Anda di halaman 1dari 63

TUGAS SKILL LAB BLOK 15

PEMERIKSAAN LENGKAP

DISUSUN OLEH :

1. Amalia Rieska Maullidya (J2A014019)


2. Siti Nuraini Ayu Ning Janah (J2A014020)
3. Yogi Nanda Kharismawan (J2A014021)

Dosen Pembimbing :
drg. Tiarisna Hidayatun Nisa

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Skill
Lab yang berjudul Pemeriksaan Lengkap.

Makalah ini kami susun demi memenuhi sebagian tugas yang telah
diberikan kepada kami. Pada kesempatan ini, kami ucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
terutama drg. Tiarisna Hidayatun Nisa selaku tutor Skill Lab BLOK 15 yang
senantiasa membantu dan membimbing kami, sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan dengan baik.
Makalah ini pula kami susun untuk memperluas dan menambah wawasan
kami dan para pembaca khususnya mahasiswa. Kami menyadari banyak sekali
kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Semarang, 15 Januari 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2
1.3 Tujuan Pembelajaran ......................................................................................2
1.4 Manfaat ...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................3

BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................5

3.1 Pemeriksaan Lengkap......................................................................................5

3.2 Lesi Jaringan Lunak pada Rongga Mulut........................................................16

3.3 Variasi Normal Rongga Mulut.........................................................................46

BAB IV PENUTUP .............................................................................................60

4.1 Kesimpulan .....................................................................................................60

4.2 Saran ...............................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................62


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, kesehatan gigi dan mulut berhubungan erat dengan


kesehatan tubuh secara umum. Kesehatan tubuh secara umum dapat
dikatakan baik jika tidak terdapat kondisi patologis dalam mulut.
Permasalahan yang terjadi pada rongga mulut dapat bervariasi mulai dari
gigi dan mukosa mulut. Pada mukosa mulut dapat terjadi lesi, penonjolan
serta keadaan lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan kita
pada umumnya. Maka jika terjadi gangguan berupa penyakit pada gigi dan
mulut contohnya saja lesi mulut, dapat pula menyebabkan rasa kurang
nyaman dan rasa tidak enak yang dirasakan pada seluruh tubuh.

Dalam perannya sebagai praktisi kesehatan, seorang dokter gigi


tentunya harus mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher (ekstraoral)
sebelum melakukan pemeriksaan intraoral. Untuk melakukan prosedur ini
secara kompeten, maka kita harus mengetahui bagaimana cara
melakukannya dan mengenali kelainan-kelainan dan mengevaluasinya.
Bukanlah suatu keharusan, namun kewajiban untuk mengevaluasi kelainan
yang ada pada ekstraoral maupun intraoral.

Banyak penyakit-penyakit yang memiliki penampakan pada rongga


mulut yang pada umumnya berupa suatu lesi, baik berupa lesi primer
maupun lesi sekunder. Pada penyakit atau kelainan pada kulit, hal pertama
yang harus dilakukan adalah mengkategorikan dan mendeskripsikan
kelainan tersebut dari warna, batas, ukuran dan distribusi lesi serta gejala
yang mendahului ataupun yang muncul setelah lesi tersebut. Istilah lesi
primer digunakan pada lesi yang pertama kali muncul, misalnya nodul,
papul, vesikel. Sementara lesi sekunder adalah lesi yang merupakan
perubahan dari lesi primer, baik perubahan secara alami dari suatu penyakit
ataupun manipulasi (seperti bekas luka/scar, ulser).
Sebelum mengarah kepada diagnosis, analisis tentang gejala
prodormal yang muncul, bentuk dan lokasi tempat lesi muncul, kondisi
intraoral dan ekstraoral perlu dilakukan. Vesikel adalah suatu elevasi pada
kulit berisi cairan dengan diameter kurang dari 1 cm dan terkadang
mengakibatkan munculnya lesi sekunder seperti pada herpes simplex,
herpes zoster, dan varicella/chickenpox. Sementara bulla adalah vesikel
yang beridameter lebih dari 1 cm. Ulser adalah salah satu lesi sekunder
yang diikuti hilangnya jaringan dari permukaan dari lapisan basal epithel
meluas hingga ke dermis (Bricker dkk, 1994).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana melakukan Pemeriksaan Lengkap pada pasien?
2. Jelaskan bagaimana Bentuk-bentuk lesi jaringan lunak !
3. Jelaskan apa saja Variasi normal pada rongga mulut !

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan Lengkap pada pasien.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Bentuk-bentuk lesi jaringan lunak.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Variasi normal pada rongga mulut.
1.4 Manfaat

Dengan mempelajari makalah ini, maka diharapkan mahasiswa Fakultas


Kedoktera Gigi Universitas Muhamadiyah Semarang mampu mengetahui
dan memahami bagaimana cara melakukan pemeriksaan lengkap, bentuk
lesi jaringan lunak serta variasi normal pada rongga mulut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Lesi merupakan diskontinuitas jaringan patologis atau traumatik
atau hilangnya fungsi suatu bagian. Dalam rongga mulut terdapat
bermacam-macam lesi baik itu pada bibir, lidah, maupun pada mukosa
mulut. Gambaran klinis akan dihubungkan dengan riwayat penyakit
sehingga dapat ditelusuri diagnosis penyakit. Berdasarkan terjadinya, lesi
terbagi menjadi dua yaitu, lesi primer dan lesi sekunder. Erosi, fissur,
ulkus dan bekas luka menunjukkan adanya kerusakan lokal pada jaringan
kutan. Erosi didefinisikan sebagai pelepasan lapisan epidermis saja. Erosi
sembuh tanpa adanya pembentukan bekas luka. Ulkus didefinisikan
sebagai keadaan hilangnya lapisan epidermis dan adanya kerusakan pada
dermis. Ulkus yang berada pada lapisan kutan masih bisa sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka. Bekas luka (scars) adalah kerusakan permanen
pada permukaan kulit yang terlihat ( Regezi and Sciubba, 1993). Lesi
vesikubulosa dari suatu penyakit dapat bermanifestasi pada mukosa mulut
dan kulit. Lesi dapat bervariasi berdasarkan frekuensi, tingkat keparahan
dan pengaruh kondisi sistemik. Biasanya lesi vesikubulosa dapat
mempunyai karakteristik yang umum. Vesikel yang muncul pada mukosa
mulut biasanya kecil dengan diameter tidak lebih dari 0,5 cm, tampak
singular dan kadang-kadang dalam bentuk 3 klaster. Vesikel tersebut
mudah pecah dan meninggalkan permukaan yang mengalami ulkus
(Sonnis, dkk., 1995). Vesikel adalah suatu elevasi pada kulit atau membran
mukous superfisial, merupakan defek subepitelial atau intraepitelial yang
mengandung serum, plasma atau darah. Vesikel mudah pecah di rongga
mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.
Lesi-lesi yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun yang terjadi
karena alergi adalah mirip secara mikroskopis sehingga sulit untuk
menegakkan diagnosis dengan cara biopsi. Identifikasi proses penyakit
tersebut tergantung pada penampakan klinis dan tes-tes laboratoris,
misalnya tes-tes sensitivitas, tes fiksasi dan tes inokulasi (Baskar, 1993).
Perubahan pertama yang terjadi adalah suatu area hiperemia dan edema
pada jaringan sub epithelial. Cairan mulai terakumulasi di dalam
epithelium atau diantara epithelium dan jaringan ikat. Poket cairan yang
kecil kemudian bergabung dan mengalami elevasi membentuk suatu
vesikel.
Perawatan untuk kebanyakan lesi vesikuler adalah sama dan
simptomatik. Tes laboratorik penting sebelum penegakan diagnosis dan
penentuan terapi (Baskar, 1993). Penyebab paling sering bagi lesi
vesikubulosa adalah infeksi virus Herpes Simplex, Varicella Zoster, infeksi
virus Coxsakie, Hand Foot dan Mouth Disease dan Herpangina (Gayford
dan Haskell, 1991). Diagnosis penyakit vesikubulosa biasanya
berdasarkan pada riwayat keluhan, pemeriksaan klinis dan biopsi. Faktor-
faktor lain diperhitungkan dalam menentukan diagnosis antara lain adalah
onset lesi (akut atau kronis), lamanya waktu kemunculan lesi, kejadian
berdasarkan siklus, daerah lain yang terkena lesi seperti kulit, mata dan
organ genital, daerah asal pasien serta riwayat pemakaian obat-obatan.
Penampakan klinis dapat memberikan kriteria untuk menegakkan
diagnosis. Beberapa kasus mungkin membutuhkan biopsi untuk
mendapatkan diagnosis definitif (Sonnis dkk., 1995).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PEMERIKSAAN LENGKAP


Pemeriksaan lengkap bertujuan untuk menegakkan suatu diagnosis dan
rencana perawatan. Hal yang sangat penting dilakukan oleh dokter gigi karena
hal tersebut akan mempengaruhi ketetapan dan keberhasilan tindakan pada
pasien. Dalam menegakkan diagnosis ada 4 tahap yang harus dilakukan yaitu
disingkat dengan SOAP (pemeriksaan subjektif, objektif, assessmen dan
treatmen planning).
Pemeriksaan subyektif
Setidaknya ada 7 hal yakni identitas pasien, keluhan utama, present illnes,
riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial.
A. Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data
mortem (dental forensic), data identitas pasien meliputi :
1. Nama lengkap panggilan
2. Tempat dan tanggal lahir
3. Alamat tinggal
4. Golongan darah
5. Status pernikahan
6. No. Telfon pasien
7. Pendidikan kewarganegaraan
8. pekerjaan

B. Keluhan utama (chief complaint CC)


Berkaitan dengan keluhan oleh pasien datang ke dokter gigi
keluhan utama pasien akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter
dalam menentukan diagnosa dan tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien. Contohnya rasa sakit ataupun ngilu rasa tidak nyaman,
pembengkakan, perdarahan, halitosis, rasa malu karena penampilan.

