Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kelainan bawaan (kelainan kongenintal) adalah suatu kelainan pada ketidaksempurnaan
pada penyambungan bibir bagian atas yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1 dari 1.000 kelahiran.
Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu hamil trimester I.
jika tidak diobati akan terjadin kesulitan dalam berbicara pada anak.
Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis, atresia
esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia diafragmatika, atresia
duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan
bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.
Labioskizis dan Labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas
bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi,
mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan
foramenincisivumPalatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap
foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa,
dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Labioskiziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing, merupakan masalah
yang di alamai oleh sebagian kecil masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan 700-10.000 bayi lahir
dengan keadaan bibir sumbing..
Merupakan deformitas ( kelainan ) daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri
tidak tumbuh bersatu.

1
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
Untuk memahami tentang labioskizis atau labiopalatoskizis.
Untuk mengetahui apa penyebab dari labioskizis atau labiopalatokizis
Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah labioskizis atau labiopalatoskizis

C. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan labioskizis atau labiopalatoskizis ?
Apa penyebab dari labioskizis atau labiopalatoskizis ?
Bagaimana cara mengatasi labioskizis atau labiopalatoskizis ?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua
bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing
akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi.
( Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita, 2010)
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karenakegagalan 2 sisi
untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing
atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana biir atas
bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1 dari 1000
kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu hamil
trimester pertama.
Labioskizis/labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka
serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

B. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi beberapa bagian berikut :

3
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen
insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat
Celah di bibir ( labioskizis )
Celah di gusi ( gnatoskizis )
Celah di langit ( palatoskizis )
Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit langit (
labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang
hingga ke hidung.

C. Etiologi
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak diketahui dengan
jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai adanya sumbing
bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok syndrom clefts dan kelompok
sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom ( trysomit
13, 18, atau 21 ) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akobat

4
toksisitas selama kehamilan ( kecanduan alkohol ), terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang
ditemukan pada syndrom pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial
seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara
lain , yaitu :
1. Faktor Genetik atau keturunan Dimana material genetic dalam kromosom yang
mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom.
Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
non-sex (kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma
Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal.
Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekuranganasam folat.
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella dan sifilis,
toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetic.
8. Diplasia ektodermal
9. Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau
keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non
syndromik clefts.
10. Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit
13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat
toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing
yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.

5
D. Faktor Resiko
Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu
kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai
palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini
ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan
adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan
tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan
tersebut.
Resiko Kejadian Sumbing pada Keluarga
Non-syndromic Clefts
Resiko sumbing pada Resiko labioskizis Resiko palatoskizis
anak berikutnya dengan atau tanpa
palatokoskizis (%)
Bila ditemukan satu anak
- -
menderita sumbing
Suami istri dalam
keturunan tidak ada yang 2-3 2
sumbing
Dalam keturunan ada
4-9 3-7
yang sumbing
Bila di temukan dua anak
14 13
yang menderita sumbing
Salah satu orang tuanya
12 13
menderita sumbing
Kedua orang tuanya
30 20
menderita sumbing

E. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan
maksilaris) pecah kembali. Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris
dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis

6
tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi
sekitar kehamilanke-7 sampai 12 minggu.

F. Tanda dan Gejala


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit-langut
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik daerah wajah. Labioskizis dapat
terjadi dalam beberapa derajat malforasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir dikanan/kiri
garis tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai ke hidung. Terdapat variasi lanjutan yang
melibatkan sumbing palatum.
Labipalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/ derajat yaitu
derajat 1 (sumbing palatum mole) derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat 3
(derajat unilateral total) dan derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang mengalami
labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara. Regurgitasi makanan dapat
menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru dan infeksi pernafasan kronis. Pembedahan umum
sebelum anak mulai berbicara, pembedahan ulang pada usia 15 bulan.
Sumbing bibir (labioskizis) tidak banyak gangguan dan bayi masih bisa minum dengan dot.
Sumbing palatum (palatoskizis) sering menumbulkan bayi sukar minum, bahaya tersedak yang
dapat menyebabkan terjadinya aspirasi, infeksi pernafasan dan gangguan pertumbuhan.

G. Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi, yaitu :
1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar
dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing. Merupakan masalah
pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizisdan labiopalatoskizis. Adanya
labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan

7
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioskizis
mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioskizis tidak
sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin dapat membantu proses menyusu
bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioskizis atau dengan labiopalatoskizis biasanya dapat menyusui,
namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot
khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini
dibuat untuk bayi dengan labiopalatoskizis dan bayi dengan masalah pemberian makan/
atau asupan makanan tertentu.
2. Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan
telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan
pendengaran. Anak dengan labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

3. Kesulitan berbicara misalnya suara sengau. Otot-otot untuk berbicara mengalami


penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan
dapat menghambatnya. Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatu
mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah
dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk menutup ruang
atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.
Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata p, b, d, t,h, k, g,
s, sh, and ch, dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
4. Masalah gigi, pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir dengan labioskizis
dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan
kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang
terbentuk.

8
H. Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral
pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon,
Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi


Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan
usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari
10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi
belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah
yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini
tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang
terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non
alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat
dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi
akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non
alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahap sewaktu operasi

9
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang
ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing ( labioplasty ) adalah usia 3 bulan. Usia ini
dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi
pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga
kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty ) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini
mungkin ( 15-24 bulan ) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum
membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. Operasi yang dilakukan
sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah
operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara
yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila
gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk
gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3. Tahap setelah operasi.


Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-
tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan
instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi
dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum
bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia
optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara
fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa
huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.

I. Perawatan

10
Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat pengisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk
mengeluarkan susu dan memberikannya kepda bayi dengan menggunakan botol setelah
dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.

Menggunakan alat khusus, seperti :


Dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang
diberi pegangan yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
Dapat juga diberikan dengan menggunakan botol peras, dengan cara memeras botol,
maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
Ortodonsi, yakni pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas
palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitif.
Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang
lidah bayi, kemudian bayi ditepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut
untuk mengeluarkan udara/bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada
bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara. Periksalah bagian bawah hidung
dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung, hal
ini suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini
terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang
lembut tersebut untuk sembuh.

J. Pengobatan
Pada bayi dengan bibir sumbing dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa
disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki
kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often
yaitu umur > 10 minggu, BB > 10 pon/5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.

11
Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga tindakan operasi
penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur
pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka mendeteksi selesai. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan
horseshoe yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat
mempengaruhi pola bicara secara permanen.
Prinsip Perawatan Secara Umum
Pada saat lahir diberikan bantuan pernapasan dan pernapasan NGT (Naso Gastric Tube)
bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. Anak setelah berumur 1
minggu dibuatkan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan
pertumbuhan, atau dengan pemberian dot khusus. Setelah anak berusia 3 bulan dilakukan
labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga. Umur
18 bulan 2 tahun dilakukan palathoplasty, tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing
pada langit-langit

K. Asuhan Keperawatan
1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.
2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini adalah
memberi makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan
yang dilakukan.
3. Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya menyusu.
4. Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan
hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa
pertumbuhan dan penambahan berat badan.
5. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan perasan ASI

12
dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau
cangkir).
6. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
7. Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan berat badan,rujuk bayi ke
rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna
memperbaiki celah tersebut.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY.S DENGAN DIAGNOSA
LABIOPALATOSKISIS

A. PENGKAJIAN
Tanggal dan waktu pengkajian : 17 Juni 2013 pukul 09.10 WIB. Pengumpulan data dengan
observasi secara langsung, bertanya pada keluarganya dan medical report bayi.

