompressible, nyeri tekan (+), tak tmpak gambaran appendicitis akut
33
- Tak tampak kelainan lainnya pada organ intraabdomen pada sonografi
abdomen di atas.

3.5. Terapi

- Bed rest

- Infus RL 20 tetes per menit

- Buscopan 3x1

- Ranitidin 2x1

3.6. Prognosis

- Ad vitam : dubia ad bonam

- Ad sanationam : dubia ad bonam

- Ad fungsionam : dubia ad bona

BAB IV

PEMBAHASAN

34
Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu kolesterol
mengandung paling sedikit 70 % kristal kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya
lebih bervariasi dibandingkan batu pigmen. Batu dapat berupa soliter atau
multipel. Batu dalam kandung empedu dapat menimbulkan manifestasi
klinis berupa nyeri yang dirasakan di bagian perut kanan atas dan biasanya
menjalar ke bahu kanan. Pada kasus ini pasien memiliki riwayat sering
mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada regio hypokondriaka dextra yang menjalar
hingga punggung dan bahu, nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk
dan berlangsung terus menerus. Pasien juga mengeluh ada mual dan
muntah.

Pada kasus ini pasien diusulkan pemeriksaan USG abdomen karena


dari gejala pasien dicurigai ada batu pada kandung empedu, maka
dilakukan pemeriksaan USG abdomen. Dari hasil pemeriksaan USG
abdomen di dapatkan gambaran pelebaran dinding vesica fellea, tampak
batu multipel dengn ukuran 1,8 cm disertai accustic shadow dan tapak
sludge. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pemeriksaan usg abdomen
penderita kolelitiasis didapatkan adanya gambaran batu hiperecoik pada
vesica fellea disertai accustic shadow.

DAFTAR PUSTAKA

35
1. Syamsuhidajat, M, dan Wim De Jong,2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Kedua, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC:p 674-678.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima ,Jakarta : Penerbit
InternaPublishing. p721-725.
3. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. (online).(2016 Agustus 22)(cited 2011
Juni 6). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/175667-
overview
4. Sherwood lauralee. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta. p533-545.
5. Ganong W. F. 2001. Fisiologi Manusia (Review of Medical Physiologi).
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. p656-659.
6. Diktat anatomi,2012. Situs Abdominis, Semarang : Penerbit FK
UNISSULA.p 10-12.
7. Doherty GM. Billiary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery
13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55
8. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwarts Princsiples of Surgery 8 th
editon. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
9. Putz, R et al. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA.2010.EGC: Jakarta.
p203-204.
10. Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed.
6. Jakart: EGC.p 255-259.

36

Anda mungkin juga menyukai