C. Present illness (Present Illness PI)


Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka perlu
dilakuhkan pengembangan masalah yang ada dalam keluhan utama dan
lain - lain. Mencari tahu kapan pasien merasakan sakit/ rasa tidak nyaman
sejak pertama kali terasa, apakah bersifat berselang atau terus menerus,
dilihat apakah terlalu pasien merasakan sakit, dilihat faktor pemicunya
contoh lokasi, faktor pemicu, karakter, keparahan, penyebaran.
D. Riwayat medik (medikal history/ PMH)
Apakah pasien pernah rawat inap dirumah sakit karena dengan
gejala umum demam, penurunan berat badan serta gejala umum lainnya.
Perawatan bedah, radiologi, alergi obat dan makanan, anestesi, dan rawat
inap dirumah sakit karena penyakit riwayat umum. Jika pasien pernah
rawat inap.
E. Riwayat dental (PDH)
Apakah pasien pernah datang kedokter gigi karena akan
mempengaruhi seorang dokter gigi dalam meninjau tindakan perawatan
pada pasien yaitu pasien rutin kedokter gigi apa tidak, sikap pasien datang
kedokter gigi saat dilakuhkan perawatan, keluhan gigi pasien, perawatan
yang pernah dilakukan pasien, dll.
F. Riwayat keluarga (FH)
Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan
riwayat penyakit keluarga, seperti ayah ibu pernah rawat inap dirumah
sakit, ayah ibu pernah berkunjung kedokter gigi memeriksakan keluhan.
G. Riwayat sosial (SH)
Riwayat sosial yang dapat dipertimbangkan antara lain :
1. Apakah pasien masih memiliki keluarga
2. Keadaan sosial ekonomi pasien
3. Pasien pergi keluar negeri
4. Riwayat seksual pasien
5. Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-obatan
6. Informasi tentang diet makan pasien

Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan objektif yang dilakuhkan secara umum ada dua
macam yaitu pemeriksaan umum, pemeriksaan ekstraoral dan pemeriksaan
intra oral.
A. Pemeriksaan Umum
Pengamatan dimulai sejak pasien masuk ke dalam ruangan
Berat badan ( berat badan yang sangat rendah dapat menandakan
adanya gangguan makanan, bila berat badan berlebihan memiliki
resiko serangan jantung atau stroke, terutama bila diperlukan anestesi
umum)
Pernapasan
Cacat fisik
Penyakit tertentu
Usia kronologis
Warna kulit muka ( pucat karena anemia, kuning karena jaundice)
Daerah kulit yang tampak, terasuk kepala, leher, tangan dan kuku ( lesi
apa saja yang dapat terlihat, misalnya finger clubbing)
Jaringan parut daerah wajah akibat trauma
Vital sign
1. Tekanan darah
Tekanan darah normal adalah Sistolik 120-140 mmHg dan diastolik 80-
90 mm Hg.
2. Nadi
Nadi yang normal adalah 60-100 kali / menit
3. Suhu
Suhu tubuh normal bervariasi dari 360C ke 37,50C. Suhu terendah
manusia pada jam 2-4 pagi dan tertinggi di sore hari.
4. Laju respirasi
Melihat perut pasien dan melihat berapa kali dia nafas. Satu siklus
lengkap inspirasi dan ekspirasi adalah dihitung sebagai satu. Normal
Tingkat 14-18 siklus / menit.

B. Pemeriksaan Ekstra Oral


Pemeriksan extra oral yang dilakukan meliputi :
1. Pemeriksaan nodus limfatik
2. pemeriksaan mata
3. pemeriksaan bibir
4. pemeriksaan kelenjar saliva
5. Pemeriksaan otot mastikasi
6. Pemeriksan temporo mandibullar joint (TMJ)
Pemeriksaan ekstra oral dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah
satunya adalah dengan cara inspeksi. Inspeksi adalah pemeriksaan dengan
cara melihat menggunakan indra pengelihatan untuk memperhatikan keadaan
tubuh pasien secara umum dan mengamati kemungkinan adanya kelainan
pada pasien. Inspeksi yang dilakukan dengan cara melihat ukuran, bentuk,
warna, hubungan anatomi, integritas jaringan, derajat keratinisasi, dan
kesimetrisan bilateral dari setiap bagian atau organ tubuh yang diamati.

Cara pemeriksaan ekstra oral selanjutnya adalah palpasi. Palpasi adalah


pemeriksaan yang dilakukan dengan indra peraba untuk merasakan kontur
dari jaringan atau organ tubuh yang diperiksa dan merasakan adanya
pembesaran atau kelainan yang kemungkinan dapat terjadi. Pada pemeriksaan
palpasi yang dapat diperiksa adalah meraba konsistensi, pergerakan massa,
perbandingan bilateral dan identifikasi anatomi pada organ tubuh yang sedang
diperiksa. Palpasi yang dapat dilakukan diantaranya pada pemeriksaan
limfonodi. Pada pemeriksaan limfonodi dilakukan pemeriksaan untuk melihat
ukuran, bentuk, mobilitas, jumlah dan konsistensi dari limfonodi tersebut.
Pemeriksaan limfonodi dilakukan dengan cara meraba beberapa titik-titik
adanya limfonodi dengan menekankan jari pada area tersebut dan jari ditekan
dengan sedikit diputar. Titik adanya limfonodi tersebut contohnya pada area
submandibula untuk memeriksa limfonodi submandibula, area parotis untuk
memeriksa limfonodi parotid, area submental untuk memeriksa limfonodi
submental dan lain sebagainya.
Pemeriksaan ekstra oral selanjutnya adalah dengan melakukan palpasi
pada bibir. Bibir dipalpasi pada area vermilion dan juga area perbatasan
vermilion zone dengan kulit. Palpasi pada bibir tersebut dilakukan untuk
melihat adanya batas antara vermilion dengan kulit dan ada atau tidaknya
keratinisasi pada bibir. Kemudian berlanjut pemeriksaan pada mata, melalui
inspeksi mata dapat dilihat ada atau tidaknya kelainan yang terjadi, contohnya
seperti terjadinya proptosis pada mata. Kemudian diperiksan juga pada bagian
leher, melihat ada atau tidaknya pembesaran pada bagian leher. Apabila pada
pemeriksaan ditemukan proptosis pada mata dan ada pembesaran pada bagian
leher yaitu pembesaran kelenjar tiroid maka pasien dapat diperkirakan
mengidap penyakit tertentu yaitu goiter.
Pemeriksaan ekstra oral selanjutnya adalah pemeriksaan dengan palpasi
pada sendi temporomandibular. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan
tangan pemeriksa pada daerah persendian kemudian pasien membuka dan
menutup mulut serta melakukan beberapa gerakan seperti pasien oklusi dan
rahang digerakan ke kanan atau ke kiri. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk
melihat pergerakan sendi dari pasien dan melihat ada atau tidaknya kelainan
yang terjadi seperti suara yang timbul pada persendian karena adanya gesekan
atau gerakan yang salah pada sendi.

C. Pemeriksaan Intra oral


Pemeriksaan intra oral yang dilakukan antara lain :
1. Bentuk bibir
2. Mukosa labial
3. Mukosa bukal
4. Dasar mulut an bagian ventral lidah
5. Palatum (keras dan lunak)
6. Ginggiva
7. Frenulum
8. Gigi Geligi
Pada pemeriksaan intra oral pada dasarnya sama seperti pemeriksaan
ekstra oral, yaitu pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi pada bagian intra
oral pasien menggunakan kaca mulut, palpasi pada bagian intra oral pasien
serta perkusi pada beberapa gigi pasien yang diduga adanya kelainan yang
terjadi. Pemeriksaan intra oral yang dapat dilakukan diantaranya adalah
melihat mukosa intra oral dari pasien, yaitu palpasi mukosa labial bibir
bawah, mukosa labial bibir atas dan mukosa bukal untuk melihat
konsistensi, karakteristik jaringan dan indurasi, contohnya pada pasien
yang memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir atau mukosa bibir terjadi
perubahan warna, pinggiran yang kasar dan terjadi keratinisasi pada
mukosa labial, selain itu juga pada pasien perokok mukosa labialnya
berwarna kemerahan.
Setelah itu lakukan juga inspeksi dan palpasi pada bagian mucobucal
fold atas dan bawah untuk melihat karakteristik jaringan serta pada forniks
bawah untuk melihat posisi frenulum bibir bawah. Palpasi dan inspeksi
dilakukan terus hingga melihat semua anatomi pada intra oral yang
kemungkinan dapat terjadi kelainan atau penyakit, maka palpasi juga pada
bagian retromolar pad, tuberositas, palatum untuk melihat rugae yang ada
pada palatum. Kemudian pemeriksaan pada lidah, pada pemeriksaan lidah
dapat melihat palatum mole dan derajat defiasinya. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara membuka mulut dan lidah dipegang oleh pemeriksa
menggunakan tissue kemudian lihat permukaan lateral, permukaan dorsum
dan permukaan ventral lidah. Perubahan pada lidah yang dapat dilihat
contohnya adalah pada dorsum lidah meningkatnya pemanjangan papila
filiform pada perokok, kemudian pada pasien dengan penyakit sistemik
terjadi perubahan warna pada lidah dan hilangnya papila pada lidah.

Pemeriksaan palatum Durum dan Tuberositas Maksilaris. Pemeriksaan


palatum durum dengan cara inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan untuk
melihat adanya ulserasi, pembengkakan, atau tanda-tanda peradangan.
Inspeksi visual langsung palatum durum daapat dicapai dengan cara
menggunakan morror. Sedangkan palpasi dilakukan dengan menggunakan
jari telunjuk dan rasakan terhadap adanya pembengkakan. Palatum durum,
mirip dengan gingiva cekat, dalam keadaan normal berwarna kurang pink
dibandingkan mukosa rongga mulut lainnya karena adanya peningkatan
keratinisasi (Burkhart dan DeLong. 2012)
Pada palatum durum terdapat papila incisivus yang terletak di
posterior gigi incisivus maksila. Struktur anatomis normal ini tampak
sebagai nodul kecil imobil yang terletak langsung dibawah muara ductus
nasopalatinal, dimana kumparan neurovaskuler keluar dari maksila untuk
mensupai mukosa palatum. Tuberositas maksila merupakan daerah distal
molar terakhir, jaringan warna pink secara homogen. Pemeriksaan
tuberositas maksila dilakukan dengan cara palpasi untuk mengetahui nyeri
dan pembengkakan (Burkhart dan DeLong, 2012).
Pemeriksaan intra oral juga memeriksa bagian dasar mulut,
pemeriksaan dilakukan untuk melihat frenulum lingualis, kurunkel lingual
dan sublingual fold. Pemeriksaan dilakukan dengan meminggirkan sedikit
lidah dan lihat lingual space kemudian palpasi juga aspek lingual dengan
menggerakan jari dari sisi satu ke sisi yang lainnya. Kemudian lakukan
palpasi dari bagian intra oral dan ekstra oral pada daerah submandibula
untuk memeriksa glandula saliva submandibula. Setelah itu lakukan
pemeriksaan sekresi saliva dengan cara keringkan terlebih dahulu anterior
dasar mulut kemudian untuk menstimulasi produksi saliva dengan cara
menekan-nekan secara perlahan pada daerah glandula dari ekstra oral
kemudian perhatikan keluarnya saliva pada intra oral.

