Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAKITAN TANAMAN CABAI YANG MEMILIKI

KANDUNGAN CAPSAICIN TINGGI DAN DAYA HASIL TINGGI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pemuliaan Tanaman Terapan

Disusun oleh :

Veni Sriyanti 150510150040

Latifah Azizah 150510150042

Mella Maulida 150510150097

Tika Adelia 150510150167

Naufal Fikri 150510150175

Kelas F

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan dan memberikan rahmat, hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Segala usaha dan kemampuan telah penulis curahkan semaksimal mungkin
dalam menyelesaikan makalah ini dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah
Pemuliaan Tanaman Terapan
Menyadari bahwa penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, namun
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka hambatan tersebut dapat
diatasi.
Harapan penulis, semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan dan
anugerah terbaik atas jasa yang telah diberikan. Penulis menyadari, bahwa tiada gading
yang tak retak, maka dengan tangan terbuka kritik dan saran yang bersifat membangun,
akan penulis terima dengan senang hati. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak. Dan semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jatinangor, Maret 2917

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
2.1 Pembentukan Populasi Segregasi........................................................................5
2.2 Pembentukan Galur Murni.............................................................................5
2.3 Evaluasi Galur Murni dan Seleksi Tetua............................................................7
2.4 Produksi Benih F1..................................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP......................................................................................................................10
3.1 Simpulan...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabai atau cabai merah a atau cabai pedas adalah salah satu komoditi sayuran yang
sangat penting. Luas pertanamannya selalu yang terluas di antara sayuran lainnya.
Kegunaannya selain untuk bumbu masak yang selalu digunakan hampir pada semua
panganan di Indonesia, juga untuk keperluan industri.
Hasil produksi cabai yang maksimal selain tergantung pada pemeliharaan dan
persiapan waktu panen, juga sangat bergantung pada jenis atau kultivar cabai itu
sendiri. Penyaringan antar varietas dilakukan untuk memperoleh cabai unggul tersebut.
Kandungan vitamin C pada buah cabai cukup tinggi, sehingga hal ini merupakan
nilai tambah dari dataran rendah sampai dataran tinggi, sehingga banyak petani di
Indonesia yang bertanaman cabai.
Pada tanaman cabai diketahui adanya fenomena heterosis, sehingga memungkinkan
untuk dibentuk varietas hibrida yang akan menghasilkan sifat-sifat yang lebih baik dari
varietas yang menyerbuk sendiri seperti sifat kualitas dan daya hasil, resistensi terhadap
hama dan penyakit penting serta sifat baik lainnya.
Benih hibrida adalah benih yang diproduksi secara khusus yang menggunakan
paling sedikit dua tetua yang telah teruji sebelumnya. Benih hasil silangan kedua tetua
tersebut benih hibrida. Untuk menghasilkan benih hibrida tersebut, sampai sekarang
masih dilakukan secara manual dengan kedua tetua yang diketahui asal usulnya.
Untuk membudidayakan varietas hibrida biasanya memerlukan cara pengerjaan
yang intensif. Hasil panen yang dicapai dari varietas hibrida lebih tinggi dari pada
kedua tetuanya dan memiliki keseragaman tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman
cabai termasuk tanaman menyerbuk sendiri dan pembiakannya melalui biji, sehingga
varietas dari komoditi ini yang menjadi tetua merupakan galur murni.
Pembentukan varietas hibrida memerlukan waktu yang cukup lama, karena harus
dimulai dari pembentukan populasi segregasi, pembentukan galur murni, evaluasi galur
murni dan seleksi tetua, dan produksi benih F1.

3
1.2 Rumusan Masalah
Melihat uraian diatas, maka ada beberapa masalah yang akan coba dibahas dalam
makalah ini, diantaranya adalah :
1. Bagaimana cara merakit tanaman cabai yang mengandung capsaicin tinggi ?
2. Bagaimana cara merakit tanaman cabai yang menghasilkan daya hasil yang
tinggi?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis untuk :
1. Untuk mengetahui cara untuk merakit tanaman cabai yang mengandung
capsaicin tinggi
2. Untuk mengetahui cara untuk merakit tanaman cabai yang menghasilkan daya
hasil yang tinggi

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini :
1. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang Pemuliaan Tanaman Terapan, perakitan tanaman
cabai pada khususnya
2. Hasil penulisan ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan-penulisan
makalah sejenis untuk tahap berikutnya
3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman
terhadap pihak-pihak terkait terhadap persoalan tentang Pemuliaan Tanaman
Terapan

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentukan Populasi Segregasi
Pada tahap pembentukan segregasi dari sekian banyak kultivar cabai dipilih beberapa
kultivar yang memiliki sifat unggul. Kultivar cabai yang dipilih adalah Carolina reaper
dan Prabu F1. Cabai Carolina reaper merupakan cabai introduksi dari Carolina, Amerika
Serikat. Saat ini Carolina reaper ditetapkan sebagai cabai terpedas didunia. Carolina
reaper merupakan hasil persilangan antara spesies-spesies cabai Capsicum chinense.
Yang kedua varietas yang digunakan adalah varietas Prabu F1. Vrietas ini merupakan
varietas lokal yang bisa di tanam di dataran rendah dan dataran tinggi .

