Anda di halaman 1dari 26

PAPER INVENTARISASI ASET

DISUSUN OLEH :
AVINA FIRLIYANI VANESHA
23.0832

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM


NEGERI

2015

JATINANGOR
A. RUANG LINGKUP MANAJEMEN ASET
Ruang lingkup Manajemen Aset yakni :

1. Inventarisasi Aset, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik


terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat, dan lain-
lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal
yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain.
2. Legal Audit, merupakan suatu ruang lingkup untuk mengidentifikasi dan
mencari solusi atas permasalahan legal mengenai prosedur penguasaan
atau pengalihan aset seperti status hak penguasaan yang lemah, aset
dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor dan
lain-lain.
3. Penilaian Aset, suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset
yang dikuasai. Untuk ini pemda dapat melakukan outsourcing kepada
konsultan penilai yang profesional dan independen, namun pemda juga
harus mempunyai anggota penilai sendiri yang handal agar nilai yang
dihasilkan nantinya dapat dipahami dan akurat. Hasil nilai tersebut akan
dapat dimanfatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi
untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi Aset, bertujuan mengoptimalkan potensi fisik, lokasi nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam hal
ini, aset-aset yang dikuasai pemda diidentifikasikan dan dikelompokkan
atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi berdasarkan
sektor-sektor unggulan dan mencari penyebab sektor yang tidak
berpotensi. Sehingga hasilnya dapat dibuat sasaran, strategi dan program
untuk mengoptimalkan aset.
5. Pengawasan dan Pengendalian, dalam pemanfaatan dan pengalihan aset
merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada pemda saat ini.
Suatu sarana yang efektif dalam meningkatkan kinerja aspek ini adalah
melalui sistem informasi manajemen aset. Melalui sistem ini maka
transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin dan dapat
diawasi dengan jelas, karena keempat aspek di atas diakomodir dalam
suatu sistem yang termonitor dengan jelas seperti sistem arus keuangan
yang terjadi di perbankan. sehingga penanganan dan pertanggungjawaban
dari tingkat pelaksana hingga pimpinan mempunyai otorisasi yang jelas.
Hal ini diharapkan akan meminimalisasi adanya praktek KKN.

B. KONSEP INVENTARISASI ASET


Menurut Sugiama (2013:173) mengatakan bahwa, "Inventarisasi aset
adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, pelaporan
hasil pendataan aset, dan mendokumentasikannya baik aset berwujud maupun
aset tidak berwujud pada suatu waktu tertentu.

"Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan


pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara/Daerah." (PP No.7 Tahun
2014)

Kita dapat menyimpulkan bahwa inventarisasi adalah proses yang


dimulai dengan pengumpulan data, pencatatan, dan pelaporan seluruh aset atau
barang beserta seluruh aspek legalnya. Inventarisasi digunakan untuk membuat
sebuah daftar yang memuat semua aset atau barang yang dimiliki oleh
organisasi, perusahaan, maupun instansi pemerintah baik itu yang berwujud
ataupun tidak berwujud.

Tujuan utama inventarisasi

Dalam buku Manajemen Aset Pariwisata (Sugiama, 2013) tujuan utama


Inventarisasi Aset ada tiga yaitu:
1. Menciptakan tertib administrasi,
2. Pengamanan aset
3. Pengendalian dan pengawasan aset.

Tujuan khusus inventarisasi

1. Untuk menjaga ketertiban administrasi barang yang dimiliki


2. Untuk menghemat keuangan

3. Sebagai bahan pedoman untuk menghitung kekayaan

4. Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian barang

5. Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam


penyaluran barang

6. Memberikan data dan informasi yang mendalam

7. Menentukan keadaan barang (barang yang rusak/tua) sebagai dasar untuk


menetapkan penghapusannya

8. Memberikan data dan informasi dalam rangka memudahkan pengawasan


dan pengendalian barang.

Dengan melakukan inventarisasi aset akan memberikan keuntungan bagi


pemilik aset dalam mengelola aset-aset yang dimilikinya. Adapun manfaat
lainnya adalah :

Mengetahui siapa yang menggunakan dan memanfaatkan aset,

Mengetahui dengan mudah bagaimana penggunaan dan pemanfaatan aset,

Membantu pemilik dalam pemantauan, pengendalian, dan pemeliharaan


aset,

Meningkatkan keamanan fisik dan aspek legal aset yang dimiliki, dan

Memudahkan penyediaan informasi disaat pelaporan inventaris aset.