Pemeriksaan intra oral selanjutnya adalah pada jaringan gingiva,


pemeriksaan dilakukan untuk melihat warna pada gingiva, bentuk dari
gingiva, hubungannya untuk menopang gigi, kepadatan gingiva, perlekatan
epitel, soket gingiva pada penopangan gigi dan hubungannya dengan
cementoenamel junction. Pada gingiva yang sehat berwarna merah muda,
terlihat tidak ada perubahan warna dari margin gingiva sampai ke attached
gingiva. Kemudian bentuk dari gingiva yang normal adalah gingiva
margin melekat mengikuti leher gigi dan gingiva mengisi hingga titik
kontak antar gigi. Selain itu untuk memeriksa kedalaman dari soket dapat
dilakukan dengan menggunakan probe, pemeriksaan dilakukan dengan
memasukan probe secara perlahan dan hati-hati agar tidak melukai gingiva
pasien kemudian dilihat gingiva pasien telah mencapai batas tertentu yang
sudah terdapat pada probe.
Pemeriksaan terakhir yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan pada
gigi. Pemeriksaan pada gigi dapat dilakukan dengan cara perkusi, yang
diperhatikan dari pemeriksaan perkusi ini adalah keluarnya suara dari gigi
dan respon dari pasien. Suara yang timbul pada pemeriksaan perkusi
menggambarkan struktur pendukung gigi dan jaringan sekitarnya. Selain
itu lihat juga relasi lengkung maksila dan mandibula, serta lihat juga
interkuspasi dari gigi. Untuk melihat posisi serta relasi lengkung maksila
dan mandibula dapat dilakukan dengan cara pasien relaks lalu membuka
mulut dan pemeriksa menggerakan rahang dengan menaik turunkannya
hingga mencapai kontak atau oklusi, kemudian bisa juga dengan cara
meminta pasien untuk oklusi dan menggerakkan rahang bawahnya ke kiri,
ke kanan, ke depan dan ke belakang pada saat oklusi tersebut. Pada
pemeriksaan tersebut perhatikan relasi lengkung maksila dan mandibula
pada pasien serta lihat pula posisi gigi pasien pada saat pasien diminta
beroklusi dan menggerakan rahang bawahnya ke posisi tertentu. Pada
pemeriksaan interkuspasi pasien diminta beroklusi kemudian dilihat
hubungan gigi maksila dan gigi mandibula sehingga dapat menentukan
kelas maloklusi gigi pasien. Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan
obyektif gigi dapat dilakuhkan dengan pemeriksaan beberapa cara antara
lain sebagai berikut:
1. Inspeksi
2. Sondasi
3. Perkusi
4. Palpasi
5. Tes mobilitas
6. Tes suhu
7. Transimulasi
8. Tes elektrik
Diagnosis
Diagnosis adalah cara menentukan jenis penyaki berdasarkan
gejala (simtom) dan tanda (sign) yang ada. Macam macam diagnosis:
a. Diagnosis medis, yaitu proses penentuan jenis penyakit
berdasarkan tanda dan gejala menggunakan cara dan alat
penunjang seperti laboratorium, foto dan klinik.
b. Diagnosis banding/ differential diagnostik (DD) yaitu diagnosis
yang dilakuhkan dengan membandingkan tanda klinis suatu
penyakit dengan tanda klinis penyakit lain.
Pemeriksaan penunjang
- Radiogrfi intra oral
- Radiografi ekstra oral
Prognosis
Prakiraan ramalan tentang jalannya penyakit. (sesudah diberikan
pengobatan/ perawatan tertentu). Jenis prognosis :
1. Prognosis bona : ramalan baik
2. Prognosis dubia ad bona : ramalan ragu ragu condong ke baik
3. Prognosis dubia ad mala : ramalan ragu ragu condong keburuk
4. Prognosis mala : ramalan buruk
Assessment
Assessment penilan terhadap status yang diperlakuhkan pasien,
baik dalam hal ststus gizi dan jaringan periodontal apakah bisa dirawat apa
tidak, melihat pasien dengan kondisi yang bisa mempengaruhi rencana
perawatan dengan situasi dan keadaan pasien apakah bisa dilakuhkan.

Rencana perawatan
Rencana perawatan sangat perlu oleh seorang dokter gigi untuk
membuat jadwal kerja dan prioritas perawatan. Prinsip rencana perawatan
yang dapat diaplikasikan sebagai berikut :
1. Mengilangkan keluhan pada pasien.
2. Memberi edukasi
3. Ekstraksi gigi yang tidak dapat dirawat
4. Meningkatkan kondisi periodontal
5. Restorasi gigi yang mengalami karies
6. Prosedur perawatan yang lebih lanjut : endodontik, prostodontik,
orthodontik, dan fase pemeliharaan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi treatment planning yakni
pasien, tindakan seorang dokter, biaya, faktor faktor seperti ketersediaan
alat dan bahan ataupun keadaan gigi yang dalam satu segmen/ kuadran
terdapat pengaruh.

3.2 LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT


A. Lesi Primer
a. Makula
- Titik sampai bercak
- Diameter dari beberapa mm hingga cm
a) Warna
Berasal dari vaskularisasi
Warna : Merah kecoklatan
Bila ditekan bewarnapucat
Misalnya : Hiperemia
Berasal dari Pigmen darah
Warna :Merah Kebiruan
Misalnya : Petechiae, purpura, ecymosis (hematom)
Berasal dari Pigmen Melanin
Warna : Biru Kecoklatan
Misalnya : Hiperpigmentasi

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

b. Papula
Lesi yang membenjol padat
Kurang dari 1cm diameternya
Permukaan papula : Erosi atau deskuamasi
Makula dan papula terasa gatal, rasa terbakar dan nyeri
Misalnya :Lichen Planus (pada mukosa) adalah papula
keputihan, Fordyces spot adalah anomali pertumbuhan dimana
kelenjar lemak tumbuh ektopik

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

c. Plak
Ukuran diameternya lebih besar dari 1 cm
Misalnya :Leukoplakia (Lesi pra-ganas, lesi ini bisa menjadi
ganas)
( Pinborg,J.J. ,1994 )

d. Nodula
Suatu massa yang padat
Membenjol yang tebal dan kurang dari 1 cm diameternya
Tumor jinak dari jaringan ikat yang terjadi karena iritasi kronis
(iritasi ringan yang terus menerus)
Dapat hilang sendiri atau tidak, setelah iritasi kronis dihilangkan
(misal eksisi)
Misalnya : Iritasi fibroma

( Pinborg,J.J. ,1994 ).
e. Vesikula
Suatu benjolan kulit berisi cairan dan berbatas jelas
Diameternya kurang dari 1cm
Misalnya :Cacar Air

( Pinborg,J.J. ,
1994 ).

f. Bula
Suatu benjolan kulit berisi cairan yang lebih besar dari 1 cm
diameternya.
Dapat terbentuk karena adanya trauma mekanis atau gesekan .
Misalnya : Pemphigus Vulgaris.

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

g. Pustula
Suatu vesikel yang berisi eksudat purulen
Misalnya :Penyakit Impetigo, pada kulit berupa bisul-bisul
kecil

( Pinborg,J.J. ,1994 )

h. Wheal
Suatu papula atau plak yang bewarna merah muda , edema, dan
berisi serum
Edema kulit yang menjadi gelembung yang hanya muncul
singkat dan menimbulkan rasa gatal
Misalnya :Gigitan nyamuk dan urtikaria

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

i. Tumor
Massa padat, besar, meninggi dan berukuran lebih dari 1 sampai
2 cm
Tumor bisa ganas atau jinak
Misalnya :Kanker payudara versus limfoma (tumor jinak
yang sebagian terbentuk sebagian besar dari jaringan adipose)
( Pinborg,J.J. ,1994 ).

B. Lesi Skunder
a. Erosi
Hilangnya epitel di atas lapisan sel basal
Dapat sembuh tanpa jaringan parut
Misalnya :Kulit setelah mengalami suatu lepuhan atau vesikel
yang pecah

( Pinborg,J.J. ,1994 ).
b. Ulser
Hilangnya epidermis dan lapisan kulit yang lebih dalam
(Hilangnya epitel yang meluas di bawah lapisan sel basal
Misalnya : Reccurent Apthous Stomatiti, Bechets Syndrome

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

c. Fisura
Retak linier pada kulit yang meluas melalui epidermis dan
memaparkan dermis
Dapat terjadi pada kulit kering dan inflamasi kronis
Suatu celah dalam epidermis
Misalnya :Fissure tongue, Geographic tongue
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
d. Sinus
Suatu saluran yang memanjang dan rongga supuratif , kista atau
abses. Misalnya:Abses Periapikal.

( Pinborg,J.J. ,1994 ).

e. Sikatriks
Pembentukan jaringan baru yang berlebihan dalam proses
penyembuhan luka
Misalnya: Keloid

f. Deskuamasi
Pengelupasan lapisan epitel (stratum korneum)
Bisa secara fisiologis Pelepasan epitel sehingga kulit
mengalami regenerasi
g. Pseudomembran
Adalah membran palsu.
Contoh: Kandidiasis Pseudomembran Akut
h. Eschars
Adalah cacat atau kerusakan pada kulit / mukosa akibat luka
bakar
i. Krusta
Adalah lapisan luar yang terbentuk dari pengeringan eksudat.
Contoh: Eritema Multiformis