Pemilihan varietas ini didasarkan karena kita menginginkan cabai yang memiliki kadar
capsaicin tinggi dan bentuk buah panjang dan besar. Oleh karena itu dipilih 2 varietas
tersbut, dimana pada varietas Carolina reaper memiliki kadar capsaicin tinggi tapi
bentuk buah yang membulat, mengerucut, dan permukaannya agak kasar. Untuk
varietas Prabu F1 memiliki bentuk yang panjang, besar, membuur lancim, dan
permukaan kulitnya halus.

2.2 Pembentukan Galur Murni


Pada metode penyeleksian tetua diperlukan tetua yang bergenotipe homozigot
karena ingin memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap sifat atau karakter
yang diinginkan. Pada perakitan cabai yang ber capsaicin tinggi kami
menggunakan metode seleksi Bulk karena dalam metode penyeleksian ini
didapat tanaman dengan homozigositas tinggi (pafa F5 atau F6) dan dapat
digunakan pada tanaman yang menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang.
Metode ini pula adalah metode sederhana setelah seleksi massa, prinsipnya
adalah menyeleksi di alam sampai terbentuk tingkat homozigositas tinggi.
Metode bulk adalah salah satu prosedur untuk silang dalam dari populasi yang
bersegregasi/terpisah sampai level perubahan menuju sifat homozigot itu
dicapai. Biji digunakan untuk menanam tiap- tiap generasi persilangan adalah
sebuah contoh yang itu dipanen dari tanaman generasi yang lalu. Metode ini
pertama kali dikembangkan untuk penanaman tanaman menyerbuk sendiri,

5
tetapi dapat juga digunakan baik pada populasi silang dalam atau menyerbuk
silang (Fehr, 19871.)

3.
Gb.1 skema seleksi tetua metode Bulk
Sumber : www.biologydiscussion.com

Generasi persilangan = silangan kultivar A dengan kultivar B

Generasi F1 : menanam 50 sampai 100 tanaman F1


Generasi F2 : menanam semua biji yang berasal dari F1. Panen dan semua biji
dicampur dari semua tanaman.
Generasi F3-F5: ditanam semua biji yang berasal dari generasi sebelumnya,
tanpa diadakan penyeleksian.
Generasi F6 : karena pada generasi F1 sampai F6 tidak dilakukan
penyeleksian, maka pada generasi F6 jumlah tanaman berkisar antara 5000
sampai 10.000 tanaman. Seleksi 500 sampai 1000 tanaman yang superior.
Generasi F7 : tanam biji yang berasal dari setiap tanaman yang terpilih pada
generasi F6 masing-masing dalam satu barisan. Dipilih sampai 50 sampai 100
barisan terbaik. Biji tanaman yang berasal dari satu barisan yang terpilih pada
generasi F6 dicampurkan.
Generasi F8-F12: diadakan pengujian daya hasil. Galur yang mempunyai daya
hasil tinggi dapat dicalonkan sebagai kultivar unggul baru.

6
2.3 Evaluasi Galur Murni dan Seleksi Tetua
Dalam rangkaian kegiatan dari perakitan cabai hibrida, ada tahap evaluasi galur murni
(inbreed) dan seleksi tetua. Tahap ini dilakukan dengan cara mengevaluasi daya gabung,
meliputi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK), serta menduga
penampilan double cross. Evaluasi galur murni (inbreed) dan seleksi tetua yang dilihat
berdasarkan daya hasil dan kualitas buah cabai. Parameter yang digunakan dalam
persilangan cabai kultivar Carolina reaper dan Prabu, yaitu kandungan capsaicin yang
tinggi, bentuk buah panjang dan besar, dan permukaan kulit cabai yang halus.