Proses Inventarisasi Aset meliputi:

1. Preparation
Tahap persiapan biasa dimulai dari mapping kondisi aset, lokasi aset, SDM
perusahaan sampai teknis pelaksanaan inventarisasi aset.

2. Execution

Tahap pelaksanaan dimulai ketika seluruh tahap preparation dipenuhi,


dimana prosedur dalam inventarisasi dijalankan sesuai dengan schedule
dan kompetensi SDM inventarisasi.

3. Finishing

Tahap akhir berkaitan dengan proses hasil laporan pelaksanaan


inventarisasi sampai dengan laporan final hasil inventarisasi.

Ketentuan Pelaksanaan Inventarisasi :

Memberi koding pada barang-barang yang diinventarisasikan


Barang-barang inventaris sekolah harus diberi tanda dengan menggunakan
kode-kode barang sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Manual
Administrasi barang

Membuat Daftar Rekapitulasi Tahunan Laporan triwulan mutasi barang


inventaris yaitu daftar tempat mencatat penambahan dan pengurangan
barang inventaris pada suatu organisasi selama triwulan yang
bersangkutan

Daftar isian inventaris yaitu tempat mencatat semua barang inventaris


menurut golongan atau klasifikasi yang telah ditetapkan.

Permasalahan yang umum terjadi dalam inventarisasi aset yaitu :

Perbedaan kode barang pada barang yang bersangkutan dengan


yang tertera di Daftar Barang Ruangan

Jumlah barang yang ada tidak sesuai dengan yang tertera di Daftar
Barang Ruangan
Sulitnya proses penghapusan barang sehingga barang yang
kondisinya rusak sudah dipindahkan dari ruangan, padahal masih
tertera di Daftar Barang Ruangan

C. KEBIJAKAN PENGELOLAAN BARANG MILIK


NEGARA
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda
dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang
suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses


pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya
berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme
politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan
eksplisit.

Tahapan Pengelolaan Barang Milik Negara:

a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;


b. Pengadaan
c. Penggunaan
d. Pemanfaatan
e. Pengamanan dan pemeliharaan
f. Penilaian
g. Penghapusan
h. Pemindahtanganan
i. Penatausahaan
j. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian

LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);

Permenkeu Nomor: 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi


BMN

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/pmk.06/2007 tentang Tata cara


Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara

Kepmenkeu Nomor 271/KMK.06/2011 tentang pedoman pelaksanaan tindak


lanjut hasil penertiban bmn pada kementarian negara/lembaga

Perpres No 54 Tahun 2010 Tentang Barang dan jasa

Peraturan Bersama Menteri Keuangan Dan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor: 186/PMK.06/2009 |Nomor: 24 Tahun 2009 Tentang


Pensertipikatan Barang Milik Negara Berupa Tanah

Perdirjen KN Nomor PER-07/KN/2009 tentang Tata Cara Rekonsiliasi BMN

Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran :


(1) Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana
kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada.

(2) Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah berpedoman pada standar


barang, standar kebutuhan, dan standar harga.

(3) Standar barang dan standar kebutuhan ditetapkan oleh pengelola barang
setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait.

Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-


prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif
dan akuntabel.

Pengadaan, pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan


prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif, dan akuntabel.

Penggunaan
Status penggunaan barang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Barang milik negara oleh pengelola barang
b. Barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.

Penetapan status penggunaan barang milik negara sebagaimana dimaksud


dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a. Pengguna barang melaporkan barang milik negara yang diterimanya
kepada pengelola barang disertai dengan usul penggunaan;
b. Pengelola barang meneliti laporan tersebut dan menetapkan status
penggunaan barang milik negara dimaksud.

Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk


penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.
Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

Pemanfaatan
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa:
a. sewa
b. pinjam pakai
c. kerjasama pemanfaatan
d. bangun guna serah dan bangun serah guna.

Penyewaan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan bentuk :


a. Penyewaan barang milik negara atas tanah dan/atau bangunan yang sudah
diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang; kepada
gubernur/bupati/walikota;
b. Penyewaan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan
oleh pengguna barang
c. Penyewaan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau
bangunan.

(1) Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang
menguntungkan negara/daerah.
(3) Jangka waktu penyewaan barang milik negara/daerah paling lama lima
tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Penetapan formula besaran tarif sewa dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. barang milik negara oleh pengelola barang;
b. barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.