B. Lesi Berdasarkan Warna :


1. Lesi merah
1.1 Definisi
Lesi merah adalah suatu keadaan yang abnormal pada
mukosa dimana tampak kilinis berwarna lebih merah
darijaringansekitarnya dengan permukaan licin seperti adrofi atau
granuler. Pada lesi inijuga terlihat inflamiasi,tapi tanda-tandanya
lebih mudah terlihat pada selepitel premaligna.
1.2 Etiologi
Lesi merah biasanya disebabkan antaralain oleh faktor lokal
(merokok yang hebat, alkohol serta kebersihan mulut yang buruk),
faktorherediter atau bawaan, respon autoimun, dan adanya infeksi
terutama infeksi jamur kandida.
1.3 Macam-macam lesi merah
1.3.1 Purpura (Petechiae)
Purpura adalah suatu keadaan yang ditanadai oleh
genangan darah ekstravasasi. Faktor yang menstimulasi iatrogenik,
buatan atau tarauma kecelakaan pada jaringan-jaringan vaskular
yang ada di dalam kulit atau submukosa. Dalam keadaan dimana
tidak ada trauma, maka harus dicurigai keberadaan kurangnya
keping darah baik kualitatif maupun kuantitatif, faktor-faktor
pembekuan, atau kerapuhan kapiler. Pada awalnya purpura tampak
merah terang, tetapi lama-kelamaan cenderung untuk berubah
warna, menjadi ungu-biru atau selanjutnya coklat-kuning. Karena
lesi-lesi ini terdiri atas darah ekstravaskuler, lesi tidak menjadi
pucat bila ditekan.
Salah satu contoh purpura adalah petechiae. Petechiae
adalah lesi datar warna merah atau keunguan. Berasal dari darah
yang masuk ke subkutan.lesi ini bila ditekan tidak berubah pusat
jadi tetap berwarna kemerahan, contohnya yaitu scurvy.
Palatum lunak adalah lokasi intra oral yang paling umum
untuk petechiae multifokal. Petechiae palatum dapat merupakan
tanda awal dari mononukleosis menular, demam scalet, leukemia,
diatesis perdarahan atau kelainan darah. Juga dapat menunjukkan
robeknya kapiler-kapiler palatum akibat batuk, bersin, muntah
atau fellatio. Petechiae hisapan dibawah gigi tiruan atas bukanlah
purpura yang sebenarnya. Hal itu terjadi sebagai akibat dari infki
kandida dan radang dari muara kelenjar-kelenjar liur tambahan,
bukan karena tekanan negatif dari gigi tiruan seperti yang
dipercaya di masa lalu.
Purpura lama-kelamaan menjadi pucat dan tidak
memerlukan perawatan tertentu. Menentukan penyebabnya adalah
suatu pertimbangan utama.
1.3.2 Varikositas (Varix)
Varix adalah suatu pembengkakan berfluktuasi yang
berwarna merah-ungu dan seringkali dijumapai pada orang
lanjut usia. Pembengkakan tersebut menunjukkan suatu
dilatasi vena yang disebabkan oleh berkurangnya elastisitas
dinding pembuluh darah sebagai akibat dari menua atau oleh
suatu rintangan internal pada vena. Permukaan ventral dari
dua sudut mulut adalah daera-daerah umum yang lain. Varises
bibir tampak merah tua sampai biru ungu. Umnya adalah
tunggal, bulat, berbentuk kubah dan berfluktuasi. Palpasi dari
lesi akan menyebarkan darah dari pembuluhnya dan
meratakan permukaannya; karenanya lesi-lesi tersebut adalah
positif pada diaskopi.
Varises adalah jinak dan tanpa gejala, serta tidak
memerlukan perawatan. Jika varises tersebut memprihatinkan
secara kosmetis, maka dapat dibuang secara bedah tanpa
perdarahan yang mencolok. Kadang-kadang varises sedikit
keras karena perubahan-perubahan fibriotik. Trombosis
merupakan komplikasi yang jarang. Jika banyak vena yang
menonjol pada ventral lidah, maka keadaan itu disebut
plebektasia lingual atau caviar tongue.
1.3.3 Trombus
Suatu seri peristiwa yang meliputi trauma,
pengaktifan urutan pembekuan dan pembentukan beku darah
yang secara khas mengakibatkan terhentinya perdarahan.
Beberapa hari kemudian pengahancuran beku darah terjadi
dan aliran darah normal mulai kembali. Dalam kasus-kasus
tertentu, jika bekuannya tidak hancur, maka aliran darah
tersumbat dan terbentuk trombus. Trombus tampak sebagai
nodula-nodula merah,bulat, menimbul, khas pada mukosa
bibir. Keras pada Palpasi dan dapat sedikit nyeri. Tidak ada
predileksi jenis kelamin, tetapi trombus paling umum
dijumpai pada pasien diatas usia 30 tahun. Sumbatan-
sumbatan vaskuler dapat membesar secara konsentris dan
menutup seluruh lumen pembuluhnya atau masak dan
berkapur untuk membentuk suatu plebolit.
Plebolit adalah temuan oral yang jarang dan terdapat
dalam pipi, bibir, atau lidah. Secara radiografis tampak seperti
donat, melingkar, fokus-fokus radiopak dengan tengah yang
radiolusen.
1.3.4 Telangiektasia Hemorhagik Herediter
Telangiektasia hemorhargik herediter adalah suatu
penyakit genetik yang diturunkan sebagai suatu sifat dominan
autosomal. Penyakit tersebut ditandai oleh telangiektasia yang
multiple dimana ada makula-makula ungu merah atau papula-
papula sedikit merah yang menunjukkan pembesaran secara
permanen dari kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa dan
jaringan-jaringan lain. Lesi-lesi tersebut biasanya berukuran 1
sampai 3 mm, tidak ada denyut pembuluh darah ditengahnya
dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah pubertas, ukuran
dan banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan
bertambahnya usia. Pria dan wanita mengalaminya dengan
rasio seimbang. Perdarahan adalah gambaran yang mencolok
dari penyakit ini.
Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak
langsung dibawah lokusanya dan mudah terkena trauma,
berakibat robek, perdarahan dan pembentukan ulkus. Lesi-lesi
kulit tidak mudah robek karena ada epitel bertanduk yang
menutupinya. Lokasi yang paling umum pada kulit adalah
telapak tangan, jari-jari, dasar kuku, wajah dan leher. Lesi
mukosa dapat dijumpai pada bibir, lidah, septum nasi dan
konjungtiva. Gusi dan palatum jarang terkena.
Komplikasinya meliputi epistaksis, perdarahan
gastrointestinal, melena, hematuria, sirosis, fistula arteriovina
paru-paru. Dianjurkan hati-hati dengan penggunaan analgesia
inhalasi, anestesi umum, prosedur bedah mulut dan obat-obat
hepatotoksis serta anti-hemostatik. Robeknya telangiektasia
dapat menyebabkan perdarahan, yang paling baik dikontrol
dengan pak tekan. Riwayat, gambaran klinis dan gambaran
histologis adalah penting dalam membuat diagnosis.

1.3.5 Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)


Sindrom sturge-weber adalah suatu kelainan
congenital yang jarang. Manifestasinya adalah angioma vena
dari leptomeningea otak, hemangioma macula ipsilateral pada
wajah, deficit neuromoskuler, dan lesi-lesi okulo-oral.
Hemangioma macula dari kulit wajah juga disebutportwine
stain atau nevus flammeus adalah gambaran yang paling
mencolok dari sindrom tersebut. Suatu hemangioma wajah
berbatas jelas, rata atau sedikit menimbul dan berwarna merah
sampai ungu. Hemangioma tersebut menjadi pucat bila
ditekan. Dijumpai pada waktu lahir, penyebarannya di
sepanjang saraf trigeminus dan secara khas meluas ke garis
tengah tanpa melintas kesisi lain. Divisi optalmikus dari sareaf
trigeminus paling sering terserang. Tidak ada nyeri atau
peradagangan yang berkaitan dengan hemangioma dan tidak
membesar dengan bertambahnya usia.
Perubahan aliaran darah vena yang disebabkan olh
angioma leptomeningea dapat mengakibatkan degenerasi
kortikal ceberal, kejang-kejang, keterbelakangan mental dan
hemiplegia. Pada radiograf tengkorak lateral, klasifikasi-
klasifikasi gyriform secara khas tampak sebagai tram-lines
berkontur ganda. Kira-kira 30% dari pasien mengalami
kelainan okuler termasuk angioma, koloboma, atau glaucoma.
Hyperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan
bibir adalah temuan oral yang paling sering. Palatum, gusi dan
dasar mulut juga dapat terkena. Penyebaran bercak-bercak
oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah yang
dipasok oleh cabang-cabang saraf trigeminus. Seperti lesi
wajah, bercak-bercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan
gusi dapat membuat jaringan menjadi edema dan
menyebabkan kesulitan dengan hemostasis jika dilakukan
prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi
gig yang abnormal, makrokeilia, makroglosia dan
makrodonsia adalah akibat dari pertumbuhan yang sangat
berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah
hyperplasia vaskuler, bedah mulut harus dilakukan menurut
ukuran hemostatik yang ketat
2. Lesi putih
2.1 Definisi
Lesi putih adalah suatu keadaan yang abnormal pada
mukosa dimana nampak klinis berwarna lebih putih, lebih tingi,
lebih kasar atau mempunyai tekstur yang berbeda dari jaringan
sekitarnya, dimana keadaan tersebut menggambarkan peningkatan
lapisan keratin, koloni jamur atau lapisan epithelium yang mati.
2.2 Etiologi
Etiologi dari lesi putih pada mukosa mulut, antara lain
factor local, herediter, respon autoimun, dan adanya infeksi.
Penyebab factor local yang paling sering adalah
tembakau. Tembakau dapat diisap, dicium, dikunyah-kunyah, atau
diletakkan dalam mulut. Pada semua keadaan tersebut, tembakau
mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.
2.3 Macam macam lesi putih
2.3.1 Granula Fordyce
Granula Fordyce timbul dan kelenjar sebasea yang
secara embrionik terperangkap selama penggabungan
prosesus malcsilaris dan mandibula. Garanula-granula tersebut
menjadi lebih mencolok sesudah kematangan seksual, ketika
sistem sebaseanya berkembang.
Granula Fordyce adalah kelenjar-kelenjar sebasea
ektopik yang dijumpai pada mulut, yang dianggap sebagai
variasi dari anatomi mulcosa mulut yang normal. Granula-
granula ini terdiri atas kelenjar sebasea, yang diameternya 1
sampai 2 mm. Secara khas tampak pada mukosa pipi sebagai
papula yang sedikit menimbul, berwarna putih, putih krem
atau kuning. Biasanya terjadi dalam jumlah banyak,
membentuk kelompok-kelompok, plak, atau bercak-bercak.
Kelompok yang melebar dapat terasa kasar pada palpasi
(Gambar 3.8). Biasanya terlihat pada mukosa pipi dan tepi
merah bibir atas, dengan distribusi yang simetris. Kelenjar
tersebut juga dapat dijumpai pada mukosa di atas alveolar dan
pilar anterior fasia, kelenjar sebasea besar paling sering
terlihat pada sulkus alveolobukal bawah.
Granula Fordyce terjadi pada kira-kira 80% orang
dewasa dan telah dilaporkan tidak ada predileksi dalam ras
dan jenis kelamin.Secara histologis, tampak sarang-sarang sel-
sel jernih yang membulat, 10 sampai 30 setiap sarang, dengan
inti yang terletak di tengah, kecil, berwarna gelap, dan
berkapsul dalam lamina propria dan submukosa.
Gambaran klinisnya cukup untuk mendiagnosis
granula Fordyce biopsi biasanya tidak diperlukan.Kadang-
kadang, kumpulan kelenjar pada mukosa eksternal yang
berkeratinissi dan vermillio border bibir (batas merah bibir)
dianggap mengganggu dan diangkat melalui pembedahan.
Jika tidak, maka tidak ada alasan untuk melakukan terapi.

