PEMERIKSAAN LENGKAP
DISUSUN OLEH :
Dosen Pembimbing :
drg. Tiarisna Hidayatun Nisa
Makalah ini kami susun demi memenuhi sebagian tugas yang telah
diberikan kepada kami. Pada kesempatan ini, kami ucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
terutama drg. Tiarisna Hidayatun Nisa selaku tutor Skill Lab BLOK 15 yang
senantiasa membantu dan membimbing kami, sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan dengan baik.
Makalah ini pula kami susun untuk memperluas dan menambah wawasan
kami dan para pembaca khususnya mahasiswa. Kami menyadari banyak sekali
kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lesi merupakan diskontinuitas jaringan patologis atau traumatik
atau hilangnya fungsi suatu bagian. Dalam rongga mulut terdapat
bermacam-macam lesi baik itu pada bibir, lidah, maupun pada mukosa
mulut. Gambaran klinis akan dihubungkan dengan riwayat penyakit
sehingga dapat ditelusuri diagnosis penyakit. Berdasarkan terjadinya, lesi
terbagi menjadi dua yaitu, lesi primer dan lesi sekunder. Erosi, fissur,
ulkus dan bekas luka menunjukkan adanya kerusakan lokal pada jaringan
kutan. Erosi didefinisikan sebagai pelepasan lapisan epidermis saja. Erosi
sembuh tanpa adanya pembentukan bekas luka. Ulkus didefinisikan
sebagai keadaan hilangnya lapisan epidermis dan adanya kerusakan pada
dermis. Ulkus yang berada pada lapisan kutan masih bisa sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka. Bekas luka (scars) adalah kerusakan permanen
pada permukaan kulit yang terlihat ( Regezi and Sciubba, 1993). Lesi
vesikubulosa dari suatu penyakit dapat bermanifestasi pada mukosa mulut
dan kulit. Lesi dapat bervariasi berdasarkan frekuensi, tingkat keparahan
dan pengaruh kondisi sistemik. Biasanya lesi vesikubulosa dapat
mempunyai karakteristik yang umum. Vesikel yang muncul pada mukosa
mulut biasanya kecil dengan diameter tidak lebih dari 0,5 cm, tampak
singular dan kadang-kadang dalam bentuk 3 klaster. Vesikel tersebut
mudah pecah dan meninggalkan permukaan yang mengalami ulkus
(Sonnis, dkk., 1995). Vesikel adalah suatu elevasi pada kulit atau membran
mukous superfisial, merupakan defek subepitelial atau intraepitelial yang
mengandung serum, plasma atau darah. Vesikel mudah pecah di rongga
mulut karena trauma sehingga meninggalkan ulkus yang superfisial.
Lesi-lesi yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun yang terjadi
karena alergi adalah mirip secara mikroskopis sehingga sulit untuk
menegakkan diagnosis dengan cara biopsi. Identifikasi proses penyakit
tersebut tergantung pada penampakan klinis dan tes-tes laboratoris,
misalnya tes-tes sensitivitas, tes fiksasi dan tes inokulasi (Baskar, 1993).
Perubahan pertama yang terjadi adalah suatu area hiperemia dan edema
pada jaringan sub epithelial. Cairan mulai terakumulasi di dalam
epithelium atau diantara epithelium dan jaringan ikat. Poket cairan yang
kecil kemudian bergabung dan mengalami elevasi membentuk suatu
vesikel.
Perawatan untuk kebanyakan lesi vesikuler adalah sama dan
simptomatik. Tes laboratorik penting sebelum penegakan diagnosis dan
penentuan terapi (Baskar, 1993). Penyebab paling sering bagi lesi
vesikubulosa adalah infeksi virus Herpes Simplex, Varicella Zoster, infeksi
virus Coxsakie, Hand Foot dan Mouth Disease dan Herpangina (Gayford
dan Haskell, 1991). Diagnosis penyakit vesikubulosa biasanya
berdasarkan pada riwayat keluhan, pemeriksaan klinis dan biopsi. Faktor-
faktor lain diperhitungkan dalam menentukan diagnosis antara lain adalah
onset lesi (akut atau kronis), lamanya waktu kemunculan lesi, kejadian
berdasarkan siklus, daerah lain yang terkena lesi seperti kulit, mata dan
organ genital, daerah asal pasien serta riwayat pemakaian obat-obatan.