Identitas Bayi

Nama : By Ny. S
Tanggal lahir/jam lahir : 16 Juni 2013/ 15.30 WIB
Jenis kelamin : Laki-Laki
No RM : 434371
Diagnosa Medis : Labiopalatoskisis, Polidactili dan Micropenis dengan Riwayat
Asfiksia Ringan

Identitas Orang Tua :

Nama ibu : Ny. S


Umur : 37 tahun
Alamat : Bibitrejo, RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali
Pendidikan : SD
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. H
Umur : 40 tahun
Alamat : Bibitrejo, RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali
Pendidikan : SMA

Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam

Riwayat kehamilan dan kelahiran


a) Prenatal
Jumlah Pemeriksaan ke bidan sebanyak 3x(TM1=0,TM2=1x,TM3=2x) di bidan
desa.Melakukan imunisasi TT 1x pada TM2, HPMT : 10-11-2012, HPL 17-8-2013, kenaikan
BB selama hamil 10kg, oleh bidan diberi obat seperti vit.C, Fe, Kalk. Setiap periksa, ibu

14
pasien melakukan USG dan USG terakhir (Umur kehamilan 7 bulan), ibu pasien mengetahui
kalau janinnya memiliki kelainan bawaan.Ibu pasien tidak mengetahui kehamilannya sampai
trimester 2 dan sebelumnya ibu pasien sering mengonsumsi obat warung jika merasa pusing,
mual dan muntah.
b) Intranatal
Bayi Ny.S lahir tanggal 16 Juni 2013 pukul 15.30 WIB, masa gestasi 30+1 minggu, status
gestasi G3P2A0,bayi dilahirkan secara spontan dengan KPD 23jam dan atas indikasi PER
tempat melahirkan di RSUD Pandanarang Boyolali dibantu oleh Dokter Spesialis dan Bidan.
c) Post natal
APGAR score 5-7-8 jenis kelamin Laki-laki, BB= 2800gr, PB = 45cm, LK=32cm, LD=31cm
air ketuban keruh berbau, tali pusat masih basah dan tampak layu.

Nilai APGAR
Angka penilaia
0
Bunyi jantung Tidak ada
Pernafasan Tidak ada
Tonus otot Lemas
Reflek Tidak ada
Warna Biru pucat

Jumlah

Pola Kesehatan :
1. Pola Eliminasi
BAB : belum
BAK : belum
2. Pola Nutrisi
Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada mulut sejak tanggal 16 juni 2013 jam 16.00,
nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI 5cc/3 jam dan masih terdapat residu 1cc saat
diberikan ASI melalui sonde dan Parenteral berupa Infus D 10% 11cc/jam.
3. Pola Hygiene / Kebersihan Diri
Selama di RS, bayi setiap hari disibin oleh perawat dengan menggunakan waslap basah

15
kemudian dikeringkan dengan handuk.

Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
DJ : 144 x/menit (teratur)
Suhu : 37,6o C
Respirasi : 60 x/menit ( tidak teratur)
b. Antropometri
Berat Badan : 2800 gram
Panjang Badan : 45 cm
Lingkar Kepala : 32 cm
Lingkar Dada : 31 cm

c. Pemeriksaan Head to Toe


1) Kepala
Cepal hematoma : tidak ada
Cepal succedenium : Ada
Sutura : datar,lunak
Rambut :Hitam keriting
2) Mata
Kesimetrisan : Simetris antara mata kanan dan kiri
Sklera : ikterik
Konjungtiva : tidak anemis
3) Hidung
Lubang hidung : Ada dan kedua lubang hidung mengalami distorsi
Cuping hidung : Ada
4) Mulut dan Lidah
Bibir : Mengalami distorsi
Palatum : terbelah
Warna palatum : Merah muda
Warna lidah : Merah muda\
Terdapat secret pada mulut dengan warna coklat kemerahan
5) Telinga
Kesimetrisan : Simetris antara kiri dan kanan
Warna : Sama dengan kulit wajah
Daun telinga : ada
Lekuk telinga(pina) : ada
Rikoil : cepat
Cairan yang keluar : Tidak ada dan tidak ada lesi
6) Leher