2.3.2 Linea Alba Bukalis


Seorang peneliti mengemukakan bahwa linea alba
disebabkan oleh muskulus buksinatorius yang menekan
mukosa melalui tonjolan-tonjolan (cusp) gigi posterior
rahang atas ke dalam garis oklusi. Linea alba juga
seningkali dikaitkan dengan creanated tongue dan dapat
merupakan tanda dan bruksisme, clenching, atau tekanan
mulut yang negatif.
Linea alba tampak kurang lebih sebagai suatu garis
tebal bergelombang pada mukosa pipi setinggi bidang
okiusi dengan panjang yang bervariasi. Biasanya terlihat
bilateral, cukup jelas pada beberapa orang dan berwarna
kelabu pucat atau putih. Secara umum kelainan bertanduk
tanpa gejala ini lebarnya 1 sampai 2 mm dan memanjang
dan mukosa pipi daerah molar kedua sampai ke kaninus.
Perubahan-perubahan epitel yang menebal yang terdiri
atas jaringan hiperkeratotik yang merupakan suatu respon
terhadap gesekan pada gigi-gigi.Gambaran klinisnya
menunjukkan ciri diagnostik sehingga mudah
didiagnosa.Linea alba merupakan variasi normal dan tidak
memerlukan perawatan.
2.3.3 Leukoedema

2.4.3 Gambaran Klinis


2.5.3
Leukoedema adalah suatu variasi mukosa yang
umum dan berkaitan dengan orang-orang berkulit gelap,
tetapi kadang-kadang dapat dijumpai pada orang-orang
berkulit putih. Insiden leukoedema cenderung meningkat
dengan bertambahnya usia dan 50% dan anak-anak kulit
hitam dan 92% orang dewasa kulit hitam menderitanya.
Leukoedema tidak menunjukkan gejala apapun dan
biasanya ditemukan selama pemeriksaan mulut rutin.
Leukoedema biasanya dijumpai bilateral pada
mukosa pipi sebagai suatu film tipis yang opak, putih atau
abu-abu. Pada mukosa bibir dan palatum molle jarang
ditemukan. Leukoedema seringkali pucat dan sulit dilihat.
Menonjolnya lesi berhubungan dengan derajat pigmentasi
melanin di bawahnya, derajat kebersihan mulut, dan
banyaknya merokok. Pemeriksaan yang cermat dan
leukoedema menunjukkan garis-garis putih halus,
kerutankerutan dan lipatan-lipatan jaringan yang
menumpuk. Tepi-tepi lesi tidak teratur dan difus; lesi
tersebut memudar ke jaringan disekitarnya sehingga sulit
untuk menentukan dimana lesi mulai dan berakhir.
Diagnosis didapat dengan cara meregang mukosanya,
menyebabkan tampak putih hilang sama sekali dalam
beberapa kasus. Menggosok lesi tidak akan
menghilangkannya.

Etiologinya tidak diketahui, dipekirakan berkaitan


dengan faktor herediter atau kerusakan stratified squamous
epithelium pada saat proses maturasi. Leukoedema juga
diperkirakan dapat terjadi sebagai hasil dan fungsi
mastikasi dan berkaitan dengan kebersihan mulut yang
buruk. Leukoedema secara signifikan lebih prevalen di
antara orang-orang yang mempunyai kebiasaan merokok
sehari-hari daripada di antara yang tidak merokok.
Epitel tampak lebih tebal daripada normalnya dan
disertai dengan tonjolan rete pegs yang lebar. Sel-sel
dalam bagian superfisial stratum spinosum tampak
bervakuola dalam inti yang diwarnai dengan hematoksilin
dan eosin (H&E), karena mengandung glikogen dalam
jumlah besar. Sel-sel pada permukaannya mungkin
menjadi gepeng, akan tetapi tetap memiliki nukleus
piknotik, dan biasanya rnemperlihatkan keratinisasi yang
nyata.
Lesi yang biasanya membingungkan diagnosa
dengan leukoedema adalah leukoplakia, cheek-biting, dan
white sponge nevus. Diskusi diagnosa banding dan lesi-
lesi ini dapat dilihat pada diagnosa banding
leukoplakia.Sejak leukoedema diketahui merupakan
variasi normal, pengenalan lesi tersebut adalah penting
sebab leukoedema tidak membutuhkan perawatan.

2.3.4 Morsicatio Buccarum (Mukosa Tergigit)


Morsicato buccarum atau menggigit pipi adalah
kebiasaan umum yang membuat meningkatnya perubahan-
perubahan mukosa. Pada awalnya plak-plak dan lipatan-
lipatan putih sedikit menimbul, tampak dalam pola difus
menutupi daera-daerah trauma. Cedera yang lebih hebat
akan menimbulkan suatu respon hiperplastik yang
menambah besarnyaplak. Kadang-kadang terlihat pola
garis atau menyebar, dengan daerah tebal dan tipis tampak
berdampingan. Cedera yang menetap akan menimbulkan
eritema dan ulserasi traumatic yang berseblahan.

Mukosa tergigit biasanya terlihat pada mukosa pipi


dan kurang sering pada mukosa bibir. Lesi-lesi tersebut
dapat unilateral atau bilateral dan dapat terjadi pada semua
usia. Tidak ada laporan redileksi jenis kelamin atau ras.
Diagnosis memerlukan kepastian visual dan verbal dari
kebiasaan melampiaskan ketegangan. Meskipun
morsicatio buccarum tidak mempunyai potensi keganasan,
pasien-pasien harus diingatkan terhadap perubahan-
perubahan mukosanya. Karena gambaran klinis yang
sama, maka speckled leukoplakia dan kandidiasis harus
dibedakan. Secara mikroskopis ada perbedaan epitel yang
masak normal dengan permukaan parakeratotik berkerut
dan peradangan subepitel minor.
2.3.5 White Sponge Nevus
Merupakan gangguan kongenital pada mukosa oral
yang secara genetika ditransmisi oleh suatu cara
autosomal dominan yang diturunkan, yang bermanifestasi
pada masa anak-anak dan meningkat sepanjang hidup.
White sponge nevus tidak menunjukkan predileksi
ras, jenis kelamin; tetapi karena pola transmisi dominan
autosomal dan keadaan ini, maka banyak anggota keluarga
dapat menderita kelainan tersebut. Daerah-daerah mukosa
ekstraoral yang dapat terlibat adalah rongga hidung,
esofagus, larings, vagina dan rektum.
Ditandai oleh lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala,
putih, berkerut dan seperti busa. Seringkali lesinya
memperlihatkan pola gelombang yang simetris. Lokasi
yang paling umum adalah di mukosa pipi, bilateral dan
selanjutnya di mukosa bibir, lingir alveolar dan dasar
mulut. Keadaan ini dapat mengenai seluruh mukosa mulut
atau didistribusikan secara universal sebagai bercak-
bercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah hampir
tidak pernah terkena, meskipun palatum lunak dan ventral
lidah umum terlibat. Ukuran lesinya bervariasi dan satu
pasien ke pasien lain dan dan waktu ke waktu.
Epitelium mengalami penebalan yang hebat karena
akantosis dan hiperparakeratosis. Terdapat spongiosis
(edema intraselular) .yang terjadi di seluruh lapisan sel
prickle.
Penentuan diagnosa yang tepat diperlukan agar
pasien tidak salah dirawat. Bila diagnosa telah ditentukan,
diagnosa harus diberitahukan kepada pasien sebaik
mungkin, agar ia dapat melakukan tindakan pencegahan
yang diperlukan.
Lesi dapat disalah diagnosa sebagai keratosis, tetapi
biasanya hasil pemeriksaan riwayat dapat memperjelas
diagnosa tersebut, walaupun cheek biting, friksional
keratosis, dan keratosis pada pasien yang suka mengunyah
atau mengisap tembakau, mempunyai bentuk yang
sama. Leukoedema sering mempunyal bentuk yang sama,
kecuali bila mukosa ditegangkan. Penyakit Darier-White
walaupun bersifat herediter, tetapi dapat menghasilkan lesi
kutaneus dan mukosa. Tes seroiogi khusus dan biopsi
dilakukan sekurang-kurangnya satu kali pada keadaan
yang meragukan.
White sponge nevus merupakan lesi jinak yang
bersifat statis dan tidak menimbulkan rasa sakit sepanjang
hidup. Pasien diberitahu bahwa lesi mi bersifat herediter
(menurun) dan tidk memerlukan perawatan.

2.3.6 Lesi Putih Traumatic (Chemical Burn)


Chemical burn seringkali ditemukan pada pasien
yang menggunakan analgesik, seperti aspirin atau
asetaminofen dengan meletakkannya pada mukosa yang
berdekatan dengan gigi yang sakit. Kasus lain dapat terjadi
pada praktek dokter gigi yang memberikan obat-obat
kaustik ke mukosa mulut pasien secara tidak hati-hati.
Selain itu, chemical burn juga dapat terjadi pada
penggunaan obat-obat tetes untuk sakit gigi yang
mengandung creosote, gulacol, atau derivat fenol;
penggunaan obat kumur yang berlebihan; larutan etil
alkohol 70%; dan kokain yang ditempatkan pada mukosa
mulut.
Chemical burn dapat terjadi bila senyawa analgesik
yang mengandung asam asetil salisilat diletakkan dalam
lipatan mukobukal untuk meredakan pulpitis, periostitis,
atau abses periapikal. Lesi pseudomembranous yang
sangat sakit berwarna putih dan berbentuk tidak teratur,
akan timbul di daerah-daerah di mana obat-obatan tersebut
berkontak dengan mukosa mulut. Seluruh mukosa pipi
mungkin akan terserang secara difus. Jaringan akan terasa
sakit dan daerah bekas kauterisasi yang berwarna putih
dapat diangkat dengan mudah dan meninggalkan daerah
perdarahan yang kasar dan sangat sakit.
Obat tetes untuk sakit gigi yang tersedia di pasaran
yang mengandung creosote, guiacol, atau derivat fenol
juga memiliki aksi kaustik pada mukosa mulut. Karena
obat-obat yang meringankan sakit gigi ini jarang akan
berada tetap di dalam lesi karies, maka luka bakar mukosal
akan terjadi bila obat ini digunakan oleh pasien.
Pada beberapa pasien aplikasi larutan etil alkohol
70% akan mengakibatkan pengelupasan mukosa mulut.
Pelunakan dan pengelupasan dari mukosa yang tidak
berkeratinisasi juga dapat terjadi dengan pemakaian obat
kumur secara berlebihan.