(5) Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa,


yang sekurang-kurangnya memuat :
a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. Jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
c. Tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama
jangka waktu penyewaan
d. Persyaratan lain yang dianggap perlu

(6) Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/daerah dan seluruhnya


wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah.

PINJAM PAKAI
1. Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah.
2. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama dua
tahun dan dapat diperpanjang.
3. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-
kurangnya memuat :
a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. Jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
c. Tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama
jangka waktu peminjaman;
d. Persyaratan lain yang dianggap perlu.

(1) Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan


bentuk :
a. Kerjasama pemanfaatan barang milik negara atas tanah dan/atau bangunan
yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang;
b. Kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang
masih digunakan oleh pengguna barang
c. Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah selain tanah
dan/atau bangunan.

(2) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara dilaksanakan oleh


pengelola barang.
(3) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan oleh
pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

Pengamanan dan Pemeliharaan


Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib
melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya. Pengamanan barang milik negara/daerah meliputi pengamanan
administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
(1) Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah
daerah yang bersangkutan.
(3) Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi
dengan bukti kepemilikan atas nama pengguna barang.

Pemeliharaan : Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung


jawab atas pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah
penguasaannya. Pemeliharaan sebagaimana berpedoman pada Daftar Kebutuhan
Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

Penilaian
Penilaian barang milik negara/daerah dilakukan dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah pusat/daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang
milik negara/daerah. Sedangkan Penetapan nilai barang milik negara/daerah
dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah dilakukan dengan
berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahann (SAP).
(1) Penilaian barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh
pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh
pengelola barang.
(2) Hasil penilaian barang milik negara/daerah ditetapkan oleh:
a. Pengelola barang untuk barang milik negara;
b. Gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

Penghapusan
Penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:
a. Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna
b. Penghapusan dari daftar barang milik negara/daerah.

1) Penghapusan barang milik negara/daerah dilakukan dalam hal


Barang milik negara/daerah dimaksud sudah tidak berada dalam
penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang;
(2) Penghapusan dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari:
a. Pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang untuk
barang milik negara;
b. Pengguna barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atas
usul pengelola barang untuk barang milik daerah.
(3) Pelaksanaan atas penghapusan selanjutnya dilaporkan kepada pengelola
barang.

Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian


1. Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di
bawah penguasaannya.
2. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban untuk kantor/satuan kerja
dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.
3. Kuasa pengguna barang dan pengguna barang dapat meminta aparat
pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil
pemantauan dan penertiban
4. Kuasa pengguna barang dan pengguna barang menindaklanjuti hasil audit.

(1) Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi


atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan
barang milik negara/daerah, dalam rangka penertiban penggunaan,
pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah sesuai
ketentuan yang berlaku.
(2) Pengelola barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk
melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
(3) Hasil audit disampaikan kepada pengelola barang untuk ditindaklanjuti
sesuai ketentuan perundang-undangan

D. PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK


DAERAH
Barang Daerah disebut Barang Milik Daerah (BMD) pelaksanaan
pengelolaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, diantaranya sbb:
1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.

Berikutnya pelaksanaan teknis pengelolaan BMD diatur dalam Peraturan


Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Sesuai Permendari No. 17 Tahun 2007, BMD digolongkan berupa barang


persedian dan barang inventaris (barang dengan penggunaannya lebih dari 1
tahun) yang terdiri dari 6 (enam) kelompok yaitu:
1) Tanah;
2) Peralatan dan Mesin;
3) Gedung dan Bangunan;
4) Jalan, Irigasi dan Jaringan;
5) Aset Tetap Lainnya; dan
6) Konstruksi dalam Pengerjaan.

Bedasarkan lingkup aset dan penggolongan BMD tersebut diatas, BMD


merupakan bagian dari Aset Pemerintah Daerah yang berwujud yang tercakup
dalam Aset Lancar dan Aset Tetap.
Menyangkut aset tak berwujud yang tercakup dalam Aset Lainnya, secara
khusus tidak disebut dalam Permendari No. 17 Tahun 2007. Aset ini dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa atau digunakan untuk
tujuan lainnya. Aset tak berwujud diantaranya berupa lisensi dan franchise, hak
cipta (copyright), paten dan hak lainnya serta hasil kajian/penelitian,
bagaimanapun tetap perlu dilakukan penatausahaannya untuk keperluan
pengelolaan BMD dalam rangka perencanan kebutuhan pengadaan dan
pengendalian serta pembinaan aset/barang daerah.