16
Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan

7) Dada
Jantung
I : Ictus Cordis terlihat pada ICS ke-5
P : Teraba Ictus Cordis pada ICS ke-5
P : Batas Atas : ICS II Parasternal kiri
Batas kanan : ICS IV Parasternal kanan
Batas Kiri : ICS IV Garis Midclavicula kiri
A : Terdengar bunyi jantung S1, S2 Reguler. HR : 144 x/menit
Paru paru
I : Pengembangan dada kanan dan kiri simetris, bentuk dada normal, terlihat
retraksi dada, dan terlihat dispneu
P : Pengembangan dada antara kanan dan kiri saat inspirasi dan ekspirasi sama,
tidak ada gerakan tertinggal
P : Suara sonor pada pada ICS ke-1 sampai ICS ke-7
A : terdengar suara tambahan yaitu ronchi kering

8) Abdomen
I : Bentuk abdomen bulat lonjong, tidak terlihat asites
A : Terdengar bising usus 11 x/menit
P : Tidak terdapat distensi abdomen
P : Suara timpani

9) Tali pusat
Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat 2 arteri 1 vena dan terpasang Infus via
Umbilikal sejak tanggal 16 juni 2012 pukul 16.00 yaitu D 10% 11cc/jam.
10) Genetalia
Alat kelamin mengalami Micropenis, Testis belum turun, skrotum belum terlihat
11) Ekstremitas
a. Atas :
Pergerakan : Baik
Jari tangan kanan/kiri : Terdapat Polidactili pada kedua tangan dan jari-
jari tambahan yang tumbuh tidak terdapat tulang hanya seperti daging tumbuh yang
menyerupai jari
Reflek menggenggam : ada, lemah
Warna :merah muda
b. Bawah
Pergerakan : baik
Jari kaki kanan/kiri : Terdapat polidactili pada kedua kaki
12) Integumen
Warna kulit merah muda, tidak terdapat cyanosis, tekstur kulit halus
13) Anus
Mempunyai lubang anus

17
14) Refleks primitive
Moro: ada respon, pada saat diberi respon reflek kejut pada kaki dan tangan bayi
menjadi kaget, bayi terkejut.Grasping: adanya reflek, pada saat diberi benda pada
tangan bayi jari-jari bayi menggenggam ada reflak pada bayi namun masih lemah.
Stepping: tidak terkaji
Rooting : ibu belum menyusui bayi,
Sucking : tidak terkaji dikarenakan mulut mengalami distorsi

Penatalaksanaan
1. Program terapi tanggal 17 Juni 2013
Infus D 10% kecepatan 11cc/jam
Inj. Ampicillin 150mg/12jam/IV
Inj. Gentamicin 16 mg/24 jam/IV
2. Program Diit tanggal 17 Juni 2013
Diit OGT ASI 7x 5cc/hari

B.DATA FOKUS
Data Subyektif Data Obyektif
Bibir Mengalami distorsi, Palatum terbelah
Respirasi: 60 x/menit ( tidak teratur)
DJ : 144 x/menit (teratur)
Suhu : 37,6o C
Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada
mulut sejak tanggal 16 juni 2013 jam 16.00
Alat kelamin mengalami Micropenis, Testis
belum turun, skrotum belum terlihat
Antropometri
Berat Badan : 2800 gram
Panjang Badan : 45cm
Lingkar Kepala : 32 cm
Lingkar Dada : 31 cm
Lubang hidung: Ada dan kedua lubang hidung
mengalami distorsi