2.3.7 Leukoplakia
Hal-hal di bawah ini yang dicurigai sebagai etiologi
dan leukoplakia yaitu :
- Produk-produk tembakau
- Temperatur dingin
- Makanan panas dan/atau pedas
- Alkohol
- Trauma oklusi
- Tepi-tepi tajam dan protesa atau gigi
- Radiasi
- Sifilis
- Kandida albikan
Fakta kehadiran faktor-faktor di atas tidak dapat
dibuktikan pada sekitar 20% penderita kanker mulut
sehingga dilakukan penyelusuran faktor penyebab
tambahan. Weaver,dkk melaporkan penemuan yang
menarik dan penelitian 200 pasien dengan karsinoma sel
squamosa pada kepala dan leher. Peneliti ini melaporkan
bahwa 11 pasien tersebut dilaporkan tidak pernah
menggunakan alkohol atau tembakau. Satu dan 11 pasien
tersebut dilaporkan telah menggunakan obat kumur yang
mengandung 25% alkohol banyak kali dalam sehari
selama lebih dan 20 tahun.
Selain faktor lokal di atas, keadaan dan mukosa
mulut juga dipengaruhi oleh faktor sistemik. Sifihis tertier,
defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, dan mungkin
defisiensi nutrisi lainnya semuanya disertai dengan glositis
atrofik dan perubahan atrofik di tempat lain pada mukosa
mulut yang menjadikan pasien-pasien ini sangat mudah
terkena leukoplakia dan karsinoma mulut. Namun yang
lebih sering adalah pasienpasien penderita xerostomia
yang disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva, obat-obat
antikolinergik, atau radiasi, di mana saliva sebagai
proteksi telah berku rang atau tidak ada.
Lesi leukoplakia tidak memberikan gejala dan
sering ditemukan pada pemeriksaan mulut rutin.
Persentasi tertinggi yaitu pasien dengan usia antara 40
70 tahun, dan lesi ini jarang ditemukan pada individu di
bawah usia 30 tahun. Leukoplakia dapat timbul pada
lokasi manapun pada mukosa mulut, lokasi yang paling
sering yaitu pada lidah, dasar mulut, bibir bawah,
kommisura, palatum, lipatan mukobukal, lingir alveolar,
daerah retromolar dan mukosa bukal. Lesinya dapat
bervariasi dalam ukuran, bentuk, lokasi dan gambaran
klinisnya. Permukaan Iesinya dapat tampak licin dan
homogen, tipis dan mudah hancur, pecah-pecah, berkerut,
verukoid, noduler, atau berbercak-bercak. Warnanya dapat
merupakan variasi lembut dan lesi-lesi putih translusen
pucat sampai abu-abu atau putih sampal coklat.
Sistem klasifikasi yang diberikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan 2 divisi untuk
leukoplakia mulut: homogen dan nonhomogen.
Leukoplakia nonhomogen selanjutnya disubdivisikan
menjadi enitroleukoplakia, nodular, bercak dan verukoid.
Sebagian besar leukoplakia (80%) adalah jinak;
kasus sisanya adalah displastik atau kanker. Dilema
klinisnya adalah dalam menentukan leukoplakia mana
yang praganas dan ganas, terutama karena 4 sampai 6%
dan semua leukoplakia berkembang menjadi karsinoma sel
squamosa dalam 5 tahun.
Masalah terpenting dalam menegakkan diagnosa
dan leukoplakia adalah menentukan displasia selular
melalui miknoskopik. Secara umum tidak adanya displasia
dalam biopsi dapat dengan aman menunjukkan suatu
bentuk jinak.
Secara histologis, bentuk dan leukoplakia ditandai
oleh pola yang berubah-ubah dan hiperkeratosis dan
infiltrasi sel radang kronis dalam korium. Displasia
ditandai dengan orientasi abnormal dan sel epitelnya,
pleomorfisme selular dan atypia selular yang memberi
kesan sebagai keganasan dini (stratifikasi epitel yang tidak
teratur, hiperplasia dan lapisan basal, rete peg yang
berbentuk seperti tetesan air mata, peningkatan jumlah
gambaran mitotik, hilangnya polaritas dan sel basal,
peningkatan perbandingan nukleus-sitoplasma,
polimorfisme nukleus, dan hiperkromatism dan nukleus,
pembesaran nukleolus, keratinisasi dan sel tunggal atau sel
kelompok dalam stratum spinosum, dan hilangnya pola
seluler yang lazim). Setiap derajat displasia dan atypia
seluler mungkin memiliki makna sebagai perubahan
premaligna, lesi yang menunjukkan displasia dalam
derajat yang parah dapat disatukan dengan lesi yang dapat
didiagnosa sebagai karsinoma in situ.

Ketika suatu lesi putih ditemukan, seorang dokter


harus menentukan apakah lesi putih tersebut dapat diangkat
dengan mudah dengan cara mengeruknya atau tidak. Bila
tidak dapat dikeruk maka diagnosanya bukan jenis
pseudomembran. Yang harus dibedakan adalah lesi-lesi
keratotik sebagai berikut : lupus eriternatosus, lichen
planus, karsinoma verukoid, veruka vulgaris, leukoedema,
dan white sponge nevus.
White sponge nevus adalah kelompok yang jarang
terjadi. Lagipula, white sponge nevus terjadi segera setelah
lahir atau setidaknya pada saat pubertas, dan biasanya
menyebar lebih luas di atas membran mukosa mulut.
Sedangkan leukoplakia Iebih sering terjadi pada pasien
berusia 40 tahun ke atas dan biasanya tidak menyebar
sampai ke seluruh rongga mulut. Selain itu, white sponge
nevus menunjukkan pola keturunan sedangkan leukoplakia
tidak.
Leukoedema biasanya mudah dibedakan dengan
leukoplakia oleh karena leukoedema secara klasik terjadi
pada mukosa bukal, di mana leukoedema seringkali
menutupi hampir seluruh permukaan mulut bagian pipi dan
meluas sampai mukosa labial dengan warna opaselensi
seperti susu. Yang membedakan leukoplakia dan
leukoedema yaitu jaringan parut yang menyolok dan lipatan
khas yang terdapat pada leukoedema.
Veruka vulgaris harus dibedakan dan tipe
leukoplakia verukoid; hal ini biasanya disebabkan oleh
karena veruka vulgaris yang jarang terjadi dalam rongga
mulut, merupakan suatu lesi putih kecil dengan diameter
yang tidak lebih dan 0,5 cm. Di lain pihak leukoplakia
verukoid cenderung lebih besar dan biasanya dibatasi oleh
suatu pinggiran mukosa yang terinflamasi, gambaran ini
biasanya tidak ditemukan pada veruka vulgaris. Apabila
trauma kronis pada daerah tersebut dapat diidentifikasi,
maka akan Iebih mendukung untuk diagnosa leukopiakia.
Semenjak karsinoma verukoid dapat berkembang
dan suatu lesi leukoplakia, maka seorang dokter harus
menentukan apakah lesi tersebut betul-betul suatu
karsinoma verukoid.
Lichen planus dapat memberikan gambaran suatu
lesi seperti plak, dan dapat dikelirukan dengan leukoplakia.
Akan tetapi perbedaannya dengan leukoplakia yang lebih
sering dalam bentuk lesi tunggal, lichen planus biasanya
terjadi sebagai lesi-lesi yang tersebar di seluruh rongga
mulut. Lichen planus juga berkembang menjadi beberapa
konfigurasi yang berbeda (seperti plak putih, stria
Wickham, bulla, erosi). Ketika beberapa vriasi lesi terjadi,
maka akan lebih memudahkan dalam membedakan kedua
jenis penyakit ini. Bila disertai suatu lesi merah-putih pada
kulit maka hal ini juga mendukung diagnosa lichen planus.

Lesi oral diskoid lupus eritematosus lebih umum


terjadi dan perkiraan. Lesi ini lebih sering terjadi pada
pasien dengan lesi diskoid lupus pada kulit dan pada pasien
dengan lupus enitematosus sistemik. Menariknya, lesi
diskoid mulut mulanya tampak sebagai lesi tunggal pada
beberapa pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda
adanya diskoid atau sistemik lupus.
Penanganan leukoplakia yang terpenting adalah
bahwa dokter menyadari bahwa tidak semua leukoplakia
mempunyai gambaran yang sama: Saat ini dikembangkan
suatu kategori dimana leukoplakia dapat dipertimbangkan
beresiko berubah menjadi ganas yaitu :
Leukoplakia yang terjadi pada lidah, dasar mulut,
bibir dan gingiva lebih dicurigai merupakan
leukoplakia yang ganas atau akan mengalami
perubahan menjadi ganas daripada leukoplakia yang
terjadi pada tempat-tempat lain.
Leukoplakia dengan gambarah verukoid Iebih
beresiko menjadi ganas dibandingkan leukoplakia
homogen.
Leukoplakia yang menunjukkan perubahan
displastik lebih mudah berkembang menjadi
karsinoma sel squamosa daripada yang tidak
menunjukkan displasia.
Leukoplakia pada pasien yang tidak pernah
merokok mempunyai kecenderungan yang lebih
besar mengalami perubahan menjadi ganas.
Lesi leukoplakia pada lidah di pasien wanita lebih
cepat mengalami perubahan menjadi ganas daripada
pada pasien pria.

Jadi pasien yang mempunyai satu dan kategori di


atas mempunyai resiko menjadi ganas. Jika suatu lesi
mempunyai dua atau lebih gambaran diatas maka
digolongkan sebagai pasien dengan resiko tinggi
mengalami perubahan menjadi ganas. Eksisi harus
dilakukan dengan cepat dan tindakan lanjut yang berkala
dan hati-hat, direncanakan untuk mendeteksi dan merawat
rekuren yang terjadi.
Untuk lesi leukoplakia dengan resiko rendah,
pendekatan konservasi diindikasikan. Pendekatan ini
digambarkan sebagal berikut dokter harus melakukan setiap
usaha untuk mengidentifikasi iritasi kronik lokal yang
menyebabkan pertumbuhannya. Semua faktor iritan harus
dihilangkan dan pasien diperiksa kembali setiap minggu
untuk menentukan apakah lesi tersebut mengalami
kemunduran. Jika bukti adanya kemunduran tidak dapat
dideteksi dalam 2 minggu, maka lesi tersebut seharusnya
telah dikeluarkan secara sempurna. Prosedur sederhana mi
untuk lesi yang kecil tetapi untuk lesi besar atau banyak
permukaan yang terlibat, operasi lebih sulit.
Jika lesi besar atau tersebar luas, prosedur
pengelupasan harus digunakan yaitu dengan free graft
dengan kelonggaran untuk permukaan yang gundul agar
penyembuhan sekunder epitel dapat terjadi.
Bilamana lesi yang besar atau menyebar luas
dialarni, bedah eksisi secara lengkap dapat meninggalkan
luka bedah yang besar. Luka ml biasanya sulit untuk
menutup dan sering menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien di samping dapat menjadi rusak dan kehilangan
fungsinya. Graft dengan kulit digunakan untuk menutup
beberapa luka ini tetapi prosedur ini membutuhkan
tindakan bedah lagi, dimana sulit dan tidak nyaman dan
hasilnya biasanya kurang memuaskan.Beberapa tahun ini
prosedur bedah krio telah digunakan untuk merawat lesi
leukoplakia yang besar dengan hasil yang bagus. Bedah
laser juga telah digunakan untuk menghilangkan lesi mulut
termasuk leukoplakia.

3.3 VARIASI NORMAL PADA RONGGA MULUT

A. Lidah Berfisur (Scrotal Tongue)


Lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas
satu fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multiple pada permukaan
dorsal dari dua per tiga anterior lidah. Dorsum lidah pecah-pecah, lateral
oblique, sagital, transversal. Ada berbagai pola, panjang, dan dalam dari
fisura. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi lidah berfisur barangkali suatu
proses perkembangan dan bertambah banyak dengan bertambahnya usia.
Lidah berfisur kira-kira mengenai 1,5% penduduk. Kekerapan
terjadinya adalah sama untuk kedua jenis kelamin. Lidah berfisur umumnya
terjadi pada syndrome Down dan dalam kombinasi dengan lidah geografik.
Ini adalah komponen dari syndrome Melkerson-Rosenthal (lidah berfisur,
keilitis granulamatosa dan paralisis saraf fasialis unilateral). Fisura tersebut
dapat terkena radang sekunder dan menyebabkan halitosis sebagai akibat
dari penumpukan makanan, oleh karena itu dianjurkan menyikat lidah untuk
menjaga agar fisura tetap bersih. Lidah berfisur adalah keadaan yang jinak
B. Ankyloglossia (Tongue Tie)
Frenulum lingualis normalnya melekat pada lidah dan tuberkel genial
dari mandibula. Jika frenulum tidak melekat dengan tepat ke lidah dan
tuberkel genial, tetapi melekat pada dasar mulut dari gusi lingual atau
ujung ventral dari lidah, maka keadaan itu disebut ankiloglosia atau
tongue tie. Keadaan congenital ini ditandai oleh frenulum lingualis yang
pendek dan salah posisi, serta lidah yang tidak dapat dijulurkan atau ditarik
masuk. Perlekatan dapat sebagian atau seluruhnya. Perlekatan sebagian
lebih umum. Jika keadaan tersebut parah, maka dapat mengganggu bicara.
Koreksi bedah (frenektomi) dan terapi wicara diperlukan jika bicaranya
terganggu atau jika direncanakan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan.
Ankiloglosia terjadi dengan kekerapan yang diperkirakan satu kasus setiap
1000 kelahiran.