Pengelolaan BMD merupakan rangkaian kegiatan dan/atau tindakan


terhadap BMD, yang meliputi:

1. Perencanaan Kebutuhan Dan Penganggaran;


2. Pengadaan;
3. Penerimaan, Penyimpanan Dan Penyaluran;
4. Penggunaan;
5. Penatausahaan;
6. Pemanfaatan;
7. Pengamanan Dan Pemeliharaan;
8. Penilaian;
9. Penghapusan
10. Pemindahtanganan;
11. Pembinaan, Pengawasan Dan Pengendalian;
12. Pembiayaan;
13. Tuntutan Ganti Rugi.

Pengelolaan BMD sebagai bagian dari Pengelolaan Keuangan Daerah yang


dilaksanakan secara terpisah dari Pengelolaan Barang Milik Negara.

Lingkup Pengelolaan BMD terdiri dari:


1) Barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/
pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah
lainnya yang status barangnya dipisahkan.
BMD yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya berada
pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang
anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha
Milik Daerah lainnya.

Pelaksanaan tugas dan wewenang serta tanggung jawab pengelolaan BMD


dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola BMD, yang terdiri dari: Kepala Daerah
sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan BMD berwenang dan
bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan BMD.

Adapun kewenangannya sbb :


1) Menetapkan kebijakan pengelolaan BMD;
2) Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan
bangunan;
3) Menetapkan kebijakan pengamanan BMD;
4) Mengajukan usul pemindahtanganan BMD yang memerlukan persetujuan DPRD;
5) Menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan BMD sesuai batas
kewenangannya; dan
6) Menyetujui usul pemanfaatan BMD selain tanah dan/atau bangunan.

Sekretaris Daerah selaku pengelola, berwenang dan bertanggungjawab:


1) Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan BMD;
2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan BMD;
3) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan BMD;
4) Mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan BMD
yang telah disetujui oleh Kepala Daerah;
5) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi BMD; dan
6) Melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMD.

Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola BMD bertanggung


jawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan BMD yang ada pada masing-
masing SKPD;

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna BMD,


berwenang dan bertanggung jawab:
1. Mengajukan rencana kebutuhan BMD bagi SKPD yang dipimpinnya kepada
Kepala Daerah melalui pengelola;
2. Mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan
BMD yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada
Kepala Daerah melalui pengelola;
3. Melakukan pencatatan dan inventarisasi BMD yang berada dalam
penguasaannya;
4. Menggunakan BMD yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya,
5. Mengamankan dan memelihara BMD yang berada dalam penguasaannya;
6. Mengajukan usul pemindahtanganan BMD berupa tanah dan/atau bangunan yang
tidak memerlukan persetujuan DPRD dan BMD selain tanah dan/atau bangunan
kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
7. Menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
8. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan BMD yang ada
dalam penguasaannya; dan
9. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS)
dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam
penguasaannya kepada pengelola.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna BMD,


berwenang dan bertanggung jawab:
1. Mengajukan rencana kebutuhan BMD bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
2. Melakukan pencatatan dan inventarisasi BMD yang berada dalam penguasaannya;
3. Menggunakan BMD yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
4. Mengamankan dan memelihara BMD yang berada dalam penguasaannya;
5. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan BMD yang ada dalam
penguasaannya; dan
6. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran
(LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada
dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang
bersangkutan.
Penyimpan Barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan
barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna; dan Pengurus Barang
bertugas mengurus BMD dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa
pengguna.

Pelaksanaan pengelolalaan BMD berdasarkan pada azas sbb :


1. Azas Fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di
bidang pengelolaan BMD yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang,
pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenang
dan tanggung jawab masing-masing;
2. Azas Kepastian Hukum, yaitu pengelolaan BMD harus dilaksanakan berdasarkan
hukum dan peraturan perundang-undangan;
3. Azas Transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan BMD harus transparan
terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
4. Azas Efisiensi, yaitu pengelolaan BMD diarahkan agar BMD digunakan sesuai
batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
5. Azas Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan BMD harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
6. Azas Kepastian Nilai, yaitu pengelolaan BMD harus didukung oleh adanya
ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan
pemindahtanganan BMD serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah.