18
Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat
2 arteri 1 vena dan terpasang Infus via
Umbilikal
Nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI
5cc/3 jam dan Parenteral D 10% 11cc/jam.
Diit OGT ASI 7x 5cc/hari
Terdapat suara nafas tambahan berupa ronchi
kering
Terpasang Infus via Umbilikal sejak tanggal
16 juni 2012 pukul 16.00
Terdengar bising usus 11 x/menit
Warna kulit merah muda
Masih terdapat residu 1cc saat diberikan ASI
melalui sonde
terlihat retraksi dada, dan terlihat dispneu
Terdapat secret pada mulut dengan warna
coklat kemerahan

C. ANALISA DATA
Data Problem Etiologi
DO: Resiko Aspirasi Bibir Mengalami distorsi,
Palatum terbelah
Bibir Mengalami
distorsi, Palatum
terbelah

Masih terdapat residu 1cc


saat diberikan ASI melalui
sonde
Terdengar bising usus 11
x/menit
Bayi terpasang Orogastric
Tube ( OGT ) pada mulut

19
sejak tanggal 16 juni 2013 jam
16.00
DS : -

DO : Bersihan Jalan Nafas Tidak Penumpukan Sekret yang


Respirasi: 60 x/menit ( tidak Efektif berlebih
teratur)
DJ : 144 x/menit (teratur)
Terdapat suara nafas
tambahan berupa ronchi
kering
terlihat retraksi dada, dan
terlihat dispneu
Terdapat secret pada mulut
dengan warna coklat
kemerahan
DS : -
DO : Perubahan Nutrisi kurang dari Ketidakmampuan untuk
Antropometri kebutuhan tubuh memasukkan nutrisi oleh
Berat Badan : 2800 gram karena factor fisik
Panjang Badan: 45 cm
Lingkar Kepala: 32 cm
Lingkar Dada : 31 cm
Nutrisi diberikan melalui
Sonde berupa ASI 5cc/3 jam
dan masih terdapat residu
1cc saat diberikan ASI
melalui sonde dan Parenteral
berupa Infus D 10% 11cc/jam.
DS : -
DO : Resiko Infeksi Kecacatan dan Tindakan
Suhu : 37,6o C Invasif
Bayi terpasang Orogastric
Tube ( OGT ) pada mulut
20
sejak tanggal 16 juni 2013 jam
16.00
Alat kelamin
mengalami Micropenis, Testis
belum turun, skrotum belum
terlihat
Tali pusat Masih basah,
tampak layu, terdapat 2 arteri
1 vena dan terpasang Infus via
Umbilikal
Lubang hidung: Ada dan
kedua lubang hidung
mengalami distorsi
Terpasang Infus via
Umbilikal sejak tanggal 16
juni 2012 pukul 16.00
Warna kulit merah muda

D. IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal Jam No.D Implementasi Hasil Paraf
x
Senin, 09.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah MYS
17 Juni 2013 0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit NAR
RR : 60x/menit
S : 37,60C
09.0 III Memberikan susu Residu : 1cc MYS
0 formula sebagai Sonde : 3cc NAR
pengganti ASI
10.0 II Melakukan suction Secret keluar bewarna MYS
0 dengan tekanan rendah coklat kemerahan NAR
12.0 III Memotivasi ibu untuk Ibu mengatakan ASInya MYS
0 memeras ASI nya belum keluar NAR

21
14.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah RBS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 140 x/menit
RR : 64x/menit
S : 38,10C
14.3 III Memotivasi ibu untuk Ibu mengatakan RBS
0 memeras ASInya kolustrum sudah keluar
sekitar 5cc
15.0 I,III Mengukur Residu dan Residu : 0,5cc RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 3cc
16.0 II Memonitor headbox Headbox terpasang RBS
0 dengan oksigen 7L/menit
18.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 3cc
18.0 IV Memberikan Injeksi Obat masuk via IV RBS
5 Ampisilin 150mg
19.0 II Mengakultasi suara Masih terdengar suara RBS
0 nafas nafas tambahan ronchi
kering
21.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - delegasi
0 memasukkan sonde Sonde : 4cc
Selasa, 00.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
18 Juni 2013 0 memasukkan sonde Sonde : 4cc i
03.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 4cc i
06.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 4cc i
06.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV Delegas
5 Ampisilin 150mg i
Gentamicin 16mg
07.3 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah MYS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit NAR
RR : 60x/menit
S : 36,70C
08.0 IV Membersihkan inkubator Incubator dibersihkan MYS