C. HAIRY TONGUE
Sindrom lidah berambut (Hairy Tongue Syndrome) dalam
literatur medis terdapat berbagai istilah yaitu brown tongue, lingua
nigra, lingua villosa, lingua villosa nigra, melanoglossia,
melanotrichia linguae dan nigrities linguae yang mana merupakan suatu
kondisi dimana ada pertumbuhan papila filiformis berlebih pada permukaan
dorsal lidah. Keadaan ini harus dibedakan dengan pseudoblack hairy tongue
yang merupakan diskolorasi lidah akibat permen, buah, obat-obatan, dan
pigmentasi akibat dekomposisi dari darah.
Penyebab utama dari hairy tongue merupakan hipertrofi papilla
filiformis pada bagian dorsal lidah, umumnya disebabkan kurangnya
stimulus mekanis dan pembersihan. Kondisi ini sering nampak pada
masyarakat dengan oral hygiene yang buruk ( misalnya jarang menyikat
gigi). Selain itu hairy tongue dapat terjadi pada perokok, peminum kopi
dan teh, pengguna obat kumur, diet lunak dengan sedikit serat, antibiotik
(penicillin, cephalosporin, chloramphenicol, streptomycin, dan tetrasiklin),
kortikosteroid, NSAID dan psikotropika, kanker lidah, dan terapi radiasi
pada kepala dan leher.
Patogenesis
Iritasi pada lidah umumnya disebabkan oleh minuman panas atau
makanan yang kasar. Oleh karena itu, permukaan lidah dilapisi oleh
sebuah lapisan protektif terhadap sel-sel mati yang disebut keratin .
Keratin pada lidah merupakan kandungan yang sama yang membentuk
rambut dan kuku. Keratin yang terbentuk pada permukaan lidah umumnya
ditelan dan dibuang ketika kita mengkonsumsi makanan. Dalam kondisi
lidah normal, jumlah keratin yang diproduksi sebanding dengan
keratin yang dibuang. Namun, keseimbangan ini dapat terganggu.
Kelainan lidah ini dapat disebabkan oleh keratin yang tidak dapat dibuang
dengan cepat, seperti yang terjadi pada orang yang mengkonsumsi diet
lunak misalnya pada pemakai gigi tiruan. Hal ini juga dapat terjadi karena
keratin yang diproduksi lebih cepat dibandingkan keratin yang ditelan atau
dibuang. Peningkatan produksi keratin ini umumnya disebabkan iritasi
pada permukaan lidah yang dikarenakan meminum minuman panas atau
merokok. Pada hairy tongue, akumulasi keratin yang terjadi menyerupai
rambut yang tumbuh pada permukaan dorsal lidah.

Gambaran Klinis Hairy Tongue


Semua kasus hairy tongue ditandai dengan hipertropi papilla
filiformis disertai sedikit jumlah deskuamasi normal. Papila filiformis
normal berukuran 1 mm, sedangkan pada hairy tongue panjang papilla
filiformis berkisar lebih dari 3 mm. Hairy Tongue umumnya ditemukan
pada pria, terutama pada kalangan perokok dan peminum kopi atau teh.
Diskolorasi pada hairy tongue tergantung pada 2 faktor yaitu faktor
ekstrinsik (rokok, kopi, teh atau makanan) dan faktor intrinsik (flora
normal pada rongga mulut).

Diagnosis Dan Perawatan


Biopsi tidak diperlukan dalam menentukan diagnosis.
Pengobatan Hairy Tongue tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Jika memiliki kebersihan mulut yang sangat buruk maka
dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter gigi, sehingga dapat
didiagnosis dan diobati sejak awal. Namun, jika kondisi ini ringan dan
tanpa gejala maka yang terbaik adalah melakukan perawatan gigi dan
mulut, seperti menggunakan pembersih lidah dan menggosok permukaan
dorsal lidah serta obat-obat anti jamur topical dapat mencegah akumulasi
partikel makanan dan bakteri di wilayah ini dan akan menghilangkannya.
Selain itu pasien dihimbau agar menghindari faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan kondisi ini seperti merokok, mengunyah
tembakau, menghisap permen untuk jangka waktu lama dan lain-lain.
Biasanya lidah tetap tanpa gejala, tetapi dalam kasus yang parah dapat
menjadi tidak nyaman karena gatal-gatal. Umumnya hairy tongue hanya
mengggangu secara kosmetik. Dalam kasus yang sukar sembuh,
endokrinopati yang melatarbelakanginya seperti Diabetes Mellitus harus
dicari
D. SCALLOPED TONGUE (Crenated Tongue)

Merupakan suatu keadaan yang umum, ditandai oleh lekukan-lekukan


pada tepi lateral lidah. Keadaan tersebut biasanya bilateral, tetapi dapat
unilateral atau terisolasi pada daerah dimana lidah berkontak erat dengan
gigi-gigi. Tekanan abnormal dari gigi-gigi pada lidah mencetak pola
tertentu, yang tampak sebagai oval-oval cekung yang dibatasi tepi seperti
kerang yang putih dan menimbul. Penyebabnya meliputi keadaan-keadaan
yang menyebabkan tekanan abnormal pada lidah seperti gerakan gesek dari
lidah terhadap gigi dan diastema, kebiasaan menjulurkan lidah, menghisap
lidah dan lidah yang membesar. Scalloped tongue dapat dijumpai dalam
kaitan dengan kelainan sendi temporomandibular, keadaan-keadaan
sistemik seperti akromegali dan amiloidosis serta kelainan-kelainan genetic
seperti sindrom down dan juga pada pasien yang normal. Keadaan tersebut
sama sekali tidak berbahaya dan tanpa gejala. Perawatan seringkali
diarahkan untuk menghilangkan kebiasaan.
E. MAKROGLOSIA
Merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan lidah
yang membesar secara abnormal. Untuk menilai ukuran lidah, maka lidah
harus sama sekali beristirahat. Tinggi normal dari dorsum lidah harus sama
dengan bidang oklusal dari gigi-gigi bawah; tepi lateral dari lidah harus
berkontak, tetapi tidak menumpuk dengan tonjol lingual gigi-gigi baah.
Lidah yang melebar melebihi dimensi ini disebut membesar.
Makroglosia dapat congenital maupun dapatan. Makroglosia
congenital dapat disebabkan oleh hipertrofi otot-otot idiopatik,
hemihipertrofi otot-otot, tumor jinak, hamartoma atau kista. Hipertrofi otot
idiopatik seringkali berkaitan dengan defisiensi mental atau dapat
merupakan bagian dari suatu sindrom seperti sindrom Bechwith
Wiedemann. Makroglosia dapatan dapat merupakan akibat dari pembesaran
pasif lidah jika gigi-gigi bawah hilang. Dalam kasus ini pembesaran dapat
setempat atau difus, tergantung pada ukuran daerah tak bergigi. Penyakit
sistemik seperti akromegali, kretinisme dan amiloidosis atau neoplasma
ganas yang menutup aliran limfatik dan membuat lidah bengkak dapat
menyebabkan makroglosia. Indicator dari lidah membesar adalah kesulitan
bicara, gigi-gigi yang menggeser, maloklusi atau scalloped tongue.
Seringkali daerah lidah yang bersangkutan menunjukkan papilla-
papila fungiformis yang membesar. Jika lidah membesar tersebut
menggangu fungsi, maka dianjurkan untuk menghilangkan penyebab
utamanya dan/atau koreksi secara bedah.
F. GEOGRAPHIC TONGUE
Lidak geografik adalah suatu keadaan peradangan jinak yang
disebabkan oleh pengelupasan keratin superfisial dan papila-papila
filiformisnya. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan stres
emosional, defisiensi nutrisi dan heriditer. Keadaan ini biasanya terbatas
pada dorsal dan tepi-tepi lateral 2/3 anterior lidah dan hanya
mengenai papila filiformis sedangkan fungiformis tetap baik.
Lidah geografik ditandai bercak-bercak gundul merah muda sampai
merah, tunggal atau multipel dari papila filiformis yang dibatasi atau
tidak dibatasi oleh pinggiran putih yang menimbul. Dapat disertai
dengan lirik peradangan merah ditepi lesinya. Jika ada peradangan, maka
rasa sakit seringkali merupakan suatu gejala. Lesinya terus menerus beruba
pola dan berpindah dari suatu daerah ke daerah lain; karenanya nama
sunonimnya adalah glosotis migratory jinak, eritema migran dan
wandering rash
Lidah geografik adalah umum dan mengenai kira-kira 1-2% penduduk.
Paling sering mengenai wanita dan orang-orang dewasa usia muda sampai
pertengahan. Keadan tersebut dapar timbul tiba-tiba dan menetap selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Terlihat hilang spontan dan kambuh
kembali. Lidah geografik kadang-kadang dijumpai dalam kaitan dengan
mukosa yang sesuai, areata eritema migran ( migratory mucositis,
stomatitis geografik, lidah gegrafik ektopik) dan lidah berfisur. Erytema
migrans, jika tanpa gejala adalah tidak membahayakan sekali dan tidak
memerlukan perawatan. Kadang-kadang saja suatu eritema migrans
mengakibatkan bercak-bercak anular merah dengan rasa terbakar. Obat
anestesi topikal atau steroid topikal dapat diberikan pada pasien-pasien
dengan gejala. Secara histologis lesi-lesi ini mirip psoriasis; tetapi telah
diterima secara umum bahwa kedua kondisi ini sesungguhnya berbeda,
meskipun kadang-kadang dapat ada yang sama.
G. TORUS PALATINUS
Torus palatinus merupakan suatu penonjolan tulang yang terjadi di
tengah-tengah palatum dan biasa disebut exostosis. Torus juga sering
disebut sebagai Tori, suatu nodular jinak yang tumbuh berlebihan dari tulang
kortikal. Keadaan ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut dengan
kartilago. Bentuk dan ukuran dari torus palatinus bervariasi
Etiologi
Penyebab torus palatinus belum dapat diketahui secara pasti tetapi
pada beberapa orang diturunkansecara autosomal dominan (faktor
genetik). Faktor lingkungan juga diyakini merupakan salah satu faktor
yang berperan. Walaupun gambaran fisiknya merupakan suatu alarm
keganasan tetapi secara umum tidak memerlukan perhatian khusus. Tori
atau torus ini dilapisi jaringan epitelium yang tipis, mudah mengalami
trauma dan ulkus. Penyembuhan pada ulkus yang terjadi cenderung sangat
lambat karena tori miskin vaskularisasi. Torus palatinus tumbuh sangat
lambat dan dapat terjadi pada semua umur, tetapi sebagian besar terjadi
pada usia 30 tahun. Torus palatinus lebih sering terjadi pada wanita dari
pada pria dengan perbandingan 2:1.
Gambaran Klinis
Tonjolan tulang yang keras ditengah-tengah palatum ini biasanya
berukuran diameter kurang lebih 2cm. Namun terkadang perlahan-lahan
dapat bertambah besar dan memenuhi seluruh langit-langit. Eksostosis
tulang tampak sebagai tumor yang kaku dengan permukaan mukosa yang
normal. Apabila muncul di daerah midline pada palatum durum maka
disebut torus palatinus dan bila muncul di lateral regio lingual (bagian
samping lidah) gigi premolar mandibula (rahang bawah) disebut torus
mandibula. Torus palatinal dan torus mandibula jarang ditemui sekaligus
pada seorang pasien.
Diagnosa
Diagnosa didapatkan dari pemeriksaan klinis. Biopsi, oral
radiographs dan CT scan untuk menegakkan diagnosa.
Diferential Diagnosa

1. Gingival fibrosis

2. granuloma abses.