E. EVALUASI ASET
Evaluasi aset menurut Hariyono (2007:46) adalah kegiatan untuk
menentukan apakah kinerja aset memadai untuk mendukung strategi penyediaan
pelayanan yang telah ditentukan. Evaluasi program pelayanan mencakup evaluasi
atas kinerja aset. Kinerja aset ditinjau ulang (review) secara rutin dengan
pembanding praktik terbaik (best practice) untuk mengidentifikasi aset-aset yang
kinerjanya buruk, atau membutuhkan biaya terlalu tinggi untuk dimiliki atau
dioperasikan. Aset-aset yang dipelihara secara tidak memadai dapat menimbulkan
memungkinkan dilakukannya alih investasi dalam aset.
Evaluasi hendaknya dapat menemukan aset-aset yang memiliki kapasitas
berlebih, atau melebihi kebutuhan potensi risiko keamanan atau kesehatan,
mengganggu pelayanan utama, atau menimbulkan pengeluaran tak terduga untuk
perbaikan kerusakan. Menurut Hariyono (2007:46), dalam evaluasi aset hal-hal
yang perlu dilakukan antara lain:

a. Mengevaluasi Kinerja Aset


Seluruh aset yang saat ini sedang digunakan untuk memberikan pelayanan perlu
diidentifikasi dan dibuatkan suatu daftar (register). Juga harus ditentukan seberapa
efektif aset-aset tersebut mendukung kebutuhan pelayanan. Sebagai bagian dari
proses evaluasi kinerja aset, adapun aspek-aspek yang perlu dianalisis sebagai
berikut:
1) Kondisi Fisik
2) Fungsionalitas
3) Utilisasi
4) Kinerja Finansial
b. Mengevaluasi Proyek yang sedang Berjalan
Penentuan aset-aset yang telah ada harus mencakup aset-aset yang masih dalam
proses pengadaan atau sedang berjalan (seperti fasilitas yang masih dalam
pembuatan atau underconstruction, atau aset-aset yang tergabung dalam program
modal kerja yang telah diotorisasi). Hasil dari mengevaluasi aset-aset yang telah
ada dan aset-aset baru yang direncanakan adalah pernyataan atau laporan
mengenai aset-aset yang tersedia, atau diharapkan akan tersedia, untuk
mendukung strategi penyediaan pelayanan yang telah ditentukan.

Pengukuran Kinerja Aset


Menurut Hariyono (2007:37), terdapat beberapa ukuran yang digunakan
untuk menentukan kinerja aset, yaitu kondisi fisik aset, fungsionalitas aset,
utilisasi aset, dan kinerja finansial aset, seperti terlihat pada Gambar.
Berikut penjelasan mengenai ukuran-ukuran dalam menentukan kinerja
aset menurut Hariyono (2007) :
1. Kondisi Fisik
Suatu aset harus dapat digunakan secara aman dan efektif. Hal ini berarti
bahwa aset perlu dipelihara agar berada dalam kondisi yang memadai untuk
digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan memenuhi standar
kesehatan dan keamanan yang relevan. Apabila aset tersebut tidak mengalami
masalah, maka kemampuan aset untuk memberikan pelayanan akan sesuai dengan
standar yang disyaratkan. Penilaian yang memadai atas kondisi aset menurut
Hariyono (2007:65) meliputi:
a. Penyusunan kondisi yang disyaratkan atas suatu aset relatif terhadap
kebutuhan pemberian pelayanan dan nilai dari aset tersebut (kriteria
hendaknya mencakup keterkaitannya dengan keamanan dan kesehatan
publik, kemudahan dan keramahan lingkungan);
b. Pemeriksaan aset dan membandingkan kondisinya dengan kondisi yang
dipersyaratkan;
c. Perencanaan kondisi aset di masa mendatang.
Pada dasarnya, penilaian terhadap kondisi aset dapat memberikan input
yang bermanfaat bagi kepatuhan terhadap peraturan dan perencanaan
pemeliharaan aset. Ditambahkan dari handout penilaian aset (Sugiama, 2012)
secara umum kondisi fisik dilakukan dengan mengidentifikasi dari luas tanah dan
bangunan, peruntukan, kepemilikan, jumlah lantai, hingga mengenai kebijakan
pengelola.

2. Fungsionalitas
Fungsionalitas aset menurut Hariyono (2007:66) merupakan ukuran
efektivitas dari suatu aset dalam mendukung aktivitas yang akan dilakukan. Untuk
memantau dan menilai fungsionalitas aset, entitas harus menenentukan:
a. Peranan yang dimainkan aset dalam pencapaian hasil melalui pemberian
pelayanan; dan
b. Karakter fungsional yang disyaratkan dari suatu aset untuk mendukung aktivitas
tertentu (persyaratan fungsional yang dibuat bagi aset-aset yang dibangun).