22
0 dengan air bersih dan di NAR
lap dengan kain
08.3 II Melakukan oral hygiene Lendir telah dibersihkan MYS
0 yaitu membersihkan menggunakan kassa steril NAR
lendir pada daerah mulut yang di basahi dengan air
hangat
09.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 0,5cc MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 5cc NAR
10.0 IV Mengukur suhu Suhu : 36,60C MYS
0 NAR
12.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 5cc NAR
13.0 IV Melakukan tindakan Pasien Nampak BAB MYS
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium NAR
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
14.3 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah RBS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit
RR : 60x/menit
S : 36,70C
15.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 5cc
16.0 IV Mengobservasi tali pusat Tali pusat terlihat masih RBS
0 sedikit basah dan
terbungkus kasa dan
terpasang infus
18.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 5cc
18.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV RBS
5 Ampisilin 150mg
18.3 IV Mengukur suhu Suhu 360C RBS
0
19.3 II Mengakultasi suara Masih terdengar suara RBS

23
0 nafas nafas tambahan ronchi
kering
20.0 IV Melakukan tindakan Pasien nampak BAB RBS
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
21.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 6cc i
Rabu, 00.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
19 Juni 2013 0 memasukkan sonde Sonde : 6cc i
03.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 6cc i
06.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 6cc i
06.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV Delegas
5 Ampisilin 150mg i
Gentamicin 16mg
07.3 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah NAR
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit RBS
RR : 64x/menit
S : 370C
08.0 IV Membersihkan inkubator Incubator dibersihkan NAR
0 dengan air bersih dan di RBS
lap dengan kain
08.3 II Melakukan oral hygiene Lendir telah dibersihkan NAR
0 yaitu membersihkan menggunakan kassa steril RBS
lendir pada daerah mulut yang di basahi dengan air
hangat
09.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - NAR
0 memasukkan sonde Sonde : 7cc RBS
10.0 IV Melakukan tindakan Pasien Nampak BAB NAR
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium RBS

24
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
10.3 IV Mengukur suhu Suhu 370C NAR
0 RBS
11.00 III Melakukan Fototerapi Fototerapi dilakukan NAR
selama 12jam RBS
12.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - NAR
0 memasukkan sonde Sonde : 7cc RBS
13.0 II Memonitor headbox Headbox terpasang NAR
0 dengan oksigen 8L/menit RBS
14.0 I, II, Mengobservasi KU dan KU : Lemah MYS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 160 x/menit
RR : 64x/menit
S : 37,10C
15.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 8cc
16.0 IV Melakukan tindakan Pasien Nampak BAB MYS
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
17.0 II Melakukan suction Secret keluar bewarna MYS
0 dengan tekanan rendah coklat kemerahan
18.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV MYS
0 Ampisilin 150mg
18.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - MYS
5 memasukkan sonde Sonde : 8cc
19.3 II Mengakultasi suara Masih terdengar suara MYS
0 nafas nafas tambahan ronchi
kering
21.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc i

25
23.0 III Mematikan LT Delegas
0 i
00.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : - Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc i
Kamis, 03.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 1cc Delegas
20 Juni 2013 0 memasukkan sonde Sonde : 10cc i
06.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 1cc Delegas
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc i
06.0 III Melakukan Fototerapi Dilakukan fototerapi Delegas
0 selama 12 jam i
06.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV Delegas
5 Ampisilin 150mg i
Gentamicin 16mg
07.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah RBS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit
RR : 64x/menit
S : 37,20C
08.0 IV Membersihkan inkubator Incubator dibersihkan RBS
0 dengan air bersih dan di
lap dengan kain
08.3 II Melakukan oral hygiene Lendir telah dibersihkan RBS
0 yaitu membersihkan menggunakan kassa steril
lendir pada daerah mulut yang di basahi dengan air
hangat
09.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 1cc RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc
10.3 IV Melakukan tindakan Pasien Nampak BAB RBS
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
11.30 II Melakukan suction Secret keluar bewarna RBS
dengan tekanan rendah coklat kemerahan
12.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 1cc RBS

