Anda di halaman 1dari 17

SASARAN BELAJAR

1. Malpraktek
Definisi menurut kedokteran
Definisi menurut hukum
Jenis-jenis malpraktek
Pasal-pasal yang mengatur malpraktek
Alur penyelesaian hukum
Pencegahan Malpraktek
2. Informed Consent
3. Malpraktek dalam Pandangan Islam

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 1


1. Malpraktek
Definisi Menurut Kedokteran
Kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan terhadap pasien
atau adanya kekurangan keterampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan
yang menimbulkan cedera pasien. Namun,tidak semua kegagalan medis disebabkan oleh
malpraktek kedokteran. Contohnya adalah perjalanan penyakir seorang pasien yang
semakin berat, reaksi tubuh yang tidak dapat diramalkan, komplikasi penyakit yang
terjadi secara bersamaan. (World Medical Association, 1992)
Sesuatu perbuatan atau sikap medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur 4D,
yaitu:
a. Duty. Ada kewajiban medis untuk melakukan tindakan medis tertentu terhadap pasien
pada situasi kondisi tertentu
b. Derelection of that duty. Adanya penyimpangan kewajiban tersebut
c. Damage. Segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari
layanan kesehatan kedokteran yang diberikan
d. Direct causal relationship. Dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang
nyata antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian

Definisi Menurut Hukum

Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah
dalam pelaksanaan suatu profesi; baik dibidang kedokteran maupun bidan hukum.
Tindakan yang salah secara yuridis penal diartikan setelah melalui putusan pengadilan.
Tindakan yang salah dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian
baik nyawa, maupun harta benda.

Jenis-jenis Malpraktek

MALPRACTICE

MEDICAL MALPRACTICE PROFESI LAIN

ETHICAL YURIDICAL
MALPRACTICE MALPRACTICE

CRIMINAL MALPRACTICE

CIVIL MALPRACTICE

ADMINISTRATIVE MALPRACTICE

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 2


a. Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yakni:
Perbuatan tersebut (positive/negative act) merupakan perbuatan tercela
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)
o Intensional: melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia
jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP)
o Recklessness: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed
consent
o Negligence: kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya
pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat


individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit / sarana kesehatan

b. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat
dikategorikan civil malpractice antara lain:
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi


dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability.
Dengan prinsip ini maka RS / sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.

c. Administrative Malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala tenaga tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi.
Perlu diketahui bahwa melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menertibkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat
Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 3


perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan


nonfeasance:
Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat /
layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi
yang memadai.
Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur
Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya.

Pasal-pasal yang Mengatur Malpraktek

Peraturan Non Hukum


Diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula
merupakan peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk
perilaku atau etika seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI
diatur tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10
sampai dengan Pasal 14, yaitu:

Pasal 10 KODEKI: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya


melindungi makhluk insani
Pasal 11 KODEKI: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk
penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit
tersebut
Pasal 13 KODEKI: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia
Pasal 14 KODEKI: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih
mampu memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya,
padahal ia mampu dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga

Peraturan Hukum

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Pasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:
a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)
b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)
c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau
menimbulkan harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)
d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 4


e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)
f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan
kematian)
g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)
h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan
seseorang)
i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)
j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang
bersangkutan)
k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)
l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus
criminalis)
m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)
n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)
o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)
p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam
keadaan bahaya)

Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di


dalam penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium
artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi
sudah tidak bisa lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Selain iitu
juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang
diperlukan oleh banyak orang dan praktek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh
undang-undang.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Pasal-pasal didalam KUHPerdata yang terkait dengan malpraktek medik, yaitu:
a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji)
b. Pasal 1365 KUH Perdata(Melakukan perbuatan melawan hukum)
c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan kelalaian sehingga menimbulkan
kerugian)
d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan
oleh bawahannya)

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan


a. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan)
b. Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan
tindakan medis tidak sesuai dengan Standart Operational Procedure pada ibu
hamil)
c. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan
transplantasi organ tubuh untuk tujuan komersil)
d. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa keahlian
sengaja melakukan transplantasi, implan alat kesehatan, bedah plastik)
e. Pasal 81 ayat 2a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja mengambil
organ tanpa memperhatikan kesehatan dan persetujuan pendonor / ahli waris)

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 5


4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
a. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Pengaturan praktek
kedokteran bertujuan untuk, Pertama memberikan perlindungan kepada pasien,
Kedua mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan Ketiga memberikan kepastian
hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi)
b. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan kepada setiap
dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai
standar pelayanan. Standar pelayanan disini adalah pedoman yang harus diikuti
oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran)
c. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan setiap
dokter harus mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil
kedokteran. Sedangkan surat izin praktek kedokteran ditandatangani oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktek
kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi
suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak
mempunyai surat registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut
tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa oleh dokter tersebut karena
takut terjadi malpraktek)

5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan


a. Pasal 32 (Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi
karena kesehatan atau kelalaian
Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua
macam perjanjian, yaitu:
Inspanningverbintenis: perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang
berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang
diperjanjikan
Resultaatbintennis: perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan
result, yaitu sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Alur Penyelesaian Hukum

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 6


Pencegahan Malpraktek

Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan


Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena
adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak
hati-hati, yakni:
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

Upaya menghadapi tuntutan hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat
pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga
kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga
kesehatan dapat melakukan :
Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin
yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja,
akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 7


bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan
dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan
cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa
yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat
hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus
membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus
membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung
jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan
adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-
orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
perawatan.

2. Informed Consent
Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien
tersebut.

Bentuk Informed Consent


a. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat
umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk
laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti
jantung.
c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan
invasive.
Tujuan Informed Consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk
dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 8


berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat
informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda
dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum
penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Manfaat Informed Consent


Informed Consent bermanfaat untuk :
a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa
indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
b. Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari
walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.

Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan,


pasien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang
profesi medis untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang
rasional dan melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu
nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.

Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien:


a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, meliputi:
Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis
Diagnosis penyakit; atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran
Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, meliput:
Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik ataupun rehabilitatif
Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 9


Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meliputi:
Prognosis tentang hidup-matinya
Prognosis tentang fungsinya
Prognosis tentang kesembuhan
f. Perkiraan pembiayaan

Kapan Persetujuan Tindakan Medis dilakukan:


a. Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
c. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran yang tidak
terdapat indikasi sebelumnya untuk menyelamatkan jiwa pasien

Yang berhak memberikan persetujuan


Pasien yang kompeten atau keluarga terdekat suami atau isteri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya

Tata cara pemberian persetujuan:


a. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan secara tertulis atau lisan dan diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran yang dilakukan
b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang tertuang dalam formulir khusus yang ditanda tangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan
c. Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan tindakan keokteran
d. Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup pada seorang pasien harus
mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan dari tim
dokter yang bersangkutan
e. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan secara tertulis sebelum dimulainya tindakan

Penolakan Tindakan Kedokteran


a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan / atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis
b. Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasien
c. Penolakan tindakan-tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan
pasien

Tanggung Jawab
a. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 10


b. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan
tindakan kedokteran

Skema Pelaksanaan Informed Consent

Pasien Dokter

Informasi

Mempertimbangkan /
memutuskan

SETUJU MENOLAK

Penandatanganan Penandatanganan
Form persetujuan Form penolakan

Ketentuan Informed Consent


Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik
No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya:
1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur
(SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3 Informed Consent dianggap benar:
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang
sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan
(purhate of medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procedure)
c. Tentang risiko
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko risikonya
(alternative medical procedure and risk)

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 11


f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
a. Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
b. Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang
bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
a. Lisan
b. Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Wali
Kurator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
a. Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
b. Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik
ditetapkan pimpinan RS.
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga
pasien.
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
a. Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai
salah satu saksi
b. Materai tidak diperlukan
c. Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
d. Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan
informasi
f. Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan
kanannya

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 12


12. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.

Aspek Hukum dan Sanksi


1. Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan
o Sepakat mereka yang mengikatkan diri
o Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan
o Suatu hal tertentu
o Suatu sebab yang halal
2. Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu
diberikan karena kehilafan atau diperlukan dengan paksaan atau penipuan
3. KUHPidana pasal 351
o Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan.
o Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)
o Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)
4. UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53
o Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya
o Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien
o Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak
atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6).
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
6. Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis.
Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau
keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.

Deklarasi-deklarasi World Medical Association (WMA)


a. Deklarasi Helsinki (1964) tentang Penelitian dengan Objek Manusia
b. Deklarasi Sydney (1968) dan Deklarasi Venice (1983) tentang Kriteria Mati dikaitkan
dengan Kebutuhan Transplantasi Organ
c. Deklarasi Oslo (1970) tentang Pengguguran Kandungan
d. Deklarasi Tokyo (1975) tentang Penggunaan Obat Terlarang
e. Deklarasi Lisbon (1981) tentang Hak-hak Pasien
f. Deklarasi Brussels (1985) tentang Fertilisasi in Vitro
g. Deklarasi Madrid (1987) tentang Euthanasia dan rekayasa Genetik

Aspek Hukum dan Sanksi

Rekam medis dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 13


(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Malpraktek dalam Pandangan Islam


Malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa
dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan
kesehatan. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia medis
kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan
disiplin ilmu kedokteran.

Bentuk-bentuk malpraktek:
a. Tidak punya keahlian (jahil)
Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak
memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian
keahlian tapi bertindak diluar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di
bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi
SAW dalam sabda beliau:










Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung jawab (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai no.4845
dan Ibnu Majah no. 3466. Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.
635)

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang
bukan ahlinya) harus bertanggung jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar
jjera dan menjadi pelajaran bagi orang lain

b. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-ilmiyyah)


Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang
telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan
harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 14


c. Ketidaksengajaan (khatha)
Adalah suatu tindakan / kejadian tanpa ada maksud pelaku dalam melakukannya.
Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah
digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha (kejahatan
tidak sengaja)
d. Sengaja menimbulkan bahaya (itidd)
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk
malpraktek yang paling buruk. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan
pengakuan pelaku, meskipun juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui melalui
indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.

Pembuktian Malpraktek

Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malpraktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban
dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika
tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa
membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan
kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan
malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak
mereka. Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui
oleh syariat sebagai berikut:
a. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri,
dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri,
biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

b. Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria
yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti
rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam
hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan
persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan
kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi tidak memiliki
tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari diri pelaku).
c. Catatan medis.

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 15


Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat
agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi
bukti yang sah.

Bentuk tanggung jawab malpraktek

Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang
dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
a. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja
untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota
tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,
Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja.
b. Dhaman (tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat)
Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan
tidak disengaja.
Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin
dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
c. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

Pihak yang bertanggung jawab


Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan
kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara
tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal
sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli,
kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah pelaku langsung
malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak
langsung.

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 16


Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-
jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya.
Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor
dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan
terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Panduan HAM bagi Pasien dan Dokter untuk Mencegah Malpraktek, Diakses dari:
http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malpraktek.p
df
2. Etika Kedokteran, Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/96601676/etika-kedokteran
3. Malpraktek Dalam Kajian Hukum Pidana, Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-
ki-fh-98.pdf
4. Malpraktek Medik, Diakses dari:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf
5. Malpraktek Menurut Syariat Islam, Diakses dari:
http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/

B-9 | Skenario 1 | Blok Medikolegal 17

Anda mungkin juga menyukai