Anda di halaman 1dari 10
Perpustakaan LAFAI www.lafai.org Menimbang Mengingat MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTER) KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PERIIU2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Prakik Kedokteran, erly mengatur kembali Persetujuan Tindakan Medik dengan Peraturan Menteri Kesehatan; 4, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1892 Nomor 100, Tambahan Lemioaran Negara Republik indonesia Nomor 3495); 2 Undang-Undang Nomar 28 Tahun 2004 tentang Prakik Kedokteran (Lembaran Negara Republk Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, ‘Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 4431); 3, Petaturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1986 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 21, Tambshan Lembaran Negara Republik Indonesia Nemor 2803) 4, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 38 Tambahan Lembaran Negara 'Nomor 3637); 5, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/PerIXII1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Peril1986 tentang Rumah Sakit sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 191/Menkes- Kesos/SKiI/2001 tentang Perubahen Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 157/Menkes/SK/lI/1999. tentang Perubanan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15b/Menkes/Perll1988 tentang Rumah Sakit; Perpustakaan LAFAI www.lafai.org MeNTERI KESEHATAN PREPUBLIK NDONESIA 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MenkesiPer/KU2005 tentang Crganisasi dan Tata Keria Departemen Kesehatan sebagaimana telah iubah dengan Peraturan—Menteri_— Kesehatan Nomor 1295IMenkes/PeriXIU2007 tentang Perubahen Pertama Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1576/Menkes/Pet/X12005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departernen Kesehatan. MEMUTUSKA Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Mentor ini yang dimaksud dengan 4. Pereetyuan tindakan Kedokteran adalah persetyjuan yang diberkan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tndakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dliakukan terhadap pasien, 2. Keluarga terdekat adalah suami atau ist, ayan atau Ibu kandung, anak-anak kandung, ‘saudara-saudare kandung stau pengampunya. 3, Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran ‘adalah suatu tindakan mecis berupa prevent, ciagnostix, terapeutk atau rehabiitait yang dliakukan oleh dokter atau dokier gigi terhadap pasien 4, Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutunan jaringan tubuh pasion 5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan med's yang berdasarkan tingkat probabiltas tertentu, dapat mengakloatkan Kematian alau kecacatan. 6 Dokter dan dokter gigi adalah dokter, doktor spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui olen pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perpustakaan LAFAI www.lafai.org eters MESEMATAN 7 Pasien yang kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telahipernan menikah, tak terganggu Kesadaran fisiknyé mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengelami kemunduran perkembangan (etardasi) mantal dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas BAB II PERSETUJUAN DAN PENJELASAN Baglan Kesatu Porsetujuan Pasal 2 (1) Semua tindakan Kedokteran yang akan diakukan terhadap pasien harus mendapat persetuuian (2) Persetyjuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibenkan secara teruls ‘maupun lisan. (@) Persetujuan eebagaimana cimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasion mendapat ppenjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan Pasal 3 (1) Setiap.tindakan kedokteran yang mengandung isiko tinggi harus memperoleh ppersetujuan tertuls yang dtandatanganicleh yang bertiak memberikan persetujuan, (2) Tindakan kedokteran yang tidak termesuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat aiberikan dengan persetujuan isan (3) Persetujuan tertuls sebagaimana dimaksud pada ayat (1) cibuat dalam bentuk ‘perryataan yang tertuang dalam formulr khusus yang dibuat untuk itu (4), Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ueapan ‘setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju (6) Dalam hal persetyluan lisan yang diberkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tert Pasal 4 (1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien daniatau mencegah kecacatan tidak diperiukan persetujuan tindakan kedokteran. Perpustakaan LAFAI www.lafai.org ‘MENTER KESENATAN REPUBLIC NDONESA (2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sliputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik (@) Dalam hal diakukannya tindakan Kedokteran sebageimana dimaksud pada ayat (1), okter atau dokter gigi wajlb memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasion sadar atau kepada keluarga terdekat Pasal 5 (1) Persetyluan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditark Kembali olen yang ‘member persetujusn sebelum dimulainya tindakan (2) Pembatalan persetuyjuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksué pada ayat (1) hharus dllakukan secara tertuls oleh yang memberi persetujuan @) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetuluan tindakan Kedokteran sebagaimena dimeksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan. Pasal 6 Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum ‘dalam hal terbukti adanya Kelalaian dalam melakukan tindakan Kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien Bagian Kedua Penjelasan Pasal 7 (1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diterkan langsung kepada pasien

Anda mungkin juga menyukai