Penampakan klinis dapat memberikan kriteria untuk menegakkan
diagnosis. Beberapa kasus mungkin membutuhkan biopsi untuk
mendapatkan diagnosis definitif (Sonnis dkk., 1995).
BAB III
PEMBAHASAN
Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan objektif yang dilakuhkan secara umum ada dua
macam yaitu pemeriksaan umum, pemeriksaan ekstraoral dan pemeriksaan
intra oral.
A. Pemeriksaan Umum
Pengamatan dimulai sejak pasien masuk ke dalam ruangan
Berat badan ( berat badan yang sangat rendah dapat menandakan
adanya gangguan makanan, bila berat badan berlebihan memiliki
resiko serangan jantung atau stroke, terutama bila diperlukan anestesi
umum)
Pernapasan
Cacat fisik
Penyakit tertentu
Usia kronologis
Warna kulit muka ( pucat karena anemia, kuning karena jaundice)
Daerah kulit yang tampak, terasuk kepala, leher, tangan dan kuku ( lesi
apa saja yang dapat terlihat, misalnya finger clubbing)
Jaringan parut daerah wajah akibat trauma
Vital sign
1. Tekanan darah
Tekanan darah normal adalah Sistolik 120-140 mmHg dan diastolik 80-
90 mm Hg.
2. Nadi
Nadi yang normal adalah 60-100 kali / menit
3. Suhu
Suhu tubuh normal bervariasi dari 360C ke 37,50C. Suhu terendah
manusia pada jam 2-4 pagi dan tertinggi di sore hari.
4. Laju respirasi
Melihat perut pasien dan melihat berapa kali dia nafas. Satu siklus
lengkap inspirasi dan ekspirasi adalah dihitung sebagai satu. Normal
Tingkat 14-18 siklus / menit.
Rencana perawatan
Rencana perawatan sangat perlu oleh seorang dokter gigi untuk
membuat jadwal kerja dan prioritas perawatan. Prinsip rencana perawatan
yang dapat diaplikasikan sebagai berikut :
1. Mengilangkan keluhan pada pasien.
2. Memberi edukasi
3. Ekstraksi gigi yang tidak dapat dirawat
4. Meningkatkan kondisi periodontal
5. Restorasi gigi yang mengalami karies
6. Prosedur perawatan yang lebih lanjut : endodontik, prostodontik,
orthodontik, dan fase pemeliharaan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi treatment planning yakni
pasien, tindakan seorang dokter, biaya, faktor faktor seperti ketersediaan
alat dan bahan ataupun keadaan gigi yang dalam satu segmen/ kuadran
terdapat pengaruh.
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
b. Papula
Lesi yang membenjol padat
Kurang dari 1cm diameternya
Permukaan papula : Erosi atau deskuamasi
Makula dan papula terasa gatal, rasa terbakar dan nyeri
Misalnya :Lichen Planus (pada mukosa) adalah papula
keputihan, Fordyces spot adalah anomali pertumbuhan dimana
kelenjar lemak tumbuh ektopik
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
c. Plak
Ukuran diameternya lebih besar dari 1 cm
Misalnya :Leukoplakia (Lesi pra-ganas, lesi ini bisa menjadi
ganas)
( Pinborg,J.J. ,1994 )
d. Nodula
Suatu massa yang padat
Membenjol yang tebal dan kurang dari 1 cm diameternya
Tumor jinak dari jaringan ikat yang terjadi karena iritasi kronis
(iritasi ringan yang terus menerus)
Dapat hilang sendiri atau tidak, setelah iritasi kronis dihilangkan
(misal eksisi)
Misalnya : Iritasi fibroma
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
e. Vesikula
Suatu benjolan kulit berisi cairan dan berbatas jelas
Diameternya kurang dari 1cm
Misalnya :Cacar Air
( Pinborg,J.J. ,
1994 ).
f. Bula
Suatu benjolan kulit berisi cairan yang lebih besar dari 1 cm
diameternya.