26
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc
13.0 II Memonitor headbox Headbox terpasang RBS
0 dengan oksigen 7L/menit
14.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah NAR
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 144 x/menit
RR : 68x/menit
S : 37,50C
15.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : 1cc NAR
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc
16.0 II Melakukan suction Secret keluar bewarna NAR
0 dengan tekanan rendah coklat kemerahan
17.0 IV Mengukur suhu Suhu 37,50C NAR
0
18.0 III Mematikan LT NAR
0
18.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc NAR
5 memasukkan sonde Sonde : 10cc
18.1 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV NAR
0 Ampisilin 150mg
19.0 II Mengakultasi suara Masih terdengar suara NAR
0 nafas nafas tambahan ronchi
kering
20.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit
RR : 64x/menit
S : 37,20C
21.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 12cc
22.0 IV Melakukan tindakan Pasien Nampak BAB MYS
0 asertif sebelum mengeluarkan mekonium
memegang bayi : dan pasien tampak BAK
mengganti popok dan dan dibersiskan dengan
pampers larutan saflon pada daerah
anus
Jumat, 00.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc MYS

27
21 Juni 2013 0 memasukkan sonde Sonde : 12cc
03.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 13cc
05.3 IV Memandikan pasien Pasien dimandikan MYS
0 menggunakan washlap
dengan air hangat
05.4 IV Melakukan perawatan Tali pusat sudah mulai MYS
5 pada tali pusat kering dan masih
terpasang infus berupa 3
way dengan IVFD
COBRA dengan
kecepatan 11,3cc/jam
06.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 13cc
06.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV MYS
5 Ampisilin 150mg
07.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah RBS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit
RR : 64x/menit
S : 37,20C
08.0 IV Membersihkan inkubator Incubator dibersihkan RBS
0 dengan air bersih dan di
lap dengan kain
08.3 II Melakukan oral hygiene Lendir telah dibersihkan RBS
0 yaitu membersihkan menggunakan kassa steril
lendir pada daerah mulut yang di basahi dengan air
hangat
09.3 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 13cc
09.4 III Melakukan fototerapi Telah terpasang LT RBS
0 selama 7jam
10.0 IV Mengukur suhu Suhu 36,80C RBS
0
12.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc RBS
0 memasukkan sonde Sonde : 15cc

28
13.0 II Melakukan suction Secret keluar bewarna RBS
0 dengan tekanan rendah coklat kemerahan
14.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah NAR
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 148 x/menit
RR : 64x/menit
S : 37,20C
15.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc NAR
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc
16.3 III Mematikan LT NAR
0
18.0 IV Memberikan injeksi Obat masuk via IV NAR
0 Ampisilin 150mg
18.3 IV Mengukur suhu Suhu 37,90C
0
19.0 II Mengakultasi suara Masih terdengar suara NAR
0 nafas nafas tambahan ronchi
kering
20.0 I, II , Mengobservasi KU dan KU : Lemah MYS
0 IV Memonitor TTV TTV : HR : 144 x/menit
RR : 72x/menit
S : 37,50C
21.0 I, III Mengukur Residu dan Residu : -cc MYS
0 memasukkan sonde Sonde : 10cc
Sabtu, 00.0 III Memeriksa GDS GDS : Low MYS
22 Juni 2013 0
00.0 II Melakukan RJP dan Bayi nafas spontan MYS
1 memasang Neopuff
00.0 III Memasang Infus D 10% Infus masuk via IV MYS
5
01.0 III Memeriksa GDS GDS : 37 MYS
0
02.0 III Memeriksa GDS GDS : 47 MYS
0
03.0 III Mengalirkan OGT OGT dialirkan keluar MYS
0 darah segar
06.0 III Memeriksa GDS GDS : 61 MYS