Fungsionalitas suatu aset hendaknya ditinjau ulang secara rutin. Hal ini akan
memungkinkan untuk mengidentifikasi pengaruh signifikan atas pelayanan. Hal
ini juga akan memungkinkan adanya perubahan berkala yang dibuat untuk
memperbaiki pemberian pelayanan dan standar fungsional. Fungsional juga
diukur dari kemudahan aksesibilitasnya. Menurut Tarigan (2006) aksesibilitas
adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik
untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan
di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di
sekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana
perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya
dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Dalam
analisis kota yang telah ada atau rencana kota, dikenal standar lokasi (standard
for location requirement) atau standar jarak seperti terlihat pada Tabel.
Pengukuran kinerja aset

Pengukuran kinerja aset menurut Departemen Transportasi, Infrasruktur


dan Energi Pemerintah Australia adalah proses terstruktur yang melibatkan
identifikasi dan pengumpulan data yang relevan
dengan tujuan menilai kinerja relatif dari aset yang dimiliki oleh entitas
terhadap berbagai tolok ukur kinerja dalam konteks pelaksanaan tupoksi dari
entitas yang bersangkutan. Hasil dari laporan kinerja aset digunakan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan aset, memperbarui,
pemeliharaan atau keputusan untuk penghapusan dan penggantian atas aset
tersebut. Informasi laporan kinerja aset juga digunakan sebagai penghubung
dalam perencanaan penganggaran dan proses pengembangan strategi aset atau
perencanaan aset.

Sedangkan Department Of Public Works, Queensland Government,


mendefinisikan pengukuran kinerja aset adalah sebagai berikut: Performance
measures are qualitative or quantitative methods of assestment that are relevant
to a particular performance indicator.
Tujuan pengukuran kinerja aset.

Tujuan dari pengukuran kinerja aset menurut Department for Transport,


Energy and Infrastucture, Governtment of South Australia adalah untuk
mengetahui status aset terhadap tolok ukur tingkat pelayanan yang diharapkan,
dan untuk mengetahui implikasi apabila terdapat kekurangan dalam penyediaan
layanan tersebut.

Sedangkan menurut Department Of Public Works, Queensland


Government, tujuan dari pengukuran kinerja aset adalah sebagai berikut:

1) mendukung komitmen Pemerintah Pusat untuk mengelola kinerja dari


investasi yang signifikan atas portofolio aset yang telah dilakukan oleh
pengguna aset, dalam rangka mengoptimalkan kontribusi aset terhadap
pencapaian outcomes-nya.

2) menyediakan arah yang jelas bagi pengguna aset sebuah pendekatan


sistematis untuk mengelola kinerja aset.

3) membantu pengguna aset dalam mengadopsi pendekatan berbasis kinerja


untuk menyelarasan pengadaan aset dengan kebutuhan riil yang diperlukan
dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya.

4) meningkatkan akuntabilitas pengambilan keputusan dan tata kelola


pemerintahan yang berkaitan dengan pengelolaan aset melalui penggunaan
informasi kinerja yang handal.

5) memberikan konteks dan bimbingan pada jenis data kinerja yang akan
digunakan sebagai kunci dari pengelolaan kementerian dan pemerintah
secara keseluruhan seperti perencanaan strategis aset.

F. STRATEGI PENGAWASAN ASET


Pengawasan BMD adalah usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan
menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau
kegiatan pengelolaan BMD, apakah dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Permendagri 17 tahun 2007, menyatakan bahwa Pengelola
berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan
penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah, dalam
rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang
Milik Daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya apabila ditemukan sesuatu dan memerlukan audit maka
pengelola dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit.
Pengawas fungsional ini dapat berasal dari internal pemerintah daerah
(Itwilprov/itwilkab/kota maupun BPKP). Sedangkan pengawas fungsional
eksternal berasal dari BPK.
Penggunaan BMD, merupakan penegasan pemakaian barang milik daerah
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah kepada pengguna/kuasa pengguna barang
sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Pemanfaatan merupakan
pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok
dan fungsi SKPD dalam bentuk pinjam pakai, sewa, kerjasama pemanfaatan,
bangun guna serah, bangun serah guna dengan tidak merubah status kepemilikan.