Dapat terbentuk karena adanya trauma mekanis atau gesekan .
Misalnya : Pemphigus Vulgaris.
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
g. Pustula
Suatu vesikel yang berisi eksudat purulen
Misalnya :Penyakit Impetigo, pada kulit berupa bisul-bisul
kecil
( Pinborg,J.J. ,1994 )
h. Wheal
Suatu papula atau plak yang bewarna merah muda , edema, dan
berisi serum
Edema kulit yang menjadi gelembung yang hanya muncul
singkat dan menimbulkan rasa gatal
Misalnya :Gigitan nyamuk dan urtikaria
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
i. Tumor
Massa padat, besar, meninggi dan berukuran lebih dari 1 sampai
2 cm
Tumor bisa ganas atau jinak
Misalnya :Kanker payudara versus limfoma (tumor jinak
yang sebagian terbentuk sebagian besar dari jaringan adipose)
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
B. Lesi Skunder
a. Erosi
Hilangnya epitel di atas lapisan sel basal
Dapat sembuh tanpa jaringan parut
Misalnya :Kulit setelah mengalami suatu lepuhan atau vesikel
yang pecah
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
b. Ulser
Hilangnya epidermis dan lapisan kulit yang lebih dalam
(Hilangnya epitel yang meluas di bawah lapisan sel basal
Misalnya : Reccurent Apthous Stomatiti, Bechets Syndrome
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
c. Fisura
Retak linier pada kulit yang meluas melalui epidermis dan
memaparkan dermis
Dapat terjadi pada kulit kering dan inflamasi kronis
Suatu celah dalam epidermis
Misalnya :Fissure tongue, Geographic tongue
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
d. Sinus
Suatu saluran yang memanjang dan rongga supuratif , kista atau
abses. Misalnya:Abses Periapikal.
( Pinborg,J.J. ,1994 ).
e. Sikatriks
Pembentukan jaringan baru yang berlebihan dalam proses
penyembuhan luka
Misalnya: Keloid
f. Deskuamasi
Pengelupasan lapisan epitel (stratum korneum)
Bisa secara fisiologis Pelepasan epitel sehingga kulit
mengalami regenerasi
g. Pseudomembran
Adalah membran palsu.
Contoh: Kandidiasis Pseudomembran Akut
h. Eschars
Adalah cacat atau kerusakan pada kulit / mukosa akibat luka
bakar
i. Krusta
Adalah lapisan luar yang terbentuk dari pengeringan eksudat.
Contoh: Eritema Multiformis
2.3.7 Leukoplakia
Hal-hal di bawah ini yang dicurigai sebagai etiologi
dan leukoplakia yaitu :
- Produk-produk tembakau
- Temperatur dingin
- Makanan panas dan/atau pedas
- Alkohol
- Trauma oklusi
- Tepi-tepi tajam dan protesa atau gigi
- Radiasi
- Sifilis
- Kandida albikan
Fakta kehadiran faktor-faktor di atas tidak dapat
dibuktikan pada sekitar 20% penderita kanker mulut
sehingga dilakukan penyelusuran faktor penyebab
tambahan. Weaver,dkk melaporkan penemuan yang
menarik dan penelitian 200 pasien dengan karsinoma sel
squamosa pada kepala dan leher. Peneliti ini melaporkan
bahwa 11 pasien tersebut dilaporkan tidak pernah
menggunakan alkohol atau tembakau. Satu dan 11 pasien
tersebut dilaporkan telah menggunakan obat kumur yang
mengandung 25% alkohol banyak kali dalam sehari
selama lebih dan 20 tahun.