29
0
07.0 II Mengobservasi keadaan Pasien terlihat lemah dan MYS
0 umum sering mengalami apnoe
12.0 I, II , Memberikan Injeksi Obat masuk via IV Delegas
0 IV Asam Traneksamat i
30mg
Ranitidine 2,5mg
13.0 II Melakukan RJP Bayi tetap apnoe Delegas
0 i
13.1 I, II , Memberikan injeksi Obat masuk via IV Delegas
0 III ,IV Adrenalin 0,3cc i
14.0 II Mengobservasi keadaan Pasien terlihat lemah dan RBS
0 umum pasien masih apnoe
14.0 I Memasang neopuff Pasien terpasang neopaff RBS
5 dengan oksigen
10L/menit
14.1 Pasien mengalami gagal RBS
0 nafas dan akhirnya
pasien meninggal dunia.

E.EVALUASI
Hari/Tanggal No. Evaluasi
Dx
Selasa, I S:-
18 Juni 2013 O: - Residu lambung : -
Jam 14.00 Bayi tidak tersedak
A: Masalah Belum Teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Monitor Residu
Monitor respon bayi sesudah disonde
II S:-
O: - Masih terdapat sekret pada daerah mulut
RR : 68 x/menit
Suara Nafas : Ronchi kering
Masih terpasang O2 Headbox : 7L permenit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Monitor jalan nafas
Monitor Respiratory Rate
Monitor Suara Nafas

30
Lakukan Suction jika terdapat sekret yang berlebihan
Kamis, III S : -
20 Juni 2013 O: - Berat Badan :
Jam 14.00 Lingkar Dada :
Nutrisi masih diberikan melalui sonde berupa ASI 10cc dan parenteral berupa
IVFD kombinasi D1/4S 470cc + D40% 30cc + KCl 5cc + Ca Glukonas 5cc
dengan kecepatan 11,3 cc/jam
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Monitor Status Nutrisi Pasien
Berikan Nutrisi personde
IV S : -
O: - Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti kemerahan, keluar pus atau
bengkak
S : 37,70C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
Jaga kebersihan sekitar inkubator
Dressing infus
Lakukan teknik aseptik antiseptik saat sebelum dan sesudah memegang bayi
Sabtu, Pasien meninggal dunia pada jam 14.10 karena mengalami Hipoglikemia
22 Juni 2013 dengan GDS terakhir pada jam 06.00 yaitu 61 mg/dL dan distress pernafasan
sehingga pasien mengalami Apnoe. Tindakan Resusitasi yang dilakukan ialah
RJP pada pukul 13.00, namun bayi masih mengalami Apnoe. Kemudian oleh
dokter diberikan Injeksi Adrenalin 0,3 cc. Tapi pada pukul 14.10 bayi
meninggal.

31
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping
muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna. Merupakan deformitas daerah
mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional
berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain :
a. Faktor genetik atau keturunan
b. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat.
c. Radiasi
d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infelsi rubella dan sifillis,
toksoplasmosis dan klamidia
f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol.
g. Multifaktorial dan mutasi genetik
h. Displasia ektodrmal.
Bibir sumbing ada beberapa tingkatan juga istilahnya berdasarkan organ yang terlibat
diantaranya: celah di bibir (labioskizis), celah di gusi (gnatoskizis), celah di langit (palatoskizis).
Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya: terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis).

B. Saran

32
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:
Tidak merokok dan menghindari asap rokok
Menghindari alkohol
Menghindari obat terlarang
Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
Mengkonsumsi suplemen asam folat
Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
Menghindari zat-zat yang berbahaya.

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
2. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
3. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
4. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
5. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
6. Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

34

Anda mungkin juga menyukai