3. oral neufibroma.

4. fibrous dysplasia.

5. osteoma

6. pagets disease.

Perawatan
Bila tidak ada keluhan maka torus palatinus tidak memerlukan
perawatan. Pembedahan pada torus palitinus diperlukan apabila torus ini
mengganggu dalam pembuatan protesa gigi tiruan. Prosedur
pengambilannya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan anastesi yaitu anastesi untuk nervus palatinus anterior dan
nervus insisivum.
2. Lakukan insisi pada pertengahan palatal (langit2) dimulai 1 cm di
depan garis vibrasi dan dilanjutkan ke depan tepat dibelakang papaila
insisiva.
3. Insisi serong bagian anterior membentuk huruf V
4. Insisi V pada posterior untuk memperlebar jalan masuk (hati2
mengenai a. Palatina mayor).
5. Flap mukoperiosteal dibuka ke arah bukal (lateral).
6. Untuk memungkinkan retraksi dan jalan masuk yang aman, flap ini
dijahit sementara pada puncak linggir residual.
7. Torus di bur dengan menggunakan bur fissure sampai kedalaman
tertentu disertai dengan irigasi larutan salin steril, kemudian dibuat
segmen- segmen
8. Segmen - segmen dikeluarkan dengan osteotom.
9. Penghalusan dengan bur bulat atau bur akrilik.
10. Irigasi/ inspeksi.
11. Jaringan lunak yang berlebihan dibuang.
12. Dilakukan penutupan flap dengan jahitan matras horizontal terputus.
Perawatan Pasca Bedah

1. pasien kembali setelah 2 hari kontrol.

2. luka dibersihkan.

3. setelah 5 hari jahitan dibuka.

H. Fordyce Granules
Fordyce Granules adalah kelenjar sebasea ektopik atau atau
Sebaseouschoristomas (Jaringan normal yang terdapat dalam lokasi yang
abnormal) di dalammukosa oral. Pada keadaan normal, kelenjar sebasea ini
terlihat di dalam dermaladnexa, yang berhubungan dengan folikel rambut.
Fordyce Granules mucul dalam bentuk papula berwarna putih
kekuningan yangmultiple atau bisa juga muncul sebagai papula berwarna
putih. Fordyce Granule inikadang terlihat menyerupai kumpulan, dan
paling banytak terdapat pada mukosa bukaldan berupa garis merah terang
pada bibir atas. Adakalanya Fordyce Granules (FG)dapat terlihat pada
area Retromolar Pad dan pada pillar tonsil anterior.
Prevalensiterjadinya biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan. Granulanyacenderung muncul pada masa pubertas dan
meningkat dalam jumlah sesuai denganmeningkatnya umur. FG bersifat
asimtomatik dan sering ditemukan dalam pemeriksaan rutin. Secara
historic, FG ini identik dengan kelenjar sebasea normalyang ditemukan di
dermis.
Pada Kasus FG ini sebenarnya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Namun padakasus FG dengan garis merah terang pada bibir atas
mungkin harus dilakukanpembedahan karena alasan mengganggu
estetik.

I. Leukodema
Leukoedema adalah perubahan mukosa yang umum, yang
dapatdikatakan lebih mewakili variasi kondisi normal
daripadaperubahan patologis sejati. Kondisi ini jauh lebih sering terjadipada
orang kulit hitam dibandingkan kulit putih, yaitu dilaporkanterjadi 90 %
pada orang dewasa kulit hitam sedangkan pada orang kulit putih
insidensnya sangat bervariasi (10-90%). Variasi inimungkin disebabkan
karena sulitnya mengobservasi leukoedema pada mukosa yang tidak
terpigmentasi. Perubahan edematosa serupa juga dilaporkan pada
permukaan mukosa lainnya sepertivagina dan larynx. Leukoedema lebih
nyata pada perokok. Kondisi ini adalah variasi normal, jadi bukan
suatu penyakit yangmembahayakan.
Gambaran Klinis Leukoedema tampak sebagai diskolorasi (perubahan
warna) mukosa menjadi tampak keputihan, diffuse, dan filmy (seperti
lapisan film), dengan banyak lipatan-lipatan permukaan yang diakibatkan
mengkerutnya mukosa. Lesi tidak dapat dikelupas, dan menghilang atau
memudar saat mukosa diregangkan. Leukoedema paling sering terjadi di
mukosa bukal (pipi bagian dalam) secarabilateral (kanan dan kiri), dan
kadang-kadang dapat ditemui padamukosa labial (jaringan lunak bibir),
palatum (langit-langit) lunak,dan dasar mulut.

J. LINEA ALBA
Linea alba adalah suatu perubahan yang sering terjadi pada mukosa
bukal yang berhubungan dengan adanya penekanan, iritasi friksional
akibat gesekan, atau trauma pada bagian muka gigi karena kebiasaan
menghisap (sucking trauma).Sesuai dengan namanya, perubahan yang
terjadi terdiri atas garis putih yang (biasanya) bilateral. Linea alba terletak
pada mukosa bukal setinggi denganbidang oklusi gigi yang di dekatnya.
Garis yang terbentuk lebih terlihat jelas pada mukosa bukal yang
berbatasan dengan gigi posterior. Tidak ada terapi yang dibutuhkan dan
tidak terdapat komplikasi dari kejadian ini
K. BALD TONGUE
Bald tongue merupakan kelainan lidah yang mempunyai gambaran
klinis berupa tidak adanya papila filiformis pada lidah yang
mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin dan berwarna merah yang
disertai rasa sakit. Kondisi ini menyebabkan terganggunya fungsi
pengecapan dan dapat juga menimbulkan sensasi terbakar pada lidah.
Atropi papilla lidah dapat disebabkan oleh trauma kronis, defisiensi nutrisi
dan abnormalitas hematologi, dan obat-obatan. Namun dapat juga
dijumpai atropi papilla lidah pada pasien tanpa adanya penyebab tertentu.
Pada pasien lanjut usia, atropi papilla lidah dianggap sebagai perubahan
akibat pertambahan usia.
L. Coated tongue
Coated tongue atau lidah berselaput merupakan penampilan klinis pada
dorsum lidah yang tampak seperti tertutup oleh suatu lapisan biasanya
berwarna putih atau warna lain sesuai dengan jenis makanan dan minuman
yang dikonsumsi. Selaput ini terdiri dari papila filiformis yang memanjang
sehingga memberikan gambaran seperti selaput tebal pada lidah dan akan
menahan debris serta pigmen yang berasal dari makanan, minuman, rokok,
dan permen.



sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

[QS. At-Tin [95] : 4]

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya,


melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti
pohon yang mengugurkan daun-daunnya. [HR. Bukhari dan Muslim]
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan lengkap merupakan hal yang paling utama dalam
perawatan gigi, serta sangat penting untuk dilakukan. Kesuksesan perawatan
gigi dapat dicapai dengan pemeriksaan yang menyeluruh, diagnosis yang
tepat, dan penentuan rencana perawatan yang sesuai. Pemeriksaan harus
dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh dan dilakukan dengan
penuh ketelitian serta dengan memperhatikan semua faktor yang
berhubungan dengan kondisi pasien .
Pemeriksaan lengkap yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan
subjektif untuk mengetahui keluhan utama dan riwayat keluhan utama
pasien, riwayat medik serta riwayat gigi dan mulut; pemeriksaan objektif
berupa pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, serta pemeriksaan penunjang
yang biasanya berupa pemeriksaan radiografis ataupun pemeriksaan darah
Proses diagnosis pada pasien bersifat dinamis. Dokter gigi melakukan
pemeriksaan, menegakkan diagnosis, dan membuat rencana perawatan
untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada serta mencegah masalah-
masalah yang mungkin akan terjadi di masa depan.
Diagnosis dan rencana perawatan pada psien tidak dapat ditentukan
untuk satu saat saja, namun diagnosis dan rencana perawatan harus dilihat
untuk periode waktu berkelanjutan.Hal-hal penting yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan rencana perawatan padapasien antara
lain keluhan utama harus dapat diatasi, semua perawatan dental yang akan
dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi sistemik pasien , penyakit yang
sudah ada dapat diatasi dan dilakukan pencegahan timbulnya penyakit baru,
efek dari perawatan terdahulu terhadap pasien harus menjadi pertimbangan,
dan mempertimbangkan keadaan sosial dan ekonomi dari pasien.

4.2 Saran
Saran dari penulis adalah diharapkan para pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya mempelajari berbagai macam penyakit
jaringan lunak rongga mulut sehingga dapat membuat rencana perawatan
dan diagnosis yang tepat. Setelah mempelajari dan memahami tentang
makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan apa yang telah
dipelajari dari pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Birnbaum, W. dan Dunne, S.M. 2010. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk
bagi Klinisi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Burkhart, N. W. Dan DeLong.L., 2012, The Intraoral and Etraoral Eam, ADA
CERP, 1-3

Greenberg. M.S et al. 2003 Burkets Oral Medicine, 10 ed, . Bc Decker Inc.
Hamilton Ontario, h. 94-8

Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A. 2008. Burkets Oral Medicine, 11th
Edition, BC Decker Inc., Hamilton.

Langlains RP dan Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim. Jakarta : Hipokrates

Pinborg,J.J. 1994. Atlas Penyakit Mukosa mulut, Edisi ke 4.Diterjemahkan oleh


drg Kartika Wangsaraharja , Bina rupa Aksara hal. 30-42

Silverman .S. Jr. 1996. Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V
Mosby , St Louis, Boston Baltimore, h. 18-28

Anda mungkin juga menyukai