Selain faktor lokal di atas, keadaan dan mukosa
mulut juga dipengaruhi oleh faktor sistemik. Sifihis tertier,
defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, dan mungkin
defisiensi nutrisi lainnya semuanya disertai dengan glositis
atrofik dan perubahan atrofik di tempat lain pada mukosa
mulut yang menjadikan pasien-pasien ini sangat mudah
terkena leukoplakia dan karsinoma mulut. Namun yang
lebih sering adalah pasienpasien penderita xerostomia
yang disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva, obat-obat
antikolinergik, atau radiasi, di mana saliva sebagai
proteksi telah berku rang atau tidak ada.
Lesi leukoplakia tidak memberikan gejala dan
sering ditemukan pada pemeriksaan mulut rutin.
Persentasi tertinggi yaitu pasien dengan usia antara 40
70 tahun, dan lesi ini jarang ditemukan pada individu di
bawah usia 30 tahun. Leukoplakia dapat timbul pada
lokasi manapun pada mukosa mulut, lokasi yang paling
sering yaitu pada lidah, dasar mulut, bibir bawah,
kommisura, palatum, lipatan mukobukal, lingir alveolar,
daerah retromolar dan mukosa bukal. Lesinya dapat
bervariasi dalam ukuran, bentuk, lokasi dan gambaran
klinisnya. Permukaan Iesinya dapat tampak licin dan
homogen, tipis dan mudah hancur, pecah-pecah, berkerut,
verukoid, noduler, atau berbercak-bercak. Warnanya dapat
merupakan variasi lembut dan lesi-lesi putih translusen
pucat sampai abu-abu atau putih sampal coklat.
Sistem klasifikasi yang diberikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan 2 divisi untuk
leukoplakia mulut: homogen dan nonhomogen.
Leukoplakia nonhomogen selanjutnya disubdivisikan
menjadi enitroleukoplakia, nodular, bercak dan verukoid.
Sebagian besar leukoplakia (80%) adalah jinak;
kasus sisanya adalah displastik atau kanker. Dilema
klinisnya adalah dalam menentukan leukoplakia mana
yang praganas dan ganas, terutama karena 4 sampai 6%
dan semua leukoplakia berkembang menjadi karsinoma sel
squamosa dalam 5 tahun.
Masalah terpenting dalam menegakkan diagnosa
dan leukoplakia adalah menentukan displasia selular
melalui miknoskopik. Secara umum tidak adanya displasia
dalam biopsi dapat dengan aman menunjukkan suatu
bentuk jinak.
Secara histologis, bentuk dan leukoplakia ditandai
oleh pola yang berubah-ubah dan hiperkeratosis dan
infiltrasi sel radang kronis dalam korium. Displasia
ditandai dengan orientasi abnormal dan sel epitelnya,
pleomorfisme selular dan atypia selular yang memberi
kesan sebagai keganasan dini (stratifikasi epitel yang tidak
teratur, hiperplasia dan lapisan basal, rete peg yang
berbentuk seperti tetesan air mata, peningkatan jumlah
gambaran mitotik, hilangnya polaritas dan sel basal,
peningkatan perbandingan nukleus-sitoplasma,
polimorfisme nukleus, dan hiperkromatism dan nukleus,
pembesaran nukleolus, keratinisasi dan sel tunggal atau sel
kelompok dalam stratum spinosum, dan hilangnya pola
seluler yang lazim). Setiap derajat displasia dan atypia
seluler mungkin memiliki makna sebagai perubahan
premaligna, lesi yang menunjukkan displasia dalam
derajat yang parah dapat disatukan dengan lesi yang dapat
didiagnosa sebagai karsinoma in situ.