PELAKSANAAN PENGAWASAN ATAS PENGELOLAAN BARANG


MILIK DAERAH
Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan dan
pengamanan barang milik daerah yang berada dibawah penguasaannya.
Pelaksanaan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan untuk kantor/satuan kerja
dilaksanakan oleh Pengguna Barang. Supaya pelaksanaan dapat berjalan dengan
baik, maka setiap pimpinan organisasi harus memahami prinsip-prinsip dasar
pengawasan. Menurut Drs. A.Y. Suryanajaya, S.H., M.H. dalam modul
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian BMN, terdiri dari :
1. Berorientasi pada Perbaikan
2. Penemuan Fakta-fakta pada setiap permasalahan
3. Bersifat Preventif
4. Pengawasan adalah Sarana bukan Tujuan
5. Pendekatan pada masa sekarang (aktual)
6. Efisiensi Pelaksanaan kegiatan pengawasan
7. Tindak lanjut hasil pengawasan
8. Bersifat Pembinaan

TEKNIK-TEKNIK PENGAWASAN
Pada dasarnya pengawasan sebagai bagian dari pengendalian secara
integral. Secara garis besar teknik-teknik pengawasan meliputi :
1. Pemeriksaan (Audit)
2. Inspeksi
3. Supervisi
4. Pemantauan (Monitoring)
5. Verifikasi
MEKANISME PELAPORAN HASIL PENGAWASAN ATAS
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
Apabila pengawasan telah dilakukan maka, harus disusun laporan hasil
pengawasan untuk disampaikan kepada pihakpihak terkait.Penjelasan dibawah
ini merupakan mekanisme pelaporan setelah pengawasan dilakukan.
Pendekatan mendasarkan pada hasil pengawasan BPK. Laporan Hasil
Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah daerah (termasuk didalamnya
pengawasan atas BMD) disampaikan kepada gubernur/ bupati/ walikota sesuai
dengan kewenangannya. (Pasal 17 Ayat 3 UU No 15 Tahun 2004 dan Pasal 7
UU No 15 Tahun 2006 ). Apabila dilakukan pemeriksaan kinerja maka Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja dan dan LHP dengan tujuan tertentu
disampaikan pula lepada gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. (Pasal 17 Ayat 6 UU No 15 Tahun 2004).
TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN/AUDIT ATAS
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
Secara umum tindak lanjut atas temuan pengawasan dapat berupa :
1. Tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. Tindakan tuntutan perbendaharaan atau tuntutan gantirugi;
3. Tindakan tuntutan/gugatan perdata;
4. Tindakan pengaduan perbuatan pidana;
5. Tindakan penyempurnaan kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan

Agar pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan tertib dan
optimal maka tahapan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian perlu dilakukan dalam satu kesatuan sistem. Perencanaan yang tepat
bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah
dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan
efektif bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan
benar yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah
tersebut memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun
untuk kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan
pengendalian diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang
berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah.
Dalam interaksi pengelolaan BMN, selain melibatkan pihak internal juga
diharuskan berkorelasi dengan pihak luar, antara lain dengan Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Badan Pertanahan Negara RI (BPN RI),
sehingga diperlukan koordinasi yang lebih intens. Selain itu, penyimpanan
arsip/dokumen penting perlu diperhatikan, mengingat dalam penatausahaan BMN
terdapat surat-surat penting, seperti sertifikat, berita acara serah terima, dan
lainnya yang penting untuk pemanfaatan aset.
Dengan diselenggarakannya kegiatan pengelolaan dan penatausahaan oleh
Pusat Pengelolaan BMN, diharapkan seluruh jajaran Kementerian Pekerjaan
Umum dapat mengelola BMN secara tertib sesuai dengan amanat Undang-
Undang Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Peranan pengelolaan BMN dalam rangka meningkatkan opini LKKL dan
LKPP sangat penting, karena DJKN berperan dalam meningkatkan kualitas LKKL
dan LKPP dengan melaksanakan kegiatan adhoc terutama pelaksanaan IP dalam
rangka Penertiban BMN diimbangi dengan kegiatan penyusunan dan
penyempurnaan SOP (termasuk SOP unggulan) dan penyempurnaan/penyusunan
peraturan, temuan terkait pengelolaan dan penatausahaan BMN semakin sedikit,
opini atas LKKL dan LKPP dari BPK semakin membaik.

Anda mungkin juga menyukai