Evaluasi tersebut diketahui berdasarkan daya hasil, dapat berupa tinggi atau
lebih tinggi daripada varietas yang sudah ada dan dari kualitas buah, seperti ukuran
buah sesuai dengan preferensi konsumen, penampilan buah, dan ketahanan simpan.
Kedua tetua hendaknya secara genetik harus jauh hubungan kekerabatannya sehingga
pengaruh dari heterosisnya akan tinggi. Selain itu masing-masing tetua sebaiknya
homozigot, sehingga dampak dari gen-gen resesif tidak tertutup oleh alel-alel
dominannya.

Upaya yang dilakukan dalam memperoleh homozigot dengan dilakukannya


penyerbukan sendiri. Banyak generasi yang diperlukan untuk mencapai galur
homozigot, tergantung pada tingkat heterosis dari tetua yang diseleksi. Apabila telah
diperoleh galur-galur yang homozigot, maka dilakukan persilangan dialel untuk
menentukan galur-galur yang memiliki daya gabung umum (DGU) dan daya gabung
khusus (DGK) yang baik. Dari sini dapat ditentukan kombinasi-kombinasi persilangan
mana yang menghasilkan hibrida F1 yang terbaik.

Sifat hasil hibrida yang ingin dicapai, di antaranya kandungan capsaicin yang
tinggi, bentuk buah panjang dan besar, dan permukaan kulit cabai yang halus. Uji daya
hasil cabai hibrida dapat dilakukan dengan pengujian di beberapa daerah dengan
berbagai iklim, dengan tujuan agar menentukan daya adaptasi di daerah mana suatu
varietas dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Daya gabung umum (DGU) dan
daya gabung khusus (DGK) digunakan pada tahap awal untuk mengetahui tetua yang
mana yang dapat menghasilkan potensi hasil tinggi. Tetua yang dapat menghasilkan
daya hasil tinggi diketahui jika hasil turunan dari kombinasi tetua tersebut mempunyai
nilai heterosis yang positif dan daya gabung yang tinggi.

7
Secara umum terjadi peningkatan produksi hibrida F1 dibandingkan dengan
tetua-tetuanya, ini dapat diketahui dari nilai heterosis positif. Adanya pengaruh heterosis
ini disebabkan adanya akumulasi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis tidak lepas
dari adanya pengaruh dominan lebih (over-dominan) pada karakter tersebut. Menurut
Perez et al (2009) bahwa nilai heterosis yang tinggi juga menunjukkan adanya aksi gen
non-aditif pada karakter produksi per tanaman sehingga teknik hibridisasi sangat
berguna untuk mengeksplorasi potensi produksi pada cabai hibrida.

2.4 Produksi Benih F1


Pada tanaman cabai diketahui adanya fenomena heterosis, sehingga memungkinkan
untuk dibentuk varietas hibrida yang akan menghasilkan sifat-sifat yang lebih baik dari
varietas yang menyerbuk sendiri seperti untuk sifat kualitas dan daya hasil, resistensi
terhadap hama dan penyakit penting serta sifat baik lainnya

Produksi benih hibrida

Tipe hibrida dan produksi benihnya


Tipe hibrida yang umum adalah Single Cross, Double Cross dan Triple Cross.
Untuk Single Cross dibutuhkan dua tetua, Double Cross empat tetua dan Triple
Cross tiga tetua.
Persilangan Pada tanaman cabai sampai saat ini untuk produksi benih hibrida
dilakukan dengan cara emaskulasi tetua betina dan pengumpulan tepung sari,
kemudian penyerbukan dilakukan secara manual.

Salah satu varietas cabai hibrida yaitu Hot Beauty memiliki karakteristik daya adaptasi
luas, pertumbuhan kekar,tinggi dan subur. Daya hasil 1,2 kg -2,0 kg/tanaman, ukuran
buah panjang 13cm, berat 7,5 gr, diameter 1,4 cm, warna buah masak merah menyala,
rasa sangat pedas di bandingkan varietas cabai hibrida yang lain serta tahan
pengangkutan dan penyimpanan.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

9
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, Ady., dkk. 2010. Heterosis dan Daya Gabung Karakter Agronomi Cabai
Hasil Persilangan Half Diallel. J. Agron Indonesia. 38 (2): 113-121.

10
Perez, G.M., H.V.A. Gonzales, L.A. Pena, C.J. Sahagun. 2009. Combining ability and
heterosis for fruit yield and quality in manzano hot pepper (Capsicum pubescens
R & P) landraces. Revista Chapingo Series Horticultura 15:47-55.
Syukur, Muhamad,. dkk. Evaluasi Daya Hasil Cabai Hibrida dan Daya Adaptasinya di
Empat Lokasi dalam Dua Tahun. J. Agron Indonesia 38(1) : 43-51.

11

Anda mungkin juga menyukai