C. HAIRY TONGUE
Sindrom lidah berambut (Hairy Tongue Syndrome) dalam
literatur medis terdapat berbagai istilah yaitu brown tongue, lingua
nigra, lingua villosa, lingua villosa nigra, melanoglossia,
melanotrichia linguae dan nigrities linguae yang mana merupakan suatu
kondisi dimana ada pertumbuhan papila filiformis berlebih pada permukaan
dorsal lidah. Keadaan ini harus dibedakan dengan pseudoblack hairy tongue
yang merupakan diskolorasi lidah akibat permen, buah, obat-obatan, dan
pigmentasi akibat dekomposisi dari darah.
Penyebab utama dari hairy tongue merupakan hipertrofi papilla
filiformis pada bagian dorsal lidah, umumnya disebabkan kurangnya
stimulus mekanis dan pembersihan. Kondisi ini sering nampak pada
masyarakat dengan oral hygiene yang buruk ( misalnya jarang menyikat
gigi). Selain itu hairy tongue dapat terjadi pada perokok, peminum kopi
dan teh, pengguna obat kumur, diet lunak dengan sedikit serat, antibiotik
(penicillin, cephalosporin, chloramphenicol, streptomycin, dan tetrasiklin),
kortikosteroid, NSAID dan psikotropika, kanker lidah, dan terapi radiasi
pada kepala dan leher.
Patogenesis
Iritasi pada lidah umumnya disebabkan oleh minuman panas atau
makanan yang kasar. Oleh karena itu, permukaan lidah dilapisi oleh
sebuah lapisan protektif terhadap sel-sel mati yang disebut keratin .
Keratin pada lidah merupakan kandungan yang sama yang membentuk
rambut dan kuku. Keratin yang terbentuk pada permukaan lidah umumnya
ditelan dan dibuang ketika kita mengkonsumsi makanan. Dalam kondisi
lidah normal, jumlah keratin yang diproduksi sebanding dengan
keratin yang dibuang. Namun, keseimbangan ini dapat terganggu.
Kelainan lidah ini dapat disebabkan oleh keratin yang tidak dapat dibuang
dengan cepat, seperti yang terjadi pada orang yang mengkonsumsi diet
lunak misalnya pada pemakai gigi tiruan. Hal ini juga dapat terjadi karena
keratin yang diproduksi lebih cepat dibandingkan keratin yang ditelan atau
dibuang. Peningkatan produksi keratin ini umumnya disebabkan iritasi
pada permukaan lidah yang dikarenakan meminum minuman panas atau
merokok. Pada hairy tongue, akumulasi keratin yang terjadi menyerupai
rambut yang tumbuh pada permukaan dorsal lidah.
1. Gingival fibrosis
2. granuloma abses.
3. oral neufibroma.
4. fibrous dysplasia.
5. osteoma
6. pagets disease.
Perawatan
Bila tidak ada keluhan maka torus palatinus tidak memerlukan
perawatan. Pembedahan pada torus palitinus diperlukan apabila torus ini
mengganggu dalam pembuatan protesa gigi tiruan. Prosedur
pengambilannya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan anastesi yaitu anastesi untuk nervus palatinus anterior dan
nervus insisivum.
2. Lakukan insisi pada pertengahan palatal (langit2) dimulai 1 cm di
depan garis vibrasi dan dilanjutkan ke depan tepat dibelakang papaila
insisiva.
3. Insisi serong bagian anterior membentuk huruf V
4. Insisi V pada posterior untuk memperlebar jalan masuk (hati2
mengenai a. Palatina mayor).
5. Flap mukoperiosteal dibuka ke arah bukal (lateral).
6. Untuk memungkinkan retraksi dan jalan masuk yang aman, flap ini
dijahit sementara pada puncak linggir residual.
7. Torus di bur dengan menggunakan bur fissure sampai kedalaman
tertentu disertai dengan irigasi larutan salin steril, kemudian dibuat
segmen- segmen
8. Segmen - segmen dikeluarkan dengan osteotom.
9. Penghalusan dengan bur bulat atau bur akrilik.
10. Irigasi/ inspeksi.
11. Jaringan lunak yang berlebihan dibuang.
12. Dilakukan penutupan flap dengan jahitan matras horizontal terputus.
Perawatan Pasca Bedah
2. luka dibersihkan.
H. Fordyce Granules
Fordyce Granules adalah kelenjar sebasea ektopik atau atau
Sebaseouschoristomas (Jaringan normal yang terdapat dalam lokasi yang
abnormal) di dalammukosa oral. Pada keadaan normal, kelenjar sebasea ini
terlihat di dalam dermaladnexa, yang berhubungan dengan folikel rambut.
Fordyce Granules mucul dalam bentuk papula berwarna putih
kekuningan yangmultiple atau bisa juga muncul sebagai papula berwarna
putih. Fordyce Granule inikadang terlihat menyerupai kumpulan, dan
paling banytak terdapat pada mukosa bukaldan berupa garis merah terang
pada bibir atas. Adakalanya Fordyce Granules (FG)dapat terlihat pada
area Retromolar Pad dan pada pillar tonsil anterior.
Prevalensiterjadinya biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan. Granulanyacenderung muncul pada masa pubertas dan
meningkat dalam jumlah sesuai denganmeningkatnya umur. FG bersifat
asimtomatik dan sering ditemukan dalam pemeriksaan rutin. Secara
historic, FG ini identik dengan kelenjar sebasea normalyang ditemukan di
dermis.
Pada Kasus FG ini sebenarnya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Namun padakasus FG dengan garis merah terang pada bibir atas
mungkin harus dilakukanpembedahan karena alasan mengganggu
estetik.
I. Leukodema
Leukoedema adalah perubahan mukosa yang umum, yang
dapatdikatakan lebih mewakili variasi kondisi normal
daripadaperubahan patologis sejati. Kondisi ini jauh lebih sering terjadipada
orang kulit hitam dibandingkan kulit putih, yaitu dilaporkanterjadi 90 %
pada orang dewasa kulit hitam sedangkan pada orang kulit putih
insidensnya sangat bervariasi (10-90%). Variasi inimungkin disebabkan
karena sulitnya mengobservasi leukoedema pada mukosa yang tidak
terpigmentasi. Perubahan edematosa serupa juga dilaporkan pada
permukaan mukosa lainnya sepertivagina dan larynx. Leukoedema lebih
nyata pada perokok. Kondisi ini adalah variasi normal, jadi bukan
suatu penyakit yangmembahayakan.
Gambaran Klinis Leukoedema tampak sebagai diskolorasi (perubahan
warna) mukosa menjadi tampak keputihan, diffuse, dan filmy (seperti
lapisan film), dengan banyak lipatan-lipatan permukaan yang diakibatkan
mengkerutnya mukosa. Lesi tidak dapat dikelupas, dan menghilang atau
memudar saat mukosa diregangkan. Leukoedema paling sering terjadi di
mukosa bukal (pipi bagian dalam) secarabilateral (kanan dan kiri), dan
kadang-kadang dapat ditemui padamukosa labial (jaringan lunak bibir),
palatum (langit-langit) lunak,dan dasar mulut.
J. LINEA ALBA
Linea alba adalah suatu perubahan yang sering terjadi pada mukosa
bukal yang berhubungan dengan adanya penekanan, iritasi friksional
akibat gesekan, atau trauma pada bagian muka gigi karena kebiasaan
menghisap (sucking trauma).Sesuai dengan namanya, perubahan yang
terjadi terdiri atas garis putih yang (biasanya) bilateral. Linea alba terletak
pada mukosa bukal setinggi denganbidang oklusi gigi yang di dekatnya.
Garis yang terbentuk lebih terlihat jelas pada mukosa bukal yang
berbatasan dengan gigi posterior. Tidak ada terapi yang dibutuhkan dan
tidak terdapat komplikasi dari kejadian ini
K. BALD TONGUE
Bald tongue merupakan kelainan lidah yang mempunyai gambaran
klinis berupa tidak adanya papila filiformis pada lidah yang
mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin dan berwarna merah yang
disertai rasa sakit. Kondisi ini menyebabkan terganggunya fungsi
pengecapan dan dapat juga menimbulkan sensasi terbakar pada lidah.
Atropi papilla lidah dapat disebabkan oleh trauma kronis, defisiensi nutrisi
dan abnormalitas hematologi, dan obat-obatan. Namun dapat juga
dijumpai atropi papilla lidah pada pasien tanpa adanya penyebab tertentu.
Pada pasien lanjut usia, atropi papilla lidah dianggap sebagai perubahan
akibat pertambahan usia.
L. Coated tongue
Coated tongue atau lidah berselaput merupakan penampilan klinis pada
dorsum lidah yang tampak seperti tertutup oleh suatu lapisan biasanya
berwarna putih atau warna lain sesuai dengan jenis makanan dan minuman
yang dikonsumsi. Selaput ini terdiri dari papila filiformis yang memanjang
sehingga memberikan gambaran seperti selaput tebal pada lidah dan akan
menahan debris serta pigmen yang berasal dari makanan, minuman, rokok,
dan permen.
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan lengkap merupakan hal yang paling utama dalam
perawatan gigi, serta sangat penting untuk dilakukan. Kesuksesan perawatan
gigi dapat dicapai dengan pemeriksaan yang menyeluruh, diagnosis yang
tepat, dan penentuan rencana perawatan yang sesuai. Pemeriksaan harus
dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh dan dilakukan dengan
penuh ketelitian serta dengan memperhatikan semua faktor yang
berhubungan dengan kondisi pasien .
Pemeriksaan lengkap yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan
subjektif untuk mengetahui keluhan utama dan riwayat keluhan utama
pasien, riwayat medik serta riwayat gigi dan mulut; pemeriksaan objektif
berupa pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, serta pemeriksaan penunjang
yang biasanya berupa pemeriksaan radiografis ataupun pemeriksaan darah
Proses diagnosis pada pasien bersifat dinamis. Dokter gigi melakukan
pemeriksaan, menegakkan diagnosis, dan membuat rencana perawatan
untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada serta mencegah masalah-
masalah yang mungkin akan terjadi di masa depan.
Diagnosis dan rencana perawatan pada psien tidak dapat ditentukan
untuk satu saat saja, namun diagnosis dan rencana perawatan harus dilihat
untuk periode waktu berkelanjutan.Hal-hal penting yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan rencana perawatan padapasien antara
lain keluhan utama harus dapat diatasi, semua perawatan dental yang akan
dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi sistemik pasien , penyakit yang
sudah ada dapat diatasi dan dilakukan pencegahan timbulnya penyakit baru,
efek dari perawatan terdahulu terhadap pasien harus menjadi pertimbangan,
dan mempertimbangkan keadaan sosial dan ekonomi dari pasien.
4.2 Saran
Saran dari penulis adalah diharapkan para pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya mempelajari berbagai macam penyakit
jaringan lunak rongga mulut sehingga dapat membuat rencana perawatan
dan diagnosis yang tepat. Setelah mempelajari dan memahami tentang
makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan apa yang telah
dipelajari dari pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Birnbaum, W. dan Dunne, S.M. 2010. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk
bagi Klinisi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Burkhart, N. W. Dan DeLong.L., 2012, The Intraoral and Etraoral Eam, ADA
CERP, 1-3
Greenberg. M.S et al. 2003 Burkets Oral Medicine, 10 ed, . Bc Decker Inc.
Hamilton Ontario, h. 94-8
Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A. 2008. Burkets Oral Medicine, 11th
Edition, BC Decker Inc., Hamilton.
Langlains RP dan Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim. Jakarta : Hipokrates
Silverman .S. Jr. 1996. Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V
Mosby , St Louis, Boston Baltimore, h. 18-28